Anda di halaman 1dari 73

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peradangan periodonsium

gingiva yang

adalah

proses pada

peradangan yang

didalam

jaringan oleh

terbatas

gingiva,

disebabkan

mikroorganisme yang membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingival.1 Peradangan pada gingiva dapat disebabkan oleh faktor plak dan faktor non plak. Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor plak adalah kebiasaan merokok, teknik menyikat gigi yang tidak tepat sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan plak pada gigi dan gingiva, dan penggunaan antibiotik yang berspektrum luas secara berkepanjangan dimana pada kondisi tersebut, pertumbuhan mikroorganisme secara berlebihan khususnya jamur dan bakteri.2 Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor non plak adalah seperti infeksi bakteri spesifik, dan infeksi virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan reaksi peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak.3 Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak memperlihatkan gambaran klinis pada gingiva.

Gambaran klinis pada peradangan gingiva adalah berupa jaringan gingiva berwarna kemerahan, mudah berdarah, perubahan kontur gingiva, adanya plak atau kalkulus, dan secara radiografi tanpa adanya kerusakan puncak tulang alveolar. Pemeriksaan histologi pada jaringan gingiva yang mengalami peradangan menunjukkan ulserasi epitel.4 Karakteristik pada peradangan gingiva yaitu terjadinya perubahan warna pada gingiva, perubahan konsistensi pada gingiva, perubahan klinis dan histopatologis, perubahan tekstur jaringan gingiva, perubahan posisi gingiva, dan perubahan kontur pada gingiva.4 Macam macam peradangan pada gingiva adalah peradangan pada daerah margin gingiva, peradangan yang terjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi, peradangan gingiva karena resesi gingiva, dan peradangan gingiva karena alergi.5 Peradangan gingiva dikategorikan dalam penyakit rongga mulut yang terjadi pada > 75% populasi. Peradangan gingiva merupakan proses peradangan yang dimulai pada awal masa kanak-kanak. Sebuah penelitian di Meksiko yang dilakukan oleh Olga Taboada Aranza tahun 2011 menyatakan bahwa prevalensi dan keparahan peradangan gingiva menunjukkan penyakit ini dimulai pada usia 5 tahun dengan prevalensi sebesar 2% sampai dengan 34% pada anak usia 2 tahun dan 18% sampai dengan 38% pada anak usia 3 tahun.6

Penelitian yang dilakukan oleh Mackler dan Crawford tahun 1973 dan Cox et al tahun 1974 juga menyatakan pada anak pra-sekolah, peradangan gingiva berkembang lebih lambat dibandingkan dengan orang dewasa yang mempunyai plak. Hasil penelitian ini didukung oleh Mattson tahun 1978. Mattson membandingkan perkembangan peradangan gingiva pada anak prasekolah dan dewasa, menemukan kelompok dewasa lebih banyak mengalami peradangan gingiva.7 Penelitian yang dilakukan oleh Deepak P Bayya, Tarulatha R Shyagali, dan Mallikarjun K di Maharashtra, India tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi peradangan gingiva sebesar 81% dan laki-laki lebih banyak mengalami peradangan gingiva daripada perempuan.8 Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan di Bangladesh oleh Masuma Pervin Mishu, Richard Marshall Hubbard, Sejuty Haque, M. Abu Sayeed, Syed Touseef Imam, Parvin Akhter Khanam, et al tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi peradangan gingiva lebih tinggi pada siswa siswi pedesaan sebesar 22,5% daripada daerah perkotaan sebesar 13,9%. Untuk perbandingan kelas sosial, prevalensi peradangan gingiva lebih tinggi pada siswa - siswi dari kelas sosial yang lebih rendah daripada siswa - siswi dari kelas sosial yang lebih tinggi.9 Penelitian di Chiang Mai, Thailand oleh Noochpoung Rakchanok, Dejpitak Amporn, Yoshitoku Yoshida, MD. Harun-Or-Rashid dan Junichi Sakamoto tahun 2010 juga dilakukan pada wanita hamil dan tidak hamil.

Lebih dari 86,2% wanita hamil mengalami peradangan gingiva. Terdapat perbedaan di antara wanita hamil dan tidak hamil berdasarkan peradangan pada gingiva. Wanita hamil 2,2 kali lipat beresiko mengalami peradangan gingiva dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.10 Penelitian pada anjing beagle oleh S.A. Syed, M. Svanberg dan G. Svannberg tahun 1979 juga dilakukan untuk mengetahui adanya peradangan pada gingiva. Anjing beagle telah banyak digunakan pada penelitian klinis dan histopatologis penyakit periodontal. Pada penelitian tersebut, keparahan penyakit berhubungan dengan peningkatan jumlah plak yang terdapat pada permukaan gigi dan komposisi plak gigi terhadap perkembangan peradangan gingiva. Penelitian pada anjing beagle dapat membantu menentukan apakah plak gigi pada anjing beagle sama atau berbeda dengan plak gigi pada manusia. Pemeriksaan mikroba pada anjing beagle dapat dibiakkan untuk menentukan faktor penyebab yang berhubungan dengan peradangan gingiva dan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.11 Penyakit periodontal banyak diderita baik oleh anak anak maupun usia dewasa. Sebagian besar masalah kesehatan gigi dan mulut tidak sepenuhnya bergantung pada perilaku seseorang.12 Menurut Blum tahun 1974, status kesehatan seseorang termasuk kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, biologi, dan sosial, perilaku, dan

pelayanan kesehatan. Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi mulut.13 Perilaku masyarakat tentang pelihara diri terhadap kesehatan gigi, salah satunya diukur dengan variabel menyikat gigi. Walaupun 77,2% masyarakat telah menyikat gigi namun masyarakat yang menyikat gigi sesuai anjuran hanya 8,1 %. Ini terbukti pada masyarakat yang tidak merasakan sakit, dan tidak bertindak apa apa terhadap penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi, ketidaktahuan, biaya yang tinggi, perilaku dokter gigi yang pasif dan cenderung hanya memberikan pelayanan kuratif.13 Penyakit periodontal dapat mengenai anak- anak, remaja, maupun usia dewasa. Penelitian ini mengambil sampel pada pasien dengan peradangan gingiva usia 25 - 45 tahun. Pada penelitian ini penulis ingin melihat apakah ada hubungan antara perilaku pasien yang datang di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Dg. Sikati dengan kejadian gingivitis pada pasien usia 25 45 tahun. Adapun pemilihan tempat observasi penelitian yaitu di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Dg. Sikati Kandea bagian Periodontologi.

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Adakah hubungan antara perilaku dengan kejadian gingivitis pada pasien umur 25 - 45 tahun di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng Sikati Kandea.

1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku dengan kejadian gingivitis pada pasien usia 25 45 tahun di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Halimah Daeng Sikati - Kandea.

1.4 MANFAAT PENELITIAN Melalui penelitian ini diharapkan : Dapat menambah pengetahuan masyarakat bahwa perilaku yang mereka lakukan sehari-hari seperti makanan yang dikonsumsi setiap harinya, frekuensi pembersihan mulut pasien sehari - hari, teknik penyikatan gigi yang dilakukan, kontrol rutin ke dokter gigi yang mereka lakukan untuk merawat gigi mereka, tempat tinggal, dan bagaimana keadaan lingkungan disekitar tempat tinggal mereka sangat berpengaruh terhadap penyakit pada gigi dan mulut.

1.5 HIPOTESIS Ada hubungan antara perilaku dengan kejadian gingivitis pada pasien usia 25 45 tahun di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng Sikati Kandea.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GINGIVITIS

Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingival.1 Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadi kehilangan perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan perubahan bentuk gingiva. Peradangan gingiva tidak disertai rasa sakit. 14 Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak.14 Namun peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada permukaan gigi, dan peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Keadaan ini dapat disebabkan beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak

berhubungan dengan peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetik. Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada Hereditary gingival fibromatosis, dan beberapa kelainan mukokutaneus yang bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Contoh lesi adalah lichen planus, pemphigoid, pemphigus vulgaris dan erythema multiforme. Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara umum merupakan sample penting untuk memahami variasi dari reaksi jaringan yang terdapat pada periodontium.3 Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi. Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik. 15 Keparahan peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan plak, apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara.16

Pada gingiva yang mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang terkena radang adalah lebih besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini berarti terjadinya perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium. 17

2.2. MACAM - MACAM GINGIVITIS

2.2.1. Gingivitis marginalis kronis Merupakan suatu peradangan gingiva pada daerah margin yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan dan perubahan bentuk warna, ukuran gingiva.

konsistensi,

permukaan

Penyebab peradangan yang paling umum yaitu disebabkan oleh penimbunan bakteri plak.

Perubahan warna dan pembengkakan gingiva merupakan gambaran klinis terjadinya gingivitis marginalis kronis. 2.2.2. Eruption gingivitis Merupakan peradangan yang terjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut,

sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Eruption gingivitis

berkaitan dengan akumulasi plak. 2.2.3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial) Pada pinggiran margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi edema sampai dengan abses. 2.2.4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi Peradangan disertai dengan perubahan

warna gingiva menjadi merah kebiruan, pembesaran gingiva, ulserasi, dan bentuk poket dalam yang menyebabkan terjadinya pus, meningkat pada anakanak yang memiliki overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge to edge, dan protrusif. 2.2.5. Gingivitis pada mucogingival problems Mucogingival problems merupakan salah satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gingiva di sekitar gigi antara margin gingiva dan mucogingival junction yang ditandai oleh mukosa alveolar yang tampak

10

tipis dan mudah pecah, susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis. 2.2.6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata Terjadi karena trauma sikat gigi, alat ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk. 2.2.7. Gingivitis karena alergi Mc Donald dan Avery, 2004 menyatakan bahwa adanya peradangan pada gingiva yang bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.5 2.2.8. Gingivitis Artefacta Peradangan karena perilaku yang sengaja melakukan cedera fisik dan menyakiti diri sendiri. Salah satu penyakit periodontal yang disebabkan oleh adanya cedera fisik pada jaringan gingiva disebut sebagai gingivitis artefakta yang memiliki varian mayor dan minor. Gingivitis artefakta minor merupakan bentuk yang kurang parah dan dipicu oleh iritasi karena kebiasaan menyikat gigi yang terlalu berlebihan. Kondisi ini juga dapat terjadi akibat menusuk

11

gingiva dengan menggunakan jari kuku atau benda asing lainnya. Gingivitis artefakta mayor merupakan

bentuk yang lebih parah, karena melibatkan jaringan periodontal. Perilaku ini berhubungan dengan gangguan emosional. Peradangan gingiva oleh karena perilaku mencederai diri sendiri terjadi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa dan prevalensinya perempuan.18 lebih banyak terjadi pada

2.3. PENYEBAB UTAMA GINGIVITIS

Penyakit periodontal didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. Sebagian besar penyakit periodontal disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Walaupun faktor-faktor lain dapat memengaruhi jaringan periodontal, penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkolonisasi di permukaan gigi.14 2.3.1. Acquired Pelicle Acquired Pelicle merupakan lapisan tipis, licin, tidak berwarna, translusen, aseluler, dan bebas bakteri. Lokasinya tersebar merata pada permukaan

12

gigi dan lebih banyak terdapat pada daerah yang berdekatan dengan gingiva. Jika diwarnai dengan larutan disclosing solution akan terlihat suatu permukaan yang tipis dan pucat bila dibandingkan dengan plak yang lebih kontras warnanya.12 2.3.2. Materi Alba Materi alba adalah suatu deposit lunak, berwarna kuning atau putih keabu-abuan yang melekat pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus, dan gingiva. Tidak mempunyai struktur yang spesifik serta mudah disingkirkan dengan semprotan air, akan tetapi untuk penyingkiran yang sempurna diperlukan pembersihan secara mekanis. Materi alba dapat menyebabkan iritasi lokal pada gingiva sehingga dapat merupakan penyebab umum terjadinya peradangan pada gingiva. Efek iritasi oleh materi alba ini disebabkan oleh bakteri serta produk produknya. Deposit ini perlekatannya kurang erat jika dibandingkan dengan plak gigi. Deposit dapat terlihat jelas tanpa menggunakan larutan disklosing dan cenderung menumpuk pada

13

sepertiga gingival mahkota gigi dan pada gigi yang malposisi. Deposit ini dapat terbentuk pada permukaan gigi yang baru dibersihkan dalam beberapa jam dan pada waktu tidak digunakan untuk pengunyahan. 12 2.3.3. Food Debris Kebanyakan debris akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5 30 menit setelah makan, tetapi sebagian masih

tertinggal pada permukaan gigi dan membran mukosa. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan susunan gigi dan rahang akan memengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan. Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas ludah yang rendah. Walaupun debris makanan mengandung bakteri, tetapi berbeda dari plak dan materi alba, debris ini lebih mudah dibersihkan. 12 2.3.4. Plak gigi Plak gigi merupakan mikroorganisme pada permukaan gigi yang melekat pada matriks polimer saliva yang berasal dari bakteri. Plak gigi

14

mengalami perkembangan pada permukaan gigi dan membentuk bagian pertahanan pejamu di dalam rongga antibiotik mulut. yang Sebagai contoh, penggunaan luas secara tersebut,

berspektrum Pada

berkepanjangan.

kondisi

pertumbuhan mikroorganisme secara berlebihan khususnya jamur dan bakteri.2 Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun semprotan air dan hanya dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis. Jika jumlahnya sedikit plak tidak dapat terlihat, kecuali diberi dengan larutan disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmen pigmen yang berada dalam rongga mulut. Jika menumpuk, plak akan terlihat berwarna abu abu, abu abu kekuningan, dan kuning.12

Komposisi Mikroba Plak Gigi Pada Gingivitis Pada peradangan gingiva lapisan plak

memiliki ketebalan 400 m, bahkan lebih tebal. Peningkatan plak secara kuantitatif merupakan

15

peranan penting pada perkembangan peradangan gingiva.19 Peradangan gingiva berhubungan dengan akumulasi plak di sekitar margin gingiva. Kondisi ini menyebabkan perubahan komposisi plak dari mikroflora streptococci menjadi Actinomyces spp. Mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies selama perkembangan gingivitis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan mikroba Fusobacterium nucleatum, P. Intermedia, Capnocytophaga spp., Eubacterium spp., dan spirochete peradangan.19 2.3.5. Stain gigi Pewarnaan pada gigi terjadi melalui 3 cara : (1) stain melekat langsung pada permukaan gigi melalui Acquired Pelicle, (2) stain mengendap pada kalkulus dan deposit lunaak, dan (3) stain bersatu dengan struktur gigi dan bahan tambal. Stain yang melekat langsung pada permukaan gigi dan stain yang mengendap pada kalkulus dapat dihilangkan dengan cara di skeling dan dipoles. pada gingiva yang mengalami

16

Stain

gigi

yang

menebal

membuat

permukaan gigi kasar dan selanjutnya menyebabkan penumpukan plak sehingga mengiritasi gingiva di sekitarnya.12 2.3.6. Kalkulus Kalkulus merupakan massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi, serta objek lainnya di dalam mulut, seperti restorasi dan gigi geligi tiruan. Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu dan sering ditemukan pada gigi permanen anak usia muda. Meskipun demikian, pada anak usia 9 tahun, kalkulus sudah dapat ditemukan pada sebagian besar rongga mulut, dan pada hampir seluruh rongga mulut individu dewasa. Kalkulus supragingival dan dikelompokkan subgingival. menjadi Kalkulus

supragingival adalah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini berwarna putih kekuning-kuningan, konsistensinya keras

17

seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskannya dari permukaan gigi dengan skeler. Sedangkan kalkulus subgingival adalah

kalkulus yang berada dibawah batas gingiva margin, biasanya pada daerah gingiva dan tidak dapat terlihat pada waktu dan pemeriksaan. perluasannya Untuk harus

menentukan

lokasi

dilakukan probing, biasanya padat dan keras, berwarna cokelat tua atau hijau kehitam hitaman, konsistensinya seperti kepala korek api, dan melekat erat ke permukaan gigi. 12

Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor lokal Peradangan gingiva oleh karena faktor lokal adalah termasuk jenis anatomi dan perkembangan gigi, karies, faktor iatrogenik, gigi malposisi, bernapas melalui mulut, overhanging, gigitiruan sebagian, kurangnya attached gingiva, dan resesi. Peradangan yang tergolong kronis ataupun rekuren dipicu oleh trauma mekanis seperti dari penyikatan gigi, menusuk gigi dan menggigit makanan keras, seperti apel. Keparahan perdarahan bergantung pada intensitas peradangan. Dinding pembuluh darah berkontraksi, aliran darah berkurang, trombosit

18

darah melekat pada tepi jaringan, dan fibrous terbentuk mengalami kontraksi dan menyebabkan tepi gingiva mengalami peradangan. Perdarahan pada gingiva disebabkan oleh peradangan dan dapat terjadi secara spontan pada gingiva. Laserasi gingiva oleh karena bulu sikat gigi selama penyikatan gigi secara agresif dapat menyebabkan perdarahan gingiva bahkan pada kondisi tanpa adanya penyakit gingiva. Sensasi terbakar pada gingiva dari makanan panas atau kimia juga dapat meningkatkan perdarahan pada gingiva.4 Peradangan gingiva yang disebabkan oleh perubahan sistemik. Pada beberapa gangguan sistemik, perdarahan gingiva terjadi secara spontan setelah iritasi. Kondisi tersebut akibat perdarahan abnormal pada kulit, organ internal, dan jaringan lain, termasuk mukosa rongga mulut. Pengaruh terapi, kontrasepsi oral, kehamilan, dan siklus menstruasi juga dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi perdarahan pada gingiva. Beberapa medikasi juga telah ditemukan memiliki pengaruh negatif pada gingiva. Sebagai contoh, antikonvulsan, antihipertensi berupa calcium channel blocker, dan obat imunosupresan diketahui menyebabkan pembesaran gingiva yang dapat menyebabkan perdarahan gingiva sekunder.4

