Anda di halaman 1dari 11

PKN

AJARAN ARISTOTELES
SISTEM PEMERINTAHAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 : 1. VIVIN NOVITA PUTRI 2. ACHMAD REZA PAHLEVI 3. AMELIA ISTI FAHMI 4. DWI KURNILA SARI 5. FITRI ANISA EFFENDI 6. M. FUTUCAL ARIFIN

SMAN 1 WONOAYU
Tahun Pelajaran 2013/ 2014 Jl. Raya Pager Ngumbuk, Wonoayu, Sidoarjo
Telp. (031)8977980

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DINAS PENDIDIKAN

Ajaran Aristoteles (384 322 SM)


SISTEM PEMERINTAHAN ARISTOTELES 1. Bentuk pemerintahan Negara. Menurut aristoteles bentuk pemerintahan tiu ada yag baik dan ada yang buruk, pemerintahan yang baik yaitu pemerintahan yang sanggup memanusiakan manusia, sedangkan pemerintahan yang buruk sebagai penyimpangan dari yang benar. Dengan adanya pemerintahan yang baik dan yag buruk maka aristoteles juga membagi system pemerintahan kedalam tiga bentuk pemerintahan yang baik dan yang buruk. System pemerintahn yang yang dibuat oleh aristoteles berbentuk monarki, aristokrasi dan politea. Berdasarkan kreteria kuantitas (jumlah orang yang memgang kekuasaan) dan kualitas (ditujukan untuk siapakah pelaksanaan pemerintahan itu), Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menjadi : a. Monarki Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum. Negara yang menganut : Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg, Jepang, Muangthai, dan Spanyol. b. Tirani Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan pribadi. c. Aristokrasi Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan demi kepentingan umum. d. Oligarki Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan demi kepentingan kelompoknya. e. Politeia Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. f. Demokrasi/politea Suatu bentuk pemerintahan darirakyat,oleh rakyat & untuk rakyat. Negara yang menganut demokrasi adalah Indonesia sekarang.

1. Monarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk monarkhi dapat merosot menjadi Tyrani. 2. Tyrani : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan sendiri. 3. Aristokrasi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah/beberapa orang terbaik (misalnya kaum cerdik pandai atau bangsawan), yang kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk aristokrasi dapat merosot menjadi oligarkhi dan bentuk oligarkhi dapat melahirkan Plutokrani atau Plutokrasi. 4. Oligarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang, yang kekuasaannya untuk kepentingan kelompok mereka sendiri. 5. Plutokrani : Adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orangorang kaya untuk kepentingan mereka sendiri. Merupakan bentuk pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang dimiliki seseorang. Dalam plutokrasi, kekuasaan politik hanya bergilir dari satu orang kaya ke orang kaya lainnya. Plutokrasni diambil dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu ploutos yang berarti kekayaan dan kratos yang berarti kekuasaan. Riwayat keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani, untuk kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia 6. Polity : Adalah pemerintahan yang dipegang banyak orang, yang pelaksanaan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum. 7. Demokrasi : Adalah pemerintahan yang kekuasaan tertinggi negara dipegang oleh rakyat. Menurut Aritoteles, bentuk pemerintahan demokrasi merupakan bentuk pemerosotan dari bentuk polity. Sehingga menurutnya bentuk Monarkhi, Aristokrasi dan Polity merupakan bentuk pemerintahan yang ideal (terbaik). Pendapat Aristoteles berbeda dengan pendapat Plato, dimana Plato berpendapat bahwa bentuk demokrasi merupakan bentuk ideal (terbaik) yang dapat merosot menjadi mobokrasi (Okhlokrasi). Menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan yang baik adalah Monarki, Aristokrasi, dan Politeia. Sedangkan bentuk pemerintahan yang buruk sesuai urutan diatas adalah Tirani, Oligarki, dan Demokrasi. Monarki dianggap sebagai pemerintahan yang baik hanya apabila raja yang memimpin adalah orang yang berdasarkan pengalaman yang dimilikinya selalu bertindak hal hal yang bijaksana. Dan untuk menemukan orang yang seperti ini merupakan

