Anda di halaman 1dari 9

NAMA : ANISA NURJANAH KELAS : VI B Cerita Rakyat BAWANG MERAH BAWANG PUTIH Jaman dahulu kala di sebuah desa

tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya. Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi. Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya. Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri. Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan
Halaman 1

dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya. Dasar ceroboh! bentak ibu tirinya. Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti? Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang. Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya, kata paman itu. Baiklah paman, terima kasih! kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya. Permisi! kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu. Siapa kamu nak? tanya nenek itu. Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini? tanya Bawang putih. Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah? tanya nenek. Ya nek. Apanenek menemukannya? tanya Bawang putih. Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu, kata nenek. Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku
Halaman 2

dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana? pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku, kata Bawang putih dengan tersenyum. Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih. Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah! kata nenek. Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. Saya takut tidak kuat membawa yang besar, katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah. Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya. Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu? tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Halaman 3

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah. MALIN KUNDANG Dahulu kala hidup seorang janda bernama Mande Rubayah bersama anak laki-lakinya bernama Malin Kundang. Sejak kecil Malin Kundang ditinggal mati ayahnya. Untuk menghidupi anaknya yang masih kecil itu ibunya setiap hari jualan kue ke pasar, padahal dia sudah tua. Suatu saat anaknya sakit panas. Ibunya merasa bingung, karena anaknya panas sekali dan belum pernah dialami anaknya sakit seperti ini. Dengan upaya yang keras akhirnya bisa mendatangkan tabib untuk mengobati anaknya. Berkat usaha keras ibunya, akhirnya Malin Kundang bisa terobati dan sedikit-demi sedikit bisa sembuh. Si anak semakin sayang kepada ibunya. Demikian juga ibunya bertambah kasih sayang kepada anaknya. Menginjak dewasa Malin Kundang berpamitan kepada ibunya bahwa dia akan merantau, karena saat itu ada sebuah kapal yang sedang merapat di pantai Air Manis. Dengan pembicaraan lemah lembut Malin Kundang berpamitan untuk merantau. Aku berjanji ingin merubah nasib, karena selama ini kita dalam keadaan hidup sengsara. Dengan berat hati sambil menangis ibunya memberi izin kepada Malin Kundang untuk merantau. Ibunya membekali nasi sebanyak tujuh bungkus. Setiap pagi dan sore dia memikirkan kepergian anaknya. Dia bertanya-tanya dalam hatinya, sampai dimanakah anakku sekarang, apalagi dia melihat gelombang laut yang besar-besar, maka hatinya bertambah sedih. Dia menengadakan kedua tangannya perlu mendoakan Malin Kundang, mudah-mudahan selamat anaknya dalam perjalanan ini. Kesedihan terus menerus menyelimuti hati sang ibu yang sudah tua bangka itu. Setiap ada nahkota yang datang dia selalu bertanya tentang keberadaan anaknya, tetapi satupun tak ada yang tahu. Kesedihan terus menerus dirasakan hingga bertahun-tahun.
Halaman 4

