Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI FAKTOR KONTIGENSI DALAM PENERAPAN TATAKELOLA TI DI SMKN RAJAPOLAH

Hana Azhar Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Jln. Siliwangi No.24 Tasikmalaya E-mail : alvin.mukarom@gmail.com

Abstrak Tatakelola TI merupakan sesuatu proses yang dilakukan oleh suatu organisasi atau masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Dalam organisasi dapat menerapkan tatakelola TI sesuai dengan organisasinya. Saat ini tatakelola TI sudah sangat dibutuhkan, bukan hanya untuk perusahaan atau bisnis saja tetapi di SMA/SMK dibutuhkan. Tujuannya agar pengembangan dan penerapan teknologi informasi menjadi maksimal. Organisasi di sekolah-sekolah sering dihadapkan dengan kebingungan mengenai memilih kerangka kerja yang sesuai karakteristiknya. Faktor yang mempengaruhi organisasi dalam penerapan tatakelola TI ini dikenal dengan sebutan faktor kontingensi. Pada faktor kontingensi budaya organisasi yang harus dipertimbangkan pada saat menerapkan tatakelola TI. Tujuan dari pembuatan paper ini untuk mengetahui hasil analisis budaya organisasi berdasarkan model Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) yang kaitannya dengan Penerapan Tatakelola TI di SMKN RAJAPOLAH. Kata Kunci: Tatakelola TI, Faktor Kontingensi, Budaya Organisasi, OCAI I. PENDAHULUAN Seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan teknologi informasi semakin tinggi. Sudah menjadi bagian penting dan sangat diperlukan di semua bidang, terutama dalam bidang pendidikan. Hal ini terbukti dengan berbagai fasilitas atau alat yang dibuat untuk mempermudah atau mempercepat kegiatan operasional pengajaran, organisasi serta administrasi pelaksanaan unit terkait dengan kegiatan usaha institusi. Menurut [2] Tatakelola teknologi informasi yang dibutuhkan untuk institusi pendidikan yaitu agar tercipta proses penyebaran ilmu dalam kegiatan pembelajaran yang lebih interaktif dan dinamis, transparansi tatakelola operasional kegiatan institusi, serta peningkatan kinerja berbasis evaluasi dengan penilaian yang transparan, serta keamanan data juga informasi yang berhubungan dengan hak intelektual seseorang. Tatakelola TI menjadikan informasi sebagai aset kunci organisasi. Dalam konteks ini organisasi dituntut untuk mampu menempatkan dirinya secara kualitas mampu menjawab perubahanperubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Informasi yang tepat, pada saat yang tepat dan orang yang tepat akan diperoleh jika tatakelola TI diterapkan dengan baik. Sebaliknya jika tidak ditangani dengan baik, organisasi akan mengalami kerugian secara finansial. Berdasarkan uraian diatas,maka diperlukan sebuah pendekatan yaitu dengan menerapkan tatakelola data. Tatakelola data adalah pengambilan keputusan dan kewenangan untuk hal-hal yang berhubungan dengan data.Maka timbul pertanyaan tatakelola data seperti apa yang diperlukan organisasi mengingat permasalahan data merupakan masalah proses yang tidak pernah lepas dari fktor manusia. Oleh karena itu, untuk membangun tatakelola yang baik maka diperlukan analisis aspek budaya sebagai masukan dalam membangun tatakelola data. Berkenaan dengan hal diatas, pembuatan makalah ini memberikan gambaran aspek budaya organisasi sebagai rekomendasi dalam rancangan awal perencanaan tatakelola sebuah organisasi. Studi kasus yang diambil yaitu di SMKN RAJAPOLAH yang mewakili sebuah organisasi. II.TATA KELOLA Tatakelola TI merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh organisasi untuk memanfaatkan TI sehingga kinerja organisasi meningkat dan teknologi informasi dapat menjadi jembatan kesenjangan yang terjadi. Beberapa hal yang bekaitan dengan tatakelola TI, yaitu: 1. Tatakelola TI merupakan tanggung jawab dewan direksi dan manajemen eksekutif.

2.

Tujuan utama tatakelola TI adalah penyelarasan strategi bisnis dan strategi TI. 3. Tatakelola TI memuat strategi, kebijakan, tanggungjawab, struktur dan proses untuk menggunakan TI dalam organisasi. 4. Tatakelola TI merupakan bagian dari tatakelola perusahaan. Gambar 1 menggambarkan bagaimana konsep tata kelola TI, tata kelola data, dan kepatuhan berhubungan satu sama lain.