sesuatu yang sulit, sehingga monarki sangat rentan untuk beralih kepada bentuk tirani. Menurut Aristoteles, Aristokrasi merupakan sesuatu bentuk yang lebih baikdari Monarki. Hal ini disebabkan karena dalam Aristokrasi, pemerintahan tidak hanya dikendalikan oleh satu orang saja, melainkan oleh sekelompok orang yang mempunyai sifat yang baik. Namun hampir menjadi sesuatu yang tak mungkin menemukan sekelompok orang yang seperti ini. Sehingga bentuk Aristokrasi besar kemungkinan akan jatuh kedalam bentuk Oligarki. Maka dari itu, menurut Aristoteles politeia merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik. Hal ini disebabkan karena dalam politeia setiap individu berkuasa atas sesamanya dan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain kekuasaan pemerintahan tersebut berada di tangan khalayak umum. Yang membedakan Politeia dengan demokrasi adalah karena Politeia merupakan bentuk demokrasi yang lebih moderat yang dalam hal kebebsannya di ikat oleh konstitusi yang menjadi acuan dari pelaksanaan sistem pemerintahan. Menurut Aristoteles, yang menjadi landasan mendasar dari sebuah sisitem demokrasi adalah kebebasan, dan salah satu prinsip dari kebebasan tersebut adalah setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk memerintah secara bergantian. Namun permasalahannya adalah, jika kebebsan tersebut diberikan kepada setiap individu, tentu akan terjadi benturan akan maksud dari kebebasan dari masing individu individu tersebut. Dan yang menjadi pertanyaan adalah kehendak siapa yang kemudian menjadi acuan bersama? Aristoteles berpendapat bahwa yang menjadi acuan bersama dalam hal ini adalah apa yang dikatakan sebagai kehendak bersama. Aristoteles melihat bahwa keberadaan orang miskin jauh lebih banyak dari orang kaya. Jadi hampir dapat dipastikan bahwa yang akan menjadi acuan bersama dalah apa yang menjadi kehendak dari orang miskin tersebut. 1. monarki adalah sistem pemerintahan yang kekuasaannya berada di tangan satu orang da bertujuan untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahtraan umum. Aristoteles membagi system pemerintahan monarki kedalam empat jenis; pertama, yang terdapat dalam konstitusi Sparta, raja-raja Sparta tidak memiliki soverenitas terhadap sesuatu, kecuali pada masa tertentu misalnya pada waktu perang, itupun terbatas. Kedua, monarki yang terdapat diantara bansa-bangsa bukan yunani. Dalam monarki ini raja memiliki kekuasaan yang hamper tidak terbatas dan pengangkatan raja turun-temurun. Ketiga monarki yang terdapat diantara orang-orang yunani aman purba. Pada monarki ini pengangkatan raja dipilih bukan tahta di wariskan. Keempat monarki yang terdapat pada zaman kepahlawanan (heroic times). Dalam monarki ini raja bertindak sebgai panglima perang, hakim dan pemimpin agama.

Bagi aristoteles bentuk monarki merupakan bentuk pemerintahan yang paling ideal, monarki yang dimaksud ideal disini adalah monarki yang dipimpin oleh filsuf-raja. Dalam pandangannya seorang filsuf-raja merupakan orang yang paling unggul alam kebajikan, maka Negara yang diperintan oleh seorang filsup-raja tidak memerlukan hokum, sebab kebajikan berada di atas hokum maka disana ia menempatkan filsufraja sebagai pemimpin yang ideal. Rasa simpati aristoteles terhadap bentuk pemerintahan monarki ini tidak trlepas dari pengaruh keluarganya yang merupakan anak orang dalam istana, karena ia merupakan anak seorang dokter istana. Dalam pandangannya aristoteles mengkeritik teorinya sendiri yang mengatakan monarki merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik kalau di pimpin oleh seorang filsup-raja. Dalam keritikannya ini dia mengatakan bahwa sangat sulit sekali untuk mencari seorang yang sangat ideal sebagi seorang pemimpin kalaupun ada ia pantas disebut dewa di antara manusia. 2. aristokrasi yaitu kekuasaan tertinggi berada ditangan beberapa orang dan tujuan pemerintah adalah untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahtraan umum. Walaupu aristoteles mangatakan monarki merupakan bentuk pemerintahan yang paling ideal, namun karena sulit mencari pemimpin yang ideal maka ia mengatakan solusi yang kedua yaitu system pemeritahan aristokrasi yang ideal yang memungkinkan bila dibandingkan dengan monarki. System ini menghendaki adanya beberapa orang yang arif dan bijak kendatipun tidak seperti filsuf-raja, untuk memimpin sebuah Negara. Namun disinijuga atistoteles mengaris bahawa orang yang di maksud disini adalah orang-orang yang memiliki kelebihan dari yang lainnya sehingga layak disebut yang terbaik (kendatipun bukan yang paling unggul), ternta secara praktis tetap sukar ditemukan. 3. Politeia adalah apabila kekuasaan tertinggi berada ditangan banyak orang dan tujuan pemerintahan adalah untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahteraan umum.jadi yang dimaksud politeia disini adalah bentuk pemerintahan dengan kekuasaan te3rtinggi didalam Negara berada ditangan seluruh warga ne3gara dan pelaksanaan pemerintahan oleh pemerintah berdasarkan konstitusi, demi kepentingan, kebaikan dan kesejahteraan umum. Aristoteles mengatakan bahwa pemikiran orang banyak jauh lebih baik daripada pemikiran beberapa orang yang terbaik sekalipun, kendatipun pemikiran tersebut bukan merupakan jaminan tercapainya kebenaran tetapi sedikit bayak telah mengandung unsur kebenaran.

