Anda di halaman 1dari 4

O3-06

PENJARINGAN SENYAWA ANTIBAKTERI DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) DAN UJI AKTIVITASNYA TERHADAPStaphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa
Nuryanti1, Dhadhang Wahyu Kurniawan2, Rehana3 Jurusan Farmasi FKIK Unsoed email: Nu_unsoed@yahoo.com

ABSTRAK
Binahong (Anredera cordifolia (Ten,) Steenis) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di daerah tropis dan banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini secara empiris telah banyak digunakan untuk pengobatan, baik di dalam maupun di luar negeri, tetapi belum banyak bukti ilmiah yang mengungkap kandungan kimia dan aktivitas farmakologisnya. Penelitian ini dilakukan untuk menjaring senyawa antibakteri dalam ekstrak etanol daun Binahong ( A. cordifolia (Ten.) Steenis). Daun binahong yang sudah bersih dan kering diserbukkan kemudian diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol daun binahong yang encer selanjutnya dipekatkan sampai mendapatkan ekstrak kental menggunakan alat evaporator. Diperoleh ekstrak kental daun binahong berwarna hijau. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dilakukan menggunakan metode dilusi. Setelah diinkubasi, dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 530 nm. Perhitungan MIC selanjutnya didasarkan pada perhitungan jumlah koloni, yaitu berdasarkan jumlah koloni dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak etanol daun Binahong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji aktivitasnya ekstrak etanol daun Binahong memberikan efek antibakteri terhadap P. aeruginosa dan S. aureus, dengan nilai MIC sebesar 125 mg/mL.

Keywords: A. cordifolia (Ten.) Steenis, antibakteri, P. aeruginosa, S. aureus

PENDAHULUAN Anredera cordifolia (Ten,) Steenis atau lebih dikenal di Indonesia dengan nama binahong, di daratan Cina dengan nama teng san chi dan di Eropa dengan nama madeira vine merupakan tanaman yang mudah tumbuh di daerah tropis dan banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman hias (Plantamor, 2007). Awal pemanfaatan tanaman ini sebagai tanaman obat adalah pada saat perang Vietnam. A. cordifolia (Ten.) Steenis banyak dikonsumsi oleh tentara Vietkong untuk mengobati luka luar maupun luka dalam akibat tembakan maupun goresan senjata tajam. Hasilnya tentara Vietkong yang sebelumnya terluka parah menjadi segar dan bugar kembali setelah mengkonsumsi tanaman tersebut(Natural Healing, 2007). Tumbuhan merambat ini memang misterius, meskipun belum banyak bukti ilmiah yang mengungkap kandungan kimia dan aktivitas farmakologisnya, secara empiris telah banyak digunakan untuk pengobatan baik di dalam maupun di luar negeri. Di Afrika Selatan tanaman ini banyak digunakan untuk pengobatan Sexual Transmited Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) (Natural Healing, 2007 dan Neustadt, 2005). PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai macam mikroba, yaitu: bakteri, virus, klamidia, mikroplasma, dan protozoa. Gonore dan sifilis merupakan PMS yang paling sering dijumpai. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorhoeae dan Treponema pallidum. Beberapa puluh tahun yang lalu, obat utama untuk terapi kedua penyakit tersebut adalah penisilin dan turunannya. Tetapi untuk saat ini hal tersebut tidak berlaku lagi, mengingat Neisseria gonorhoeae dan Treponema pallidum sudah banyak yang resisten terhadap penisilin dan turunannya. Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini sedang dilakukan

