Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Atopi merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting, khususnya pada anak. Dermatitis Atopi (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residitif disertai gatal yang umumnya terjadi selama masa bayi dan anak anak. Sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum atau adanya ririwayat atopi dalam keluarga. Pada anak kecil makanan dapat berperan dalam patogenesis dermatitis atopi. Makanan yang paling sering sebagai factor pemicu adalah susu, telur, dan kacang tanah. Dalam beberapa dekade belakangan ini prevalensi dan perhatian terhadap alergi susu sapi semakin meningkat. Susu sapi sering dianggap sebagai penyebab alergi makanan yang paling sering pada anak. Berdasarkan penelitian beberapa negara di dunia prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi. Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi yang beredar di pasaran ternyata menggunakan bahan dasar susu sapi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Mekanisme reaksi terhadap susu yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV. Reaksi simpang makanan yang tidak melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi susu.. Alergi terhadap protein susu sapi atau alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejalagejala reaksi alergi pun akan muncul.

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang bayi A, perempuan usia 2 bulan dibawa ke klinik karena keluhan bercak bercak merah di muka dan leher. Gejala mulai timbul sejak 1 bulan terakhir disertai keluhan gumoh dan pilek. Pada anamnesa lebih lanjut didapatkan bayi lahir seksio sesaria karena gawat janin. Beberapa hari setelah lahir bayi diberi susu formula. Keluhan yang sama dijumpai pada kakak kandung saat bayi dan saat ini sering mengalami batuk berulang. Ibu sering pilek bila pagi hari. Setelah dilakukan eliminasi susu sapi selama satu bulan gejala kemerahan di muka sangat berkurang.

Pemeriksaan Fisik : Kesadaran TD Suhu Pernapasan Jantung Pulmo Ronki Wheezing Abdomen : --: --: --: --: Dalam batasan normal : Dalam batasan normal : --: --: Tidak ditemukan kelainan

Hepatomegali : --Kulit : eritema papulovesikuler di daerah wajah dan leher

Pemeriksaan Laboratorium : Hb Lekosit Trombosit Hitung jenis IgE spesifik : 10,4 g/dl : 8500 /uL : 238000 /uL : 0/5/1/50/40/4 :1

BAB III PEMBAHASAN

ANAMNESIS A. IDENTITAS PASIEN : Nama :A

Jenis kelamin : perempuan Umur Alamat : 2 bulan : Jln. Tawakal no.11

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan utama Bercak bercak merah di muka dan leher sejak satu bulan terakhir. Keluhan tambahan Gumoh dan pilek. C. RIWAYAT KELAHIRAN Lahir seksio sesarea karena gawat janin

D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Keluhan sama ditemukan pada kakak kandung dan saat ini sering batuk berulang. Ibu sering pilek di pagi hari

E. RIWAYAT KEBIASAAN Minum susu formula sejak beberapa hari setelah dilahirkan

PEMERIKSAAN FISIK :
Pemeriksaan Jantung Hasil Dalam normal Pulmo Dalam normal Abdomen Tidak ditemukan kelainan Kulit Bercak merah di leher dan muka Normal Eritema papulovesikular. Kelainan bercak Normal batas Normal batas Interpretasi Normal Keterangan Tidak terdapat gangguan kardiovaskular

merah pada kulit yang berisi cairan. Terjadi pada DA akibat dari reaksi alergi pada makanan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Periksa Hb Trombosit Leukosit Hitung jenis leukosit

Hasil Pemeriksaan 10,4 g/dl 238000 /uL 8500 /uL Basofil => 0 Eosinofil => 5 N. batang => 1

Nilai Normal 10 15 g/dl 200000 500000 /uL 9000 12000 /uL 0-1 % 1-3% 2-6%

Interpretasi Normal Normal Leukopenia Normal Atopi/alergi Autoimun

N. segmen => 50 Limfosit => 40 Monosit => 4 IgE 1

50-70% 20-40% 2-8% 0-0,35

Normal Normal Normal Meningkat

Kemungkinan penyebab masalah pada bayi tersebut : Dermatitis Atopi Kulit : Gatal Kemerahan Lesi berupa vesikel dan papula Alergi Susu Sapi Kulit : Kemerahan kulit Pruritus Urtikaria Dermatitis Atopi Saluran Nafas : Hidung tersumbat Rhinitis Batuk berulang Asma Saluran Cerna : Muntah Kolik Diare Konstipasi BAB berdarah Usia < 6 bulan Susu Sapi Miliaria Kulit : Vesikel berukuran 1-2 mm setelah berkeringat Vesikel berkumpul Gatal Merah Pedih

Manifestasi Klinis

Faktor Predisposisi

Usia < 6 bulan Makanan Alergen hirup Infeksi Kulit

Pakaian yang tebal & tidak menyerap keringat Ventilasi yang kurang baik Cuaca/suhu ruangan yang terlalu panas

Predileksi

Muka terutama pipi Ekstensor ekstremitas

Badan Ekstremitas Leher Dahi

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : o IgE meningkat o IgA rendah o Eosinofil meningkat o Uji Kulit dan Provokasi

Laboratorium : o IgE spesifik meningkat o Uji Kulit o Provokasi

Anamnesis tambahan: Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi/makanan yang mengandung susu sapi Jumlah susu yang diminum/makanan yang mengandung susu sapi Riwayat penyakit atopi pada keluarga seperti asma,rhinits,dermatitis atopi,alergi makanan,dan alergi obat Apakah anak demam ? Apakah ada gatal ? Kemerahan pada kulit menetap atau hilang timbul? Frekuensi timbulnya kemerahan ? Kondisi lingkungan,ventilasi dan kebersihan rumah ? Baju yang sering dipakaikan kepada anak baju yang menyerap keringat (tebal) atau tidak?

Kaitan data pada anamnesa dengan gejala :

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis : Darah tepi Imunoglobulin total dan atau imunoglobulin spesifik Uji kulit Provokasi

Diagnosis : Dermatitis Atopi et causa alergi protein susu sapi Mekanisme : Peran Sitokin dalam Regulasi Reaksi Pada individu yang cenderung untuk alergi, paparan terhadap beberapa antigen menyebabkan akitivasi sel Th2 dan produksi IgE. Individu normal tidak mempunyai respons Th2 yang kuat terhadap sebagian besar antigen asing. Ketika beberapa individu terpapar antigen seperti protein pada serbuk sari (pollen), makanan tertentu, racun pada serangga, kutu binatang, atau obat tertentu misalnya penisilin, respons sel T yang dominan adalah pembentukan sel Th2. Individu yang atopik dapat alergi terhadap satu atau lebih antigen yang diatas. Hipersensitivitas tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th2 yang berespons terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada protein. Antigen yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat ( reaksi alergik ) sering disebut sebagai alergen. Interleukin (IL)-4 dan IL-3, yaitu sebagian dari sitokin yang disekresi oleh Th2, akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi IgE. Oleh sebab itu, individu yang atopik akan memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai renspons terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan respons IgE pada sebagian orang. Kecenderungan ini mempunyai dasar genetika yang kuat dengan banyak gen yang berperan. Reaksi peradangan alergi telah diketahui dikoordinasi oleh subset Limfosit T4 yaitu Th2. Limfosit ini memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, TNF, serta GM-CSF tetapi tidak memproduksi IL-2 atau INF ( diproduksi oleh sel Th1). Alergen diproses oleh makrofag ( APC )

yang mensintesis IL-1. Zat ini merangsang dan mengaktivasi sel limfosit T yang akan memproduksi IL-2 yang merangsang T4 untuk memproduksi interleukin lainnya. Ternyata sitokin yang sama juga diproduksi oleh sel mast atau sel lain akibat stimulasi oleh mediator sel mast. Interleukin-4 tampaknnya merupakan stimulus utama dalam aktivasi sintesis IgE oleh limfosit B. Pada saat yang sama IL-4 meningkatkan ekspresi reseptor Fc (FcRII) pada sel limfosit B. Interleukin-4 ini pertama kali disebut faktor stimulasi sel B ( BSF = B ceel stimulating factor ). Aktivasi oleh IL-4 ini diperkuat oleh IL-5, IL-6, dan TNF, tetapi dihambat oleh IFN, IFN, TGF, PGE2, dan IL-10. Dalam reaksi alergi fase cepat, IL-3,IL-5, GM-CSF, TNF dan IFN terbukti dapat menginduksi atau meningkatkan pelepasan histamin melalui interaksi IgE-alergen pada sel basofil manusia. Sitokin lain yang mempunyai aktivitas sama pada sel mast ialah MCAF ( monocyte chemotactic and activating factor ) dab RANTES ( regulated upon aactivation normal T expresses and presumbly secreted ). Demikian juga SCF ( stem cell factor ) yaitu suatu sitokin yang melekat pada reseptor di sel mast yang disebut C-kit, dapat meninduksi pembebasan histamin dari sel mast baik dengan atau tanpa melalui stimulasi antigen.