Aristoteles juga mengatakan bahwa orang-orang yang memilikisenjata dan yang bias mengambil bagian didalam p0eperangan, berhak untuk dipiolih dan memilih dalam lembaga Negara. Memerka merupakn kelas menengah yang menjaga kestabilan negarta diantara kelas menengah atas dan bawah. Selain ketiga bentuk pemerintahan yantg baik, aristoteles juga menyebutkan tiga bentuk pemerintahan yang buruk, sebagai penyimpangan dari pemerintahan yang baik. 1. Penyimpangan dari Monarki adalah tirani, maksud pemerintahan tirani adalah kekuasaan tertinggi berada ditangan satu orang digunakan untuk kepentingan pribadi, bertindak secara sewenang-wenang dan bertindak menindas terhadap rakyatnya sendiri. 2. Penyimapangan dari Aristokrasi adalah Oligharki, Oligharki disini adalah kekuasaan berada ditangan ditangan beberapa orang katya, digunakan untuk kepentingan para penguasa itu sendiri, yaitu untuk menambah pengaruh dan kekayaan mereka dengan memeras rakyatnya. 3. Bentuk penyimpangan dari Politeia adalah demokrasi, demokrasi dikatan

menyimpang karena kekuasaan yang berada ditangan banyak orang itu, yakni yang terdiri dari rakyat yang miskin digunakan untuk kepentingan rakyat miskin yang nenegang kekuasaan itu. Kekuasaan Plato yang merupakan guru aristoteles menempatkan pengetahuan sebagai sumber pengetahuan. Namun aristoteles sebagi murid justru tidak sependapat denngan yang dikatakan gurunya, ia juga tidak sependapat dengan orang yang menempatkan harta milik pribadi dan kekayan di tempat yang mulia. Memang aristoteles sendiri menyadari bahwa kekayaan sanggup mempengaruhi dan mengatur para penguasa, namun bagi aristoteles itu tidak berarti kakayaan dapat dijadi kan alasan sebagai sumber kekuasaan. Aristoteles juga tidak setuju menempatkan kedudukan, pangkat dan jabatan sebagai sumber kekuasaan. Oleh karena itu aristoteles menganjurkan politea (pemerintahan yang berkonstitusi) sebagai bentuk pemerintahan yang paling realistis dan praktis sebab itu paling baik kendati tidak ideal, maka ia berpendapat bagi setiap negar yang baik, hukumlah yang seyogianya mempunyai kedaulatan dan kewibawaan tertinggi. Dalam pemerintahan yang berkonstitusi

(politea), hokum haruslah menjadi sumber kekuasaan bagi para penguasa agar pemerintah para penguasa itu terarah untuk kepentingan, kebaikan, dan kesejahtraan umum. Selanjutnya aristoteles menegaskan bahwa hokum sebagai sumber kekuasan itu bukan hanya memliki kadaulatan dan kewibawaan yang tertinggi juga harus menjadi dasar dan dan landasan kehidupan bernegara, baik bagi yang memerintah maupun yang yang diperintah sehingga kedua belah pihak sama-sama memiliki kedudukan dalam hokum. Menurut aristoteles, bilamana hokum menjadi sumber kekuasaan, yang berarti juga hokum memiliki kedaulatan dan kewibawaan tinggi, maka ada empat hal yang terwujud di dalamnya: 1. hokum akan menumbuhkan moralitas yang terpuji dan keadaban yang tinggi bagi yang memerintah dan yang diperintah. 2. tumbuhnya moralitas yang terpuji dan keadaban yang tinggi akan mencegah pemerintahan yang sewenang-wenang. 3. ketiadaan pemerintahan yang sewenang-wenang dari pihak penguasa akan menumbuhkan pranserta yang positif serta persetujuan dan dukungan yang menggembirakan dari pihak yang diperintah kepada pemerintah. 4. pemerintah yang memiliki moralitas yang terpuji dan keadaban yang tinggi, yang tidak sewenang-wenang dan yang memperoleh persetujuan serta dukungan dari pihak yang diperintah, akan memerintah untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahtraan umum. Pemegang kekuasaan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa aristoteles sangat mendukung apa yang dikatakan plato, bahwa yang harus memegang kekuasan adalah orang pilihan yang dianggap terbaik dan paling unggul diantara semua pilihan, yakni orang yang memiliki pengetahun dan kebajikan yang sempurna. Namun aristoteles mempertanyakan apakan semua itu ada di muka bumi? Kalaupun ada itu adalah dewa. Maka aristoteles disini mengatakan bahwa yang mungkin diwujudkan di muka bumi ini, yang penting adalah bukan mencari orang yang terbaik melainkan menyusun hokum yang terbaik yang tidak hanya harus menjadi sumber kekuasan tetapi juga menjadi pedoman bagi pemegang kekuasaan itu. Hokum yang merupakan sumber kekuasan dan pedoman pemerintah itu harus memiliki kedaulatan dan

