Anda di halaman 1dari 16

3.

METODOLOGI

3.1

Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai dengan rencana survei, daerah yang dianggap memiliki target awalnya pada area I (luas area ABCD) berskala 1:5000 dan area II (luas area EFGH) berskala 1:1000 (Lampiran 1). Untuk mendapatkan target berupa pipa, maka dibuat area tambahan (ABCD).

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Beikut merupakan software yang digunakan dalam pengolahan data side scan sonar adalah sebagai berikut :

1. Softwarev Max View, merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengekstrak data side scan sonar. 2. Software Matlab, digunakan untuk menghasilkan data-data dalam bentuk grafik,baik itu berupa nilai pantulan signal pada objek maupun data FFT. 3. Surfer versi 8.0 (Golden Software Inc) dan Arc View 3.2 GIS, digunakan untuk membuat titik stasiun area survei. 4. Laptop, digunakan untuk menyimpan dan mengolah data penelitian. 5. Data yang digunakan merupakan data Dishidros TNI-AL. Alat yang digunakan dalam pengambilan data kenampakan dasar laut adalah C-Max Side Scan Sonar dengan menggunakan frekuensi 325 kHz. Survei ini dilakukan mengunakan kapal nelayan setempat (15 GT). Penempatan C-Max Side Scan Sonar dan laptop harus berada pada tempat yang aman dan mudah dioperasikan, yaitu di daerah ruang kemudi.

3.3

Sistem Kerja Side Scan Sonar Menjelaskan blok diagram (Gambar 4) sistem side scan sonar

menggunakan kabel multi konduktor, komponen yang dipilih dilukiskan dalam dot. Unit kontrol/display (recorder) berisi elektronik-elektronik kontrol untuk pewaktuan pulsa sonar yang dipancarkan. Power dan trigger pulsa dipancarkan turun melalui tow cable. Jika menggunakan slip ring dan/atau sebuah winch, maka harus menggunakan penghubung deck cable yang digunakan antara recorder dan slip ring. Dalam towfish, firing elektronik menyebabkan transducer memancarkan pulsa sonar. Pengembalian echo dari pulsa tersebut diterima melalui transduser yang sama dan dikirimkan ke elektronik penerima. Sinyal

dikuatkan dan diaplikasikan pada kurva waktu penguatan yang divariasikan. Sinyal tersebut kemudian dipancarkan sepanjang konduktor dan dikembalikan ke recorder. Pada bagian ini sinyal didigitasikan dan diproses untuk dikoreksi. Kemudian dikirimkan ke printer atau video display. Data dari recorder tersebut dapat dikumpulkan pada magnetic tape atau komputer. Side scan sonar dikenal sebagai alat citra akustik yang digunakan untuk mencitrakan dasar laut. Sistem ini terdiri dari peralatan perekaman (recorder), sensor bawah air (transducer), dan kabel untuk menghubungkan keduanya. Muatan kapasitor side scan sonar recorder pada towfish diteruskan melalui towcable. Atas perintah dari recorder, power yang dikumpulkan ini ditumpukkan ke transducer, dimana pancaran pulsa akustik merupakan propagasi langsung ke air. Kemudian dengan periode waktu yang sangat pendek, penerimaan echo dari dasar laut diterima melalui tranducer kemudian dikuatkan dengan satu kali variasi kurva penguatan dan dikirim ke recorder melalui towcable. Pada bagian recorder, sinyal-sinyal yang diterima diproses lebih jauh, kemudian diubah menjadi data digital dan dihitung posisi yang sebenarnya dalam rekaman akhir berupa piksel per piksel kemudian echo-echo ini dicetak diatas electrosensitive atau kertas thermal.