3. 4. 5.

Gambar 1. Gambaran konsep tatakelola TI III. Hosftede dan Model OCAI Menurut Hofstede, sebuah bangsa memiliki budaya. Hofstede sendiri telah mengklaim telah sukses menyingkap rahasia kebudayaan bangsa tersebut dalam lima dimensi yang dapat digambarkan secara hirarki. Pada tahun 1994, ia juga mengklaim skala penerimaan dari notasinya mengenai kebudayaan bangsa yang disebutnya sebagai perubahan paradigma yang nyata telah terjadi. Hofstede dalam penelitiannya mengelompokkan masyarakat yang satu dengan masyarakat lain yang kemudian dibedakan budayanya dari berbagai aspek termasuk budaya toleransi kekuasaan atau (power distance).Budaya akan dapat mempengaruhi persepsi karir seseorang meskipun pada tingkat analisis individual. Dari tingkat analisis individual, budaya pada umumnya akan mempengaruhi anggota organisasi termasuk mempengaruhi gaya kepemimpinan atau leadership style. Data primary Hosftede diekstrasi dari sebuah survei kelakuan pegawai bank pada sekitar tahun 1967 dan 1973 berkolaborasi dengan IBM di 66 negara. Kemudian Hofstede menganalisa jawaban dari hasil survei tersebut bersamaan dengan beberapa data tambahan dan theoritical reasoning. Ia menyatakan bahwa terdapat empat fokus dan largerly independent dimensi bipolar yannng terdapat pada kebudayaan nasional. Selain itu 40 dari 66 negara di fasilitasi oleh IBM dapat memberikan sebuah penilaian pembanding pada setiap empat dimensi tersebut. Hosftede mendefinisikan dimensi-dimensi tersebut sebagai berikut: 1. Power Distance Index (PDI). 2. Individualisme (IDV).

Maskulinitas (MAS) versus feminimitas. Uncertainity Avoidance Index (UAI). Long Term Orientation (LTO) berbanding orientasi jangka pendek. OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument) merupakan perkembangan konsep dari K.S Cameron dan RE Quinn (1999). Model ini berguna dalam mencerminkan ke arah mana organisasi dikelompokkan berdasarkan kulturnya untuk mendukung visi, misi dan tujuan. Dalam model OCAI terdapat 4 macam model kebudayaan dalam organisasi yaitu: 1. Budaya Hierarki Didasarkan pada teori birokrasi Weber dan nilai tradisi, konsistensi, kooperasi, dan penyesuaian. Model hirarchy lebih fokus pada isu internal dibanding isu eksternal dan nilai kestabilan dan kendali di atas fleksibilitas dan pertimbangan. Hal ini merupakan model "perintah dan kendali" yang tradisional dalam organisasi, yang bekerja baik jika tujuannya adalah efisiensi dengan syarat lingkungan organisasinya stabil dan sederhana. Atau hanya ada sedikit perubahan pelanggan, pilihan pelanggan, kompetisi, teknologi dan lain lain. 2. Budaya Market Masih mengandalkan kestabilan, namun untuk model ini kita lebih memfokuskan pada pasar eksternal dibandingkan dengan isu internal. Idenya, pada model ini kita mencari ancaman-ancaman yang ada di luar, mengidentifikasi peluang, seperti halnya mencari keuntungan. 3. Budaya Clan Fokus pada isu internal, nilai kefleksibelan dan pertimbangan dibandingkan pada mencari kestabilan dan kontrol. Tujuannya adalah untuk mengatur lingkungan perusahaan melalui kerjasama, partisipasi, dan konsekwensi. 4. Budaya Adhocracy Berfokus pada isu eksternal dan nilai kefleksibelan dibanding kestabilan dan kontrol. Kunci utamanya adalah kreativitas dan pengambilan resiko. Pada organisasi macam ini biasanya tabel-tabel organisasi, aturan, ruang fisik semuanya sementara, bahkan tidak ada. Dimensi dari Kultur Organisasi Enam kunci dimensi dari kultur organisasi adalah: 1. Dominant characteristics 2. Organizational leadership 3. Management of employees 4. Organizational glue 5. Strategic emphasis 6. Chriteria for success OCAI mempunyai dua macam formulir yang membandingkan hal yang sama. Formulir yang satu menayakan pada responden untuk menilai derajat tingkat dari masing-masing pernyataan yang benar, untuk menilai enam dimensi tadi.

