Anda di halaman 1dari 2

10.1.

TEORI ASAL-USUL TATA SURYA Banyak teori yang berusaha menjelaskan tentang terbentuknya tata Surya, misalkan Teori kabut Kant Laplace, Teori planetesimal, Teori pasang dan Teori bintang kembar. Dari keempat teori tersebut, teori kabut dari Immanuel Kant dan Laplace-lah yang lebih masuk akal, dan kemudian diperbaiki oleh astronom seperti Fred Hoyle, Weizacher dan Kuiper menjadi Teori protoplanet, yang sementara ini diterima sebagai teori pembentukan tata Surya. Teori bintang kembar menyatakan bahwa dulu terdapat sistem bintang ganda. Bintang satunya meledak kemudian menjadi kepingan-kepingan yang kemudian terkondensasi membentuk planet. Teori planetesimal mirip dengan teori pasang, menyatakan pada suatu waktu suatu bintang berpapasan dengan Matahari pada jarak yang tidak begitu jauh. Oleh karena tarikan gravitasi bintang yang lewat, sebagian massa Matahari berbentuk cerutu tertarik ke arah bintang itu. Ketika bintang menjauh, massa tadi sebagian terjatuh kembali ke Matahari dan sebagiannya terkondensasi membentuk planet-planet. Teori protoplanet pada dasarnya menyatakan bahwa tata Surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Dasar pemikiran itu didukung dengan banyaknya gumpalan awan seperti ini diamati di seluruh jagad raya. Awan tadi kemudian mengalami pemampatan akibat pengaruh gravitasi, sehingga partikel-partikel debu tertarik menuju pusat awan, membentuk gumpalan bola, dan mulai berotasi. Begitu partikel-partikel di pinggir tertarik ke dalam, kecepatan rotasi pun bertambah sesuai hukum kekekalan momentum sudut. Akibat rotasi yang cepat ini, gumpalan gas mulai memipih membentuk cakram yang tebal di tengahnya dan tipis di bagian tepi. Bagian tengah berotasi lebih cepat sehingga partikel-partikel bagian tengah saling menekan sehingga menimbulkan panas dan berpijar. Bagian tengah yang berpijar ini adalah protosun yang pada akhirnya menjadi Matahari. Bagian tepi berotasi cepat sehingga terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan debu yang lebih kecil. Gumpalan-gumpalan yang terletak dalam satu orbit ini kemudian menyatu membentuk protoplanet. Protoplanet, berotasi dan akhirnya membentuk planet dan satelit-satelitnya. 10.2. MATAHARI Matahari merupakan sebuah bintang yang menjadi pusat tata Surya kita. Seperti halnya sebuah bintang, Matahari menghasilkan energinya sendiri melalui mekanisme reaksi fusi pada intinya. Massa Matahari sangat besar, sekitar 99% dari total objek di tata Surya. Sebelum kita membahas tentang struktur Matahari, sebaiknya kita membahas terlebih dahulu tentang besaran mendasar Matahari. BESARAN MENDASAR MATAHARI a) Jarak Bumi Matahari Pada Bab 2 telah kita ketahui jarak Bumi Matahari melalui metode paralaks geosentrik yaitu d=23455RB . Karena radius Bumi adalah 6371 km, maka didapatkan jarak Bumi Matahari yaitu 149,5 juta kilometer. Perhitungan modern memberikan nilai sebesar 1,495 98 x1011 m.

Radius Matahari dapat kita cari dengan menggunakan persamaan radius sudut. Diameter sudut Matahari yang tampak dari Bumi sekitar

Matahari

yang

sampai

di

Bumi

yaitu:

adalah c) Massa Matahari Dengan menggunakan hukum Keppler III diperoleh temperatur Matahari sekitar 5 800 K. STRUKTUR MATAHARI

Dan

akhirnya

didapatkan

Dengan

menggunakan

Bumi

sebagai

benda

2,

diperoleh

Struktur Matahari dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu struktur dalam, yang meliputi inti, zona konvektif, dan zona radiatif dan atmosfer yang meliputi fotosfer, kromosfer dan korona. a) Inti Inti Matahari merupakan tempat terjadinya reaksi fusi di Matahari, yaitu pengubahan empat atom Hidrogen melalui tahapan tertentu menjadi satu atom Helium. Karena letaknya di pusat, tekanan dalam inti sangat besar dan bersuhu sekitar 15 juta Kelvin. Tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menyebabkan reaksi fusi dapat terus berlangsung. b) Zona Radiatif Daerah yang lebih luar dinamakan zona radiatif, karena pada daerah ini energi yang berasal dari reaksi termonuklir di inti merambat secara radiasi.

dan karena massa Matahari lebih dari

d) Rapat jenis Matahari

Rapat jenis Matahari dapat dihitung dengan rumus dengan memasukkan nilai-nilai

, didapatkan

c) Zona Konvektif Daerah yang lebih luar dinamakan zona konvektif, karena pada daerah ini energi yang berasal dari reaksi termonuklir di inti merambat secara konveksi. d) Fotosfer Fotosfer merupakan atmosfer terbawah Matahari. Fotosfer merupakan lapisan tipis (tebalnya sekitar 500 km), terang, berwarna kekuningan dan suhunya sekitar 5 800 K. Struktur Matahari yang terlihat oleh kita di Bumi adalah Fotosfer ini. e) Kromosfer Lapisan atmosfer Matahari yang kedua adalah kromosfer. Ketebalan kromosfer sekitar 2 400 km dengan suhu kromosfer sekitar 10 000 K.