pencarian antibakteri baru yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit tersebut (Robins dan Kumar, 1995). Sebuah penelitian secara in vitro telah membuktikan aktivitas antibakteri ekstrak akar A.cordifolia (Ten.) Steenis, Elaeodendron transfaalense, Elephantorrhiza burkei, Rauwelfia caffra, Senna petersiana dan Termiralia seriea (Neustadt, 2005). Di Indonesia pemanfaatan A. cordifolia (Ten.) Steenis sebagai tanaman obat saat ini sedang semarak, baik dalam bentuk tanaman segar maupun dalam bentuk kapsul siap minum yang banyak beredar di pasaran. Beberapa contoh ramuan tersebut adalah : - Akar A. cordifolia (Ten.) Steenis dicuci bersih, direbus, dan diminum 2 3 kali sehari, diyakini dapat mempercepat penyembuhan luka bekas operasi, maag, dan tifus. Daun dan batang A. cordifolia (Ten.) Steenis ditumbuk, lalu dioleskan pada kulit untuk menghaluskan kulit. Daun dan batang A. cordifolia (Ten.) Steenis ditumbuk, lalu dioleskan pada kulit yang luka. Memakan daun A. cordifolia (Ten.) Steenis sebagai lalapan untuk mengobati luka dalam dan meningkatkan vitalitas tubuh (Natural Healing, 2007). Dari beberapa contoh pemanfaatan A. cordifolia (Ten.) Steenis, peneliti tertarik pada pemanfaatannya dalam mempercepat penyembuhan luka, hal ini karena sering terjadinya kasus kegagalan penyembuhan luka (Natural Healing, 2007). Kegagalan penyembuhan luka operasi disebabkan adanya infeksi bedah. Infeksi bedah merupakan infeksi yang tidak dapat sembuh spontan dan mengakibatkan komplikasi berupa penanahan, nekrosis, ganggren, atau bahkan kematian. Sumber infeksi dapat berasal dari pasien sendiri (endogen) maupun dari sumber lain (eksogen). Penyebab endogen berupa bakteri yang ada di beberapa bagian

Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-8 Desember 2009

O3-06

tubuh seperti S. aureus dan S. epidermidis yang ada pada kulit dan rambut. Penyebab eksogen adalah bakteri patogen yang berasal dari lingkungan, peralatan operasi yang tidak steril dan perilaku personil bedah yang tidak steril (Karnadihardja, 1996). Infeksi bedah dapat terjadi pada saat operasi maupun pada fase penyembuhan luka operasi. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari infeksi saat operasi adalah dengan melakukan operasi secara steril baik lingkungan, peralatan maupun perilaku personil pelaksana operasi. Upaya untuk menghindari infeksi pada fase penyembuhan luka adalah dengan menjaga luka tetap bersih dan menggunakan antibiotik yang tepat. Antibiotik yang tidak tepat, merupakan penyebab kegagalan penyembuhan operasi yang paling sering terjadi. Hal ini disebabkan sudah banyaknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik (Karnadihardja, 1996). Peneliti menduga pemanfaatan A. cordifolia (Ten.) Steenis untuk mempercepat penyembuhan luka disebabkan senyawa bioaktiv tanaman tersebut mempunyai aktivitas antibakteri. Daun merupakan bagian tanaman ini yang paling banyak dan mudah dikonsumsi diharapkan juga memiliki aktivitas antibakteri seperti akar tanaman ini karena kandungan senyawa bioaktiv antarbagian tanaman biasanya hampir sama. Untuk lebih memperkaya informasi ilmiah mengenai pemanfaatan A. cordifolia (Ten.) Steenis maka perlu dilakukan penelitian mengenai penjaringan senyawa antibakteri daun A. cordifolia (Ten.) Steenis dan uji aktivitasnya terhadap S. aureus dan P. aeruginosa. Dengan diketahuinya aktivitas antibakteri senyawa bioaktiv ekstrak daun A. cordifolia (Ten.) Steenis terhadap S. aureus dan P. aeruginosa diharapkan dapat memperkaya informasi ilmiah mengenai tanaman sumber antibakteri alami. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun A. cordifolia (Ten.) Steenis, etanol, aquades, media NB (nutrient broth), media NA (nutrient agar), kultur bakteri Staphylococcus aureus, dan kultur bakteri Pseudomonas aeruginosa. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan, alat gelas, kertas saring, evaporator, spektrofotometer uv-vis, inkubator, oven, autoklav, dan kamera.
Metode.

