Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FRAKTUR CERVICALIS DENGAN DEFISIT NEUROLOGIS

Pembimbing : dr. Iman Solichin, Sp.OT (K) Spine

Disusun Oleh: Mufti Akbar G1A212131

SMF BEDAH ORTHOPAEDI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2014

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH FRAKTUR CERVICALIS DENGAN DEFISIT NEUROLOGIS

Disusun Oleh: Mufti Akbar G1A212131

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RS Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto,

2014

Mengetahui, Pembimbing

dr.Iman Solichin, Sp.OT (K) Spine

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah yang berjudul Fraktur Cer vicalis dengan Defisit Neurologis ini merupakan salah satu syarat ujian kepanitr aan klinik SMF Bedah RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Iman Solichin, Sp. OT (K) Spine sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan presentasi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum se mpurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Purwokerto, Maret 2014

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb. Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat. Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra yang secara keseluruhan membentuk kurva lordosis bila diliat dari lateral. Dapat dibagi menjadi 2 regio, regio atas (C1, C2) dan regio bawah (C3-C7). Ada perbedaan nyata terhadap kedua regio tersebut baik secara anatomis maupun fungsionalnya.

Regio atas Secara struktural terdapat perbedaan yang jelas antar tulang C1 (Atlas) dan C2 (Axis). Tulang C1 tidak mempunyai korpus vertebra, berbentuk seperti cincin dengan kedua masa lateral dihubungkan dengan arkus anterior dan posterior. Sedangkan tulang C2 mempunyai korpus vertebra, arkus anterior yang menebal ditengah membentuk prosesus odontoid, arkus posterior dan prosesus spinosus. Diantara tulang oksiput dan C1 dihubungkan dengan sendi oksipitoatlas dengan gerakan fleksi 10 dan ekstensi 25, tidak ada pergerakan rotasi dan lateral fleksi. Antara C1 dan C2 dihubungkan dengan sendi alantoaxial yang dapat bergerak rotasi 45 kiri dan kanan, mungkin hanya sedikit fleksi dan ekstensi. Terdapat banyak ligamen pada regio atas vertebra servikal dan sangat penting peranannya dalam membatasi pergerakan. Itu berguna untuk melindungi medula spinalis dan radiks saraf dari trauma eksternal. Ligamentum transversum sebagai penahan prosesus odontoid terhadap arkus anterior Ligamentum apikal: menghubungkan prosesus odontoid dengan foramen magnum Ligamentum alar: 2 ligamentum turun dari oksiput ke pinggir prosesus odontoid Ligamentum asesorius: 2 ligamentum untuk membatasi gerakan atlas terhadap axis Ligamentum longitudinal posterior yang terhubung dari foramen magnum sampai sacrum Ligamentum flavum: mencegah subluksasi ke depan dari oksiput atlas terhadap axis Ligamentum nukhae/interspinosus: sebagai septum yang membagi otot ekstensor leher. Regio bawah Vertebra cervical C3-C7 mempunyai karakteristik spesifik, bagian anteriornya lebih lebar dari bagian posterior. Begitu pula dengan diskus

intervertebralis nya sehingga dapat membentuk kurva lordotik. Vertebra cervical ini mempunyai persendian yang disebut sendi uncovertebral disebut juga sebagai sendi lusckha terletak pada tepi posterolateral korpus vertebral. Diskus intervertebralis terdapat diantara 2 korpus vertebra berisikan annulus dan nucleus. Gerakan yang dapat terjadi pada regio ini adalah fleksi, ekstensi, lateral fleksi dan rotasi. Sedangkan ligamentum yang terdapat pada segmen ini adalah ligamentum flavum, ligamentum longitudinal anterior, posterior, dan ligamentum nukhae/interspinosus. Saraf Struktur medulla spinalis terdapat di dalam kanalis spinalis mulai dari foramen magnum sampai lebih kurang setinggi L2. Nervus spinalis mempunyai 2 radiks spinalis posterior (sensori) dan anterior (motorik). Kedua radiks tersebut berjalan bersamaan keluar dari foramen intervertebralis dan menjadi satu membentuk nervus spinalis. Nervus spinalis C1 dan C2 mempersarafi belakang kepala sedangkan C3 di daerah leher. Sedangkan C4-C8 mempersarafi daerah bahu dan lengan.