e) Luminositas Matahari Luminositas Matahari dapat diukur dengan cara mengukur iradiansi Matahari ke Bumi tiap meter perseginya. Berdasarkan pengukuran satelit, Iradiansi Matahari sebesar . Dengan menggunakan persamaan Stefan-Boltzman didapatkan

Karena jarak Satelit Matahari dapat dianggap sama dengan jarak Bumi

Matahari, sehingga didapatkan f) Temperatur Efektif Matahari Temperatur efektif (temperatur permukaan) Matahari dapat diukur dengan

b) Radius Matahari

menggunakan persamaan Stefan-Boltzman, yakni: Dengan menggunakan Epermukaan adalah energi radiasi Matahari yang sampai pada permukaannya, sehingga perbandingannya dengan energi radiasi

f) Korona Lapisan atmosfer yang terakhir adalah korona. Korona merupakan suatu lapisan tebal namun renggang yang yang bersuhu sangat tinggi, sekitar 2 juta Kelvin. Pada bagian kutub-kutub Matahari, korona terlihat menipis sehingga terlihat seperti celah di kutub-kutub Matahari. Korona Matahari dapat terlihat saat terjadi gerhana Matahari total seperti mahkota atau pancaran terang dari Matahari. Korona juga dapt dilihat dengan menggunakan alat yang disebut koronograph, alat untuk membuat gerhana artifisial. AKTIVITAS MATAHARI

Pada atmosfer Matahari berlangsung beberapa aktivitas yang disebut aktivitas Matahari. a) Bintik Matahari (Sunspot) : Bintik Matahari merupakan daerah kecil yang gelap pada fotosfer akibat suhunya yang lebih rendah daripada suhu fotosfer di sekitarnya. Meskipun terlihat kecil, bintik Matahari yang besar diameternya dapat mencapai 200 000 km 300 000 km, jauh lebih besar dari diameter Bumi, sedangkan bintik yang kecil, yang umumnya bergerombol dan terletak di dekat bintik besar, diameternya sekitar 3 000 km. Bintik Matahari lebih banyak terlihat dekat ekuator, makin mendekati kutub makin sedikit jumlahnya dan diatas lintang 60 bisa dikatakan hampir tidak ada. Jika diamati, bintik Matahari terlihat bergerak di piringan Matahari akibat rotasi Matahari dan periode bintik Matahari inilah yang digunakan dalam menentukan periode rotasi Matahari. Periode rotasi Matahari pada ekuatornya sekitar 25 hari. Aktivitas matahari bervariasi dengan periode sekitar 11 tahun yang berkorelasi dengan kemunculan bintik matahari di permukaannya. Umumnya bintik matahari muncul dalam satu kelompok (grup). Makin banyak bintik yang muncul di permukaan matahari, maka tingkat aktivitas matahari dikatakan makin tinggi, dan sebaliknya. Bilangan bintik Matahari adalah parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat aktivitas Matahari, yang pertama kali diajukan oleh Wolf. Bilangan bintik Matahari (disebut bilangan Wolf), dihitung

menimbulkan ganguan sistem telekomunikasi dan aurora (di utara disebut aurora borealis dan di selatan disebut aurora australis). Adapun angin Matahari yang berasal dari pancaran foton akibat tekanan radiasi Matahari dapat mengganggu orbit satelit.

sebagai berikut: - k adalah faktor koreksi (tergantung pada pengamat dan peralatan) - g adalah banyaknya grup bintik yang muncul di permukaan matahari - f adalah banyaknya bintik individu Jumlah bintik Matahari berdasarkan lintang dan tahunnya biasa dinyatakan dalam bentuk diagram yang disebut diagram kupu-kupu, karena bentuknya yang seperti kupu-kupu, dan berperiode sekitar 11 tahun. b) Granula : Jika diamati dengan teleskop berfilter, tampak permukaan fotosfer memiliki gumpalan-gumpalan yang disebut granula. Suhu granula lebih tinggi sekitar 100 K dibandingkan permukaan fotosfer sekitarnya. c) Promiensa :Promiensa disebut juga protuberans terjadi pada lapisan kromosfer, dan hanya dapat teramati jika terjadi pada pinggiran piringan Matahari. Promiensa merupakan gas panas yang tersembur dengan hebat dari kromosfer, dan terkadang tingginya mencapai ratusan ribu kilometer. d) Flare : Flare merupakan suatu kilatan cahaya yang berlangsung sangat cepat dan terjadi dalam kromosfer. Sejumlah energi sangat besar dilepaskan, berupa semburan partikel-partikel berenergi tinggi yang melaju dengan kelajuan sekitar 1 500 km/s dan dapat mempengaruhi lapisan ionosfer Bumi. Semburan partikel ini menyebabkan badai magnetik yang dibelokkan oleh ionosfer ke arah kutub magnet Bumi dan dapat menimbulkan gangguan pada piranti elektromagnetik dan aurora. ANGIN MATAHARI Pancaran partikel-partikel dari Matahari akibat tekanan radiasi disebut angin Matahari. Angin Matahari dapat berasal dari foton akibat radiasi Matahari maupun partikel-partikel bermuatan akibat aktivitas Matahari. Dalam perjalanannya, angin Matahari dapat mencapai Bumi, dan partikel bermuatan dibelokkan oleh magnetosfer Bumi ke arah kutub dan

Anda mungkin juga menyukai