2. Uji aktivitas antibakteri ekstrak. Ekstrak kental yang tersedia diuji aktivitas antibakterinya pada S.aureus dan P.aeruginosa dengan metode dilusi : - Disiapkan media cair NB (nutrient broth) dengan cara melarutkannya ke dalam 250 mL aquades. Bila perlu ditambah NaOH 1 N atau HCl 1 N sehingga diperoleh pH media 7,5 + 0,2. Media kemudian direbus hingga mendidih dan disterilisasi dengan menggunakan autoclav pada suhu 121 C selama 15 menit. - Dibuat seri larutan ekstrak kental dalam media NB, dengan cara menambahkan sejumlah ekstrak kental ke dalam media pertumbuhan bakteri sehingga diperoleh larutan dengan dosis 100 mg/mL, 125 mg/mL, 150 mg/mL, 175 mg/mL dan 200 mg/mL. - Ditambahkan kultur S.aureus pada tiap tabung dengan volume sama dengan volume larutan ekstrak-media pada tiap tabung sehingga dosis ekstrak menjadi setengahnya. - Larutan ekstrak-media kemudian diinkubasi pada suhu 32 35C selama 24 jam. - Diukur kekeruhan pada tiap tabung setelah inkubasi dengan metode turbidimetri. - Dihitung MIC atau MBC ekstrak A.cordifolia (Ten.) Steenis terhadap S.aureus. - Disiapkan media NB (nutrient broth) dengan cara melarutkannya ke dalam 250 mL aquades. Bila perlu tambahkan NaOH 1 N atau HCl 1 N hingga diperoleh pH media 7,2 + 0,2. Media kemudian direbus hingga mendidih dan disterilisasi dengan menggunakan autoclav pada suhu 121 C selama 15 menit. - Ditambahkan kultur P.aeruginosa pada tiap tabung dengan volume sama dengan volume larutan ekstrak-media pada tiap tabung sehingga dosis ekstrak menjadi setengahnya. - Larutan ekstrak-media kemudian diinkubasi pada suhu 36 37,5C selama 24 jam. - Diukur kekeruhan pada tiap tabung setelah inkubasi dengan metode turbidimetri. - Dihitung MIC atau MBC ekstrak A.cordifolia (Ten.) Steenis terhadap P.aeruginosa.

HASIL DAN DISKUSI Daun binahong (A.cordifolia (Ten.) Steenis) diambil dan dikumpulkan dari daerah Pabuwaran, Purwokerto Utara. Daun binahong yang sudah bersih dan kering diserbukkan kemudian diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol daun binahong yang encer selanjutnya dipekatkan sampai mendapatkan ekstrak kental menggunakan alat evaporator. Diperoleh ekstrak kental daun binahong berwarna hijau. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun binahong terhadap bakteri S. aureus dan P. aeruginosa dilakukan menggunakan metode dilusi. Setelah diinkubasi, dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan

1.

Penyediaan sampel dan ekstraksi daun A.cordifolia (Ten.) Steenis. A. cordifolia (Ten.) Steenis diambil daunnya dan dibersihkan. Daun yang sudah bersih tersebut selanjutnya dibuat serbuk kering. Serbuk kering direndam menggunakan pelarut etanol 70% selama 24 jam kemudian disaring dan diambil filtratnya hingga diperoleh ekstrak encer. Ekstrak encer kemudian dikeringkan hingga diperoleh ekstrak kental.

Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-8 Desember 2009

O3-06

spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 530 nm, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Data absorbansi ekstrak etanol daun binahong
Nama Bakteri 0
P. aeruginosa

Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Binahong (mg/mL)

100 0,448 0,423

125 0,417 0,453

150 0,416 0,510

175 0,689 0,557

200 1,111 0,837

S. aureus

0,012 0,015

Berdasarkan data di atas, ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun Binahong, data absorbansinya semakin tinggi sehingga data ini tidak dapat digunakan untuk menentukan MIC. Hal ini disebabkan absorbansi yang terbaca oleh spektrofotometer tidak hanya berasal dari pertumbuhan sel tetapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi suspensi ekstrak etanol daun binahong-media-bakteri uji. Oleh karena itu, perhitungan MIC selanjutnya didasarkan pada perhitungan jumlah koloni. Yaitu berdasarkan jumlah koloni dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak etanol daun Binahong. Setelah dilakukan penghitungan koloni menggunakan colony counter, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 2. Data jumlah koloni bakteri hasil penghitungan colony counter Nama Bakteri Konsentrasi Ekstrak Etanol P. S. aureus Daun Binahong (mg/mL) aeruginosa 107 552 1120 8 0 10 456 928 107 100 125 150 175 200 10 10
8 7

Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa MIC ekstrak etanol daun Binahong terhadap bakteri P. aeruginosa adalah 125 mg/mL.

Berdasarkan kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa MIC esktrak etanol daun Binahong terhadap bakteri S. aureus adalah 125 mg/mL.

680 272 312 296 744 224 368 200 208 88

784 696 784 736 736 352 488 304 192 128
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Black, J.G., 1999, Microbiology: Principles and Exploration, 4th Edition, Prentice Hall International Inc, New Jersey. Karnadihardja, W., 1996, Infeksi dan Inflamasi, Dalam : Sjamsuhidajat, R., Jong, W., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta . Mills, J., Brooks, G.F., 1984, Disseminated Gonococcal Infection, In: Holmes, K.K., et al (eds) : Sexually Transmited Diseases, Mc Graw-Hill Book Co, New York. Natural Healing, 2007, Binahong Si Misterius Kaya Khasiat, 13 November, via Cbn portal, http://portal.cbn.net.id/cbprtl/ cybermed/detail.aspx?x=Natural+Healing&y=cybermed%7C2 %7C0%7C3%7C119. Neustadt, J., 2005, Antimicrobial Activity and Toxicity of South African Plant Compunds in Sexually Transmitted Disease, Herb HC 020255-282, 1-3, via ClipTM, Herbalgram, www.herbalgram.org Plantamor, Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), Plantamor. http://www.plantamor.com/spcdtail.php?recid=138 7&popname=Binahong. Diakses tanggal 29 Desember 2007.

KESIMPULAN Berdasarkan data penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun Binahong (A.cordifolia (Ten.) Steenis) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. aeruginosa dan S. aureus dengan nilai MIC sebesar 125 mg/mL.

108 107 10 10 10
8 7 8

107 108

DAFTAR PUSTAKA

Mengacu pada Standard Plate Count (SPC) maka data di atas diolah menjadi : Tabel 3. Jumlah koloni bakteri hasil penghitungan SPC (jumlah koloni x 109)
Nama Bakteri Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Binahong (mg/mL) 0 P. aeruginosa S. aureus 456 928 100 272 696 125 296 736 150 224 352 175 200 304 200 21 19

Dari tabel di atas dapat dibuat grafik antara konsentrasi ekstrak etanol daun Binahong terhadap jumlah koloni bakteri sebagai berikut :

Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-8 Desember 2009

O3-06

Robbins, S., Kumar, V., 1995, Buku Ajar Patologi II, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Unair, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta . Sjamsuhidajat, R., 1996, Luka Trauma Syok dan Bencana, Dalam : Sjamsuhidajat, R., Jong, W., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Setiabudy, R., Gan, V.H.S., 1995, Pengantar Antimikroba, Dalam: Ganiswarna, S., Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Soekardjo, B., Hardjono, S., Sondakh, R., 2000, Hubungan Struktur Aktivitas Obat Antibiotika, Dalam : Soekardjo, B., Siswandono, Kimia Medisinal, Edisi II, Airlangga University Press, Surabaya.

Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta 7-8 Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai