Anda di halaman 1dari 4

Kami wasiatkan kepada kaum Muslimin, agar berpegang teguh dengan Islam.

Hendaklah senantiasa bertakwa kepada Allah k . Ketahuilah, takwa merupakan bekal dan wasilah terbaik untuk memenuhi panggilah Allah. Kaum Muslimin, rahimanillah wa iyyakum, Pada pagi ini, sudah semestinya kita bersyukur. Karena Allah l telah memberi hidayah dan kesempatan sehingga kita bisa melaksanakan ibadah mulia yang dipenuhi dengan syiar. Yaitu shalat Idul-Adha. Sebagaimana kita ketahui, setiap umat pasti memiliki hari perayaan. Di antara hari raya tersebut ini, ada yang bersumber dari akal pikiran manusia itu sendiri, dan bukan dari wahyu Allah. Begitu pula sebagian ada yang bersumber dari wahyu Allahk. Hari Raya Idul-Fithri dan Idul-Adha merupakan dua hari raya yang disyariatkan dalam Islam. Kedua hari raya ini dilaksanakan setelah pelaksanaan dua rukun Islam. Idul-Adha dilaksanakan setelah ibadah haji, sedangkan IdulFithri dilaksanakan setelah ibadah puasa Ramadhan. Pelaksanaan Idul-Adha ditetapkan pada setiap 10 Dzul-Hijjah. Yaitu setelah jamaah haji melaksanakan ibadah wukuf di Arafah, yang merupakan rukun haji paling besar. Pada hari Idul-Adha ini, Allah k telah mensyariatkan beberapa amal shalih yang bisa mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya. Meskipun sebagian dari amal-amal shalih ini tidak bisa dilaksanakan oleh sebagian kaum Muslimin karena terkait dengan waktu dan tempat yang khusus, namun masih ada amalan shalih lainnya yang bisa dikerjakan. Wukuf di Arafah hanya bisa dilaksanakan oleh kaum Muslimin yang sedang melaksanakan ibadah haji, dengan ketetapan waktu dan tempat yang khusus. Sedangkan bagi kaum Muslimin yang tidak melaksanakan haji, disyariatkan melakukan ibadah puasa, yaitu puasa Arafah. Barangsiapa Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M

melaksanakan ibadah puasa ini dengan ikhlash karena Allah k semata, maka dosanya selama satu tahun yang telah lewat dan tahun yang akan datang diampuni oleh Allah k . Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kita sebagai amal shalih. Kaum Muslimin, rahimanillah wa iyyakum, Hari raya dalam Islam memiliki peran sebagai syiar agama yang agung, memiliki makna yang tinggi, tujuan-tujuan luhur dan hikmah yang indah. Di antaranya, yaitu untuk mentauhidkan Allah k dengan berbagai bentuk ibadah, mengikhlaskan semua ibadah hanya untuk Allah k , tidak mempersekutukan Allah dengan siapapun atau dengan apapun. Tauhid merupakan dasar yang melandasi semua pelaksanaan syariat. Tauhid merupakan realisasi dari ikrar yang senantiasa kita baca dalam setiap rakaat shalat, yaitu:

Sesungguhnya hak Allah atas para hamba, yaitu mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua. Sedangkan hak para hamba atas Allah, yaitu Allah tidak menyiksa orang yang tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun juga. (HR Imam alBukhari dalam Kitbul-Jihd, no. 2756, juga Imam Muslim dalam Kitbul-Imn, no. 30). Jamaah Shalat Idhul-Adh-ha arsyadanillah wa iyykum jamian, Makna kedua yang terkandung dalam Id, yaitu sebagai perwujudan dari syahadat. Yakni persaksian bahwa Muhammad n adalah Rasulullah. Syahadat yang senantiasa diucapkan setiap shalat, seharusnya kita wujudkan dalam kehidupan nyata. Yaitu dengan menaati perintahperintah beliau n , dan menjauhi semua yang dilarangnya, mengimani semua berita-berita shahih yang datang dari beliau n , dan beribadah kepada Allah k sesuai dengan tuntunan beliau n . Demikianlah jalan hidayah, sebagaimana firman Allahk:

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan . (Qs al- Fatihah/01: 5). Seseorang yang mewujudkan tauhid dalam kehidupannya, ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, yang tidak memperdulikannya, maka seluruh amal perbuatannya akan sia-sia dan tidak bermanfaat. Sebanyak apapun amal kebaikan, bila tidak dilandasi dengan tauhid, maka amal itu akan hilang begitu saja. Jika kita merenungkan sejarah kehidupan manusia, maka akan kita dapati bahwa awal mula penyimpangan itu terjadi pada tauhid, kemudian baru yang lain. Maka hendaklah kita berpegang teguh dengan asas yang paling mendasar ini. Karena tauhid merupakan hak Allah atas para hamba. Hak Allah, berarti merupakan kewajiban hamba. Dijelaskan dalam hadits Rasulullah n dari Sahabat Muadz bin Jabal z , beliau n bersabda:

Katakanlah: Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Qs an-Nr/24:54). Kaum Muslimin rahimakumullah, Disamping dua makna di atas, masih banyak lagi makna lainnya dalam Id. Misalnya, Id dapat merekatkan persaudaraan, dan menguatkan rasa saling mencintai sesama muslim. Karena pada hari

Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M

itu, hati manusia menjadi lapang, wajah-wajah berseri dan saling melontarkan senyum, yang kaya memperhatikan dan membantu si fakir, yang tua sayang kepada yang lebih muda dan yang muda pun hormat kepada yang lebih tua. Momen Id juga dipenuhi dengan suasana saling memberi hadiah. Keadaan seperti inilah, di antara faktor yang menumbuhkan rasa saling cinta, sebagaimana sangat dianjurkan dan diperhatikan dalam Islam. Rasulullah n bersabda :

Allah k , pada awalnya merupakan syariat yang ditetapkan bagi Nabi Ibrahim q . Nabi Ibrahim q diperintahkan lewat mimpi oleh Allah k untuk menyembelih putra tersayang, yaitu Ismail sebagai kurban. Setelah Nabi Ibrahim yakin, bahwa mimpi itu merupakan perintah dari Allah k , maka beliau q bergegas hendak melaksanakannya. Sang anak pun, yaitu Nabi Ismail q menerima perintah Allah k dengan rasa sabar. Pada saat hendak melakukan penyembelihan dengan penuh ketundukan, kemudian Allahk menggantikannya dengan hewan yang besar. Kisah ini diabadikan oleh Allah k dalam Al-Qurn surat ash-Shfft/37 ayat 102-107:

Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? (Yaitu) sebarkanlah salam di antara kalian. (HR Imam Muslim dalam Kitabul-Iman, no. 54). Rasulullah n bersabda:

Engkau saksikan kaum Mukminin dalam kasih mengasihi, cinta dan sayang diantara mereka, ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut tidak bisa tidur dan merasakan demam. (HR Imam al-Bukhari dalam Kitbul-Adab, no. 6011, dan Imam Muslim dalam Kitbul-Birr, no. 2587). Ibdallh, arsyadaniyallahu wa iyykum, Hari raya Idul-Adh-ha ini, juga bisa menguatkan ikatan kita dengan dua nabi yang mulia, yaitu Nabi Ibrahim q dan Muhammad n . Karena ibadah kurban yang disyariatkan

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai, anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ia menjawab: Hai, bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai, Ibrahim! Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orangorang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-

Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M

benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Demikianlah asal mula ibadah kurban. Sehingga dengan melaksanakan ibadah ini, berarti kita sudah menaati Rasulullah n yang diperintahkan oleh Allah k untuk mengikuti Nabi Ibrahim q . Allah k berfirman :

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan dia bukanlah termasuk orangorang yang mempersekutukan Rabb. (Qs an-Nahl/16 : 123). Jamaah shalat Idul-Adh-ha, rahimanillhu wa iyykum jamian, Dalam ayat di atas, secara gamblang disebutkan bahwa Nabi Muhammad n diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim q . Dan di akhir ayat ditutup dengan pernyataan bahwa Nabi Ibrahim q bukan termasuk dalam golongan orang-orang musyrik. Oleh karena itu, kita pun harus menjauhi perbuatan syirik. Ikhlaskan ibadah kita hanya untuk Allah k semata. Kita jalankan syariat ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah n . Itulah wujud syukur kita kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia anugerahkan. Itulah jalan menuju kebahagiaan yang sebenarnya. Orang yang mendapatkan kebahagiaan hakiki, ialah orang yang sukses dengan bekal ketakwaan kepada Allah, sehingga ia tercatat sebagai orang-orang yang dimasukkan ke dalam surga dan berbagai kenikmatannya yang tidak pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga dan terbetik dalam hati. Marilah kita berdoa, semoga Allah menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan hakiki.

Diangkat berdasarkan khutbah Idul-Adha, oleh Syaikh Ali bin Abdir-Rahmn al- Hudzaifi, di Masjid Nabawi, 10 Dzul-Hijjah 1422 H.

Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M

Anda mungkin juga menyukai