19

Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor hormon Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah respons terhadap produk-produk plak. Pada masa pubertas insidensi peradangan gingiva mencapai puncaknya dan perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah. Plak dapat menyebabkan peradangan yang hebat pada masa pubertas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa pubertas sudah lewat, peradangan cenderung reda dengan sendirinya tetapi tidak dapat hilang kecuali bila dilakukan pengkontrolan plak yang adekut.15 Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor nutrisi Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C. Kekurangan vitamin C mempengaruhi fungsi imun sehingga menurunkan kemampuan inang melindungi diri dari produk-produk seluler tubuh berupa radikal oksigen.15 Gingivitis yang disebabkan oleh faktor non-plak Penyakit Gingiva yang Berasal dari Bakteri Spesifik Peradangan gingiva dapat terjadi ketika faktor patogen yang berhubungan dengan non-plak melebihi peranan dari respon daya tahan

20

host. Lesi dapat disebabkan oleh bakteri dan mungkin tidak disertai oleh lesi ditempat lain pada tubuh. Contoh umum dari lesi tersebut yang berkaitan dengan infeksi melalui Neisseria gonorrhea, Treponema pallidum, Sttreptococci, Mycobacterium chelonae atau organisme lain. Manifestasi dari lesi gingiva nampak ulserasi berwarna merah terang yang edematous dan sangat sakit, asimptomatik atau mucous patches, atau gingivitis atypical non ulserasi, peradangan gingiva yang parah. Biopsy dilakukan melalui pemeriksaan mikrobiologi untuk menunjukkan riwayat lesi.20 Penyakit Gingiva yang Berasal dari Virus Infeksi Virus Herpes Infeksi virus dikenal sebagai penyebab peradangan gingiva yang utama adalah virus herpes : virus herpes simplex type 1 dan 2 serta virus varicella-zooster. Virus ini biasanya menyerang tubuh manusia sejak kanak-kanak dan dapat berkembang menjadi penyakit mukosa rongga mulut yang diikuti dengan periode laten dan kadang kadang terjadi reaktivasi. Virus herpes simplex type 1 (HSV-!) biasanya menyebabkan manifestasi rongga mulut, sementara virus herpes simplex type 2 (HSV-2) terutama melibatkan infeksi anogenital dan melibatkan infeksi oral.20 Gingivostomatitis Herpetika Primer Infeksi herpes simplex adalah infeksi virus yang paling umum. Herpes simplex adalah virus DNA dengan derajat infeksi rendah, dimana

21

setelah memasuki epitel mukosa oral, menembus ujung saraf dan dengan transportasi retrograde melalui reticulum endoplasmatik menuju ke ganglion trigeminal dimana virus tersebut dapat menetap selama bertahuntahun. Virus ini juga telah diisolasi pada lokasi diluar saraf seperti gingival. Virus herpes simplex dapat berperan pada erythema multiforme. Telah ditemukan virus herpes simplex pada gingivitis, acute necrotizing gingivitis, dan periodontitis.20 Herpes Zooster Virus varicella zoster menyebabkan varicella sebagai infeksi primer yang sembuh dengan sendirinya. Terutama terjadi pada anak- anak dan reaktivasi dari virus pada usia dewasa menyebabkan herpes zoster. Manifestasi keduanya dapat melibatkan gingiva. Chicken pox disertai dengan demam, malaise dan skin rash. Lesi intraoral adalah ulser kecil biasanya pada lidah, palatum dan gingiva. Virus tetap berada dalam ganglion akar dorsal dimana virus dapat direaktivasi bertahun-tahun setelah infeksi primer. Reaktivasi selanjutnya mengakibatkan herpes zoster, dengan lesi unilateral setelah saraf terinfeksi. Secara normal reaktivasi mempengaruhi ganglia thoracic pada orang tua atau pasien immunocompromised. Reaktivasi virus yang berasal dari ganglion trigeminal terjadi sekitar 20%. Jika percabangan kedua atau ketiga dari saraf trigeminal terlibat, peradangan kulit juga dapat muncul bersama

22

dengan peradangan intraoral, atau hanya terjadi peradangan intraoral, sebagai contohnya adalah peradangan yang timbul pada palatum gingiva.20 Penyakit Gingiva yang Berasal dari Jamur Infeksi jamur pada mukosa oral mencakup penyakit seperti infeksi aspergillosis, cryptococcosis, blastomycosis, candidosis, coccidioidomycocis, dan

histoplasmosis,

mucormycosis

paracoccidioidomycosis, tetapi beberapa infeksi sangat jarang dan tidak semua infeksi tersebut bermanifestasi sebagai peradangan gingiva.20 Candidosis Variasi spesies candida ditemukan berasal dari mulut manusia termasuk C. Albicans, C. Glabrata, C. Krusei, C. Tropicalis, C. Parapsilosis, dan C. Guillermondii. Jamur ini hidup normal dalam kavitas oral tetapi juga suatu patogen opportunistik. Prevalensi oral carriage dari C. Albicans pada orang dewasa sehat sekitar 3%-48%, variasi yang besar terjadi karena perbedaan pada sampel populasi dan prosedur yang digunakan. Proporsi C. Albicans pada populasi jamur dalam rongga mulut dapat mencapai sekitar 50-80%, dan sejauh ini infeksi jamur pada mukosa oral yang paling sering adalah candidosis yang disebabkan oleh organisme C. Albicans. Infeksi oleh C. Albicans biasanya terjadi sebagai konsekuensi dari berkurangnya sistem pertahanan tubuh termasuk immunodefisiensi, berkurangnya sekresi saliva merokok dan perawatan dengan

23

kortikosteroid. Gangguan flora mikroba oral, seperti setelah terapi dengan antibiotik berspektrum luas, yang dapat menyebabkan oral candidosis.20 Linear Gingival Erythema Linear Gingival Erythema (LGE) dianggap suatu manifestasi gingival dari immunosupression yang ditandai dengan linear

erythematousband yang terdapat pada free gingiva. LGE ditandai oleh ketidakseimbangan intensitas peradangan terhadap jumlah plak yang ada. Tidak ditemukan adanya poket atau hilangnya attachment. Karakteristik dari tipe peradangan ini adalah peradangan tidak merespon secara baik pada peningkatan oral higiene atau skeling. Perluasan gingival banding yang diukur berdasarkan jumlah daerah yang terlibat yang telah terbukti bergantung pada penggunaan tembakau. Sementara 15% dari daerah yang terlibat mengalami perdarahan saat probing dan 11% nampak perdarahan spontan, tanda khas dari LGE dianggap sebagai berkurangnya perdarahan saat probing.20 Penyakit Gingiva yang Berasal dari Faktor Genetik Hereditary Gingival Fibromatosis Hyperplasia gingiva (sinonim dengan gingival overgrowth, gingival fibromatosis), dapat terjadi sebagai efek dari pengobatan sistemik seperti phenytoin, sodium valproate, cyclosporine dan dihydropyridines.

Peradangan tergantung pada perluasan plak. Hyperplasia gingiva dapat berasal dari faktor genetik. Peradangan tersebut dikenal sebagai hereditary

24

gingival fibromatosis (HGF) adalah suatu keadaan yang tidak biasa yang ditandai oleh diffuse gingival enlargement, kadang- kadang menutupi sebagian besar permukaan, atau seluruh gigi. Peradangan timbul tanpa tergantung dari pengangkatan plak secara efektif.20

2.4. GAMBARAN KLINIS GINGIVITIS

Secara umum, gambaran klinis gingivitis adalah adanya tanda klinis berikut: kemerahan, perdarahan akibat stimulasi, perubahan kontur, adanya plak atau kalkulus dan secara radiografi tidak ditemukan kehilangan tulang alveolar. Pemeriksaan histologi jaringan gingiva yang mengalami peradangan menunjukkan ulserasi epitel. Keberadaan radang memberikan pengaruh negatif terhadap fungsi epitel sebagai pelindung. Perbaikan ulserasi epitelium ini bergantung pada aktivitas proliferative atau regenerative sel epitel.4 Gejala klinis gingivitis yang parah adalah termasuk eritema, edema, dan pembesaran hiperplastik. Daerah anterior menunjukkan kondisi yang lebih parah dengan adanya gigi yang berjejal ringan, dan bernapas melalui mulut. Pada saat probing tidak terdapat kehilangan perlekatan, dan poket tidak terdapat di daerah cementoenamel junction.4

25

2.5. KARAKTERISTIK GINGIVITIS

2.5.1. Perubahan Warna Gingiva Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi, dan pigmen di dalam epitel. Perubahan warna merupakan tanda klinis dari penyakit pada gingiva. Warna gingiva normal adalah merah muda coral dan dihasilkan oleh vaskularitas jaringan dan lapisan epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau menghilang. Warna menjadi pucat ketika keratinisasi mengalami reduksi. Peradangan kronis menyebabkan warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi. Vena akan memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan kontribusi terjadi pada pada proses papilla

peradangan.

Perubahan

interdental dan margin gingiva, dan menyebar pada attached gingiva.4

26

2.5.2. Perubahan Konsistensi Baik kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Seperti yang dinyatakan bahwa pada gingivitis kronis, perubahan destruktif atau edema dan reparative atau fibrous terjadi secara bersamaan, dan konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.4 2.5.3. Perubahan Klinis dan Histopatologis Pada peradangan gingiva, perubahan

histopatologi menyebabkan perdarahan gingiva akibat dilatasi, pembengkakan kapiler, dan

penipisan atau ulserasi epitel. Karena kapiler membengkak dan menjadi lebih dekat ke

permukaan, menipis, epitelium kurang protektif, dan stimuli yang secara normal tidak melukai dapat menyebabkan rupture pada kapiler dan perdarahan gingiva.4

27

2.5.3.1. Perubahan Klinis dan Histopatologis Konsistensi Gingiva Perubahan Klinis Gingivitis Kronis 1. Pembengkakan lunak yang dapat membentuk lubang sewaktu ditekan. 2. Gingiva lunak pada saat probing dan area permukaan pinpoint tampak kemerahan. 1. Infiltrasi cairan dan eksudat pada peradangan. Gambaran Mikroskopis

2. Degenerasi jaringan konektif dan epitel yang memicu peradangan dan; Perubahan pada jaringan konektif - epitel dengan jaringan konektif yang mengalami pembengkakan dan peradangan, meluas sampai ke permukaan jaringan epitel, penebalan epitel, edema dan invasi leukosit, dipisahkan oleh daerah yang mengalami elongasi terhadap jaringan konektif.

3. Konsistensi kaku dan kasar

3.

Fibrosis dan proliferasi epitel akibat peradangan kronis yang berkepanjangan.

28

Perubahan Klinis Gingivitis Akut 1. Pembengkakan gingiva yang lunak. dan

Gambaran Mikroskopis

1. Edema yang berasal peradangan akut.

dari

2. Debris berwarna keabuabuan.

2. Nekrosis dengan pembentukan membran yang terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear, dan degenerasi epitel fibrous. 3. Edema interseluler dan intraseluler dengan degenerasi nukleus dan sitoplasma, dan rupture dinding sel.

3. Pembentukan vesikel.

2.5.4. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva Permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai stippling. Stippling terbatas pada attached gingiva dan secara dominan terdapat pada daerah subpapila, tetapi meluas sampai ke papilla interdental. Secara biologis stippling pada gingiva tidak diketahui, beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kehilangan stippling merupakan tanda awal dari terjadinya gingivitis. Pada peradangan kronis, permukaan gingiva halus

29

dan

mengkilap

atau

kaku, atau

tergantung fibrotik.

pada

perubahan

eksudatif

Tekstur

permukaan yang halus juga dihasilkan oleh atropi epitel pada gingivitis, dan permukaan yang rupture terjadi pada gingivitis kronis. Hiperkeratosis dengan tekstur kasar, dan pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.4 2.5.5. Perubahan Posisi Gingiva Salah satu gambaran pada penyakit gingiva adalah adanya lesi pada gingiva. Lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik atau termal

merupakan lesi yang paling umum pada rongga mulut. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol, dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk bibir, rongga mulut, dan tindik pada lidah yang dapat

menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas. Pada kasus akut, epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi, dan eritema merupakan

30

gambaran umum. Sedangkan pada kasus kronis, terjadi dalam bentuk resesi gingiva.4 2.5.6. Perubahan Kontur gingiva Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan pembesaran gingiva, tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain. Ketika resesi ke apikal, celah menjadi lebih lebar, dan meluas ke permukaan akar. Ketika lesi mencapai mucogingival junction, mukosa rongga mulut mengalami peradangan karena kesulitan untuk mempertahankan kontrol plak yang adekuat pada daerah ini. Istilah McCall festoon telah digunakan untuk menggambarkan penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus ketika resesi telah mencapai mucogingival junction.4

2.6. MEKANISME TERJADINYA GINGIVITIS

Patogenesis gingivitis terdapat empat tipe lesi yang berbeda. Keempatnya adalah lesi awal, lesi dini, lesi mapan, dan lesi lanjut. Lesi dini dan mapan dapat tetap stabil untuk waktu yang lama. Selain itu, dapat terjadi pemulihan secara spontan atau disebabkan oleh karena perawatan.21

31

2.6.1. Lesi inisial atau lesi awal Pada tahap ini plak mulai berakumulasi ketika kebersihan rongga mulut tidak terjaga. Untuk beberapa hari pertama, plak ini terdiri dari bakteri cocci dan batang gram positif, lalu hari berikutnya organisme filamen, dan terakhir Spirochetes atau bakteri gram negatif. Dalam beberapa hari,

gingivitis ringan mulai terjadi pada tahap ini.19 2.6.2. Lesi dini atau early lesion Pada tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema. Eritema terjadi karena proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler. Epitel sulkus menipis atau terbentuk ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi perdarahan pada probing.

Ditemukan 70% jaringan kolagen sudah rusak terutama di sekitar sel sel infiltrat. Neutrofil keluar dari pembuluh darah sebagai respons terhadap stimulus kemotaktik dari komponen plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus. Dalam tahap ini fibroblast jelas

32

terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.22 2.6.3. Lesi mapan atau established lesion Pada tahap ini disebut sebagai gingivitis kronis karena seluruh pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau rusak sehingga aliran darah menjadi lambat. Terlihat perubahan warna kebiruan pada gingiva. Sel sel darah merah keluar ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga hemoglobin menyebabkan warna daerah peradangan menjadi gelap. Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga berat. Aktivitas kolagenolitik sangat

meningkat karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah bakteri oral maupun neutrofil. 22 2.6.4. Lesi lanjut atau lesi advanced Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar

menunjukkan karakteristik tahap keempat yang disebut sebagai lesi advanced atau fase kerusakan periodontal. Secara mikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan kerusakan jaringan akibat

33

peradangan dan imunopatologis. Secara umum pada tahap advanced, sel plasma berlanjut pada jaringan konektif, dan neutrofil pada epitel junctional dan gingiva. Dan pada tahap ini gingivitis akan berlanjut pada pada individu yang rentan.4

2.7. BAKTERI YANG BERPERAN PADA GINGIVITIS

Mayoritas

penyakit

periodontal

disebabkan

oleh

mikroorganisme yang berada pada atau dibawah margin gingiva. 4 Pada gingiva sehat bakteri terdiri atas gram positif. Terbanyak adalah dari Actinomyces dan Streptococcus.15 Jika keseimbangan bakteri normal terganggu, akan terjadi pergeseran komposisi plak sehingga jumlah bakteri anaerob gram negatif meningkat. Pada gingivitis tidak terjadi kerusakan pada perlekatan jaringan, namun secara histologis sudah terjadi kehilangan kolagen pada jaringan ikat. Pada keadaan seperti ini bakteri Prevotella intermedia (Pi) dan Prevotella nigrescens subgingival meningkat. Hal ini jelas pada keadaan pregnan karena estrogen dan progesteron yang banyak dalam jaringan ikat gingiva digunakan oleh Pi untuk tumbuh sebagai pengganti vitamin K yang merupakan faktor penumbuh penting bagi bakteri.15

34

2.8. MEKANISME AKSI BAKTERI PADA GINGIVITIS

Invasi Terjadinya gingivitis tidak selalu didahului oleh invasi bakteri. Syarat utama adalah adanya bakteri patogen spesifik yang melekat ke permukaan gigi disekitar gingiva. Tidak ada organisme spesifik atau kelompok organisme tertentu yang secara positif atau khusus diidentifikasi sebagai penyebab kerusakan jaringan periodontal, tetapi ada beberapa mikroorganisme yang ditemukan pada kondisi penyakit periodontal tertentu. Telah dibuktikan bahwa pada keadaan ini terjadi invasi bakteri ke jaringan ikat.

Agen sitotoksik Endotoksin yaitu substansi lipopolisakarida yang terdapat dalam dinding sel bakteri gram negatif, yang dapat menjadi penyebab langsung nekrosis jaringan, selain sebagai pencetus terjadinya proses peradangan dengan memicu respons imunologik. Pada penelitian kultur jaringan, endotoksin yang terdapat pada mikroorganisme tertentu di dalam mulut merangsang terjadinya resorpsi tulang.

Enzim Enzim kolagenase menguraikan fibril dan serabut kolagen, elemen utama pembentuk gingiva dan ligamen periodonsium. Leukosit

memproduksi kolagenase dan terdapat dalam jumlah besar pada peradangan gingiva tahap awal.

35

Mekanisme imunopatologi Penelitian membuktikan bahwa sejumlah antigen plak menginduksi peradangan dengan merangsang respons imunologik pada binatang percobaan. Baik respons imun humoral maupun selular dapat ditemukan pada penderita periodontitis.