Pada suatu hari Mande Rubayah menerima kabar dari nahkoda yang dulu membawa Malin Kundang, bahwa sekarang anaknya sudah menikah dengan gadis cantik jelita putra seorang bangsawan kaya raya. Mendengar kabar ini ibunya riang gembira. tetapi selalu berdoa terus, agar anaknya selamat dan segera pulang ke pangkuan ibunya. Setiap saat dia merintih.. Ibu sekarang sudah tua, nak kapan kamu pulang. Setelah mendengar tentang keberadaan anaknya, tapi dalam waktu yang cukup lama, masih saja belum kunjung tiba, tetapi dalam hatinya sudah yakin, bahwa suatu saat anaknya pasti datang. Dari sekian lama satu-satunya anak yang dirindukan, siang dan malam selalu dianganangan, akhirnya harapan itu terkabul. Pada suatu hari dalam keadaan terang benderang tak mendung sedikitpun tampak sebuah kapal yang indah sekali dari kejauhan menuju tepi pantai. Kapal yang ditumpangi anaknya itu benar-benar megah dan bertingkat. Saat itu banyak orang-orang yang menyaksikan kapal megah tersebut. Mereka menyambut dengan riang gembira. Orang-orang punya anggapan, bahwa kapal itu milik sultan. Dikala kapal itu merapat, tampak sepasang muda-mudi berdiri dihiasi dengan pakaian yang indah dan berkelip karena pantulan sinar matahari. Kedua insan muda-mudi itu sangat gembira, karena banyak orang yang menyambut dengan meriah. Dalam suasana berdesakan ini, ibu Malin Kundang juga turut, serta dia yakin. bahwa dua muda-mudi itu anaknya yang sekian lama dinanti-nanti kedatangannya. Ternyata benar juga yang datang Malin Kundang dan istrinya, sehingga langsung si Malin dipeluk erat-erat oleh ibunya. Berderai air matanya Mande Rubayah berkata, Malin kau benar-benar anakku, mengapa lama kau tidak memberi kabar ibumu? Malin tercengang dipeluk ibunya. Dia tak percaya, bahwa tua bangka yang berpakaian compang camping itu ibunya. Seingat dia. bahwa ibunya berbadan segar dan kuat kesana kemari menggendong Malin. Sebelum Malin berfikir menghadapi keadaan ini. spontanitas istrinya meludah sambil berkata, Inikah ibumu yang buruk? Mengapa kamu membohongi aku? Istrinya yang cantik meludah lagi, bahwa kau dulu bilang, katanya ibumu bangsawan sederajat dengan aku, ternyata wanita buruk ini ibumu. Mendengar kata-kata yang tidak enak didengar itu, lalu Malin Kundang mendorong ibunya hingga jatuh ke pasir. Ibunya tidak percaya dan tidak menduga, bahwa anaknya punya perlakuan seperti itu. Ibunya lalu duduk sambil berkata, Malin,
Halaman 5

Malin, . kau anakku,. aku ini benar-benar ibumu. Mengapa kau tidak mau mengakui aku ibumu? Perkataan yang penuh sesak tangis itu sama sekali tidak dihiraukan oleh Malin Kundang. Dia tidak bisa berfikir, mendengar kata-kata yang kasar dari istrinya tadi. Ia malu kepada istrinya punya ibu tua bangka dan berpakaian compang camping. Dikala melihat ibunya yang memeluk kakinya, maka Malin Kundang menendangnya lagi, sambil berkata, Hai wanita bangka aku tidak punya ibu seperti kau! Keadaan wanita itu terkapar di atas pasir. Banyak orang tercengang melihat perlakuan kasar Malin Kundang. Tidak disangka Malin satu-satunya anak yang disayang tega benar berbuat aniaya kepada ibunya. Mande Rubayah dalam keadaan pingsan dan berbaring di atas pasir, sementara orang-orang sudah pulang semua. Usai sadar Mande Rubayah duduk, kapal Malin Kundang bersama istrinya sudah menjauh dari tepian laut. Hati ibunya terpukul, menjerit atas perlakuan anaknya itu. Kedua tangannya ditengadahkan ke atas sambil berkata, Ya Allah bila dia orang lain, maka akan kumaafkan kesalahannya, tapi bila anakku, maka balaslah dia atas perlakuannya! Setelah Mande Rubayah memanjatkan doa itu lalu mendadak cuaca yang sebelumnya cerah, berubah menjadi gelap gulita. Hujan dengan lebatnya turun, dan diiringi badai yang sangat besar. Sambaran petir yang menggelegar-gelegar sungguh sangat menakutkan dan mencemaskan Malin Kundang dan istrinya. Seketika itu kapal yang megah dan bertingkat hancur berkepingkeping, lalu terhempas ombak, hingga pecahan kapal itu ke tepi pantai. Dikala matahari sudah menerangi alam sekitar, badai besar hujan, lebat dan halilintar telah redah. Di atas bukit nampak kepingan kapal yang sudah menjadi batu, itulah kapal Malin Kundang. Di dekat tempat itu terlihat pula batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang, anak durhaka yang terkutuk ibunya menjadi batu. Di sela-sela batu itu banyak sekali ikan teri, tengiri, belanak. Konon ikan itu berasal dari serpihan tubuh istrinya yang terus mencari Malin Kundang. Terkadang sampai sekarang, bila ada ombak besar menghantam batu-batu yang menyerupai kapal dan manusia itu, maka terdengarlah suara jeritan manusia. Terkadang juga suaranya seperti orang meratapi diri. Ampuuun,..bu,Ampuunn buuu! konon itulah suara Malin Kundang anak durhaka.
Halaman 6

