DRS. JOHANSYAH, MM
PAJAK KONSUMSI
I.PENDAHULUAN - Pajak konsumsi dikenakan karena adanya transaksi produk dan dihitung dalam ukuran unit produk atau jumlah penerimaan kotor. - Pajak konsumsi didasarkan pada sisi penggunaan (pengeluaran). - Pajak Penjualan / konsumsi dapat dipandang sebagai ekuivalen dengan dengan pajak yang dikenakan atas pembelian-pembelian rumah tangga karena barang-barang konsumsi adalah pembelian pembelian rumah tangga - Dalam pajak umum atas barang-barang konsumsi, semua penggunaan dikenakan kecuali untuk menabung. - Dalam pajak konsumsi, tidak ada situasi-situasi pribadi konsumen.
DRS. JOHANSYAH, MM 2
perombakan sistem pajak nasional tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
berlaku
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam UU No 8 th 1984, yang telah mengalami perubahan-perubahan , yang terakhir diubah dengan UU No 18 th 2000. PPN merupakn pajak konsumsi yang dikenakan atas konsumsi barang-barang dan jasa-jasa tertentu di dalam negeri ( di dalam daerah pabean). Untuk konsumsi barang- barang tertentu yand dikelompokkan sebagai barang mewah di dalam negeri, selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM . PPnBM hanya dikenakan satu kali ketika dijual oleh pabrikan atau diimpor.
DRS. JOHANSYAH, MM 4
DRS. JOHANSYAH, MM
B. Cukai
Cukai adalah pungutan atau pajak yang dikenakan terhadap konsumsi barangbarang tertentu ( tembakau, gula, bensin, dan minuman keras). Cukai merupakan hak atas pemerintah pusat.
DRS. JOHANSYAH, MM
Jenis pajak konsumsi lainnya diberlakukan pada tingkat daerah dengan besarnya tarif pajak bergantung pada peraturan masingmasing daerah. Pajak-pajak ini diantaranya Pajak Bahan Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Parkir.
DRS. JOHANSYAH, MM 7
DRS. JOHANSYAH, MM
DRS. JOHANSYAH, MM
10
Kena pajak
Tahap I
Kena pajak
Tahap II
Tahap III
DRS. JOHANSYAH, MM
Kena Pajak
kena pajak
11
PNB
TAHAP PENGENAAN
Keputusan mengenai tahap pengenaan didasarkan pada pilihan tahapan terbaik untuk pengenaan pajak satu kali atau beberapa kali. Bilamana penetapan cakupan pajak merupakan hal yang substantive dalam menentukan jenis pajak yang diberlakukan, pemilihan tahap pengenaan lebih merupakan masalah administrative dalam rangka efisiensi pengenaan pajak atas basis yang dipilih.
DRS. JOHANSYAH, MM
13
dilakukan pada saat penjualan eceran lebih baik dikarenakan adanya kemungkinan dalam pengenaan pajak ad valorem yang seragam. Jika pajak dikenakan secara selektif, contohnya PPnBM, tahapan mana yang akan dikenakan pajak merupakan hal yang sulit ditentukan.
DRS. JOHANSYAH, MM
14
tahapan produksi lebih menguntungkan karena cara ini akan mengurangi jumlah pembayar pajak yang harus ditagihkan sehingga mempermudah administrasi. Pajak yang dikenakan pada produsen lebih kecil daripada pengecer ataupun konsumen.
DRS. JOHANSYAH, MM
15
DRS. JOHANSYAH, MM
16
Menurut sudut pandang ahli eknomi, pajak pertambahan nilai yang diselenggarakan dengan benar akan ekivalen dengan penerapan pajak dalam satu tahapan pada titik penjualan. Oleh karena itu pajak pertambahan nilai bukan bentuk pajak baru seperti pajak pengeluaran, pajak ini hanyalah pajak penjualan yang diadministrasikan dengan cara berbeda.
