Anda di halaman 1dari 4

Laporan Praktikum Fisiologi KERUTAN USUS DI LUAR BADAN (DEMONSTRASI) Kelompok : d1 Ketua: Anggota:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011 I. Tujuan Mempelajari efek pengaruh pilokarpin dan epinefrin terhadap kerutan usus kelinci . Mengetahui pengaruh ion kalsium terhadap kerutan usus kelinci Mengetahui pengaruh suhu terhadap kerutan usus kelinci. II. Alat dan Bahan Kaki tiga + kawat kasa + pembakar Bunsen dengan pipa karet Gelas beker pireks 600cc Statif Tabung perfusi usus dengan klemnya Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus Pompa aquarium Termometer kimia Pencatat gerakan usus Kimograf Es + waskom Sepotong usus halus kelinci dengan panjang 5 cm Larutan: Locke biasa dan locke bersuhu 35 C Epinefrin 1 : 10.000 Locke tanpa kalsium CaCl2 1% Pilokarpin 0.5% III. Tata kerja Susunlah alat mengikut gambar Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan Locke di dalam tabung pe rfusi mencapai suhu 35C Sediakan sepotong usus halus kelinci Pasang sediaan usus tersebut sebagai berikut: Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengko k Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus dalam keadaan yang tidak terlampau te regang Alirkan udara ke dalam larutan Locke dalam tabung perfusi dengan menggunakan pom pa aquarium sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus ya ng telah dipasang itu. Setelah percobaan, perhatikan suhu larutan Locke dalam tabung perfusi yang harus

dipertahankan pada suhu 35 C. A. PENGARUH EPINEFRIN Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi s etiap kerutan masih tercatat terpisah. Catat waktunya dengan interval 5 detik. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan epinefrin 1: 10.000 ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan. Teruskan pencatatan sampai pengaruh epinefrin terlihat je;as. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh epinefrin sebagai berikut: Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker pireks dari ta bung perfusi Letakkan sebuah waskom di bawah tabung perfusi. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak h arus bersuhu 35C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Lockenya Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari pengaruh epinefrin Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru, bersuhu 35C dan besarkan aliran udara sehingga usus ber goyang-goyang. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga + kawat kasa dan pembakar Bunsen PENGARUH PILOKARPIN Catat 10 kerutan sebagai kontrol. Tanpa menghentikan tromol, teteskanlah 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas. Hentikan tromol, dan cucilah sediaan usus untuk menghilagkan pengaruh pilokarpin . B. PENGARUH ION KALSIUM Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol Hentikan tromol dan gantilah larutan Locke dalam tabung perfusi dengan larutan L ocke tanpa Ca yang bersuhu 35C. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh ion Ca terlihat jelas . Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Be ri tanda saat penetesan. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempu rna, gantilah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru yang bersuhu 35C C. PENGARUH SUHU Catat 10 kerutan sebagai kontrol pada suhu 35C. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C dengan jalan meminda hkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat di dalam gelas beker pireks dengan air biasa. Segera setelah tercapai suhu 30C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C, sampai tercapai suhu 20C dengan jalan memasukkan poto ngan-potongan es ke dalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapatkan pencata tan keaktifan usus berturut-turut pada suhu 35C, 30C, 25C dan 20C. Hentikan tromol dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 35C dengan jalan mengganti air es di dalam gelas beker pireks dengan air biasa dan kemudian memanaskan air

. Segera setelah tercapai suhu 35C jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus. IV. Pembahasan A. Usus, yang terdiri atas otot polos, memiliki aktivitas yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Kekuatan dan kecepatan gerakan usus dipengaruhi oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis berkerja menghambataktivitas us us sedangkan saraf parasimpatis bekerja menstimulasi aktivitas usus.Gerakan usus terdiri atas 3 macam, yaitu peristaltik, segmentasi, dan pendulum.Obat-obat yan g bekerja terhadap sistem saraf otonom dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu: 1.Parasimpatomimetik (kolinergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek meny erupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis. Contohn ya adalah asetilkolin dan pilokarpin. 2.Parasimpatolitik (antikolonergik), merupakan obat-obatan yang memilikiefek yan g menghambat efek saraf parasimpatis. Contohnya adalah atropin. 3.Simpatomimetik (adrenergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek yang men yerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas sisinan saraf simpatis. Contohnya a dalah epineprin. 4.Sempatolitik (antiadrenergik), merupakan obat-obatan yang bekerjadengan mengha mbat efek aktivitas saraf simpatis. Contohnya adalahreserpin dan propanolol. 5. Obat ganglion, merupakan obat-obatan yang merangsang ataumenghambat penerusan impuls di ganglion. Contohnya adalah nikoti n dan pentolinum. Pada paraktikum ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas usus dipengaruhioleh siste m saraf otonom yaitu, sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Seti ap obat yang diberikan mempunyai efek yang berbeda padaorgan usus. Ada obat yang menurunkan gerakan kontraksi usus dan ada yang yangmeningkatkan gerakan kontrak sis usus. Selain sistem saraf enterik, kontrol pada traktus gastrointestinal juga dipengar uhi oleh saraf ekstrinsik, yaitu sistem saraf otonom. Jalur saraf otonom terdiri dari suaru rantai dua neuron, dengan neurontransmiter terakhir yang berbeda ant ara saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dalam hal ini serabut saraf simpatis memiliki hasil kerja yang berlawanan dari serabut saraf parasimpatis. Serabut sa raf parasimpatis berguna untuk meningkatkan aktivitas traktus gastrointestital d alam percobaan ini adalah pergerakan atau motilitas usus. Sedangkan serabut sara f simpatis bekerja dengan efek yang berlawanan yaitu menghambat aktivitas traktu s gastrointestinal. Pada masing-masing serabut mengsekresikan neurontransmiter y ang berbeda untuk menghasilkan efek tersebut. Dari hasil kimograf,kontraksi usus meningkat selepas diberikan pilokarpin. Pilok arpin adalah obat yang memiliki efek yang kolinergik yaitu, memiliki efek yang s ama dengan efek yang ditimbulkan oleh saraf parasimpatis. Dari hasil praktikum diatas dapat terlihat bahwa dengan pemberian larutan epinef rin akan menghasilkan penurunan frekuensi dan amplitudo jika dibandingkan dengan kontrolnya. Hal ini dapat terjadi karena epinefrin memberikan efek simpatis pad a otot usus sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus. B. Kalsium masuk tubuh diet, seperti susu, keju, sayur, telur, mentega, kacang-k acangan,wortel, dan jeruk. Banyak pula terkandung dalam air putih biasa. Kalsium sulit diabsorpsidari usus, hanya lebih kurang separuh dari yang dimakan akan di manfatkan, selebihnyadibuang lewat tinja. Absorpsi kalsium dalam usus kurang jik a tubuh kekurangan vitamin D. Kalsium juga terdapat plasma darah. Sebagian dalam bentuk ion, sebagian lagi bergabung dengan protein. Kadar Ca darah dikontrol te tap oleh hormon paratormon yang disekresi kanoleh kelenjar anak gondok. Kelebiha n kalsium dalam jaringan dibuang selain lewat tinja, jugalewat saluran kemih. Ka lsium berguna untuk membentuk tulang dan gigi. Peranannya yangsangat penting ialah untuk memelihara kelancaran perangsangan sar