Yang kedua, responden diminta untuk menilai empat pernyataan yang menggambarkan pendekatan ideal dari setiap enam dimensi di atas. OCAI sangat berguna dalam mencerminkan ke arah mana perusahaan ini dikelompokkan berdasarkan kulturnya untuk mendukung misi dan tujuannya, dan juga untuk dapat mengidentifikasi elemen-elemen di dalam kultur yang dapat melawan misi dan tujuan. Hal ini juga bermanfaat, ketika sebuah perusahaan sedang mencari kembali jati dirinya dan mendefinisikan ulang kebudayaan di dalamnya, sehingga dapat mencari elemen apa saja yang dapat mendukung kegiatan. Chutimon Satidularn dalam paper Exploring It Governance Arrangements In Practice: The Case Of A Utility Organisation In Thailand menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan tatakelola TI di organisasi. Bagaimana budaya mempengaruhi tatakelola TI dijelaskan dengan dua hal berikut: [3] 1. Strong organisational culture (e.g. integrity, responsibility, accountability, and ethical behaviour) drove how XYZ viewed and paid attention to ITG 2. Minimal power distance due to brotherhood relationships allowed effective ITG communication between superiors and subordinates IV. BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI FAKTOR KONTIGENSI Dampak positif dan dampak negatif penerapan tatakelola TI pada suatu organisasi yang dikemukakan pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada struktur organisasi terbaik atau tatakelola TI terbaik yang diperlukan sebagai upaya merespon lingkungan unik dari masing-masing organisasi. Artinya, organisasi dapat menerapkan tatakelola TI atau struktur organisasi TI berdasarkan karakteristik organisasi masing-masing yang unik dan tidak mungkin sama dengan organisasi yang lainnya. V. ANALISIS BUDAYA ORGANISASI Untuk melakuka analisis budaya organisasi sebagai salah satu faktor kontigensi dalam penerapan Tatakelola TI di SMKN RAJAPOLAH maka dilakukan survei OCAI dan Hofstede. Saya mengambil koresponden sebanyak 10%, yaitu sebanyak 20 orang. Analisis Hofstede:

Gambar 2. Grafik hasil kuisioner dengan Hofstede. Kesimpulan: 1. Dengan nilai PDI sebesar 26.49 menunjukkan bahwa institusi tersebut mempunyai distribusi kekuatan yang merata. Hal ini menunjukkan adakesetaraan diantara individu-individu yang berbeda jabatan. 2. Dengan nilai IDV sebesar 75.50 menunjukkan bahwa individu dalam institusi tersebut memiliki sifat individualistis berbanding dengan kolektif. 3. Nilai MAS sebesar 57,42 menunjukkan bahwa sifat maskulinitas di dalam mayoritas individual dalam organisasi mempunyai pengaruh yang kuat dibanding dengan feminin. 4. Nilai UAI sebesar 75,25 menunjukkan bahwa institusi tersebut mempunyai konsentrasi mengarah ke hal-hal yang lebih dapat memiliki kepastian. 5. Nilai LTO sebesar 48 menunjukkan institusi lebih berkonsentrasi dalam hal-hal yang mempunyai sifat jangka panjang Analisis OCAI:

Gambar 3. Grafik hasil kuisioner dengan OCAI Kesimpulan: 1. Saat ini pada institusi tersebut lebih mencerminkan tipe kultur mengikuti kultur market yang lebih mementingkan isu-sisu dari luar yang diidentifikasi untuk mencari peluang dalam memenangkan market. 2. Untuk kedepannya institusi lebih fokus pada isu-isu internal dengan fleksibel dan juga mengedepankan pertimbanganpertimbangan. Akhirnya dengan kerja sama, partisipasi dan konsekuensi maka institusi dapat mengatur lingkungannya. Strategi Penerapan Teknologi Informasi Identifikasi Kebutuhan Sistem 1. Untuk kebutuhan dari sistem dapat dilihat berdasarkan Internal dan External Value Chain yang kemudian dipetakan pada Matriks Portofolio Aplikasi.