DRS. JOHANSYAH, MM 17
DRS. JOHANSYAH, MM
18
Pada setiap tahapan nilai barang semakin meningkat, hal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan harga jual yang sejalan dengan peningkatan nilai barang tersebut. Setiap kenaikan harga menunjukkan tambahan nilai pada setiap tahapan, dengan nilai atau harga final produk tersebut sama dengan jumlah kenaikan atau pertambahan nilai pada seluruh tahapan. Suatu pajak yang dikenakan pada pertambahan nilai akan identik basisnya dengan suatu pajak yang dikenakan pada nilai final dari produk tersebut.
DRS. JOHANSYAH, MM 19
DRS. JOHANSYAH, MM
20
Bila semua barang dan jasa final yang diproduksi dan dijual dalam suatu periode, yaitu PNB, menjadi subyek pajak penjualan umum, maka pajak tersebut akan dikenakan baik pada barang konsumsi maupun barang modal. Pajak ini akan dibayarkan oleh penjual ketika produk dijual kepada pembeli terakhir yaitu konsumen rumah tangga atau perusahaan (baik untuk menambah persediaan atau sebagai barang modal).
Contoh: PNB Indonesia sebesar Rp 1.170 tiliyun, tarif pajak yang mencakup semua barang adalah 5% maka pendapatan pajak yang diperoleh Negara sebesar Rp 58,5 triliyun
DRS. JOHANSYAH, MM 21
Jumlah yang sama dapat diperoleh dengan pendekatan nilai tambah yang dihitung dengan mengenakan tarif 5% dari nilai tambah.
nilai tambah penerimaan kotor - biaya pembelian barang setengah jadi dari produsen sebelumnya dalam lini produksi
Basis pajak pada tiap tahapan akan sama dengan penyusutan, pajak, bunga, laba dan biaya-biaya. Pajak ini merupakan bentuk pajak yang paling komprehensif dari pajak pertambahan nilai dan ekivalen dengan pajak penjualan yang diterapkan pada barang konsumsi dan barang modal.
DRS. JOHANSYAH, MM 22
2. Jenis penghasilan
Pendekatan nilai tambah, juga dapat digunakan untuk menyelenggarakan pajak penjualan pada produk neto. Seperti yang kita ketahui bahwa, PNN sama dengan PNB dikurangi cadangan untuk konsumsi modal atau penyusutan. Pajak atas PNN dapat dikenakan dalam beberapa tahapan dengan mengenakan pajak pada nilai bersih yang ditambahkan oleh setiap perusahaan.
nilai bersih penerimaan kotor - biaya pembelian barang setengah jadi dan penyusutan
Hasil yang sama dapat diperoleh dengan menerapkan pajak penghasilan umum karena basis pajak produk neto sama dengan pajak penghasilan
DRS. JOHANSYAH, MM 23
Perbedaan PPN jenis penghasilan dan PPN jenis konsumsi adalah PPN jenis penghasilan membolehkan perusahaan mengurangkan penyusutan, sedangkan PPN jenis konsumsi membolehkan perusahaan mengurangkan investasi bruto, yaitu pembelian barang-barang modal.
Pajak ini tidak dapat dikenakan sebagai pajak atas total nilai bersih dari barang pada saat penjualan terakhir dilakukan karena prosedur ini mengharuskan pencatatan biaya-biaya penyusutan yang dibebankan oleh semua produsen sepanjang lini produksi. Jadi hanya pendekatan nilai tambah yang secara praktis digunakan apabila pajak penjualan akan dikenakan pada produk neto.
DRS. JOHANSYAH, MM 24
Jenis konsumsi
Basis untuk pajak pertambahan nilai jenis ini didefinisikan sebgai pendapatan bruto perusahaan dikurangi nilai dari seluruh pembelian produkproduk setengah jadi, termasuk bahan mentah, dan juga pengeluaran modal atas pabrik dan peralatan peralatan Dengan membolehkan setiap perusahaan untuk mengurangkan pengeluaran modalnya, yang tersisa hanyalah nilai output dari barang konsumsi saja Pajak seperti ini akan sama dengan pajak penjualan eceran umum atas barang konsumsi, perbedaannya hanya pada prosedur administrasinya saja
DRS. JOHANSYAH, MM 25
Metode Penagihan
Bila kita melihat jenis konsumsi dari pajak pertambahan nilai, kita akan menghitung basis pajak untuk setiap perusahaan adalah penjualan dikurangi dengan pembelian-pembelian barangbarang setengah jadi dan barang modal. Bila perhitungan pajak telah selesai, ada dua cara untuk menagihnya. 1. Metode perhitungan, yaitu metode yang meminta perusahaan membayar pajak atas basis yang telah dihitung tersebut.
DRS. JOHANSYAH, MM 26
2. Metode faktur, yaitu metode yang mengharuskan perusahaan menghitung pajak brutonya dengan mengalikan tariff pajak terhadap total penjualan dan mengkreditkan atas pajak bruto ini jumlah yang sama dengan pajk yang telah dibayarkan oleh para pemasok yang barang-barang setengah jadi dan barangbarang modalnya dibeli oleh perusahaan. Dengan membuat aturan bahwa kredit pajaknya bergantung pada penyajian bukti setor pajak yang dilakukan oleh paraq pemasok, metode faktur memiliki elemen ketaatan karenasetiap pembeli akan meminta salinan dari dari bukti setor tersebut. Metode ini cocok di Negara yang ketaatan pajaknya rendah.
DRS. JOHANSYAH, MM 27
Simpulan
Kita telah melihat bahwa pajak pertambahan nilai jenis konsumsi memiliki basis yang sama dengan pajak penjualan eceran dengan cakupan yang sama. Akan tetapi, ada perbedaan pendapat yang cukup tajam di antara kedua pajak ini tentang mana yang lebih baik. Satu perbedaan pandangan politis. Pendukung pajak pertambahan nilai merasa bahwa pajak ini tampak berbeda sehingga tidak terkontaminasi reputasi buruk dari pajak penjualan eceran yang menyembunyikan beban pajak dari konsumen karena pajak sering tidak disajikan terpisah dari harga konsumen. Jika pajak bruto pengecer disajikan terpisah dari harga konsumen, konsumen akan menyadari adanya pajak pada kedua pendekatan ini. Selain pertimbangan politis, ada beberapa perbedaan teknis dalam implementasi yang cukup penting.
DRS. JOHANSYAH, MM
28
Jumlah pembayar pajak dalam pajak penjualan eceran lebih sedikit daripada dalam pajak pertambahan nilai, sehingga memudahkan administrasi karena para pengecer dapat diakses secara efektif. Di Negara maju yang usaha ritelnya sudah mapan, hal ini mudah dilakukan, tetapi di Negara berkembang di mana usaha ritelnya umumnya usaha kecil, pajak penjualan eceran tidak akan efektif. Dalam pajak pertambahan nilai, pengecualian barang-barang modal dapat dilakukan dengan lebih efektif daripada dalam pajak penjualan eceran karena sulitnya menelusuri penggunaan barangbarang yang dibeli dari para pengecer. Selain itu, dengan menggunakan metode faktur, pajak pertambahan nilai memiliki elemen ketaatan yang tidak dimiliki dalam pajak penjualan eceran.
DRS. JOHANSYAH, MM
29
Perbedaan progresivitas diantara kedua jenis pajak ini muncul karena pajak penghasilan telah dikembangkan dalam kerangka pajak pribadi, sedangkan pajak konsumsi telah ditetapkan sebagai kerangka dalam pendekatan non pribadi atau in rem dari pajak penjualan. Penggunaan suatu jenis pajak pribadi dari pajak pengeluaran akan menghilangkan perbedaan ini dan membuat pengenaan pajak atas konsumsi menjadi bersifat pribadi dan progresif.