Aksi gabungan Terdapat lebih dari satu mekanisme yang terlibat dalam inisiasi dan perkembangan penyakit periodontal. Sebagai contoh, bahwa enzim dan substansi sitotoksik bakteri menimbulkan efek langsung terhadap jaringan sulkular dan subsulkular dengan cara mencetuskan respons imunopatologi secara tidak langsung.14

2.9. PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GINGIVITIS

Merokok Plak gigi sebagai pemicu terjadinya gingivitis merupakan kondisi yang terjadi pada anak- anak dan orang dewasa. Menurut penelitian muller dkk tahun 2002 setelah diamati selama enam bulan pada kelompok perokok ditemukan lebih banyak plak supragingiva dibandingkan yang bukan perokok. Sedangkan menurut penelitian dari calsina dkk tahun 2002 resesi gingiva yang lebih parah terjadi pada kelompok perokok dibandingkan kelompok yang berhenti merokok dan bukan perokok,

36

bahkan pada perokok berat terdapat peningkatan terjadinya resesi gingiva sebanyak 2,3%. Resesi pada perokok disebabkan karena adanya vasokonstriksi dan berkurangnya respon peradangan yang disebabkan oleh nikotin dari rokok yang masuk ke dalam aliran darah. Hal ini juga menyebabkan pada kelompok perokok ditemukan perdarahan pada saat probing dibandingkan kelompok yang bukan perokok atau yang berhenti merokok.23 Waktu penyikatan gigi Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prijantojo tahun 1996 menyatakan bahwa indeks rata rata kalkulus dari kelompok yang menyikat gigi 3x sehari tampak lebih baik dibandingkan kelompok yang menyikat gigi 2x sehari. Namun, indeks perdarahan gingiva rata rata pada kelompok yang menyikat gigi 3x sehari lebih besar dibanding dengan indeks perdarahan rata rata dari kelompok yang menyikat gigi 2x sehari pada semua permukaan dari gigi. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara akumulasi plak dan peradangan gingiva.24 Jenis sikat gigi yang digunakan Sikat gigi merupakan salah satu fisioterapi oral yang digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut. Dapat ditemukan beberapa macam jenis sikat gigi, baik manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk. Bulu sikat terbuat dari berbagai macam bahan, tekstur, panjang, dan kepadatan. Walaupun banyak jenis sikat gigi tetapi harus diperhatikan

37

keefektifan sikat gigi untuk membersihkan gigi dan mulut seperti kenyamanan bagi setiap individu meliputi ukuran, tekstur, dan bulu sikat, mudah digunakan, mudah dibersihkan dan cepat kering sehingga tidak lembab, awet dan tidak mahal, bulu sikat lembut tetapi cukup kuat dan tangkainya ringan, dan ujung bulu sikat membulat.12

Frekuensi penyikatan gigi Frekuensi efektifitas pembersihan gigi banyak plak dan dihubungkan kesehatan dengan gingiva.

terjadinya

pembentukan

Pembentukan plak lebih banyak terjadi pada kelompok yang jarang melakukan pembersihan gigi daripada kelompok yang sering melakukan pembersihan gigi. Demikian juga pembentukan kalkulus lebih rendah pada kelompok yang sering melakukan pembersihan gigi.24 Teknik menyikat gigi Teknik menyikat gigi adalah cara yang paling umum dianjurkan untuk membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan dan gingiva dan merupakan tindakan preventif dalam keberhasilan dan kesehatan rongga mulut yang optimal. Oleh karena itu, teknik menyikat gigi harus dilaksanakan secara aktif dan teratur.12 Kebanyakan teknik menyikat gigi telah ditetapkan sebagai metode yang efisien dan efektif untuk membersihkan gigi. Teknik menggosok menjadi metode paling mudah dan paling sering dalam menyikat gigi. Pasien dengan penyakit periodontal diajarkan untuk menggunakan teknik

38

penyikatan sirkular dengan menggunakan meningkatkan akses pada daerah gingiva.

gerakan vibrasi

untuk

Metode yang dianjurkan adalah Teknik Bass karena teknik ini menekankan penempatan bulu sikat secara sulkular. Ujung bulu sikat pada margin gingiva untuk mencapai plak supragingiva dengan menggunakan gerakan yang terkontrol untuk mencegah trauma.4 Kebiasaan menusuk gigi Kebiasaan menusuk gigi untuk membersihkan gigi dapat mengakibatkan terjadinya keradangan gingiva. Dari peradangan inilah yang akan menyebabkan terjadinya gingivitis.24 Obat-obatan atau medikasi Beberapa medikasi dapat berpengaruh buruk terhadap gingiva. Sebagai contoh, obat-obatan antikonvulsan seperti fenitoin, antihipertensi , dan obat imunosupresan seperti siklosporin yang menyebabkan

pembesaran gingiva sehingga berakibat gingiva mudah berdarah. Dikatakan bahwa gingivitis terjadi sebagai respons terhadap akumulasi plak yang tidak terkontrol.5

2.10.

AKIBAT YANG DITIMBULKAN OLEH GINGIVITIS

Peradangan gingiva kronis dapat menyebabkan pembesaran gingiva. Pertumbuhan gingiva bertambah parah pada pasien dengan faktor genetik atau faktor sistemik yang berhubungan

39

dengan obat, sebagai contoh; obat anti-konvulsan, dan siklosporin. Pada individu yang mengkonsumsi fenitoin, pertumbuhan gingiva secara berlebih dapat dihilangkan dengan kebersihan rongga mulut individu secara tepat. Pertumbuhan gingiva berlebih terkadang tidak dapat mengembalikan jaringan periodonsium kembali menjadi normal. Pertumbuhan gingiva yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk

membersihkan gigi secara adekuat, dan menyebabkan terjadinya masalah estetik dan fungsional. Pada pasien dengan pertumbuhan gingiva berlebihan, pembedahan untuk rekonturisasi dapat dilakukan untuk

mempertahankan lingkungan pada rongga mulut. Penanganan postoperatif setelah reseksi jaringan penting untuk dilakukan. Rekurensi terjadi pada kebanyakan pasien dengan

pertumbuhan gingiva berlebihan akibat obat. Pada pasien tersebut, konsultasi dengan dokter umum dapat disarankan untuk

menentukan apakah memungkinkan untuk menggunakan terapi obat alternatif yang tidak menyebabkan pertumbuhan gingiva secara berlebihan. Jika tidak, pembedahan atau non-bedah dibutuhkan.25

40

2.11.

PERAWATAN PADA GINGIVITIS

Peradangan baik ringan maupun berat merupakan sumber infeksi penyakit penyakit pada tubuh. Sebagaimana umumnya dalam bidang kedokteran gigi, perawatan untuk peradangan gingiva harus menekankan penjagaan oral higiene. Pembuangan plak dan semua faktor retensinya harus diutamakan dan dituntaskan segera.15 Berikut perawatan yang dapat dilakukan pada peradangan gingiva yaitu : 1. Skeling dan Root Planing Skeling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan gigi, baik supragingiva maupun subgingiva. Sedangkan root planing adalah proses membuang sisa sisa kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik pada sementum untuk

menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dan keras. Tujuan utama skeling dan root planing adalah untuk mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang semua elemen yang menyebabkan radang gusi baik plak maupun kalkulus dari permukaan gigi.12 Prosedur skeling dan root planing perlu dilakukan dan banyak menggunakan waktu. Penelitian

41

menunjukkan

pada

kondisi

yang

klinis

terjadi

peningkatan secara umum setelah root planing. Namun demikian, terdapat beberapa daerah yang tidak

memberikan respon terhadap terapi ini. Faktor berikut dapat membatasi keberhasilan perawatan root planing yaitu : anatomi akar gigi, furkasi, dan kedalaman probing.25 Beberapa minggu setelah root planing, evaluasi ulang harus dilakukan untuk melihat respon perawatan.25 Instrumen skeling, root planning, dan kuretase digunakan untuk pembersihan plak dan deposit yang terkalsifikasi pada mahkota dan akar gigi, dan pembersihan jaringan lunak yang membentuk poket. Instrument skeling dan kuretase diklasifikasikan

sebagai berikut: a. Skeler sickle merupakan instrumen berat yang digunakan untuk membersihkan

kalkulus supragingiva. b. Kuret merupakan instrumen yang digunakan untuk skeling subgingiva, root planning, dan pengangkatan jaringan lunak yang

membentuk poket.

42

c. Skeler hoe, chisel, dan file digunakan untuk membersihkan kalkulus subgingiva yang keras, dan sementum yang mengalami perubahan. Instrumen ultrasonik dan sonik digunakan untuk skeling dan pembersihan permukaan gigi, dan kuretase dinding

jaringan lunak pada poket periodontal.4 2. Penyikatan gigi Dalam suatu penelitian mengenai kebiasaan

menyikat gigi di Amerika menunjukkan hanya 60% masyarakat melakukannya dengan ketat. Hasil ini menunjukkan pentingnya motivasi dan penyuluhan tentang penjagaan kebersihan mulut. Selain itu

kesempurnaan hasil penyikatan lebih penting daripada teknik penyikatannya.22 3. Flossing Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa hanya 25% masyarakat terbiasa melakukannya.

Flossing bermanfaat untuk membuang plak dari daerah proksimal yang tidak dapat dicapai oleh penyikatan gigi. Telah terbukti bahwa flossing daerah proksimal

43

dapat

mengurangi

terjadinya

peradangan

dan

perdarahan gingiva pada orang dewasa.22 Flossing sebagai alat yang berguna untuk

menentukan status peradangan gingiva interproksimal pada anak, khususnya pada kondisi kesehatan gingiva.26 4. Berkumur dengan obat Berbagai obat kumur hanya sedikit yang berisi bahan kimia yang mampu mematikan bakteri plak, sehingga hanya obat kumur tertentu yang mendapatkan pengakuan dari American Dental Assosiation.

Keunggulan obat kumur adalah dapat menyerap ke daerah subgingiva walaupun hanya beberapa milimeter saja. Jadi obat kumur tetap paling efektif terhadap plak supragingiva.22 5. Irigasi gingiva Air yang digunakan sebagai irigator selain berhasil membuang partikel makanan, juga dapat membuang produk bakteri sehingga lebih efektif daripada

berkumur. Irigasi ini bermanfaat karena dapat dilakukan ke dalam sulkus maupun poket sehingga ditemukan jumlah spesies Actinomyces maupun Bacteroides dapat berkurang.22

44

Selain

itu

Peradangan

gingiva

juga

dapat

dihilangkan dengan penggunaan irigasi subgingiva tunggal selama empat minggu berupa klorheksidin atau larutan saline.27 6. Pengurutan gingiva Mengurut gingiva dengan sikat gigi menyebabkan penebalan epitel, peningkatan keratinisasi dan aktivitas mitotik dalam epitel dan jaringan ikat, serta

terbuangnya plak. Semua keadaan ini meningkatkan kesehatan gingiva sehingga dapat dianjurkan untuk melakukan terapi pada gingiva yang mudah berdarah.22

2.12.

INDEKS YANG DIGUNAKAN PADA GINGIVITIS

Banyak index yang dapat digunakan untuk menilai gingivitis oleh King tahun 1945, master dan Schour tahun 1949, dan Muhlemen dan Mazor tahun 1958. Yang termasuk index yang dapat digunakan : Sulcus bleeding index oleh Muhlemen & Son tahun 1971 SBI merupakan perdarahan pada sulkus setelah probing seperti terjadi eritema, pembengkakan dan edema. Hal ini umumnya menunjukkan secara terpisah antara papilla (P) dan

45

gingival margin (M). SBI telah digunakan pada berbagai studi tetapi berlaku juga untuk pasien dalam praktik.19 Gingival index oleh Loe dan Silness tahun 1963 Indeks gingiva oleh Loe H dan Silness J tahun 1963 digunakan untuk memeriksa keparahan gingivitis pada gigi indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44. Jaringan sekitar tiap gigi dibagi ke dalam empat unit penilaian gingiva, papilla distal-fasial, margin fasial, papilla mesial-fasial, dan margin gingiva lingual keseluruhan. Probe poket periodontal dapat digunakan untuk memeriksa perdarahan pada jaringan.28 Gingival indeks adalah indeks kesehatan gigi. Indeks gingival diusulkan pada tahun 1963 sebagai metode untuk menilai keparahan dan kuantitas peradangan gingiva pada pasien. Hanya gingiva yang dapat dinilai dengan Gingival Indeks. Menurut metode ini, bagian dari facial, mesial, distal dan lingual dinilai untuk peradangan dan diberi skor 0 sampai 3. Untuk menilai tingkat keparahan peradangan gingiva dapat dilakukan dengan menjalankan probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingival.4 Keparahan kondisi ini dinyatakan dalam skala 0 sampai 3 : 0. Gingiva normal; tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna, dan tidak ada perdarahan.

46

1. Inflamasi ringan; sedikit perubahan warna, sedikit edema. Tidak ada perdarahan waktu penyondean. 2. Inflamasi sedang; kemerahan, edema, dan mengkilat. Perdarahan pada waktu penyondean. 3. Inflamasi parah; kemerahan yang nyata dan edema, ulserasi. Kecenderungan perdarahan spontan.12 Penilaian total skor untuk Gingival Indeks sebagai berikut : 28 1. Gingivitis ringan = 0,1 1,0 2. Gingivitis moderat = 1,1 2,0 3. Gingivitis parah = 2,1 -3,0 Papilla Bleeding Index oleh Muhlemann tahun 1975. PBI merupakan indikator peradangan gingiva pada pasien dan telah terbukti berguna untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan selama terapi periodontal. PBI juga dapat berfungsi sangat baik untuk memotivasi pasien terhadap OH yang baik. Perdarahan pada saat probing menunjukkan bahwa probe menembus poket dan mencapai vaskularisasi dibawah jaringan epitel.19

47

Papillary Bleeding Score (PBS) Penilaian ini dilakukan oleh Stim-U-dent Loesche tahun 1979. PBS dibagi berdasarkan Indeks Gingiva menurut Le dan Silness tahun 1963 menjadi : Kriterianya adalah : 0 = Gingiva sehat, tidak terjadi perdarahan pada interproksimal. 1 =Edema, gingiva memerah, tidak terjadi perdarahan pada bagian interproksimal. 2 = Perdarahan pada daerah interproksimal. 3 = Perdarahan sepanjang margin gingiva. 4 = Perdarahan berkelanjutan pada bagian interproksimal. 5 = Peradangan parah, kemerahan, edema, dan cenderung terjadi perdarahan yang spontan.29

48

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1. DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka, maka telah diidentifikasi beberapa variabel, baik independen (Perilaku) maupun dependen (Gingivitis). Landasan/ kerangka teori yang menjadi acuan utama dalam penulisan ini yang pada prinsipnya sebagai berikut : 1. Perilaku adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang dapat diamati, ataupun digambarkan oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. 2. Plak adalah mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. 3. Kalkulus adalah massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada permukaan gigi. Kalkulus adalah plak kalsifikasi. 4. Gingivitis adalah peradangan pada jaringan gingiva. Tanda-tanda klinis terdapat perubahan warna dan kontur gingiva, permukaan mengkilat, adanya pembengkakan, perdarahan spontan, dan tidak ada rasa sakit.

49

50

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN BERDASARKAN

a. Ruang lingkup penelitian : Klinis b. Waktu penelitian c. Substansi d. Analisis data e. Adanya perlakuan : Transversal (cross- sectional) : Dasar : Analitik : Observasional

4.2. RANCANGAN PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross- sectional, dimana penelitian dilaksanakan hanya satu kali kunjungan dan tidak berkelanjutan ( follow up).

4.3. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah Rumah Sakit Gigi dan Mulut Kandea Bagian Periodontologi.

51

4.4. WAKTU PENELITIAN

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai bulan Juli 2012.

4.5. POPULASI DAN SAMPEL

a. Populasi : Pasien gingivitis di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng Sikati Kandea-Makassar. b. Sampel : Pasien gingivitis usia 25 - 45 tahun yang berada di bagian periodontologi RSGM Halimah Dg. Sikati Kandea-Makassar.

4.6. METODE SAMPLING

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu dimana sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri.

4.7. JUMLAH SAMPEL Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 orang.

52

4.8. KRITERIA SAMPEL

a. Kriteria inklusi Setiap pasien gingivitis usia 25- 45 tahun di bagian Periodontologi RSGM Kandea yang terpilih dan bersedia diperiksa dan yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel. b. Kriteria eksklusi Setiap pasien gingivitis usia 25 - 45 tahun di bagian Periodontologi RSGM Kandea yang mengkonsumsi obat - obatan, dalam keadaan hamil, dan mempunyai oral higiene (OH) yang buruk.

4.9. VARIABEL

a. Variabel sebab/ independen : Perilaku pasien b. Variabel akibat/ dependen c. Variabel penghubung : Gingivitis : Proses akumulasi plak dan kalkulus

4.10.

DEFINISI OPERASIONAL

1. Perilaku adalah perbuatan/tindakan seseorang yang dapat diamati, ataupun digambarkan oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.

53

Perilaku disini yaitu Merokok , Waktu penyikatan gigi, Jenis sikat gigi yang digunakan, Frekuensi penyikatan gigi, Teknik menyikat gigi, Kebiasaan menusuk gigi, Obat-obatan / medikasi yang digunakan. 2. Gingivitis adalah salah satu tanda dari adanya inflamasi pada jaringan gingiva. Gingivitis disini ditandai dengan adanya perubahan warna dan kontur gingiva, permukaan mengkilat, adanya pembengkakan, perdarahan spontan, dan tidak ada rasa sakit. Pasien gingivitis yang diambil sebagai sampel disini adalah pasien gingivitis usia 25 - 45 tahun.

4.11.

ALAT DAN BAHAN

1. Diagnostik set ( pinset, mirror, ekskavator, dan sonde) 2. Handskun 3. Masker 4. Betadine 5. Gelas kumur 6. Air kumur 7. Alat tulis menulis 8. Tampon atau kapas

54

4.12.

KRITERIA PENELITIAN

Indeks Gingival pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat keparahan dan banyaknya peradangan gusi pada seseorang atau pada subjek di kelompok populasi yang besar. GI hanya menilai keradangan gusi. Menurut metode ini, keempat area gusi pada masing-masing gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual) dinilai tingkat peradangannya dan diberi skor dari 03.

Kriteria keparahan kondisi gingival dapat terlihat pada tabel berikut : Nilai atau skor indeks gingival
Skor 0 Keadaan Gingiva gingiva normal; tidak ada keradangan,tidak ada perubahan warna, dan tidak ada perdarahan peradangan ringan ; terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit edema, tetapi tidak ada perdarahan saat probing. peradangan sedang ; warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan pada saat probing. peradangan berat; warna merah terang atau merah menyala, adanya edema, ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan.

1 2 3

Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi pada bagian dalam saku gusi dengan probe periodontal. Skor keempat area selanjutnya dijumlahkan dan dibagi empat, dan merupakan skor gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan seluruh skor gigi dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa, akan didapat skor GI seseorang.