Penatalaksanaan : Bila diagnosis Alergi Susu Sapi (ASS) sudah ditegakkan maka susu sapi harus dihindarkan dengan ketat supaya toleran dapat cepat tercapai. Eliminas susu sapi direncanakan selama 6-18 bulan. Bila gejala menghilang, dapat diprovokasi setelah eliminasi 6 bulan. Bila gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi dilanjutkan kembali sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun. Keluarga pasien, teman, pengasuh pasien, guru harus dijelaskan mengenai keadaan pasien supay harus membaca label setiap makanan siap olah sebelum dikonsumi. Pemakaian susu kedele sebagai pengganti dapat dipilih, tetapi 30-40% ASS akan alergi juga terhadap kedele. Bila alergi terhadap susu sapi dan susu kedele diberikan susu sapi hidrolisat. Gejala yang ditimbulkan ASS diobati secara simptomatis.

Prognosis Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanationam : Bonam : Bonam : Bonam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Mekanisme reaksi terhadap susu yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV. Reaksi simpang makanan yang tidak melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi susu.. Alergi terhadap protein susu sapi atau alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejalagejala reaksi alergi pun akan muncul. Penghindaran susu sapi harus dilakukan sampai terjadi toleransi sekitar usia 2-3 tahun sehingga harus diberikan susu pengganti formula soya atau susu sapi hidrolisat sempurna dan makanan padat bebas susu sapi dan produk susu sapi. Pencegahan alergi harus dikerjakan sedini mungkin pada anak berisiko atopi. Penelitian menunjukkan bahwa 85% alergi susu sapi akan ditoleransi sebelum anak berumur 3 tahun. Walaupun akan terjadi toleransi pada usia tersebut, tindakan pencegahan maupun tata laksana yang tepat perlu untuk mencegah terjadinya alergi yang lebih parah serta alergi terhadap makanan alergen lain di kemudian hari. Alergi merupakan masalah penting yang tidak harus diremehkan. Reaksi yang ditimbulkan dapat mengganggu semua organ tubuh dan perilaku anak. Sehingga dapat mengganggu tumbuh dan berkembangnya seorang anak. Pada usia tahun pertama kehidupan, sistim imun seorang anak relatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia mempunyai bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen tertentu misalnya makanan dan inhalan.

PATOGENESIS

Alergi susu sapi terjadi karena mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran cerna bayi belum sempurna. Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan kepada seorang bayi, Harus dibedakan antara alergi susu sapi suatu reaksi imunologis dan reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan kelainan imunologis seperti efek toksik dari bakteri stafilokok, defek metabolik akibat kekurangan enzim laktase, reaksi idiosinkrasi atau reaksi simpang dari bahanbahan lain yang terkandung dalam susu formula.
Karakteristik komponen protein susu sapi. KOMPONEN PROTEIN -lactoglobulin Casein -lactalbumin Serum albumin Immunoglobulins BERAT MOLEKUL (kD) 18.3 20-30 14.2 67 160 PERSENTASE PROTEIN TOTAL 10 82 4 1 2 ALERGINISITAS STABILITAS PADA SUHU 100 C ++ +++ + + +

+++ ++ ++ + +

Banyak penelitian mengenai alergenitas protein susu sapi. Terdapat lebih dari 40 jenis protein yang berbeda dalam susu sapi yang berpotensi untuk menyebabkan sensitivitas. Kandungan pada susu sapi yang paling sering menimbulkan alergi adalah lactoglobulin, selanjutnya casein, lactalbumin bovine serum albumin (BSA). Analisa Immunoelectrophoretic menunjukkan bahwa casein berkurang alergenisitasnya setelah pemanasan sekitar 120 C selama 15 menit, sedangkan lactoglobulin, lactalbumin berkurang terhadap pemanasan lebih dari 100C. BSA and gammaglobulin kehilangan antigenisitasnya pada suhu antara 70C 80C. Pemanasan penuh akan terjadi denaturasi dari beberapa protein whey. lactoglobulin merupakan penyebab alergen paling kuat. Penelitian lain menyebutkan antibodi IgE antibodi terhadap -lactalbumin, -lactoglobulin, bovine serum albumin, and bovine gamma globulin adalah penyebab alergi paling sering pada manusia, sedangkan caseins adalah penyebab alergi terbanyak. Penelitian terakhir menyebutkan casein-specific IgE didapatkan 100% pada kelompok penderita alergi, IgE dari lactoglobulin sekitar 13%, -lactalbumin sekitar 6%.