Gambar 4. Sistem Kerja Side Scan Sonar (Sumber : Fish P. John dan Carr Arnold H, 1990)

3.4

Pengambilan Data

3.4.1 Pengambilan Data Side Scan Sonar Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrumen CM (C-Max) Side Scan Sonar yang ditarik di belakang kapal dan biasanya menggunakan towfish atau tow vehicle. Instrumen ini menggunakan pulsa gelombang akustik yang memancar secara horizontal ke arah sisi kapal dan menyapu permukaan dasar laut pada kedua sisinya tersebut. C-Max Side Scan Sonar ini dapat dioperasikan dengan menggunakan dua buah frekuensi tinggi,yaitu frekuensi tinggi (500 kHz) dan frekuensi rendah (100 kHz) serta mempunyai transducer yang memancarkan sonar dari kedua sisinya (Gambar 5). Pada saat pengambilan data ditentukan posisi target yang dicurigai dan disesuaikan dengan kondisi perairannya. Metode pengukuran posisi yang akurat diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi yang baik, yaitu dengan menggunakan alat GPS receiver dengan metode Diferensial, dimana posisi yang diukur akan dikoreksikan terhadap suatu titik di darat yang mana posisinya sudah diketahui dengan pasti dari hasil pengukuruan dengan ketelitian yang tinggi.

Gambar 5. Skema Pengambilan Data Side Scan Sonar Tampak Samping

Setelah posisi target yang terdeteksi ditentukan, maka dilakukan penyapuan data dengan menggunakan instrumen CM (C-Max) Side Scan Sonar untuk mendapatkan hasil gambaran objek di dasar laut. Untuk menghasilkan gambaran yang baik sesuai dengan apa yang diinginkan, maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap recorder, tow cable, maupun towfish. Berikut diagram alir pengambilan data side scan sonar (Gambar 6).

Gambar 6. Diagram alir pengambilan Data Side Scan Sonar 3.4.2 Pengambilan Data Substrat Pengambilan data substrat ini dilakukan untuk mengetahui jenis substrat yang mendominasi pada area yang diteliti. Contoh substrat diambil pada dua area sesuai dengan rencana operasi. Pada area pertama atau daerah kolam (skala 1:1000), pengambilan data substrat di lakukan pada 41 titik, dan area kedua (skala 1:5000), pengambilan data substrat dilakukan pada 19 titik. Pengambilan contoh ini dilakukan secara acak sesuai dengan titik yang telah ditentukan dengan menggunakan Van veen grab dengan luas bukaan sebesar 20 x 20 cm2. Contoh substrat/sedimen yang diambil dimasukkan ke dalam kantung plastik yang selanjutnya dianalisis dengan metode ayakan bertingkat.

3.5

Pemrosesan Data

3.5.1 Pemrosesan Data Akustik Data citra side scan sonar yang di dapat kemudian di olah di software MaxView untuk melihat hasil gambaran yang didapat. Pengolahan pada software MaxView dilakukan setiap lima detik, dan ini dilakukan selama proses perekaman berlangsung. Hasil gambaran yang diperoleh berupa nilai-nilai pantulan sinyal dari target/objek yang terekam selama penyapuan. Nilai-nilai pantulan sinyal ini kemudian diolah lagi, sehingga didapat hasil dalam bentuk Discrete Fourier Transform (DFT) dan Fast Fourier Transform (FFT). Hasil perekaman berupa citra side scan sonar, diidentifikasi untuk melihat apakah ada objek atau target yang dicurigai. Target yang terdeteksi kemudian dihitung nilai akustik impedansi dan koefisien refleksinya. Proses selanjutnya adalah, objek atau target tersebut dihitung dimensinya, baik itu berupa tinggi, lebar, maupun panjang objek itu sendiri. Berikut diagram alir pemrosesan data akustik (Gambar 7).

Gambar 7. Diagram alir pemrosesan data akustik

3.5.2 Pemrosesan Data Substrat/Sedimen Pengolahan data fisik sedimen dilakukan dengan metode ayak basah menggunakan ayakan bertingkat untuk memisahkan butiran sedimen berdasarkan fraksi ukuran butiran. Fraksi-fraksi ditentukan berdasarkan segitiga Shephard (1954), tiap fraksi dibagi atas: 1. Fraksi kerikil (gravel), merupakan gabungan material ukuran kerikil dan kerakal. 2. Fraksi pasir (sand), merupakan gabungan material ukuran pasir halus sampai kasar. 3. Fraksi lumpur (mud), merupakan gabungan material lempung dan lanau. Segitiga Shepard yang digunakan dalam klasifikasi jenis sedimen merupakan pembagian atas tiga jenis sedimen, yaitu pasir, lanau, dan lempung. Metode segitiga Shephard lebih sesuai digunakan untuk klasifikasi pada sampel dengan ukuran butiran yang cenderung kecil dibandingkan dengan metode segitiga Folk. Skema Segitiga Shepard dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram Segitiga Shepard (Sumber: Shepard 1954)

3.6

Analisis Data

3.6.1 Kualitas Data Kualitas data side scan sonar sangat bergantung pada saat pengambilan data itu sendiri. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan data, antara lain kesalahan surveyor, kesalahan alat, dan lingkungan sekitar/alam. Faktor lingkungan yang menyebabkan citra side scan sonar kurang baik adalah sebagai berikut: a. Noise yang ditimbulkan oleh buih akibat perputaran propeller sounding boat dan propeller kapal lain yang melintas disekitar area survei. b. Kondisi perairan yang dangkal sehingga towfish terlalu dekat dengan dasar laut. c. Penarikan dan penguluran towcable. d. Salinitas, velocity, dan temperatur di sekitar perairan daerah yang di survei dapat mempengaruhi perambatan gelombang akustik. e. Pengaruh cuaca disekitar area survei. Cuaca ini dapat mempengaruhi kestabilan kapal pada saat sounding. Hal ini akan mempengaruhi penangkapan gelombang akustik hasil pantulan dari dasar laut atau objek yang dikenai dan berpengaruh terhadap besaran objek. Pada Gambar 9 terlihat data side scan sonar yang kurang baik, karena objek yang terdeteksi tidak terdefinisikan dengan baik.

Gambar 9. Contoh Kualitas Data Side Scan Sonar 3.6.2 Identifikasi Objek Berdasarkan sebaran rona yang dihasilkan dari perbedaan kekuatan pantulan gelombang akustik (Gambar 10) dari objek di dasar laut yang di dasar laut yang berhubungan dengan jenis material dari sedimen penutup, maka rekaman side scan sonar daerah survei dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut. (1) Rona Terang (Low Sonar Reflectivity) Rona terang ditafsirkan sebagai objek dasar laut yang bersifat homogen, lunak, dan relatif datar. Rona terang tersebut diduga sebagai dasar laut yang dialasi oleh lapisan sedimen berbutir halus (lanau, lumpur, atau pasir) (2) Rona Sedang (Moderate Sonar Reflectivity) Rona sedang ditafsirkan sebagai objek dasar laut yang agak keras. Rona sedang dapat berupa lapisan sedimen berbutir lebih kasar dengan sebaran (pecahan) terumbu karang kecil.

(3)

Rona Gelap (High Sonar Reflectivity) Rona gelap diperkirakan sebagai material dasar laut yang keras baik itu

berupa jatuhan benda logam, beton, dan singkapan terumbu karang tua yang dicirikan dengan rona yang sangat gelap dan terlihat kontras dengan lingkungan sekitarnya.

Gambar 10. Contoh Citra Side Scan Sonar Berdasarkan Rona Terang, Rona Sedang, dan Rona Gelap 3.6.3 Koreksi Dalam menentukan posisi suatu objek yang sudah teridentifikasi di dasar laut yang berupa material jatuhan logam, beton, dan pecahan karang kita harus melakukan koreksi terlebih dahulu, karena posisi objek terdapat di belakang kapal dan juga di bagian kanan atau kiri towfish. Dalam hal ini untuk ketelitian posisi suatu objek tergantung dari skala peta yang diinginkan. Koreksi dalam menentukan posisi objek terbagi dua yaitu slant range corection dan layback correction (Laswono, 2007).

(1)

Slant Range Correction Slant range adalah jarak antara suatu objek di dasar laut dengan towfish,

sedangkan slant range correction adalah jarak horizontal suatu objek di dasar laut dengan titik dasar laut di bawah towfish. Pada koreksi ini suatu objek diumpamakan terletak di sebelah kiri atau kanan towfish, sehingga untuk mendapatkan slant range correction dapat dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras sebagai berikut (Gambar 11).