Internal Value Chain Analysis: Primary Activities Inbound Logistic Aplikasi yang digunakan Operation Aplikasi yang digunakan Outbound Logistic Aplikasi yang digunakan Sales & Marketing Aplikasi yang digunakan Service Aplikasi yang digunakan Support Activities Organizational Aplikasi yang digunakan Infrastructure Human resources Aplikasi yang digunakan Management Technology Aplikasi yang digunakan Development Procurement Aplikasi yang digunakan Tabel 1. Internal Value Eksternal Value Chain Analysis: Murid/Alumni Aplikasi yang digunakan Registrasi Murid Aplikasi Registrasi Mengkoleksi tugas- Aplikasi pengumpulan tugas Murid tugas Menyampaikan nilai- Aplikasi nilai Murid nilai Murid Penyediaan informasi Web Sekolah Tabel 2. Eksternal value 2. Strategi Yang Akan Digunakan Berdasarkan kultur organisasi, kebutuhan sistem dan hasil analisis dengan menggunakan EIGHT IMPERATIVES, maka dapat disimpulkan strategi yang akan digunakan adalah menggunakan seluruh strategi yang telah disebutkan pada seluruh langkah pada EIGHT IMPERATIVES di atas. Kemudian secara globalnya, strategi tersebut adalah: 1. Memfokuskan kepada bagaimana IT dapat membentuk kembali strategi institusi dan diarahkan pada layanan yang lebih baik 2. Teknologi digunakan untuk yang bersifat strategis, karena kondisi organisasi saat ini mengarah ke kultur market yang mengedepankan bagaimana secara strategis dapat memenangkan persaingan dengan yang lain. 3. Melakukan benchmarking kepada institusi lain yang sudah berpengalaman, dan melakukan kerjasama dengan institusi lain tersebut, karena ini sesuai dengan kultur organisasi yang ke depannya mengarah ke kultur clean yang mengedepankan kerjasama. 4. Memperbaiki masalah anggaran dan biaya yang harus didapatkan dengan melakukan: a. Mencari sumber pendanaan lain b. Apabila terpaksa, mencari sumber dari dalam 5. Membuat standarisasi untuk memproteksi privasi dan keamanan orang per orang atau sistem yang akan diterapkan tersebut. 6. Setelah kita memanfaatkan teknologi tersebut, kita harus bekerjasama dengan

7.

8.

dunia luar, selain untuk internal juga harus bisa dimanfaatkan oleh perusahaan lain untuk pengembangan ekonomi karena pada saat nanti kultur organisasi mengarah pada clan. Terkait dengan masyarakat, dengan teknologi yang diterapkan dapat mempermudah komunikasi dengan dunia luar terutama dengan menggunakan jaringan yang dapat diakses dari dalam maupun dari luar. Sehingga organisasi tersebut dapat lebih dikenal di masyarakat. Setelah seluruh teknologi diterapkan, bagaimana demokrasi digital dapat diterapkan yaitu salah satunya dengan cara menggunakan teknologi untuk mempertunjukkan dan memperluas usaha untuk membuat infromasi, pelayanan, dan secara resmi mudah diakses.

VI. KESIMPULAN Budaya organisasi merupakan salah satu faktor kontigensi dalam implementasi tatakelola TI di SMKN RAJAPOLAH. 1. Kultur organisasi berpengaruh terhadap strategi penerapan teknologi informasi. 2. Strategi penerapan teknologi informasi harus disesuaikan dengan kultur organisasi. DAFTAR PUSTAKA Cameron, K. S., Quinn, R.E.,1999. Diagnosing and Changing Organizational Culture, USA : John Wiley & Sons, Inc. [2] Alberch, Bob & Pirani, Judith A.2004. Using an IT Governance Structure to Archive Alignment at the University of Cincinnati. [3] Satidularn et al., 2011. Exploring IT governance arrangements in practice: The case of a utility organisation in Thailand, Proceedings of the 15th Pacific Asia Conference on Information Systems, 07 July 2011 to 11 July 2011, Queensland University of Technology, Brisbane Qld Australia, pp. 114. [4] Heru Nugroho, 2013. Analisis Budaya Organisasi sebagai faktor Kontigensi dalam Penerapan Tatakelola TI di SMKN RAJAPOLAH. [5] Budi Laksono Putro, Agus Pratondo., 2010. Kultur Organisasi menggunakan Hosftede dan OCAI terhadap Strategi Penerapan Teknologi Informasi (Studi Kasus Perguruan Tinggi (XYZ). [6] Geert H. Hofstede, Cultures Consequences : Comparing Values, Behaviors, Institutions, and Organizatons Across Nations, 2nd Edition (Thousand Oaks : Sage Publications, Inc., 2004) [7] Fransiskus Adikara., 2013. Implementasi Tatakelola TI Perguruan Tinggi berdasarkan COBIT 5 pada Laboratorium RPL Universitas ESA UNGGUL. [1]

[8]

Hanung Nindito Prasetyo., 2013. Analisis Budaya Organisasi pada Rancangan Tatakelola Data di Perguruan Tinggi X.

Anda mungkin juga menyukai