MANIFESTASI KLINIS Gejala yang terjadi pada alergi susu sapi secara umum hampir sama dengan gejala alergi makanan lainnya. Target organ utama reaksi terhadap alergi susu sapi adalah kulit, saluran cerna dan saluran napas. Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah gatal dan anafilaksis. Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang terjadi adalah astma, dermatitis (eksim kulit) dan gangguan saluran cerna. Beberapa manifestasi reaksi simpang karena susu sapi melalui mekanisme IgE dan Non IgE. Target organ yang sering terkena adalah kulit berupa urticaria dan angioedema. Sistem saluran cerna yang terganggu adalah sindrom oral alergi, gastrointestinal anaphylaxis, allergic eosinophilic gastroenteritis. Saluran napas yang terjadi adalah asma, pilek, batuk kronis berulang. Target multiorgan berupa anafilaksis karena makanan atau anafilaksis dipicu karena aktifitas berkaitan dengan makanan Gejala yang timbul dalam reaksi lambat terjadi dalam sekitar 20 jam setelah terkena paparan susu sapi. Untuk terjadinya reaksi ini dibutuhkan jumlah volume susu sapi yang cukup besar. Dalam kelompok ini hanya sekitar 20% yang didapatkan hasil uji kulit yang positif. Uji temple alergi ( Patch Test) yang dilakukan selama 48 jam sering terdapat hasil positif pada kelompok ini. Sebagian besar terjadi dalam usia lebih dari 6 bulan. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah diare, konstipasi dan dermatitis. DIAGNOSIS ALERGI SUSU SAPI Diagnosis alergi susu sapi adalah suatu diagnosis klinis berupa anamnesis yang cermat, mengamati tanda atopi pada pemeriksaan fisis, pemeriksaan imunoglobulin E total dan spesifik susu sapi. Untuk memastikan alergi susu sapi harus menggunakan provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC yang menjadi gold standard atau baku emas. Namun cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit. Karena itu dilakukan modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana. Anamnesis atau mengetahui riwayat gejala dilihat dari jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Harus diketahui riwayat

pemberian makanan lainnya termasuk diet ibu saat pemberian ASI dan pemberian makanan pendamping lainnya. Harus diketahui juga gejala alergi asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan pasien sendiri.

MAKANAN UNTUK PENDERITA ALERGI SUSU SAPI

Beberapa alternatif pilihan untuk pengganti susu sapi sangat bervariasi tergantung kondisi setiap anak. Susu pengganti tersebut meliputi ASI, susu soya, susu kambing, susu ektensif hidrolisa, susu parsial hidrolisat, sintesi asam amino dan sebagainya.

Air Susu ibu ASI adalah pilihan terbaik bagi bayi yang mengalami alergi susu sapi. Pemberian ASI secara klinis sudah terbukti dapat mencegah kejadian alergi di kemudian hari. Meskpiun dapat mencegah alergi, tetapi diet yang dikonsumsi ibu ternyata juga bisa menimbulkan alergi pada bayinya. Sehingga sebaiknya ibu juga melakukan eliminasi diet tertentu yang dapat mengganggu bayi. Ibu harus menghindari berbagai jenis susu sapi atau bahan makanan yang mengandung susu sapi. Susu Soya Susu formula soya adalah salah satu susu formula pengganti bagi bayi dan anak yang mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Susu formula soya juga bebas laktosa yang aman dipakai oleh bayi dan anak yang memerlukan diet bebas laktosa. Soya menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan dasar. Isolat protein kedelai tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang setara dengan susu sapi. Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula soya memiliki perbandingan 2: 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Susu formula ini juga ada yang mengandung asam lemak esensial, yaitu Omega 6 dan Omega 3 dengan rasio yang tepat sebagai bahan dasar pembentukan AA & DHA untuk tumbuh kembang otak yang optimal. Susu formula soya (kedelai) kurang lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat ekstensif, tetapi lebih murah dan rasanya lebih familiar.

Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan Non IgE . Susu Formula Ekstensif Hidrolisa Alternatif pengganti pada alergi susu sapi adalah susu formula yang mengandung protein susu sapi hidrolisa (melalui pemrosesan khusus). Susu formula ini rasanya memang tidak begitu enak dan relatif lebih mahal.. Protein Whey sering lebih mudah di denaturasi (dirusak) oleh panas dibandingkan protein kasein yang lebih tahan terhadap panas. Sehingga proses denaturasi whey dapat diterima oleh penderita alergi susu sapi, seperti susu sapi evaporasi. European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunology (ESPACI) mendefinisikan formula ekstensif hidrolisa adalah formula dengan bahan dasar protein hidrolisa dengan fragmen yang cukup kecil untuk mencegah terjadinya alergi pada anak. Formula Parsial hidrolisa Susu formula parsial hidrolisa masih mengandung peptida cukup besar sehingga masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi susu sapi.Susu ini tidak direkomendasikan untuk pengiobatan atau pengganti susu untuk penderita alergu susu sapi. Susu hipoalergenik atau rendah alergi ini direkomendasikan untuk penderita yang beresiko tinggi alergi sebelum menunjukkan adanya gejala alergi. Penelitian menunjukkan pemberian Formula hidrolisa Parsial mengurangi onset gejala alergi yang dapat ditimbulkan. Formula sintetis asam amino Neocate adalah sintetis asam amino 100% yang merupakan bahan dasar susu formula hipoalergenik. Rasa susu formula ini relatif lebih enak dan rasanya lebih bisa diterima oleh bayi pada umumnya, tetapi harganya sangat mahal. Neocate digunakan untuk mengatasi gejala alergi makanan persisten dan berat. Seperti Multiple Food Protein Intolerance, alergy terhadap extensively hydrolysed formulae, alergi makanan dengan gangguan kenaikkan berat badan, alergi colitis, GER yang tidak berespon dengan terapi standar. Multiple food protein intolerance atau MFPI didefinisikan sebagai intoleransi terhadap lebih dari 5 makanan utama termasuk EHF (extensive Hydrolysa Milk) dan susu formula soya. MFPA (Multiple food protein allergy)

didefinisikan sebagai alergi lebih dari 1 makanan dasar seperti susu, tepung, telur dan kedelai. Susu ini juga digunakan sebagai placebo dalam DBPCFC untuk mendiagnosis alergi susu sapi Penderita alergi susu sapi juga harus menghindari makanan yang mengandung bahan dasar susu sapi seperti skim, dried, susu evaporasi maupun susu kondensasi, mentega atau susu mentega, produk-produk makanan yang mengandung kasein, kaseinat, sodium atau kalsium kaseinat, laktalbumin, laktoglobulin, laktosa, whey. Penderita alergi susu sapi biasanya juga mengalami alergi terhadap makanan lainnya. Makanan yang harus diwaspadai adalah telor, kacang dan ikan laut.

PENCEGAHAN ALERGI SUSU SAPI

Tindakan pencegahan alergi susu sapi juga hampir sama seperti yang dilakukan pada alergi lainnya. Secara umum tindakan pencegahan alergi susu sapi dilakukan dalam 3 tahap yaitu:

Pencegahan primer

Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Saat penghindaran dilakukan sejak pranatal pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial. Tindakan pencegahan ini juga dilakukan terhadap makanan penyebab alergi lain serta penghindaran asap rokok.

Pencegahan sekunder Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi. Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu kedele supaya tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi penyakit alergi..

Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat mengurangi resiko alergi, tetapi harus diperhatikan diet ibu saat menyusui Selain itu juga disertai tindakan lain misalnya pemberian imunomodulator, Th1-immunoajuvants, probiotik.

Pencegahan tersier Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi. Pemberian obat pencegahan seperti setirizin, imunoterapi, imunomodulator tidak direkomendasikan karena secara klinis belum terbukti bermanfaat.

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya maka dapat kami simpulkan diagnose untuk pasien ini adalah Dermatitis Atopi et causa alergi protein susu sapi. Dilihat dari pemeriksaan fisik ditemukan bercak merah pada kulit berupa eritema papulovesikular. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan eosinofil yang meningkat dan IgE spesifik susu sapi menunjukkan adanya reaksi alergi. Serta ada riwayat atopi pada keluarga pasien. Untuk menegakkan diagnosis ini juga dilakukan uji eliminasi dan provokasi. Tata laksana untuk pasien ini adalah pemberian air susu ibu atau mengganti susu formulanya dengan susu hidrolisa atau susu soya. Pasien harus dihindarkan dari makanan yang mengandung protein susu sapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaczmarski M, Wasilewska J, Lasota M. 2005. Hypersensitivity to hydrolyzed cow's milk protein formula in infants and young children with atopic eczema/dermatitis syndrome with cow's milk protein allergy. Rocz Akad Med Bialymst.274-8.

2. Novembre E, Vierucci A. 2001. Milk allergy/intolerance and atopic dermatitis in infancy and childhood Allergy. Suppl 67: 105-8. 3. Judarwanto, Widodo. Permasalahan Alergi Susu Sapi. Available at :

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/03/24/permasalahan-alergi-susu-sapi/ accesed on 25th august 2010. 4. Price , Sylvia A. Wilson , Lorraine M. 2005. Patofisiologi Edisi ke 6.Vol.1.Buku kedokteran EGC : Jakarta 5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.Ed V.Jilid III. Interna Publishing Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : Jakarta 6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.Ed V.Jilid I. Interna Publishing Pusat Penerbit Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI : Jakarta 7. Djuanda, adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed V cetakan ke-3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai