KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. B
Umur
JK
Laki-Laki
RM
643511
MRS
25 Desember 2013
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Nyeri Perut
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 45 menit sebelum masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu
lintas. Pasien mengeluh sakit pada sekitar perut bagian kanan dan menjalar ke
belakang. Mekanisme trauma. Pasien saat itu sedang mengendarai sepeda motor
dengan kecepatan tinggi lalu menghantam mobil yang berhenti tiba-tiba
didepannya. Perutnya membentur gagang setir motor saat itu.
Tidak ada riwayat sakit perut sebelumnya. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat
diabetes tidak ada. Tidak ada riwayat asma dan alergi sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airway: paten.
Secondary Survey
Kepala :
- Mata
- Telinga
- Hidung
- Bibir
- Lidah
Leher :
- Inspeksi
- Palpasi
Thorax :
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Abdomen
2
- Inspeksi
(-).
Tampak
hematom
pada
region
hipokondrium kanan.
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
Vertebra
- Inspeksi
- Palpasi
Ekstremitas Superior dan Inferior : tampak luka lecet pada siku kiri dan kedua
kaki. Memar (+) darah (+)
Organ Genitalia
-
Inspeksi
Palpasi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cr
WBC
15.14
1,5
PH
7,47
RBC
2.75
Na
134
pCO2
38,5
HGB
8,4
5,2
SO2
99,6
HCT
24,7
Cl
113
PO2
329,1
PLT
149
CT
730
HCO3
28,2
GDS
110
BT
230
Ct O2
7,9
GOT
337
PT
15,3 (10,2)
BE
4,6
GPT
328
INR
1,28
ALB
2,1
APTT
30,8 (22,7)
Ur
39
HBSAG
NON-REAKTIF
E. RESUME
Seorang laki-laki masuk rumah sakit
kecelakaan lalu lintas. Pasien mengeluh sakit pada sekitar perut bagian kanan dan
menjalar ke belakang. Mekanisme trauma, pasien saat itu sedang mengendarai
sepeda motor dengan kecepatan tinggi lalu menghantam mobil yang berhenti tibatiba didepannya. Perutnya membentur gagang setir motor saat itu.
Primary survey : airway paten, frekuensi nafas 32x/menit simetris, TD
80/40 mmHg, Nadi 120x/menit, regular, lemah. Kesadaran menurun (GCS 12
E4M5V3).
Secondary survey : mata tampak anemis. Pada abdomen didapatkan luka
hematom pada regio hipokondrium kanan. Nyeri tekan (+), defans muscular (+).
Nyeri ketok (+).
F. DIAGNOSIS
Trauma Tumpul Abdomen susp ruptur hepar
G. TERAPI
Airway
Breathing
: spontan
Circulation
Drug
yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik
mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak
dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean
Arterial Pressure). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90%
dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun
karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini
pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh
tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.6
2.4 Gejala Klinis Syok Hemoragik
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa
mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya
aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan
lama pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana
selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila
pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang
hilang.
Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari
rektum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari
saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rectum
harus
jumlah besar. Fraktur multipel terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah
yang cukup besar.
Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan
Lokasi
Fr. Femur tertutup
Fr.Tibia tertutup
Fr. Pelvis
Hemothorax
Fr. Iga (tiap satu)
Luka sekepal tangan
Bekuan darah sekepal
Pemeriksaan klinis
Estimasi Perdarahan
1.5-2 liter
0.5 liter
3 liter
2 liter
150 ml
500 ml
500 ml
pasien syok hemoragik
dapat
segera
langsung
mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks, dimana suara nafas akan turun,
serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.
Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki,
yang dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah
perdarahan di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi
bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan
faring.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri
palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang
mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan
ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula
kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi atau instabilitas mengindikasikan
terjadinya fraktur pelvis dan ini dapat mengancam jiwa karena perdarahan terjadi
pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya
aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa
mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran
skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas
bawah dan lemahnya nadi femoralis.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat
fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk
mencegah perdarahan di sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur femur,
karena dapat mengakibatkan hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus
segera diimobilisasi dan ditraksi secepatnya . Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan
untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal, intraabdominal,atau retroperitoneal.6
Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher. Bila
ada darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat
8
jarang curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi
portal. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap,
dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan
penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat
perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti
syok neurogenik.
Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya
Perdarahan
< 750 ml
750-1500 ml
1500-2000 ml
>2000 ml
CRT
Normal
Memanjang
Memanjang
memanjang
Nadi
< 100
> 100
> 120
> 140
Tek. sistolik
Normal
Normal
Menurun
Menurun
Nafas
Normal
20-30 x/m
>35 x/m
Kesadaran
Sedikit cemas
Agak cemas
Cemas, bingung
Bingung, lesu
10
Usia
lanjut
memiliki
penurunan
kondisi
fisik
dan
kesehatan
dalam
11
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital
awal (baseline recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap
12
terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan.8
1) Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen
untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.8
2) Circulation (Sirkulasi Kontrol Perdarahan)
Termasuk dalam
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya
perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.8
3) Disability (Pemeriksaan neurologis)
Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi
ini
bermanfaat
dalam
menilai
perfusi
otak,
mengikuti
c.
yang baik namun cair ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang
baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.
Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak.
Respons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan
pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada
respons ini.8
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah,
dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan
oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang
secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang
dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma
yang hilang kedalam ruang interstitial dan intraselular. Ini dikenal sebagai
hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun lebih penting untuk menilai respons
Penderita datang dengan perdarahan
penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ
yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.
Pasang
infus jarum
besar,jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau
Bila, sewaktu
resusitasi,
tekanan darah, nadi,
ambil
sampel darah perfusi organ jauh melebihi Catat
mempertahankan
perkiraan tersebut, maka
perfusi, (produksi urin)
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum
Ringer Laktat atau NaCl
diketahui atau penyebab lain untuk syok.8
0,9% 20ml/kgBB cepat,
ulangi.
1000-2000
ml
dalam 1 jam
Hemodinamik baik
Hemodinamik buruk
Urin ml/kg/jam
estimated loss
Hemodinamik baik
Hemodinamik buruk15
Hemodinamik baik
Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada
kasus B, jika hemoglobin kurang dari 8 gr/dL atau hematokrit kurang dari 25%,
transfusi sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan pembedahan untuk
menghentikan suatu perdarahan, transfusi dapat ditunda sebentar sampai sumber
perdarahan terkuasai dulu. Pada kasus C, transfusi harus segera diberikan. Ada tiga
kemungkinan penyebab yaitu perdarahan masih berlangsung terus (continuing loss),
syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu lama dan anemia terlalu berat, sehingga
terjadi hipoksia jaringan.7
Pada jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil yang
diperoleh mungkin masih normal. Harga Hb yang benar adalah hasil yang diukur
setelah penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan. Penderita dalam
keadaan anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia, dapat mentolerir
hematokrit 10 15%. Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan dengan nafas sendiri,
16
17
terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan furosemid setelah transfusi
diberikan.7
Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah
sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka
cukup diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah
karena ada gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan
kadar hemoglobin normal angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai
20% ada gangguan faktor pembekuan. Cairan kristaloid untuk mengisi ruang
intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan
koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan
untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau
hanya menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid.
Indikasi transfusi darah antara lain:
1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua, kelainan
paru, kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.
2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.9
Tabel 5. Traumatic status dari Giesecke
Tanda
TS I
TS II
TS III
Sesak nafas
Ringan
++
Tekanan darah
Turun
Tak teratur
Nadi
Cepat
Sangat cepat
Tak teraba
Urin
Oliguria
Anuria
Kesadaran
Disorientasi
/ Koma
18
Gas darah
pO2
/ pCO2
pO2
/ pCO2
CVP
Rendah
Sangat rendah
Sampai 10%
Sampai 30%
Lebih 50%
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Sampai 750
750 - 1500
1500 - 2000
>2000
30% - 40%
>40%
<100
>100
>120
>140
Tekanan darah
Normal
Normal
Menurun
Menurun
Tekanan nadi
Normal /
Frekuensi pernapasan
14-20
20 -30
30-40
>35
>30
20-30
5-15
<5
CNS/Status mental
Sedikit
Agak Cemas
Cemas,
Bingung,
Bingung
Lesu
Kristaloid
Kristaloid
dan darah
dan darah
Cemas
Penggantian cairan
(hukum 3:1)
Kristaloid
Kristaloid
Tanda vital
RESPONS
RESPONS
TANPA
CEPAT
SEMENTARA
RESPONS
Kembali ke normal
Perbaikan sementara,
Tetap abnormal
turun
Sedang, masih ada
Berat
darah
21
(10 - 20%)
(20 - 40%)
(> 40%)
Kebutuhan
Sedikit
Banyak
Banyak
kristaloid
Kebutuhan darah
Sedikit
Sedang-banyak
Segera
Persiapan darah
Emergensi
crossmatch
Operasi
Mungkin
Sangat mungkin
Hampir pasti
Perlu
Perlu
bedah
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi
ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal
yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran
urin merupakan salah satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.8
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran
darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran
urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak
dan 2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin
turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi
yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha
diagnostik.8
Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respons penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan
melakukan observasi terhadap respons penderita pada resusitasi awal dapat diketahui
penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang diperkirakan, dan
22
23
dapat terjadi disertai dengan syok, yang memerlukan adrenalin untuk mengatasinya.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal.
Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch darah dan pada dosis lebih
dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan darah.7
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik
dari segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga
Ringer Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.7
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun
pemberian infus IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan
juga setelah cairan interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl
0,45% tidak dapat digunakan.7
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan
keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4
kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular
20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstisial berlangsung
selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24 - 48 jam sebagai urin.
Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan
atau tanpa peningkatan volume intrasel.10
Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid10
Cairan
Ringer
Na+
K+
Cl-
Ca++
HCO3
Tekanan
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
Osmotik
130
190
28*
(mOsm/L)
273
25
Laktat
Ringer
130
154
109
28#
273
308
A
se
ta
t
NaCl
0
*
0,9%
sebagai laktat
sebagai asetat
26
mengalami kenaikkan Qs/Qt yang sama yaitu 16 + 1%. Akibat pengenceran darah,
terjadi transient hypoalbuminemia 2,5 0,1 mg% dari sebelumnya sebesar 3,5 0,1
mg%. Penurunan albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik plasma dari 21 + 0,4
menjadi 13 + 1,0. Penurunan selisih tekanan COP PCWP tidak selalu menyebabkan
edema. Giesecke memberi batasan bahwa kadar albumin terendah yang masih aman
adalah 2,5 mg%. Kalau albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 20 25%
dapat diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan menaikkan kadar
0,25 -0,50 mg%.7
Jika masih terjadi edema paru, berikan furosemid, 1 - 2mg/kg. Gejala sesak
nafas akan berkurang setelah urin keluar 1000 - 2000 ml. Lakukan digitalisasi atau
berikan dopamin drip 5 10 microgram/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik
berikan oksigen, atau bila diperlukan mendesak lakukan nafas buatan + PEEP.
Insiden dari pulmonary insufficiency post resusitasi cairan adalah 2,1%.7
Asidosis asam laktat
Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat
karena syok. Asam laktat dirubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir
asidosis metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru
menurunkan laktat darah karena perbaikan transport oksigen ke jaringan,
metabolisme aerobik bertambah.7
Gangguan hemostasis
Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah
mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit.
Pemberian Fresh Frozen Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit,
sedangkan faktor V dan VIII dibutuhkan dalam jumlah sedikit (5 - 30 % normal).
Trombosit dapat diberikan sebagai fresh blood, platelet rich plasma atau thrombocyte
concentrate dengan masa simpan kurang dari 6 jam pada suhu 40C. Untuk hemostasis
28
yang baik diperlukan kadar trombosit 100.000 per mm3. Dextran juga dapat
menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.7
29
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Seorang laki-laki umur 24 tahun masuk rumah sakit 45 menit yang lalu
akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien mengeluh sakit pada sekitar perut bagian kanan
dan menjalar ke belakang. Mekanisme trauma, pasien saat itu sedang mengendarai
sepeda motor dengan kecepatan tinggi lalu menghantam mobil yang berhenti tiba-tiba
didepannya. Perutnya membentur gagang setir motor saat itu.
Pasien datang dengan keadaan syok. Maka perlu diperhatikan ABCD dari
pasien. Airway: paten. Breathing & Ventilation: dada simetris, P 32 x/menit, Rh-/-,
Wh-/-, bunyi pernapasan vesikuler, tipe pernapasan thoracal. Circulation: TD 80/40
mmHg, N 120 x/menit reguler. Disability: kesadaran menurun (GCS 12 E4M5V3),
pupil isokor 2,5 mm/2,5 mm. Environment: suhu axilla 36,6 C.
Pada daerah abdomen ditemukan
hipokondrium kanan. Nyeri tekan (+), defans muscular (+), nyeri ketok (+)
Menurut Traumatic status dari Giesecke, pasien tergolong dalam TS II.
Sedangkan menurut perkiraan kehilangan cairan dan darah, pasien tergolong dalam
kelas III. Dimana kehilangan darah sekitar 15000-2000 ml. Akibat kehilangan darah
sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu menunjukkan tanda klasik
perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan takipnue yang jelas, perubahan
penting dalam status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan
yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah paling kecil yang selalu
menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita dengan kehilangan darah tingkat
ini hampir selalu memerlukan tranfusi darah. Keputusan untuk memberi tranfusi
darah didasarkan atas respons penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi
dan oksigenisasi organ yang adekuat.
Tujuan resusitasi cairan pada syok hemorrhagic:
30
SBP 90 mmHg
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya
perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin
Karena pasien seorang laki-laki
TBV = 70 cc x 70 kg = 4900 5000 cc
Perkiraan perdarahan kelas III, Maka :
31
40 % x 5000 cc = 2000 cc
20 cc/kgBB x 70 = 1400 cc 1 jam pertama
Hemodinamik :
TD : 80/50
P : 24 x/i
N : 122x/i
: 35,8
P : 20 x/i
N : 104 x/i
: 36,7
P : 20 x/i
N : 92 x/i
: 36,7
32
sindroma syok.
Sedangkan cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran,
gelatin, hydroxy-ethyl starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan
tinggal lebih lama di intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat
dikoreksi oleh plasma expander. Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh
lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi
anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun gelatin (0,03 - 0,08%
pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang memerlukan adrenalin
untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan tepat, reaksi ini
dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch darah
dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan
darah.7
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi
ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal
yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran
urin merupakan salah satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.8
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran
darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran
urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak
dan 2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin
33
turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi
yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha
diagnostik.8
Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respons penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan
melakukan observasi terhadap respons penderita pada resusitasi awal dapat diketahui
penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang diperkirakan, dan
perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian perdarahan internal melalui
operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan kontrol langsung terhadap
perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume intravaskular secara
simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan transfusi
berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.
Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan
hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada
takikardi, takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih
syok. Sebaliknya, penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak
menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai.
34
DAFTAR PUSTAKA
Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the TechnionIsrael Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari :
http://www.wjes.org/content/1/1/14
2. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian
35
36