Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta penduduk di Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis, 3,6 juta (12%) membutuhkan perawatan di rumah sakit dan menghabiskan biaya besar. Didapatkan 300 ribu orang diantaranya menderita kecacatan yang bersifat menetap (1%) dan 8,7 juta orang menderita kecacatan sementara (30%). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian sebanyak 145 ribu orang per tahun (0,5%).1 Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas 12.000 orang per tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma dapat menyebabkan pembiayaan yang besar, kematian yang sangat tinggi, hilangnya waktu kerja yang banyak, dan kecacatan sementara dan permanen.1 Untuk itu pertolongan penderita trauma perlu dimasyarakatkan dan para dokter pelayanan primer perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan trauma untuk melakukan penanggulangan pertama dan rujukan ke rumah sakit terdekat.

BAB II STATUS PASIEN

2.1. IDENTITAS Nama Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat Tgl MRS Tgl Periksa : Ny. Muntiyah : 65 th : IRT : SD : Rejo Tangan-Blitar : 04 April 2012 : 10 April 2012

2.2. ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kiri bawah R. Penyakit Sekarang : Nyeri pada lengan kiri bawah dirasakan setelah pasien jatuh jam 16.30 wib. Nyeri dirasa terus menerus, terutama saat lengan kiri digerakkan. Lengan kiri bawah juga terasa berat, bengkak dan susah digerakkan. Pada awalnya pasien sedang berjalan kaki kemudian tersandung dan terjatuh. Posisi jatuh kearah kiri dengan tangan kiri menopang badan terlebih dahulu. Sesaat setelah kejadia pasien sadar, tidak mual, tidak muntah, dan tidak pusing. Pasien kemudian berobat ke mantri dan hanya di beri bebad saja tetapi keluhannya tetap tidak berkurang. Akhirnya pasien dibawa ke IGD RSD Mardi Waluyo. R. Alergi Obat : disangakal

2.3. PRIMARY SURVEY Airway : Obstruksi jalan nafas (-), fraktur mandibula (-), fraktur maksila (-), fraktur laring atau trakea (-).
2

Breathing : Nafas spontan, frekuensi 16 x/menit, suara nafas vesikuler. Hard tissue : fraktur costae (-). Soft tissue : pneumothorax (-), hematothorax (-).

Circulation : Nadi : frekuensi 100x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup. Tekanan darah : 230/110 mmHg. CRT : 1 detik

Disability : Kesadaran composmentis, GCS 456. Pupil isokor 2 mm/2 mm, reflek cahaya +/+.

Exposure : Ekstremitas atas sinistra : Regio Antebrachii S : deformitas (+),edema (+), Krepitasi (+). Regio Carpal : Vulnus Appertum ukuran 1cm

2.4. SECONDARY SURVEY Keadaan Umum : Cukup, kesadaran composmentis, GCS 456 Vital Sign : TD Nadi RR Suhu : 230/130 : 100 x/menit : 20 x/menit : 36,8C

Review of System (Head to Toe) Kepala & leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), dyspneu (-) Thorax : Cor : S1/S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-). Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Abdomen : Soefl, flat, BU (+) Normal, meteorismus (-). Ekstremitas : Motorik 5 5
3

5 5

Sensorik

N N

N N -

Akral Dingin

Status Lokalis Ekstremitas Inferior Regio Cruris Dextra : Look : Warna kulit : normal Edema : (+) Deformitas : (+) Feel : Suhu kulit : normal Nyeri tekan : (+) Krepitasi : (+) Pulsasi arteri Radialis : (+) Move : Aktif : Ekstensi : (+) Fleksi : (+) Pronasi : (-) Supinasi : (+)

Pasif : Ekstensi : (+) Fleksi : (+) Pronasi : (-) Supinasi : (+) Minimal

Neurovascular Distal (NVD) : Neurologis : Reflek fisiologis : Sulit di evaluasi Reflek patologis : Sulit di evaluasi Motorik : 5/5
4

Sensorik : raba (+), nyeri (+)

Vaskular : CRT : 1 detik

2.5. WORKING DIAGNOSIS Close fraktur radius S I/3 tengah dan Open fraktur Ulna segmental 2.6. PLANNING DIAGNOSIS Foto rontgen antebrachii sinistra AP dan Lateral Foto rontgen toraks AP Pemeriksaan laboratorium DL, PTT, APTT, RFT, LFT, HIV, HbsAg Pemeriksaan EKG