af dan kerutan otot. Jika terjadi defisiensi kalsium, tulang dan gigi akan rapuh atau lunak. Rambatan perangsangan juga terganggu dan dapat mengakibatkan kejang -kejang. Kecepayan aktivitas kontraktil ritmis pencernaan misalnya peristalsis di lambung , segmentasi di usus halus, dan haustrasi di usus besar, bergantung pada kecepat an inheren yang diciptakan oleh sel-sel pemacu yang bersangkutan. Intensitas kon traksi bergantung pada jumlah potensial aksi yang terjadi pada saat potansial ge lombang lambat mencapai ambang, yang pada gilirannya bergantung pada berapa lama ambang dipertahankan. Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin besar konsan trasi Ca++ sitosol, semakin besar aktivitas jembatan silang, dan semakin kuat ko ntraksi. Dengan demikian tingkat kontraktilitas dapat berkisar dari tonus tingka t rendah sampai gerakan mencampur dan mendorong yang sangat kuat akibat perubaha n konsentrasi Ca++ sitosol. Hasil praktikum pada percobaan pengaruh ion kalsium mem buktikan bahwa betapa Ca++ mempengaruhi kontraktilitas otot polos pencernaan. Pe nambahan CaCl2 yang mengandung Ca++ telah menyebabkan aktivitas kontraktil kerut an usus meningkat jika dibandingkan aktivitas kontraktilitasnya sewaktu dimasukk an ke dalam larutan loke tanpa Ca. C. Usus kelinci berada dalam kondisi normal pada suhu 350 C. Pada suhu tersebut usus bekerja pada keadaan normal. Tonus yang didapat sedang. Apabila terjadi suatu perubahan suhu maka akan memengaruhi kerja usus. Apabila suhu diturunkan, maka tonus usus akan semakin kecil. Hal ini disebabkan usus yan g berada di luar tubuh, namun dengan suhu yang disesuaikan dengan suhu tubuh kel inci, seakan akan berada dalam tubuh kelinci. Apabila suhu diturunkan, maka usus tersebut akan seakan akan hanya butuh sedikit tonus, karena ada faktor lain di dalam tubuh yang lebih membutuhkan energi untuk kontraksi. Hal ini dipengaruhi o leh faktor intrinsik usus. Sehingga dari hasil percobaan, ketika suhu turun menj adi 300 C maka tonus usus akan turun, dan ketika suhu terus diturunkan menjadi 2 50 C dan 200 C, maka tonus akan semakin kecil, hal ini tergambar dari diagram tr omol yang semakin menurun. Ketika suhu dikembalikan ke normal, usus seakan akan sedang melakukan kegiatan normal seharusnya, dan sistem lainnya seakan akan beke rja tanpa harus memiliki kontraksi tambahan. V. Penutup Pilokarpin dan larutan Locke dengan ion kalsium dapat meningkatkan kontraktilita s otot pencernaan. Manakala epinefrin memiliki efek menghambat simpatis terhadap kontraksi otot. Untuk efek suhu, otot pencernaan dapat bekerja dengan optimal p ada suhu 35C dan kontraksi otot mulai melemah saat suhu mula diturunkan. VI. Daftar pustaka Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/56523458/FAAL Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta; EGC. 2001 Diunduh dari http://danielzamedical.blogspot.com/2010/09/pengaruh-epinefrine-pad a-ketonusan-otot.html

Anda mungkin juga menyukai