55

Kriteria Penilaian Indeks Gingival Kriteria Sehat Peradangan Ringan Peradangan Sedang Peradangan Berat Skor 0 0,1 1,0 1,1 2,0 2,1 3,0

Untuk memudahkan pengukuran, dapat dipakai enam gigi terpilih yang digunakan sebagai gigi indeks. Yaitu molar pertama kanan atas, insisivus pertama kiri atas, premolar pertama kiri atas, molar pertama kiri bawah, insisivus pertama kanan bawah, dan premolar pertama kanan bawah. Gigi gigi indeks tersebut dikenal dengan nama Ramfjord Teeth. Penilaian dan perhitungan skor Gingival Indeks (GI) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Total Skor Gingiva Indeks Gingival = Jumlah Indeks Gigi x Jumlah Permukaan yang diperiksa

4.13.

DATA

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer didapatkan langsung di klinik pada saat melakukan observasi terhadap penelitian tersebut, pendataan tersebut langsung di catat pada tiap sampel yang diperiksa.

56

4.14.

ANALISIS DATA

Data yang digunakan berbentuk frekuensi. Menggunakan uji chi-square yang merupakan uji beda yang dinyatakan dalam keterhubungan antar variabel.

4.15.

ALUR PENELITIAN

Penentuan lokasi penelitian

Pengambilan sampel

Analisis data

Hasil penelitian

a. Memilih bagian Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Kandea sebagai lokasi penelitian. b. Sampel adalah pasien bagian Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Kandea c. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada pasien untuk mengetahui perilaku pasien sehari- harinya.

57

d. Pemeriksaan status gigi-geligi dengan menggunakan metode dan kriteria indeks. e. Mencatat semua data dan pengolahan data dilakukan secara manual. f. Dari hasil pengolahan data didapatkan hasil penelitian kemudian, pembahasan dan penarikan kesimpulan.

58

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Dg. Sikati Kandea Makassar. Responden semuanya adalah pasien umur 25 45 tahun yang menderita gingivitis sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan melakukan pemeriksaan gigi geligi untuk mengetahui dan menilai keparahan dan kuantitas peradangan gingiva pada pasien.

Tabel 5.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki Laki Perempuan Jumlah n 13 17 30 % 43.3 56.7 100.0

Dari tabel di atas jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 responden. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 responden (43.3%) sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 17 responden (56.7%), dengan frekuensi tertinggi pada perempuan sebanyak 17 responden (56.7%) dan frekuensi terendah pada laki laki sebanyak 13 responden (43.3 %).

59

Tabel 5.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia Karakteristik Responden Kelompok Usia 25 27 tahun 28 30 tahun 31 33 tahun 34 36 tahun 37 39 tahun 40 42 tahun 43 45 tahun Jumlah n 9 9 4 1 1 3 3 30 % 30.0 30.0 13.7 3.3 3.3 10.0 10.0 100.0

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa umur responden mulai dari 25 sampai 45 tahun. Untuk kelompuk usia 25 27 tahun dan 28 30 tahun masingmasing sebanyak 9 responden (30.0%), usia 31 33 tahun sebanyak 4 responden (13.7%), usia 34 36 tahun dan 37 39 tahun masing-masing sebanyak 1 responden (3.3%) sedangkan kelompok umur 40 42 tahun dan 43 45 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (10.0%).

Tabel 5.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Karakteristik Responden Pekerjaan Asisten Dosen Buruh Harian Karyawan Mahasiswa Penjahit PNS Tukang Kayu Wiraswasta Tidak Bekerja Jumlah n 1 1 1 6 1 3 1 7 9 30 % 3.3 3.3 3.3 20.0 3.3 10.0 3.3 23.3 30.0 100.0
60

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa yang bekerja sebagai asisten dosen, buruh harian, karyawan, penjahit, dan tukang kayu masing-masing sebanyak 1 responden (3.3%), mahasiswa sebanyak 6 responden (20.0%), PNS sebanyak 3 responden (10.0%), Wiraswasta sebanyak 7 responden (23.3%) dan yang tidak bekerja sebanyak 9 responden (30.0%).

Tabel 5.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Variabel Perilaku Positif Negatif Jumlah n 19 11 30 % 63.3 36.7 100.0

Dari tabel diatas terdapat variabel yang menjadi fokus penelitian yaitu perilaku. Pada tabel di atas terdapat variabel perilaku yang terdiri dari dua kategori yaitu sikap positif sebanyak 19 responden (63.3%) dan sikap negatif sebanyak 11 responden (36.7%).

Tabel 5.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Skor Gingival Indeks Variabel Gingival Indeks Peradangan Ringan Peradangan Sedang Jumlah n 15 15 30 % 50.0 50.0 100

61

Pada tabel diatas untuk skor Gingival Indeks terdiri dari dua kategori yaitu peradangan ringan sebanyak 15 responden (50.0%) dan peradangan sedang sebanyak 15 responden (50.0%).

Tabel 5.1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pada Kuesioner No. 1 Pertanyaan Pertanyaan I 1 2 3 Pertanyaan II 1 2 3 4 Pertanyaan III 1 2 Pertanyaan IV 1 2 Pertanyaan V 1 2 Pertanyaan VI 1 2 3 4 Pertanyaan VII 1 2 Pertanyaan VIII 1 2 Pertanyaan IX 1 N %

1 22 7 1 0 6 23 6 24 1 5 16 14 21 7 0 2 3 27 30 0 19

3.3 73.4 23.3 3.3 0.0 20.0 76.7 20.0 80.0 16.7 83.3 53.3 46.7 70.0 23.3 0.0 6.7 10.0 90.0 100.0 0.0 63.3

62

11

36.7

10

11

12

13

14

15

Pertanyaan X 1 2 Pertanyaan XI 1 2 Pertanyaan XII 1 2 Pertanyaan XIII 1 2 3 Pertanyaan XIV 1 2 Pertanyaan XV 1 2 Jumlah

26 4 22 8 29 1 29 0 1 1 29 18 12 30

86.7 13.3 73.3 26.7 96.7 3.3 96.7 0.0 3.3 3.3 96.7 40.0 60.0 100.0

Pada tabel di atas menunjukkan distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada pertanyaan I, yang menjawab 1 sebanyak 1 responden (3.3%), yang menjawab 2 sebanyak 22 responden (73.4%), dan yang menjawab pilihan jawaban 3 sebanyak 7 responden (23.3%). Pada pertanyaan II, yang menjawab 1 sebanyak 1 responden (3.3%), tidak ada yang memilih jawaban 2, yang menjawab 3 sebanyak 6 responden (20.0%), dan yang menjawab pilihan jawaban 4 sebanyak 23 responden (76.7%). Pada pertanyaan III, yang menjawab 1 sebanyak 6 responden (20.0%) dan yang menjawab 2 sebanyak 24 responden (80.0%).

63

Pada pertanyaan IV, yang menjawab 1 sebanyak 1 responden (16.7%) dan yang menjawab 2 sebanyak 5 responden (83.3%). Pada pertanyaan V, yang menjawab 1 sebanyak 16 responden (53.3%) dan yang menjawab 2 sebanyak 14 responden (46.7%). Pada pertanyaan VI, yang menjawab 1 sebanyak 21 responden (70.0%), yang menjawab 2 sebanyak 7 responden (23.3), tidak ada yang menjawab dengan pilihan jawaban 3, dan yang memilih jawaban 4 sebanyak 2 responden (6.7%). Pada pertanyaan VII, yang menjawab 1 sebanyak 3 responden (10.0%) dan yang menjawab 2 sebanyak 27 responden (90.0%). Pada pertanyaan VIII, yang menjawab 1 sebanyak 30 responden (100.0%) dan tidak ada yang memilih jawaban 2. Pada pertanyaan IX, yang menjawab 1 sebanyak 19 responden (63.3%) dan yang menjawab 2 sebanyak 11 responden (36.7%). Pada pertanyaan X, yang menjawab 1 sebanyak 26 responden (86.7%) dan yang menjawab 2 sebanyak 4 responden (13.3%). Pada pertanyaan XI, yang menjawab 1 sebanyak 22 responden (73.3%) dan yang menjawab 2 sebanyak 8 responden (26.7%). Pada pertanyaan XII, yang menjawab 1 sebanyak 29 responden (96.7%) dan yang menjawab 2 sebanyak 1 responden (3.3%). Pada pertanyaan XIII, yang menjawab 1 sebanyak 29 responden (96.7%), tidak ada yang menjawab pilihan jawaban 2, dan yang menjawab pilihan jawaban 3 sebanyak 1 responden (3.3%).

64

Pada pertanyaan XIV, yang menjawab 1 sebanyak 1 responden (3.3%) dan yang menjawab 2 sebanyak 29 responden (96.7%). Pada pertanyaan XV, yang menjawab 1 sebanyak 18 responden (40.0%), dan yang menjawab 2 sebanyak 12 responden (60.0%).