2.7. RESUME Seorang wanita usia 65 tahun, datang ke IGD RSD Mardi Waluyo dengan keluhan nyeri pada lengan kiri bawah setelah terjatuh. Nyeri dirasa terus menerus, terutama saat digerakkan. Lengan kiri bawah juga terasa berat dan susah digerakkan. Pada awalnya pasien sedang berjalan kaki kemudian tersandung dan terjatuh. Posisi jatuh kearah kiri dengan tangan kiri menopang badan terlebih dahulu. Sesaat setelah kecelakaan pasien sadar, tidak mual, tidak muntah, dan tidak pusing. Pasien kemudian berobat ke mantri dan hanya di beri bebad saja tetapi keluhannya tetap tidak berkurang. Akhirnya pasien dibawa ke IGD RSD Mardi Waluyo. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan abnormalitas pada regio antebrachii sinistra. Pemeriksaan status lokalis pada lengan kiri bawah tampak adanya deformitas, krepitasi dan vulnus appertum dengan diameter 1 cm yang sudah di hecting. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan adanya pulsasi arteri radialis. Pada pergerakan aktif pasien mampu melakukan ekstensi, fleksi, pronasi minimal, dan supinasi minimal. Sedangkan pada pergerakan pasif, pasien mampu melakukan ekstensi, fleksi, pronasi minimal, dan supinasi minimal. Pada pemeriksaan neurovascular distal (NVD) tidak didapatkan adanya reflek patologis, pemeriksaan motorik normal, tidak ada gangguan sensorik, dan CRT 1 detik.

Dari hasil foto rontgen regio antebrachii sinistra AP dan lateral didapatkan adanya Close fraktur radius sinistra 1/3 tengah & open fraktur ulna sinistra segmental.

2.8. DIAGNOSIS Close fraktur radius sinistra 1/3 tengah & open fraktur ulna sinistra segmental.

2.9. PLANNING THERAPY Medikamentosa IVFD RL 20 tpm Analgetik antiinflamasi : Ketorolac 3 x 30 mg IV Antibiotik : Ceftriakson 1 x 2 gr IV H2 reseptor antagonis : Ranitidine 2 x 1 ampul IV Anti tetanus serum Non-Medikamentosa : Konservatif : Debridement dengan NS 2 liter Pasang backsleb Evaluasi NVD KIE keluarga : setelah dilakukan pemasangan ORIF sebaiknya melakukan mobilisasi untuk mempercepat proses penyembuhan fraktur. Operatif : Segera konsul dokter spesialis ortopedi. Dapat dilakukan ORIF

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Anatomi Tulang Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik. Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum(1). Tulang tersusun atas: a) Komponen sel : osteosit, osteoblast dan osteoklas. b) Komponen matrix ossea : serabut-serabut kolagen tipe 1 dan substantia fundamentalis. Arsitektur jaringan tulang dikenal dengan 2 jenis yaitu: a) Jaringan tulang dengan arsitektur serupa jala. b) Jaringan tulang yang menunjukkan gambaran lembaran-lembaran (lamella ossea). Masing-masing memiliki deretan lacuna ossea yang pada keadaan segar ditempati oleh osteosit. Tiap lacuna mempunyai lanjutanlanjutan dinamakan canalliculi ossea. Matriks juga ditembus oleh canalis perforans (volkmann) yang arahnya tegak lurus dengan permukaan tulang. Kedua jenis saluran tersebut dalam keadaan segar terutama berisi pembuluh darah yang membawa sari mkanan dan saling berhubungan (1). Tulang secara garis besar dibagi atas (1): a. Tulang panjang. Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan humerus, dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang. b. Tulang pendek. Contoh tulang pendek adalah tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
7

c. Tulang pipih. Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang skapula dan tulang pelvis.

Gambar 3.1. Anatomi dan Histologi Tulang Panjang(2)

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Komposisi tulang terdiri atas substansi organik (35%) meliputi sel-sel tulang serta matriks kolagen dan sisanya adalah asam hialuronat dan kondroitin asam sulfur; substansi inorganik (45%) meliputi kalsium (99% dari seluruh kalsium tubuh) dan fosfor (90% dari seluruh fosfor tubuh) serta sisanya adalah magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluorida; air (20%). Sementara enzim tulang adalh alkali fosfatase yang diprouksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan yang penting dalam produksi organik matriks sebelum tejadi kalsifikasi(1).

Anatomi Radius Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (=fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi. Anatomi Ulna Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (= incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt processus styloideus serta silcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius. Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat
9

hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.