Gambar 11. Skema perhitungan slant range correction (2) Dimana: a = Slant range correction b = Tinggi towfish terhadap dasar laut c = Slant range (2) Layback Correction Layback correction adalah jarak mendatar dari antena GPS terhadap posisi towfish di belakang kapal. Tujuan penghitungan ini adalah untuk menentukan posisi towfish sebenarnya. Seperti halnya slant range correction, perhitungan layback correction (Gambar 12) juga dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras sebagai berikut:

Gambar 12. Skema perhitungan layback correction (3) Dimana D = kedalaman laut. a = Jarak mendatar dari buritan kapal ke towfish. b = Kedalaman towfish dari permukaan laut c = Panjang towcable. d = Tinggi towfish dari dasar laut. e = Jarak horizontal dari antena GPS ke buritan kapal. Jika jarak horizontal dari antena sampai buritan diketahui, maka koreksi jarak horizontal dari antena sampai towfish dapat dicari, yaitu dengan cara menambahkan jarak horizontal dari buritan ke towfish dengan jarak antena dengan buritan (gambar 13).

Gambar 13. Skema perhitungan layback correction 3.6.4 Perhitungan Dimensi

(1)

Perhitungan Panjang Objek Perhitungan panjang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa panjang

suatu objek yang berada di dasar laut yang terlihat dari hasil citra side scan sonar. Caranya yaitu membandingkan panjang suatu objek dan jarak antar fix di citra side scan sonar dengan jarak antar fix dilapangan. (4) Dimana S1 = Jarak antar fiks di lapangan (meter) S2 = Jarak antar fiks di citra side scan sonar (meter) s1 = Panjang objek di lapangan s2 = Panjang objek di citra (2) Perhitungan Lebar Objek Perhitungan lebar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa lebar suatu objek dilapangan. Caranya sama dengan untuk mencari panjang objek. (5) Dimana L1 = lebar antar fix di lapangan (meter) L2 = lebar antar fix di citra side scan sonar (meter) l1 = lebar objek di lapangan l2 = lebar objek di citra (3) Perhitungan Tinggi Objek Perhitungan tinggi dimaksudkan untuk mengetahui tinggi suatu objek di lapangan. Pada perhitungan tinggi objek (Gambar 14) caranya hampir sama dengan perhitungan untuk mencari panjang atau lebar suatu objek tetapi.

Gambar 14. Skema perhitungan tinggi objek (6) Dimana A = tinggi towfish (meter) B = slant range (meter) C = tinggi objek (meter) D = panjang bayangan (meter) 3.6.5 Akustik Impedansi dan Backscattering strength Gambar 15 menggambarkan bagaimana suatu target memancarkan sinyal kemudian memantulkannya kembali. Akustik impedansi Z dan koefisien refleksi R digunakan untuk menentukan seberapa besar/kuat nilai dari pantulan suatu objek .

Gambar 15. Pantulan Sinyal

(7) (8) Keterangan: 1 c1 2 c2 R = densitas medium 1 (kg/m3) = kecepatan gelombang kompresi medium 1 (m/s) = densitas medium 2 (kg/m3) = kecepatan gelombang kompresi medium 2 (m/s) = Koefisien refleksi (kg/m2s) Backscattering strength dasar perairan merupakan fungsi dari hamburan yang dihasilkan oleh permukaan dan volume sedimen. Pada penelitian ini, nilai backscattering strength diukur berdasarkan perbandingan nilai pantulan yang sudah dihasilkan oleh parameter objek itu sendiri. Berikut merupakan persamaan (Persamaan 9) yang digunakan untuk menghitung nilai backscattering strength lumpur dan lumpur berpasir. (9) Keterangan: SS Ir Ii A = Backscattering strength (dB) = Intensitas sinyal yang dipantulkan (Voltage/div) = Intensitas sinyal yang diterima (Voltage/div) = Luasan area

Anda mungkin juga menyukai