Tabel 5.1.7 Tabulasi Silang Antara Perilaku Dengan Skor Gingival Indeks Responden Gingival Indeks Peradangan Perilaku Ringan n Positif Negatif Jumlah 13 2 15 % 68.4 18.2 50.0 Sedang N 6 9 15 % 31.6 81.8 50.0 n 19 11 30 % 0.023 100.0 100.0 0.484 100.0 R Peradangan Jumlah P

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden sebanyak 30 responden (100.0). Perilaku positif sebanyak 19 responden dimana berdasarkan skor Gingival Indeks pada peradangan ringan sebanyak 13 responden (68.4%) dan skor Gingival Indeks pada peradangan sedang sebanyak 6 responden (31.6%). Perilaku negatif sebanyak 11 responden berdasarkan skor Gingival Indeks pada peradangan ringan sebanyak 2 responden (18.2%) dan skor Gingival Indeks pada peradangan sedang sebanyak 9 responden (81.8%).

65

Dari hasil uji statistik menunjukkan nilai p yang diperoleh sebesar 0.023 yang berarti ada hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks karena nilai p (0.023) < 0.05. Sedangkan uji kekuatan hubungan korelasi menunjukkan nilai 0.484 yang berarti bahwa kekuatan hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks adalah sedang dengan arah positif yang bermakna ketika perilaku positif maka skor Gingival Indeks ringan dan begitupun sebaliknya.

66

BAB VI PEMBAHASAN

Penyakit gigi dan mulut terutama penyakit periodontal, masih banyak diderita baik oleh anak anak maupun usia dewasa. Sebagian besar masalah kesehatan gigi dan mulut dapat dicegah. Kesehatan gigi dan mulut tidak sepenuhnya bergantung pada perilaku seseorang.16 Menurut Blum tahun 1974, status kesehatan seseorang termasuk kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, biologi, dan sosial, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi mulut.17 Perilaku masyarakat tentang pelihara diri terhadap kesehatan gigi, salah satunya diukur dengan variabel menyikat gigi. Walaupun 77,2% masyarakat telah menyikat gigi namun masyarakat yang menyikat gigi sesuai anjuran hanya 8,1 %. Ini terbukti pada masyarakat yang tidak merasakan sakit, dan tidak bertindak apa apa terhadap penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi, ketidaktahuan, biaya yang tinggi, perilaku dokter gigi yang pasif dan cenderung hanya memberikan pelayanan kuratif.17 Demikian pula 61,5 % penduduk indonesia yang tidak mengetahui cara menyikat gigi yang baik dan benar yaitu setelah sarapan pada pagi hari dan sebelum tidur pada malam hari, padahal plak hanya dapat dihilangkan dengan

67

perilaku menyikat gigi. Berdasarkan hasil Susenas 2003, menunjukkan bahwa 62,4% penduduk indonesia mengalami gangguan aktivitas selama 3,86 hari dalam satu tahun, akibat sakit gigi. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut, walaupun tidak menimbulkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja.17 Perilaku dapat mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku menyikat gigi yang baik tentu dapat mengendalikan salah satu faktor dalam proses terjadinya penyakit periodontal khususnya peradangan pada gingiva. Dalam penelitian ini, perilaku berhubungan dengan peradangan pada gingiva. Mengenai hasil yang bermakna ini menurut penulis pasien yang menjadi responden memiliki perilaku yang baik terhadap kesehatan giginya. Perilaku yang dimiliki sangat bernilai positif terhadap kesehatan giginya. Hasil penelitian pada tabel 1 sebanyak 30 responden yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 responden (43.3%) sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 17 responden (56.7%), dengan frekuensi tertinggi pada perempuan sebanyak 17 responden (56.7%) dan frekuensi terendah pada laki laki sebanyak 13 responden (43.3 %). Pada tabel 2 menunjukkan bahwa umur responden mulai dari 25 sampai 45 tahun. Untuk kelompuk usia 25 27 tahun dan 28 30 tahun masing-masing sebanyak 9 responden (30.0%), usia 31 33 tahun sebanyak 4 responden (13.7%), usia 34 36 tahun dan 37 39 tahun masing-masing sebanyak 1 responden

68

(3.3%) sedangkan kelompok umur 40 42 tahun dan 43 45 tahun masingmasing sebanyak 3 responden (10.0%). Untuk responden yang berumur 25 27 tahun sebanyak 9 responden. Dimana 9 responden tersebut sebanyak 5 responden menderita peradangan ringan dan sebanyak 4 responden menderita peradangan sedang. Untuk responden yang berumur 28 30 tahun sebanyak 9 responden. Dimana sebanyak 6 responden menderita peradangan ringan dan sebanyak 3 responden menderita peradangan sedang. Untuk responden yang berumur 31 33 tahun sebanyak 4 responden. Sebanyak 2 responden menderita peradangan ringan dan 2 responden menderita peradangan sedang. Untuk responden yang berumur 34 36 tahun sebanyak 1 responden dengan peradangan sedang. Untuk responden yang berumur 37 39 tahun sebanyak 1 responden dengan peradangan sedang. Untuk responden yang berumur 40 42 tahun sebanyak 3 responden. Sebanyak 1 responden menderita peradangan ringan dan sebanyak 2 responden menderita peradangan sedang. Dan untuk responden yang berumur 43 45 tahun sebanyak 3 responden. Sebanyak 1 responden menderita peradangan ringan dan sebanyak 2 responden menderita peradangan sedang. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa yang bekerja sebagai asisten dosen, buruh harian, karyawan, penjahit, dan tukang kayu masing-masing sebanyak 1 responden (3.3%), mahasiswa sebanyak 6 responden (20.0%), PNS sebanyak 3 responden (10.0%), Wiraswasta sebanyak 7 responden (23.3%) dan yang tidak bekerja sebanyak 9 responden (30.0%).

69

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa responden dengan perilaku positif sebanyak 19 responden (63.3%) dan responden dengan perilaku negatif sebanyak 11 responden (36.7%). Pada tabel 5 responden dengan peradangan ringan sebanyak 15 responden (50.0%) dan responden dengan peradangan sedang sebanyak 15 responden (50.0%). Pada tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah responden sebanyak 30 responden (100.0). Responden dengan perilaku positif sebanyak 19 responden dimana berdasarkan skor Gingival Indeks pada peradangan ringan sebanyak 13 responden (68.4%) dan skor Gingival Indeks pada peradangan sedang sebanyak 6 responden (31.6%). Sedangkan perilaku negatif sebanyak 11 responden berdasarkan skor Gingival Indeks pada peradangan ringan sebanyak 2 responden (18.2%) dan skor Gingival Indeks pada peradangan sedang sebanyak 9 responden (81.8%). Dari hasil penelitian terlihat bahwa masyarakat yang mempunyai perilaku positif mempunyai skor Gingival Indeks yang ringan, dan masyarakat yang mempunyai perilaku negatif mempunyai skor Gingival Indeks yang sedang. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik yang menunjukkan nilai p yang diperoleh sebesar 0.023 artinya bermakna, yang berarti ada hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks karena nilai p (0.023) < 0.05. Sedangkan uji kekuatan hubungan korelasi menunjukkan nilai 0.484 yang berarti bahwa kekuatan hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks adalah sedang

70

dengan arah positif yang bermakna ketika perilaku positif maka skor Gingival Indeks ringan dan begitupun sebaliknya ketika perilaku negatif maka skor Gingival Indeks sedang.

71

BAB VII PENUTUP

7.1 SIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan di Bagian Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG UNHAS , dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat hubungan antara perilaku dengan kejadian gingivitis. Mengenai hasil yang bermakna ini pasien yang menjadi responden memiliki perilaku yang baik terhadap kesehatan giginya. Perilaku yang dimiliki sangat bernilai positif terhadap kesehatan giginya. 2. Masyarakat yang mempunyai perilaku positif mempunyai skor Gingival Indeks yang ringan, dan masyarakat yang mempunyai perilaku negatif mempunyai skor Gingival Indeks yang sedang. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik yang menunjukkan nilai p yang diperoleh sebesar 0.023 artinya bermakna, yang berarti ada hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks karena nilai p (0.023) < 0.05. Sedangkan uji kekuatan hubungan korelasi menunjukkan nilai 0.484 yang berarti bahwa kekuatan hubungan antara perilaku dengan skor Gingival Indeks adalah sedang dengan arah positif yang bermakna ketika perilaku positif maka skor Gingival Indeks ringan dan begitupun sebaliknya ketika perilaku negatif maka skor Gingival Indeks sedang.

72

3. Perilaku masyarakat tentang pelihara diri terhadap kesehatan gigi, walaupun diukur dengan variabel menyikat gigi namun masyarakat yang menyikat gigi sesuai anjuran hanya 8,1 %. Ini terbukti pada masyarakat yang tidak merasakan sakit, dan tidak bertindak apa apa terhadap penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi, ketidaktahuan, biaya yang tinggi, perilaku dokter gigi yang pasif dan cenderung hanya memberikan pelayanan kuratif.17

7.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan perilaku dengan kejadian gingivitis dengan menambahkan sampel yang lebih banyak agar mendapat hasil yang lebih akurat. 2. Perlunya dilakukan penyuluhan yang lebih aktif mengenai status kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat terutama penyuluhan mengenai perilaku perilaku apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada gingiva.

73

Anda mungkin juga menyukai