3.2. Definisi Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial (1).

3.3. Proses Terjadinya Fraktur Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan(1). Trauma bisa bersifat : a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsung Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat bersifat(1) : a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral. b. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.

10

c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi. d. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah. e. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z. f. Fraktur oleh karena remuk. g. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang. 3.4. Klasifikasi Fraktur 1. Klasifikasi etiologi(1) Fraktur traumatik, terjadi karena trauma tiba-tiba Fraktur patologis, terjadi karena keleahan tulang sebelumnya akibat proses patologis didalam tulang Fraktur stres, terjadi akibat trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi klinis(1) Fraktur tertutup (simple fracture) adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, non union, infeksi tulang. 3. Klasifikasi Radiologi(1) a. Lokalisasi Diafisial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi
11

b. Konfigurasi

Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur kupu-kupu Fraktur komunitif Fraktur segmental Fraktur depresi Fraktur impaksi Fraktur avulsi Fraktur pecah (burst) Fraktur Z

Gambar 3.2. Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Konfigurasi Garis Fraktur(1)

c. Menurut ekstensi Fraktur total Fraktur tidak total Frakur buckle atau torus Fraktur garis rambut Frakur green stick

d. Menurut hubungan antara fragmen satu dengan yang lainnya Tidak bergeser (undisplaced) Bergeser (displaced) : bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi.
12

Gambar 3.3. Klasifikasi Fraktur berdasarkan Hubungan antar Fragmen(1) 3.5. Gambaran Klinis Fraktur a) Anamnesis Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma, mungkin fraktur terjadi di daerah lain. Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja, atau karena trauma pada olahraga. Penderita biasanya datang karena keluhan nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi, atau datang dengan gejala yang lain(1). b) Pemeriksaan Fisik(1) Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: Syok, anemia atau perdarahan. Kerusakan pada organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang, atau organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen. Faktor predisposisi , misalnya fraktur patologis. c) Pemeriksaan Lokal(1) Inspeksi (Look) Keadaan umum. Ekspresi wajah karena nyeri. Bandingkan dengan bagian yang sehat.
13

Perhatikan posisi anggota gerak. Adanya luka pada kulit atau jaringan lunak. Perhatikan adanya deformitas anggota gerak. Keadaan vaskularisasi. Keadaan mental penderita. Palpasi (Feel) Temperatur setempat yang meningkat. Adanya nyeri tekan. Adanya krepitasi. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma, berupa pulsasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, dan pengisian kapiler pada kuku. Lakukan pengukuran panjang tungkai terutama tungkai bawah. Pergerakan (Move) Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. d) Pemeriksaan Neurologis(1) Saraf sensoris Saraf motoris. Catat gradasi kerusakan saraf.

e) Pemeriksaan Radiologis(1) Tujuan: Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi. Konfirmasi adanya fraktur. Melihat sejauh mana pergeseran dan konfigurasi fragmen. Menentukan teknik pengobatan. Melihat apakah fraktur tersebut baru atau lama. Menentukan apakah fraktur melibatkan persendian. Melihat keadaan patologis lain dari tulang. Melihat adanya benda asing.
14

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua, yaitu : Dua posisi proyeksi, sekurang-kurangnya proyeksi AP dan lateral. Dua sendi, di proksimal dan di distal fraktur . Dua anggota gerak, utamanya pada anak. Dua trauma. Dua kali dilakukan foto.

f) Pemeriksaan Radiologis yang Lain Tomografi CT Scan MRI Radioisotop scanning

3.6. Diagnosis Fraktur Untuk menentukan diagnosis dari suatu fraktur, digunakan beberapa pertanyaan yang mewakili terjadinya fraktur, yaitu(2) : 1) Tulang apa yang terkena? 2) Bagian segmen apa dari tulang yang terkena? 3) Bagaimana tipe frakturnya? Pada tulang panjang, seperti femur, tibia, fibula, radius, ulna, dan humerus terbagi menjadi beberapa segmen, yaitu : proksimal, 1/3 proksimal, 1/3 medial, 1/3 distal, dan distal. Penentuan bagian proksimal dan distal pada tulang panjang dilakukan dengan membentuk suatu bujur sangkar yang panjangnya sama dengan bagian terlebar dari epifisis. Sedangkan pada bagian tengah atau diafisis dibagi menjadi tiga bagian, yakni : 1/3 proksimal, 1/3 medial, dan 1/3 distal(2).

Gambar 3.4. Penentuan Segmen Proksimal pada Tulang Panjang(2)

15

Gambar 3.5. Penentuan Segmen Diafisis pada Tulang Panjang(2)

Gambar 3.6. Penentuan Segmen Distal pada Tulang Panjang(2)

3.7. Pengobatan Fraktur 1) Penatalaksanaan Awal(1) a) Pertolongan pertama Membersihkan jalan napas, menutup luka dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. b) Penilaian klinis Lakukan penilaian adakah luka tembus tulang, trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain. c) Resusitasi Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri. 2) Prinsip Umum Pengobatan Fraktur(1) Jangan membuat keadaan lebih jelek. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus, yakni :
16

Menghilangkan nyeri. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang. Mengembalikan fungsi secara optimal. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual. Perlu penilaian faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi dan perlu pula dipertimbangkan keadaan sosial ekonomi penderita secara individual. 3) Prinsip Pengobatan Fraktur (1) Recognition Diagnosis dan penilaian fraktur, lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan Reduction Reduksi fraktur jika perlu. Restorasi fragmen fraktur sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah : alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Retention Imobilisasi fraktur. Rehabilitation Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. 4) Metode Pengobatan Fraktur(1) A. Fraktur tertutup 1. Konservatif a) Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan slim (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Indikasi : terutama untuk fraktur yang tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal atau fraktur klavikula pada anak, fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal
17

serta

fraktur

yang

sudah

mengalamiunion secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologik. b) Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya hanya memberikan sedikit imobilisasi

menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bermacammacam bidai dari plastik atau metal. Indikasi : digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. c) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan pembiusan umum atau lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips merupakan alat utama pada teknik ini. Indikasi : sebagai bidai pada fraktur untuk pertologan pertama, imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur, diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat. d) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi. Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang. e) Reduksi tertutup dengan traksi kontinyu dan counter traksi. Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini bertujuan untuk reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Terdapat empat metode traksi kontinyu : traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang, traksi berimbang dan traksi sliding. Indikasi :
18

Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif.

Bilaman terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan mal-union, non-union, atau delayed union.

Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral, atau kominutif pada tulang panjang. Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil. Fraktur femur pada anak-anak. Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur suprakondiler humerus.

2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasang KWire perkutaneus. 3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang a) Reduksi terbuka dengan fiksasi interna Indikasi : Fraktur intra-artikuler. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan. Bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen. Bila diperlukan fiksasi rigid. Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup. Pada fraktur terbuka. Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat.
19

Eksisi fragmen yang kecil. Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler. Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri. Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada anak Fraktur multiple. Untuk mempermudah perawatan penderita.

b) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna Indikasi : Fraktur terbuka grade II dan III. Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat. Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis. Fraktur yang miskin jaringan ikat. Kadang pada fraktur tungkai bawah paenderita DM.

Komplikasi reduksi terbuka : Infeksi (osteomielitis). Kerusakan pembuluh darah dan saraf. Kekaukan sendi bagian proksimal dan distal. Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau non union. Emboli lemak.

4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis B. Fraktur terbuka a) Prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka Mengobati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan Evaluasi awal dan diagnosis adanya kelainan yang

menyebabkan kematian. Berikan antibiotik dalam ruang IGD, OK, dan setelah operasi Segera lakukan debrideman dan irigasi yang baik.
20

Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya. Stabilisasi fraktur. Biarka luka terbuka antara 5-7 hari. Lakukan bone graft autogenous secepatnya. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.

b) Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka Pembersihan luka Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debrideman) Pengobatan fraktur itu sendiri Penutupan kulit Pemberian antibiotik Pencegahan tetanus

3.8. Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan fraktur (tulang kortikal pada tulang panjang) terdiri atas lima fase, yaitu(1) : 1. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan) Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak eberapa milimeter daridaerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi/inflamasi (Terjadi 1 5 hari setelah trauma) Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari perosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam canalis medullaris. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum
21

cicin

maka penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung tulang sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6 10 hari setelah trauma) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen se dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang- tulang woven bone fraktur). 4. Fase konsolidasi (2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan yang imatur. Bentuk tulang ini disebut (merupakan indikasi radiologi pertama penyembuhan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling (waktu lebih 10 minggu) Perlahan - perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada kalus eksterna secara perlahan-lahan

menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.

