Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara

menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progressif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktifitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas (Brunner dan Suddarth 2001). Menurut Alam (2008) apabila fungsi ginjal untuk membuang zat-zat sisa metabolik yang beracun dan kelebihan cairan dari tubuh sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal, maka harus dilakukan hemodialisa sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Data WHO menunjukkan, penyakit gagal ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat ke -12 tertinggi angka kematian atau angka ke-17 angka kecacatan, hingga tahun 2015 WHO memperkirakan sebanyak 36 juta orang di dunia meninggal akibat gagal ginjal kronik. Sementara itu di Amerika Serikat, tahun 2006-2009 insiden penyakit gagal ginjal kronik di perkirakan 100 kasus/juta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta di perkirakan terdapat 1800 kasus baru tentang gagal ginjal kronik pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainya, diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahunnya (Sudyono 2008 dalam Jusman Marbun 2012). Di negara maju angka penderita gangguan gagal ginjal kronik ini tergolong cukup
1

tinggi hingga tahun 2005 di perkirakan sebanyak 36 juta orang warga meninggal dunia akibat penyakit gagal ginjal kronik. Di Indonesia sendiri didapatkan penyakit gagal ginjal kronik semakin meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari data kunjungan masyarakat kepoli ginjal dan semakin banyaknya penderita yang harus mengalami cuci darah. Menurut data dari PERNEFTRI (Persatuan Nefrologi Indonesia) di perkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal kronik di Indonesia namun yang terdeteksi penderita gagal ginjal kronik tahap terminal dan yang mengalami cuci darah (Hemodialisa ) (Vithahealth 2007 dalam Jusman Marbun 2007). Data yang diperoleh dari Rekam Medik RSU. Pirngadi Medan menunjukkan selama tahun 2011 terdapat 277 orang yang mengalami Gagak Ginjal Kronik, 155 orang diantaranya adalah pria dan 122 orang wanita, sementara itu hasil survey pada bulan Agustus 2012 terdapat 51orang wanita dan 64 orang pria. Total seluruhnya penderita GGK pada bulan Agustus 2012 adalah 115 orang. Strategi penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik berupa usaha-usaha untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal, mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan pengelolaan berbagai masalah dan komplikasinya (Ramaiah, 2008). Bentuk penatalaksanaan itu sendiri dapat berupa pemberian obat-obatan, dialisa (hemodialisa dan peritoneal dialisa), intervensi diet, atau tranplantasi ginjal (Brunner & Suddarth, 2001). Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang mengalami gagal ginjal kronik mengingat adanya efek uremia. Biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada protein, kalium, natrium dan cairan (Brunner & Suddarth, 2002). Dengan adanya pengaturan diet akan mengubah gaya hidup yang dirasakan sebagai gangguan pada penderita gagal ginjal terminal (Brunner & Suddarth, 2002). Pengaturan diet harus diberikan dalam jangka panjang, sehingga ada kemungkinan penderita tidak mematuhinya yang akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari pengaturan diet tersebut. Saat ini ketidak patuhan pasien terhadap suatu program terapi yang

salah satunya pengaturan diet telah menjadi masalah serius yang di hadapi tenaga kesehatan professional (Neil N, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Salmah di RS dr. M. Djamil Padang pada 2004 terhadap 42 orang pasien gagal ginjal terdapat 38,1% patuh terhadap diet dan 61,9% tidak patuh terhadap diit. Pada penelitian sebelumnya tentang psikososial dan hasil fungsional pada penderita Diabetes Melitus yang dilakukan oleh Montaque (2002), dinyatakan bahwa pria lebih patuh dalam menjalani pengobatan DM dibandingkan wanita. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Haflah 2005 tentang perbedaan perilaku klien DM pria dan wanita dalam mematuhi diet didapatkan tidak ada perbedaan perilaku dalam mematuhi diet sebanyak 77,8% pada pria dan 75,6% wanita menunjukkan ketidakpatuhan dalam mematuhi diet. Berdasarkan uraian dan fenomena diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbedaan tingkat kepatuhan antara pria dan wanita pada klien gagal ginjal kronis dalam menjalani diet di instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan antara pria dan wanita pada klien gagal ginjal kronis dalam menjalani program diet di instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Perbedaan tingkat Kepatuhan antara pria dan wanita pada pasien gagal ginjal kronis dalam menjalani program diet di instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui Perbedaan tingkat Kepatuhan antara pria dan wanita pada pasien gagal ginjal kronis dalam menjalani program diet berdasarkan pengetahuan klien di instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012 b. Untuk mengetahui Perbedaan tingkat Kepatuhan antara pria dan wanita pada pasien gagal ginjal kronis dalam menjalani program diet berdasarkan sikap klien di instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.

D. MANFAAT 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Khususnya RSUD Dr Pirngadi Medan Sebagai masukan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan diet antara pria dan wanita, agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap pengobatan gagal ginjal kronik. 2. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai referensi, bahkan masukan dan perbandingan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat sehingga diharapkan masyarakat

mengetahui diet tepat dan benar dalam pengobatan gagal ginjal kronik. 4. Bagi Peneliti Sebagai penambahan wawasan dan pengalaman bagi peneliti dan syarat

menyelesaikan tugas riset.

Anda mungkin juga menyukai