Anda di halaman 1dari 8

Kejang Demam ( Febrile Seizure )

Share Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38C) yang disebakan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan penyakit yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan tepat dan cepat.Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak yang berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang demam dibagi menjadi 2 yakni kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang demam sedehana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek. 8% berlangsung lama yakni lebih dari 15 menit. 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak terjadi antara usia 17-23 bulan, dimana anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada usia kurang dari 12 bulan, maka resiko kejang demam kedua 50%. dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi pada usia 12 bulan/ lebih, maka resiko kejang demam kedua menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 2-4% anak akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali resikonya dibanding dengan populasi umum. Dari percobaan binatang yang dilakukan Wegman dan Milichap disimpulkan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan suatu bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi, serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memiliki peranan dimana Lennox-Buchtal berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam ditentukan oleh sebuah gen dominan. Lennox berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%. Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat untuk profilaksis rumat. Dalam makalah ini akan disampaikan bagaimana cara mendiagnosa pasien kejang demam dan bagaimana mengklasifikasikannya menjadi kejang demam sederhana atau kejang demam komplek dan bagaimana menangani penderita kejang demam terutama pada bayi dan anak-anak. DEFINISI Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Nilai ambang kejang antara suhu 38,8C-41,4C. Biasanya terjadi pada a-nak be rusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian ke-jang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetu-lan terjadi bersama demam. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa dipecah menjadi CO2 dan air. Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Cl-. Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan po-tensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan pathofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8C - 37,2C) dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi dan non infeksi. Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Pada anak usia 3 thn, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke selsel tetangganya melalui bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang berbeda. Tergantung dari ambang kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa kejang demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangan perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang. MANIFESTASI KLINIS Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dan dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada-nya kelainan saraf. KLASIFIKASI Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang

demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut Livingstone memiliki beberapa kriteria, yakni: 1. Terjadi pada usia 6 bulan-4 tahun 2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit 3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik 4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar 5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam 6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam 7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang 8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun 9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak menunjukkan adanya kelainan Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri-cirri gejala klinis sebagai berikut: 1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit 2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh suatu kejang parsial 3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam Menurut Livingstone, kejang demam komplek digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang tipe ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya meru-pakan faktor pencetus saja. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama, lebih dari 15 menit, biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang pada akhirnya terjadi hipok-semia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat disebabkan oleh meningkatnya aktifitas otot dan selan-jutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian peristiwa diatas adalah penyebab rusaknya neuron otak selama berlangsung kejang yang lama. Faktor terpentiang adalah terjadinya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan ke-jang yang berlangsung lama, dapat menjadi matang sehingga dapat terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi. PEMERIKASAAN dan DIAGNOSIS Penegakan diagnosa kejang demam dapat diperoleh melalui beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium dan pencitraan jika diperlukan. ANAMNESA Dalam anamnesa khususnya pada penyakit anak dapat digali data-data yang berhubungan dengan kejang demam meliputi: a. Identitas Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana

disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. b. Riwayat Penyakit Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat. Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten, intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, se-sak nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam itu sendiri. Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelum-nya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang perta-ma); apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyer-tai juga penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran dan apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone). c. Riwayat Kehamilan Ibu Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya apa yang dilakukan un-tuk mengatasi penyakit. Riwayat mengkonsumsi obatobatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil. d. Riwayat Persalinan Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan bayi saat lahir dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga di-tanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui infor-masi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam. e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar,

motorik halus, sosial-personal dan bahasa. f. Riwayat Imunisasi Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi. g. Riwayat Makanan Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya. h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf sebelumnya. i. Riwayat Keluarga Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial penderita. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda-tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropo-metrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada). Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada pemeriksaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bisa infek-si maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang meng-arah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau perdarahan. Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang terdiri dari: a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah). b. Pemeriksaan Radiologi Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi. c. Pemeriksaan Cairan SerebroSpinal (CSS) Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak

jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut: bayi < 12 bulan : diharuskan bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan - bayi >18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi. d. Pemeriksaan ElektroEnsefaloGrafi (EEG) Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal). PENATALAKSANAAN KEJANG Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang: a. Penanganan Pada Saat Kejang Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada saat datang ke tempat pelayanan kesehatan, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah DzP yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/kali secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 2 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan kepada orang tua atau di rumah adalah DzP rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/KgBB/kali atau DzP rektal 5 mg untuk anak berat badan di bawah 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan diatas 10 kg. Atau DzP rectal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak usia di atas 3 tahun. Kejang yang tetap belum berhenti dengan DzP rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan DzP rektal masih kejang, dianjurkan orang tua untuk segera ke rumah sakit. dan disini dapat dimulai pemberian DzP intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/kali. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenithoin secara iv dengan loading dose 10-20 mg/KgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/KgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, selanjutnya diberikan dosis rumatan 4-8 mg/KgBB/hari (12 jam setelah pemberian loading dose). Bila kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya apakah kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks. b. Turunkan Demam Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh diberikan lebih dari 5x/hari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/KgBB/kali diberikan 3-4x/hari. Asetaminofen dapat menyebabkan sindroma Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kgbb sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kgbb dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres anak dengan suhu >39 dengan air hangat, suhu >38C dengan air biasa. c. Antikonvulsan Pemakaian DZP oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang (1/3 s.d 2/3 kasus). Begitu pula dengan DZP rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu >38,5. Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. d. Pengobatan Penyebab Antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit penyebabnya e. Penanganan supportif lainnya Meliputi bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah. Prognosa Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi: 1. Kejang demam berulang Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko terjadinya kejang demam berulang adalah: Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia kurang dari 15 bulan Temperatur yang rendah saat kejang Cepatnya kejang saat demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10%-15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang adalah pada tahun pertama. 2. Epilepsi Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah: - Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama Kejang demam kompleks Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi 1049%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. 3. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. PEMBERIAN OBAT RUMAT Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): Kejang >15 menit - Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrosephalus. Kejang fokal Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila; o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam o Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan o Kejang demam 4 kali per tahun Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang selama 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. Terapi rumat kejang

demam dibedakan menjadi pencegahan berkala (intermitten) dan pencegahan kontinu. Pencegahan berkala diperuntukkan bagi kejang demam sederhana, diberikan pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam, berupa DzP 0,3 mg/KgBB/ dosis per oral dan antipiretika. Pencegahan kontinu diperuntukkan bagi kejang demam komplek, berupa asam valproat 15-40 mg/KgBB/hari per oral dibagi menjadi 2-3 dosis. Pengobatan rumat kejang demam diberikan sampai 1 th bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bln. EDUKASI PADA ORANG TUA Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara: 1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benign 2. Memberikan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali 4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping 5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali kejang: 1. Tetap tenang dan tidak panik 2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher 3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang 5. Tetap bersama pasien selama kejang 6. Berikan DzP rektal selama kejang. dan jangan diberikan jika kejang telah berhenti 7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih. PENUTUP Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Nilai ambang kejang antara suhu 38,8-41,4C. Biasanya terjadi pada anak beru sia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan kejang demam komplek dengan criteria masing-masing menurut Livingstone. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek. Penegakan diagnosa kejang demam berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan kecuali atas indikasi. Beberapa kasus kejang demam memerlukan terapi rumat atas indikasi tertentu, benar dan memadai pada orang tua mengenai kejang dan apa yang bisa dilakukan di rumah jika menjumpai anak kejang sebelum dibawa ke rumah sakit.
http://www.dokterz.co.cc/2010/07/kejang-demam-febrile-seizure.html

Anda mungkin juga menyukai