22

Gambar 3.7. Proses Penyembuhan Fraktur pada Tulang Kortikal(1) Faktor-faktor yang yang mempengaruhi penyembuhan fraktur(1) : 1. Umur penderita 2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur 3. Pergeseran awal fraktur 4. Vaskularisasi pada kedua fragmen 5. Reduksi serta imobilisasi 6. Waktu imobilisasi 7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak 8. Faktor adanya infeksi 9. Cairan sinovial 10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar waktu penyembuhan pada dewasa. Tabel 3.1. Perkiraan Penyembuhan Fraktur pada Orang Dewasa(1)
Lokalisasi Falang/metakarpal/metatarsal/kosta Distal radius Diafisis ulna dan radius 23 3-6 6 12 Waktu penyembuhan minggu minggu minggu

Humerus Klavikula Panggul Femur Kondilus femur atau tibia Tibia/Fibula Vertebra

10-12 minggu 6 10-12 12-16 8-10 12-16 12 minggu minggu minggu minggu minggu minggu

3.9. Komplikasi Fraktur : A. Komplikasi Dini Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau dilonggarkan. Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligamen karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang. Distroft refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap hari. Pada sekitar 5% kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri Berta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. Sinar-X memperlihatkan
(1)

osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang.

Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah tulang patah. Pada ketiganya, dibagi lagi menjadi komplikasi umum dan lokal.(18) B. Komplikasi lanjut Malunion Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif muda, 2,5 cm bagian bawah
24

ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi. Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan. Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama.(1)

Osteomyelitis Adapun komplikasi infeksi jaringan tulang disebut sebagai

osteomyelitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasilocal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul sebagaikomplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan tersas nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami kerusaskan yang dapatmenimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah pada anak-anak yang menderita osteomyelitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam memberikan pengobatan yang memadai.

25

(a)

(b)

Gambar 20. (a) Osteomyelitis Akut pada Radius Ulna (b) Osteomyelitis Kronik (Dikutip dari referensi 24) Pada orang dewasa, osteomyelitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran darah, Namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak di tangani dengan baik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomyelitis sangan resisten terhadap pengobatan dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk menghilangkan penyakit.( 3 )

26

VIII. PROGNOSIS Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.(18) Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8 minggu). Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari 1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997. Tingkat kematian dari fraktur:

Kematian : 11.696 Insiden : 1.499.999 0,78% rasio dari kematian per insiden(19)

27

BAB IV PEMBAHASAN
Diagnosis adanya fraktur tertutup pada regio cruris dekstra pada pasien ini ditegakkan dari hasil anamnesis yang menyebutkan bahwa pasien mengeluh nyeri pada tungkai kaki kanan setelah ditabrak sepeda motor. Nyeri dirasa terus menerus, terutama saat tungkai digerakkan. Tungkai kaki kanan juga terasa berat, bengkak, kesemutan, dan susah digerakkan. Tujuh hari yang lalu pasien ditabrak sepeda motor saat menyebrang di jalan raya. Pasien ditabrak dari arah kanan, kemudian pasien terjatuh ke arah kiri dengan kepala bagian belakang membentur aspal. Sesaat setelah kecelakaan pasien sadar, tidak mual, tidak muntah, dan kepala terasa pusing seperti berputar. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan abnormalitas pada regio cruris dekstra. Pemeriksaan status lokalis pada tungkai kaki bawah tampak adanya edema, bullae, abrasio, deformitas, dan vulnus appertum dengan diameter 10 cm yang sudah di hecting. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan, adanya pulsasi arteri dorsalis pedis, perbedaan true leg legth dekstra dan sinistra 81 cm/83 cm, dan perbedaan apparent leg length dekstra dan sinistra 82 cm/85 cm. Pada pergerakan aktif pasien mampu melakukan ekstensi, endorotasi minimal, eksorotasi minimal, namun tidak mampu melakukan fleksi. Sedangkan pada pergerakan pasif, pasien mampu melakukan ekstensi, fleksi minimal, endorotasi minimal, dan eksorotasi minimal. Pada pemeriksaan neurovascular distal (NVD) tidak didapatkan adanya reflek patologis, pemeriksaan motorik sebesar 2/5 (karena tungkai kanan nyeri), tidak ada gangguan sensorik, dan CRT 1 detik. Diagnosis pasti adanya fraktur pada regio cruris dekstra ditegakkan berdasarkan hasil foto rontgen regio cruris dekstra AP dan lateral yang menunjukkan adanya fraktur tibia distal dekstra komunitif intra-artikuler & fraktur fibula dekstra segmental. Sedangkan diagnosis adanya komplikasi yang mengarah pada impending compartment syndrome ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang

menunjukkan adanya

nyeri (pain) dan kesemutan (parasthesia). Hal ini


28

menandakan munculnya 2 dari 5 tanda dan gejala klasik sindroma kompartemen.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya bullae pada regio cruris dekstra. Bullae tersebut menunjukkan adanya jaringan yang mati pada daerah superfisial epidermis yang disebabkan oleh pembuluh darah yang terkompresi pada daerah tungkai bawah sehingga terjadi penurunan oksigenasi pada daerah epidermis dan otot. Pemeriksaan rontgen toraks AP, pemeriksaan laboratorium DL, PTT, APTT, RFT, LFT, HIV, HbsAg, dan pemeriksaan EKG bertujuan sebagai persiapan jika dilakukan tindakan operatif pada pasien ini. Penatalaksanaan medikamentosa pada kasus adalah : IVFD RL 20 tpm, analgetik antiinflamasi : ketorolac 3 x 30 mg IV, antibiotik : ceftriaxon 1 x 2 gr IV, H2 reseptor antagonis : ranitidine 2 x 1 ampul IV. Ketorolac digunakan sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Ceftriaxon diberikan sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien ini dan diberikan ranitidine untuk mencegah stress ulcer. Terapi non medikamentosa terdiri atas terapi konservatif dan operatif. Terapi konservatif : melakukan imobilisasi sebagai pertolongan pertama dengan close reduction long leg casting, elevasi tungkai setinggi dada untuk mencegah terjadinya komplikasi compartment syndrome, evaluasi NVD untuk memonitoring adanya rasa nyeri dan terjadinya komplikasi fraktur, dan KIE keluarga, yaitu : setelah dilakukan pemasangan casting, sebaiknya melakukan mobilisasi untuk mempercepat proses penyembuhan fraktur dan mencegah komplikasi fraktur. Pada terapi operatif dapat dilakukan open reduction internal fixation (ORIF) karena pada kasus ini terjadi fraktur intra-artikuler pada tulang tibia distal. Selain itu dapat pula dilakukan bone graft untuk mengisi defek tulang karena terjadi fraktur komunitif pada tulang tibia distal. Karena pada kasus ini usia pasien tua dengan kulit yang tipis, vaskularisasi yang tidak adekuat, tulang yang sudah mengalami osteoporosis, dan impending compartment syndrome sehingga dikhawatirkan terjadi komplikasi infeksi, maka sebaiknya dilakukan tindakan operatif berupa open reduction external fixation (OREF).

29

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total maupun parsial. Umumnya fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Klasifikasi fraktur dibagi menjadi, klasifikasi etiologis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis. Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lokal berupa inspeksi, palpasi, pergerakan , pemeriksaan neurologis, pemeriksaan vaskuler, dan pemeriksaan radiologis. Prinsip pengobatan fraktur adalah recognition, reduction, retention, dan rehabilitation. Pengobatan ini nantinya dibagi berdasarkan fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Pada fraktur tertutup pengobatan dibagi menjadi pengobatan konservatif dan operatif. Proses penyembuhan pada fraktur terdiri dari 5 fase, yaitu fase hematoma, fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal, fase pembentukan kalus, fase konsolidasi, dan fase remodeling. Sindrom kompartemen adalah salah satu komplikasi dari fraktur yang terjadi akibat peningkatan tekanan dalam suatu kompartemen sehingga mengakibatkan penekanan terhadap saraf, pembuluh darah dan otot di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Tanda dan gejala sindrom kompartemen disebut 5P, yaitu pain, pallor, parasthesia, paralysis, pulseness. Penatalaksanaan pada sindrom kompartemen meliputi medikamentosa dan operatif berupa fasciotomi. Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan bedah dekompresi.

5.2. Saran Perlu perhatian khusus bagi para dokter pelayanan primer untuk mengetahui dasar-dasar tentang trauma dan fraktur sebagai dasar penanggulangan trauma untuk melakukan penanggulangan pertama dan rujukan ke rumah sakit terdekat.
30

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Universitas Hasanudin 2. Ruedi, Thomas P dan Murphy. William M, 2000. AO Principles of Fracture Management. New York : Thieme Stuttgart 3. Apley, A Grahm dan Solomon, Louis. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ketujuh. Jakarta : Widya Medika. 4. Tiwari, A., Haq, A, I., Hamilton, G,. 2002. Syndromes, British Journal of Surgery 89 : 397-412 Acute Compartment

31

Anda mungkin juga menyukai