Ini sebagai pelajaran bagi kita, jangan sekali-kali berani kepada kedua orangtua, sekalipun anak sudah kaya raya, tetapi harus tetap kasih sayang kepada orang tua, Jangan sekali-kali mentang-mentang sudah kaya raya, sementara meremehkan ibu dan bapak yang sudah tua. Naudzubillah min dzaalik. SANGKURIANG Konon, di kahyangan ada sepasang dewa dewi yang melakukan kesalahan sehingga keduanya dihukum oleh Sang Hyang Tunggal turun ke bumi dan dikutuk menjadi hewan. Sang dewa dikutuk menjadi anjing dengan nama Si Tumang dan sang dewi dikutuk menjadi babi hutan dengan nama Wayung Hyang. Suatu hari babi hutan itu kehausan dan meminum air yang ditemukannya di hutan dalam sebuah batok kelapa. Ia tak tahu kalau air itu sebenarnya air seni Raja Sungging Perbangka yang kebelet waktu berburu di hutan. Ajaibnya, babi itu pun hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Namun, Wayung Hyang meninggalkan bayi cantik ini di tengah hutan yang kemudian ditemukan oleh sang raja, tanpa ia ketahui bahwa bayi tersebut adalah anaknya. Akhirnya, sang Raja membawa bayi cantik ini ke keraton untuk dibesarkan. Bayi tersebut diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sehingga banyak pria yang ingin meminangnya. Namun, Dayang Sumbi tidak tertarik pada semua pinangan tersebut hingga terjadi peperangan karena berebut ingin mendapatkan Dayang Sumbi. Dayang Sumbi pun kemudian meminta kepada sang Ayah untuk pergi mengasingkan diri ke sebuah bukit dengan ditemani seekor anjing jantan, yaitu si Tumang. Selama pengasingannya, ia mengisi waktu dengan menenun. Satu waktu, saat Dayang Sumbi sedang asyik menenun di atas bale-bale, torak yang digunakannya jatuh ke bawah. Karena ia merasa malas untuk mengambilnya, ia hanya berkata Siapa saja yang bisa

mengambilkan torak itu, bila laki-laki akan saya jadikan suami, dan bila perempuan akan saya jadikan saudara. Di luar dugaan ternyata yang mengambilkan torak itu
adalah Si Tumang. Dayang Sumbi pun harus memenuhi janjinya dan menikah dengan Si Tumang yang sebenarnya ia adalah seorang dewa yang tampan dan gagah. Raja yang mendengarnya merasa malu hingga Dayang Sumbi kembali diasingkan ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang.

Namun, pada malam bulan purnama, Dayang Sumbi terkejut karena si Tumang berubah ke wujud aslinya. Ia sempat tak percaya dan menganggap itu hanyalah mimpi sampai akhirnya Dayang Sumbi hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki

Halaman 7

yang tampan. Mereka memberi nama anak laki-laki itu Sangkuriang. Maka, ia pun tumbuh menjadi laki-laki tampan dan kuat. Suatu hari, Dayang Sumbi yang sedang ingin makan hati menjangan (kijang) menyuruh Sangkuriang untuk berburu sambil ditemani Si Tumang. Tapi setelah sekian lama pergi ke hutan, ia tak menemukan satu hewan pun. Sampai akhirnya ia melihat seekor babi hutan yang sedang lari, ia pun menyuruh Si Tumang untuk mengejarnya. Namun Si Tumang hanya diam saat melihat babi hutan tersebut, karena ia tahu babi hutan itu adalah Wayung Hyang yang sebenarnya nenek dari Sangkuriang. Kesal melihat Si Tumang yang diam saja, Sangkuriang pun menakutnakuti Si Tumang dengan panahnya, tapi ternyata anak panah itu terlepas dan mengenai Si Tumang. Sangkuriang yang kebingungan dan belum dapat hewan buruan, langsung menyembelih Si Tumang dengan mengambil hatinya untuk diberikan ke ibunya. Dayang Sumbi sangat senang bisa makan hati hasil buruan anaknya. Tapi setelah mengetahui hati yang dimakannya ialah hati Si Tumang, ia sangat marah karena sebenarnya si Tumang adalah ayah Sangkuriang. Saking marahnya ia memukul Sangkuriang dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sampai kepala Sangkuriang terluka dan berdarah. Sangkuriang yang tidak mengetahui kalau Tumang adalah ayahnya, ketakutan melihat sang ibu marah besar. Sangkuriang pun pergi meninggalkan rumah dan tak kembali pulang ke rumah. Dayang Sumbi merasa bersalah telah membuat anaknya pergi dari rumah. Ia hanya bisa berdoa kepada Sang Hyang Tunggal untuk dipertemukan kembali dengan anak semata wayangnya. Setelah pergi meninggalkan rumahnya, Sangkuriang sendiri pergi mengembara sambil berguru pada banyak petapa sakti, sehingga kini ia menjadi pemuda yang kuat, sakti dan gagah perkasa. Setelah beberapa lama mengembara ke berbagai tempat, tanpa Sangkuriang sadari, ia tiba di tempat Dayang Sumbi, tempat di mana ia dibesarkan. Di sana ia bertemu dengan putri cantik yang tanpa ia ketahui bahwa putri tersebut adalah ibu kandungnya, Dayang Sumbi. Kecantikan Dayang Sumbi didapatkan dari hasil tapanya selama ia ditinggal Sangkuriang. Selama itu pun, Dayang Sumbi hanya memakan tanaman mentah sehingga ia terlihat awet muda. Mulanya, Dayang Sumbi juga tidak menyadari bahwa kstaria tampan tersebut adalah anaknya yang selama ini pergi meninggalkannya. Kemudian, keduanya saling jatuh cinta.
Halaman 8

Suatu hari, Sangkuriang yang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi yang sedang menyisir rambut Sangkuriang melihat sebuah bekas luka di kepala Sangkuriang. Ketika itu juga, Dayang Sumbi teringat akan kejadian silam saat ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok. Setelah ia mengetahui bahwa ternyata Sangkuriang adalah anak kandungnya, maka Dayang Sumbi segera memberi tahu kebenarannya. Namun, meski sudah diberitahu oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dengan sekuat Dayang Sumbi berusaha menolaknya, maka ia pun memberikan sebuah syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi. Ia menyuruh Sangkuriang untuk membuat perahu dan telaga (danau) dengan membendung sungai Citarum dalam waktu satu malam. Sangkuriang yang terlanjur telah jatuh cinta pada ibunya itu langsung menyanggupi dan mengerjakan permintaan itu dengan bantuan sahabat-sahabat jin-nya. Sangkuriang kemudian membuat perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di timur, yang menurut banyak orang tunggul dari pohon itu kini menjadi Gunung Bukit Tanggul. Sedangkan ranting pohon yang ditumpuknya di sebelah barat itu menjadi Gunung Burangrang. Karena dibantu makhluk halus, Sangkuriang hampir menyelesaikan semuanya. Tapi, Dayang Sumbi yang tidak ingin menikah dengan anaknya terus berdoa pada Sang Hyang Tunggal agar Sangkuriang tak bisa menyelesaikannya. Dayang Sumbi pun mengibaskan kain boeh raring hasil tenunannya, dan seketika kain putih itu bercahaya seperti fajar yang terbit dari timur. Jin yang membantu Sangkuriang mengira bahwa hari telah mulai pagi dan mereka pergi ketakutan. Sangkuriang yang kesal karena hampir menyelesaikan semuanya itu langsung menjebol bendungan danau yang berada di Sanghyang Tikoro, sumbat danau itu ia lemparkan ke arah timur dan kini menjadi Gunung Manglayang. Perahunya sendiri yang telah dibuat itu ditendangnya ke arah utara dan kini menjadi Gunung Tangkuban Parahu. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, Gunung Tangkuban Parahu telah menjadi primadona Kota Bandung. Banyak orang yang berkunjung ke tempat ini untuk mengabadikan keindahannya. Dan yang bisa Sobat Djadoel ambil dari kisah ini adalah patuhilah orang tuamu.

Halaman 9

Anda mungkin juga menyukai