kewibawan tinggi dan karena demikian pentingnya hokum, maka hokum yang menjadi sumber kekuasan dan pedoman pemerintah itu haruslah yang benar-benar baik. Menurut aristoteles, bentuk pemerintahan negara yang terbaik bagi hokum yang ternaik itu ialah pliteia bentuk politeia yang baik ialah yang berada diantara oligarki dan demokrasi. Oleh karena itu aristoteles mengatakan bahwa yang memegang kekuasan jangan adri orangorang kaya yang seperti oligarki dan juga jangan orang-orang miskin seperti dalam bentuk demokrasi yang menjadi penguasa adalah mereka yang golongan menengah yang biasa memanggul senjata. Menurut aristoteles apabila didalam negara ada golongan menengah yang sangat besar, dan memegang kekuasan dalam negara itu dan takut pada hokum, maka dapat lah dikatakan negara itu akan menjadi negara amat kuat dan sanggup bertahan dalam jangka waktu lama. Jadi menurut aristoteles, yang paling baik dan sangat realistis ialah bila mana pemegang kekuasan itu terdiri dari bnyak orang yang berasal dari kelas menengah yaitu mereka yang telah memanggul senjata dan yang takut pada hokum. Penyelenggaraan kekuasaan. Aristoteles disini tidak sependapat denngan plato yang mengatakan bahwa kekuasaan dalam negara harus sama dengan kekuasan dalam keluarga, karena pada hakekatnya satu keluarga besar. Yang menjadi kritikan aristoteles disini adalah mengenai bagai manna hubungan dalam keluarga? Karena dalam keluarga itu ada suami, istri anak, dan budak. Dia mengatakan bagaiman hubungan suami dengan istri, hubungan anak dengan ayah dan hubungan tuan dengan budak. Maka aristoteles dari ketika hubungan itu menciptakan tiga jenis penyelenggaran kekuasan: 1. pertuanan (mastership), aristoteles biasanya menggunakan istilah despolike, untuk hubungan antara budak dengan tuannya. 2. matrimonial, untuk hubungan antara suami dan istri. 3. paternalistic untuk hubungan antara ayah dan anak. Dalam penyelenggaran kekuasan ini harus di bedakan berdasarkan kedudukannya dalam keluarga, kekuasan ayah terhadap istri dan anak karena mereka merupakan orang bebas, harus di bedakan dengan kekuasan ayah terhadap budak yang merupakan bukan orang bebas.