DRS. JOHANSYAH, MM 33
Ide tersebut tampaknya mudah, tetapi penentuan konsumsi kena pajak dalam praktik bukan hal yang mudah. Perhitungan konsumsi dengan meminta individu menambahkan pengeluaran rupiah untuk konsumsi tidak mungkin diterapkan. Pendekatan kedua dimulai dari penghasilan dan mengurangkannya dengan jumlah tambahan tabungan. Untuk mendapatkan angka konsumsi, jumlah tambahan tabungan harus didiefinisikan sebagai tabungan neto, atau penambahan atas kekayaan bersih. Pendekatan inipun bukan hal yang mudah, terutama untuk menentukan tambahan atas kekayaan bersih.
DRS. JOHANSYAH, MM 35
Pendekatan ketiga merupakan paling baik dan yang paling mungkin untuk menentukan konsumsi tahunan wajib pajak adalah dengan menggunaka cara berikut: 1. Saldo bank dan uang pada awal tahun 2. + penerimaan uang 3. + tambahan pinjaman bersih 4. investasi bersih 5. saldo bank dan uang pada akhir tahun 6. = konsumsi untuk tahun berjalan
DRS. JOHANSYAH, MM 36
Konsep penerimaan yang digunakan dalam skedul perhitungan di atas sama dengan penghasilan yang didefinisikan dalam pajak penghasilan, disesuaikan dengan mengecualikan capital gain tetapi memasukkan imputed rent dari rumahrumah yang dihuni pemiliknya dan juga warisan dan hadiah yang diterima. Pendekatan ini lebih sederhana daripada yang dipakai dalam pjak penghasilan. Dilema dalam memperlakukan capital gain yang belum direalisasikan tidak ada.
DRS. JOHANSYAH, MM 37
Dibalik kelebihan-kelebihan tersebut, pajak pengeluaran akan memunculkan kesulitankesulitan baru. Sulit untuk memberlakukan metode pemotongan dan pemungutan pajak dalam pajak pengeluaran untuk urusan kemudahan administrasi pajak. Permasalahan lainnya adalahpentingnya mencatat secara lengkapsaldo-saldo kas pada awal tahun. Bila tidak dilakukan, akan terjadi penghindaran pajak konsumsi dengan menggunakan uang dari saldo-saldo kas tersebut untuk konsumsi.
DRS. JOHANSYAH, MM 38
Pembayar pajak dapat menghindari pajak apabila ia mewariskan/menghibahkan sebagian penghasilannya Penerima warisan/hibah bila tidak membelanjakannya, warisan/hibah itu tetap tidak dikenai pajak. Cara untuk mengatasi penghindaran pajak Kena pajak Tidak kena ini adalah dengan memasukkannya sebagai pajak diwariskan basis pajak pengeluaran.
dihibahkan Tidak kena pajak
DRS. JOHANSYAH, MM 40
Evaluasi
Penggunaan pajak pengeluaran WP pribadi akan meningkatkan kualitas perpajakan konsumsi Karena Memungkinkan penerapan prinsip kemampuan membayar Menghilangkan sifat regresif pajak penjualan umum
DRS. JOHANSYAH, MM 41
TAPI
Basis mana yang lebih baik? Penghasilan? / konsumsi? Bagaimana memperlakukan hibah/warisan Mendorong kegiatan menabung => basis pengeluaran
DRS. JOHANSYAH, MM 42
Menggantikan pajak penghasilan dengan pajak pengeluaran memang menyederhanakan beberapa hal penting, Tapi juga akan menimbulkan kesulitan kesulitan baru Pajak pengeluaran juga tidak menghilangkan perlakuan perlakuan khusus dan loophole yang selama ini ada pada pajak penghasilan
DRS. JOHANSYAH, MM
43
DRS. JOHANSYAH, MM
44
DRS. JOHANSYAH, MM
45
DRS. JOHANSYAH, MM
46
DRS. JOHANSYAH, MM
47
DRS. JOHANSYAH, MM
48