Tabel 1. Persyarafan Columna Vertebrae Segmen Cervicalis Radiks Nyeri dijalarkan Kelemahan otot Gangguan sensibilitas Permukaan ventral lengan Refleks tendon Refleks biceps tidak atas terganggu atau menurun

dari leher ke: C5 Bahu

bagian Supraspinatus

bawah dan lengan Deltoideus atas bagian lateral Infraspinatus Biceps

dan bawah Tidak gangguan sensibilitas pada jari-jari ada

C6

Bagian (radial) bawah

lateral Biceps

Permukaan

Refleks

lengan Brachioradialis ibu jari dan biceps, tepi radial menurun menghilang Refleks /

dari lengan C7 Bagian dorsal Triceps Permukaan

lengan bawah

jari telunjuk, triceps jari dan tangan menurun atau dorsum menghilang

manus C8 Bagian (ulnar) bawah medial Otot-otot lengan tangan: interossei Jari kelingking dan manis Refleks biceps dan

jari triceps tidak terganggu

B. Definisi Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya

kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.

C. Etiologi Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

D. Epidemiologi fraktur cervical Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung

medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada lakilaki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.

E. Patofisiologi Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.

F. Gambaran Klinik Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klnik fraktur adalah sebagai berikut:

10

a. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. c. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. d. Spame otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur. e. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. f. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. g. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. h. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan. i. Defirmitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. j. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. k. Gambaran X-ray menentukan fraktur Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

11

G. Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma a. Trauma Hiperfleksi 1. Subluksasi anterior terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ; ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tandatanda lainnya : Jarak yang melebar antara prosesus spinosus Subluksasi sendi apofiseal

Gambar 1. Subluksasi anterior 2. Bilateral interfacetal dislocation Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasi anterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.

12

Gambar 2. Bilateral interfacetal dislocation 3. Flexion tear drop fracture dislocation Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse pada bagian antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi : Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-

inferior korpus vertebrae Pembengkakan jaringan lunak pravertebral

Gambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation 4. Wedge fracture

13

Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

Gambar 4. Wedge fracture 5. Clay shovelers fracture Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus ; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.

Gambar 5. Clay Shovelers fracuter

b. Trauma Fleksi-rotasi

14

Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.

Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi a. Tampak Lateral b. Tampak AP c. Tampak oblik

c. Trauma Hiperekstensi 1. Fraktur dislokasi hiperekstensi Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian posteroinferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan. 2. Hangmans fracture Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.

15

Gambar 7. Hangmans Fracture d. Ekstensi-rotasi Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi e. Kompresi vertical Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher. 1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

Gambar 8. Jeffersons fracture 2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

16

Gambar 8. Bursting fracture vertebra servical tengah & bawah

H. Jenis Fraktur cervical Jenis fraktur daerah cervical, sebagai berikut: 1. Fraktur Atlas C 1 Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat. Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera.Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan. 2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial) Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis. Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.

Umumnyaligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.
17

3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe tidak stabil. Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan plastic collarselama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang) 4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu singkat. Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar selama 2 bulan. 5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur dislokasi pada C7 Th1 projection Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull continu dapat dipakai sementara. 6. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus) Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akanmenyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut clay shovelers fracture . Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya. maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral maka posisi yang terbaik untuk radiografi adalah swimmer

18

I. Cedera Saraf Pada cedera spinal akibat pergeseran struktur dapat merusak korda atau akar saraf, atau keduanya; lesi servikal dapat menyebabkan kuadriplegia, paraplegia lesi torakolumbal. Kerusakan dapat sebagian atau lengkap. Terdapat tiga jenis lesi: gegar korda, transeksi korda dan transeksi akar. Gegar Korda (Neurapraksia) Paralisis motorik (flasid), kehilangan sensorik dan paralisis viseral di bawah tingkat lesi korda mungkin bersifat lengkap, tetapi dalam beberapa menit atau beberapa jam penyembuhan dimulai dan segera sembuh sepenuhnya. Keadaan itu paling mungkin terjadi pada pasien yang, karena beberapa alasan selain cedera, mempunyai saluran anteroposterior yang diameternya kecil; tetapi, tidak terdapat bukti radiologik adanya kerusakan tulang yang baru terjadi. Transeksi Korda Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi di bawah tingkat lesi korda; seperti halnya gegar korda, paralisis motorik mula-mula bersifat flasid. Ini adalah keadaan sementara yang dikenal sebagai syok korda, tetapi cedera itu bersifat anatomic dan tak dapat diperbaiki. Tetapi, beberapa waktu kemudian, korda di bawah tingkat transeksi sembuh dari syok dan bekerja sebagai struktur yang bebas; artinya, menunjukkan aktivitas refleks. Dalam beberapa jam refleks anal dan penis pulih kembali, dan respons plantar menjadi ekstensor. Dalam beberapa hari atau beberapa minggu paralisis flasid menjadi spastik, disertai peningkatan, tonus, peningkatan refleks tendon dan klonus; spasme fleksor dan kontraktur dapat terjadi tetapi sensasi tak pernah pulih kembali. Timbulnya refleks anal dan penis tanpa adanya sensasi pada kaki bersifat diagnostik untuk transeksi korda. Transeksi Akar Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi pada distribusi akar yang rusak. Tetapi, transeksi akar berbeda dari transeksi

19

korda, dalam dua hal: (1) regenerasi secara teoretis dapat terjadi; dan (2) paralisis motorik yang tersisa tetap flasid secara permanen. Skala klinis yang digunakan untuk menentukan derajatan keparahan gangguan neurologi adalah scoring Frankel (1970) , 5 kategori tersebut adalah A. jika sensorik dan motoriknya tidak berfungsi, B jika hanya sensori saja yang berfungsi, C jika sensorinya ada sebagian dan motorikny ada sebagian, d jika motorik baik dan E sensorik dan motorik baik. Tabel 3: ASIA impairment scale Grade A B C D E Description Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah level defisit neurologi Tidak lengkap : sensorik baik namun motorik nya menurun di bawah level defisit neurology Tidak lengkap : sensorik baik dan fungsi motorik dibawah defisit neurology memiliki kekuatan otot dibawah 3 Tidak lengkap : sensorik baik namun kekuatan otot motoriknya lebih dari 3 atau sama dengan 3 Fungsi sensorik dan motorik normal

Gambaran Klinik Kerusakan Syaraf Tingkat Anatomik

Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat kerusakan tulang. Tidak lebih dari satu atau dua akar lain yang mungkin akan mengalami transeksi. Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan lumpuh. Pada tingkat vertebra C5, transeksi korda dapat secara khusus mengisolasi korda servikal bagian bawah (dengan paralisis tungkai atas), korda toraks (dengan paralisis badan) dan korda lumbal dan sakral (dengan paralisis tungkai bawah dan visera). Pada cedera di bawah vertebra C5, tungkai atas sebagian terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas. C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio
20

atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif. Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun. Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi

osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor. Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder. Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada

21

endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.. Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat

mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.

J. Metode untuk foto daerah cervical 1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan odontoid). 2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap

ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh hematoma jaringan lunak. 3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa 4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film lateral pada posisi ekstensi dan fleksi. 5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral

22

jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi bilateral. 6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.

K. Pemulihan Spinal Stability Medical management yaitu setelah fase akut spinal injury tertangani maka immobilisasi untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidak stabil diperlukan untuk memungkinkan penyembuhan tulang dan ligament berlangsung, juga untuk melindungi spinal cord. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cervical orthosis, collar, porter type orthosis, cervico thoracic dan halo orthosis. Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collar mempunyai keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collar memberikan proteksi yang lebih baik daripada soft collar terutama pada gerakan fleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi: non/minimal displace C1 C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior cervical disctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3 point fiksasi, pada mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest membatasi fleksi dan ekstensi, axial rotasi dan lateral bending. Alat ini direkomendasikan untuk discplace atlas fracture, adontoid fracture, semua axis fracture dan kombinasi C1 C2 fracture dan post operasi imobilisasi setelah surgical fusion.

Penanganan Operasi Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural dan restorasi spinal stability Operasi anterior dan posterior.

23

BAB III KESIMPULAN Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Manifestasi kunik fraktur adalah nyeri, edema, memar/ekimosis, spame otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik. Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu : hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi-rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi

berdasarkan derajat kestabilan yaitu ; Stabil dan tidak stabil Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

24

DAFTAR PUSTAKA Moore Keith, (2002), Essential Clinical Anatomy; Second Edition, lippincot Williams and Wilkins: Baltimore. Rasjad Chaeruddin, (2003), Ilmu Bedah Ortopedi, bintang Lamumpatue : Makassar. Apley graham and Solomon louis, (1995), Ortopedi Fraktur System Apley;edisi ketujuh, widya medika: Jakarta. Salter Bruce Robert, (1999), Text Book Of Disoreder and Injuries Of The Musculoskeletal System; Third Edition, Williams and Wilkins: Baltimore Young wise, (2000), Spinal Cord Injury Level And Classification, download from http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml Roper Steven, (2003), Spine Fracture: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida, download from http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

25

Anda mungkin juga menyukai