Menurut aristoteles sudah sepantasnya seorang istri tunduk kedapa suamikarena sesuai dengan kodratnya, yaitu peria itu superior dan penguasa sedangkan wanita itu inferior dan subjek. Namun karena istri merupakan orang yang bebas, dan telah dewasa yang pda hakekatnya sama dengan suami orang yang bebas dan dewasa maka penyelenggaraan kekuasannya harus bersifat khususu. Untuk itu dalam penguasannya suami harus membedakan antara kekuasan istri dengan kepada anak dan budak, disini suami harus senantiasa dihargai dan dihormati kebebasan dan kedewasan sang istri. Mengenai kekuasan ayah terhadap anak aristoteles mengilustrasikannya dengan kekuasan seorang raja terhadap anaknya yaitu bersifat monarkial. Dari ketiga kekusan terhadap keluarga itu, kekuasan suami terhadap istrilah yang paling mendekati dengan penyelenggaraan kekuasan oeleh penyelenggara kekuasan terhadap warga negara. Dalam penyelenggaraannya penguasa tidak boleh memprlakukan warga negara sperti tuan kepada budakanya, karena warga negar itu merupakan orang-orang yang bebas dan sama seperti dengan para penguasa itu sendiri. Warga negara merupakan orang yang bebas dan dewasa seperti penguasanya maka tidak boleh disamakan dnegan pengusaan seorang ayah terhadap anaknya. Oleh karena warga itu merupakan orang yang sederajat dengan penguasanya itu sendiri maka penyelenggaraan kekuasan oleh para pengusa terhadap warga negara haruslah senantiasa di warni dengan penghargan dan penghormatan terhadap kekuasaan, kedewasan dan kesaman derajat. Dalam pandangan aristoteles dalam memegang kekuasaan harus ada yang namanya pergantian kekuasan antara yang menguasai dan yang dikuasai secar periodic lewat pemilihan yang diatur oleh undang-undang. Mereka yang dikuasa diangkat menjadi penguasa, hal ini merupakan konsekuensi tetapi juga bukti bahwa pengusa dan yang dikuasi itu adalah orang yang sama-sama bebas, sama dewasa, dan sama sederajat. Hokum. Menurut aristoteles bahwa hokum merupakan sumber kekuasaan, sebagi sumber kekuasan hokum harus memiliki kedaulatan yang tinggi dan bukan manusia, sebab bagaimanapun arifnya para penguasaitu, tidak mungkin dapat mungkin menggantikan hokum. Menurut aristoteles bagaimanapun bijaksananya manusia, ia tetap memiliki keinginan dan nafsu yang bagaikan binatang buas sanggum mengubah manusia yang paling arif menjadi makhluk paling rendah. Oleh karena itu hanya hokum yang patut memiliki kedudukan tinggi dan

hanya hokum yang menjadi sumber kekuasan, karena hokum adalah akal atau kecerdasan yang itdak dapat dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu. Pemerintahan yang baik merupakan pemerintah yang mengakui bahwa hokum memiliki kedudukan tinggi. Pengakuan itu harus dibuktikan dengan tindakan mereka berdasarkan hokum. Oleh sebab itu, kedudukan hokum merupakan bukti bahwa pemerintah dalam negara yang mengakui kedaulatan hukumitu baik. Hokum akan menjaga seorang penguasa untuk tidak berbuat sewenang-wenang, serta akan mengarahkan penguasa itu untuk memerintah demi kepentingan kebaikan dan kesejahtraan umum. Supermasi hokum yang dimaksud oleh aristoteles bukan supermasi yang menyisihkan kedudukan dan kekuasan para penguasa, justru supermasi disini untuk meneguhkan dan mengokohkan kedudukan dan kekuasan para penguasa. Menurut aristoteles manusia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari hokum hokum, karena hanya dan dnegan hokum manusia dapat mencapai puncak perkembangan yang tinggi dari kemanusiaannya, tetapi apabila manusia terpisah dari hokum maka manusia akan turun menjadi yang terburuk di antara segala makhluk. Hokum kebiasan dan hokum tertulis Aristotels membedakan antara hokum kebiasan dan hokum tertulis. Hokum kebisan adalah landasan dari segala pengetahuan dan pengalaman manusia, oleh karena itu hokum kebisan bersifat abadi, berlaku dengan sendirinya dan pada dasarnya tidak berubah-ubah. Sedangkan hokum terttulis sepenuhnya diubah, disusun, dan ditetapkan oleh manusia sebagai contoh adalah undang-undang. Hokum kebiasan muncul dari pandangan dan pendapat umum dalam jangka waktu yang amat panjang. Pandangan umum itu dibentuk secara kolektif dalam seluruh rakyat. Kebijakan kolektif rakyat membentuk pandangan dan pendapat umum dan sudah di ujui leo waktu akan menghasilkan hokum yang akan melampaui hasil yang dicapai oleh para pembuat hokum paling arif sekalipun. Oleh karena itu aristotels menempatkan hokum kebiasan itu lebih tinggi dari hokum tertulis. Ia mengatakan bahwa humum kebiasan itu sesungguhnya jauh lebih berbobot dari hokum tertuli karena hokum kebiasan berdaulat dengan begitu banyak hal yang penting dan yang hakki. Ia juga mengatakan bahwa seorang penguasa dapt memrintah dengan baik dan

bijaksan , bahkan mungkin lebih baik dan lebih bijaksana dari pda hokum tertulis, namun tidak mungkin seorang pun dpat melebihi hokum kebisaan.

Anda mungkin juga menyukai