Konsensus Umum
Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan karena sebagian besar penderitanya adalah orang muda, sehat dan produktif. Di bandingkan trauma yang lainnya persentase trauma kapitis adalah yang tertinggi sekitar 80%. 5% persen diantara penderita meninggal ditempat kejadian.
Konsensus Diagnosis
Keseragaman
SINONIM: Trauma kapitis = Cedera Kepala = Head Injury = Trauma Kranioserebral = Traumatic
Brain Injury
DEFINISI: Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan: 1. Patologi:
1. Komosio serebri 2. Kontusio serebri 3. Laserasio serebri
2. Lokasi lesi
1. Lesi diffus 2. Lesi kerusakan vaskuler otak 3. Lesi fokal
1. Kontusio dan Laserasi serebri 2. Hematoma Intrakranial
1.Hematoma Ekstradural (Hematoma epidural) 2.Hematoma subdural 3.Hematoma intraparenkhimal 1.Hematoma Subarakhnoid 2.Hematoma Intraserebral 3.Hematoma Intraserebellar
Gambaran Klinik
Pingsan (-), defisit neurologi (-) Pingsan < 10 menit, defisit neurologik (-) Pingsan > 10 menit s/d 6 jam defisit neurologik (+)
CT Scan otak
Normal Normal Abnormal
Berat Catatan:
38
Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan 1. Anamnesis
Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid Perdarahan/ottorhea/rhinorrhea Amnesia paska traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis Neurologis 3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial.
4.
Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk fotoservikal. Dari hasil foto dapat diperhatikan kemungkinan adanya fraktur:
Linier Impresi Terbuka/tertutup
5.
CT Scan Otak: untuk melihat kelainan otak yang mungkin terjadi berupa
Gambaran kontusio Gambaran edema otak Gambaran perdarahan (Hiperdens) Hematoma epidural Hematoma subdural Perdarahan subarakhnoid Hematoam intraserebral
Ukuran besar, bentuk, isokor / anisokor & reaksi pupil Refleks kornea Dolls eye phenomen Monitor pola pernafasan:
Cheyne stokes ; lesi di hemisfer Central neurogenic hyperventilation; lesi di mesensefalon pons Apneustic breath; lesi di pons Ataxic breath; lesi di medulla oblongata
Hematoma epidural
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna duramater Hematom massif, akibat pecahnya a.meningea media atau sinus venosus. Tanda diagnostik klinik: Lucid interval (+) Kesadaran semakin menurun Late hemiparese kontralateral lesi Pupil anisokor Babinsky (+) kontralateral lesi Fraktur didaerah temporal
Hematoma Subdural
Perdarahan yang terjadi diantara durameter arakhnoid, akibat robeknya bridging vein (vena jembatan) Jenis 1.Akut : Interval lucid 0 5 hari 2.Subakut : Interval lucid 5 hari bbrp minggu 3.Kronik : interval lucid > 3 bulan Hematoma subdural akut Gejala dan tanda klinis:
Penunjang diagnostik: CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara durameter dan araknoid, umumnya karena robekan dari bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit
Hematom intraserebral
Perdarahan parenkhim otak, disebabkan oleh pecahnya arteri intraserebral mono atau multiple
FRAKTUR BASIS KRANII: 1. Anterior Gejala dan tanda klinis: - keluarnya cairan likuor melalui hidung / rhinorea - perdarahan bilateral periorbital ecchymosis racoon eye - anosmia 2. Media gejala dan tanda klinis: - keluarnya cairan likuor melalui telinga / otorrhea - Gangguan n. VII & VIII
3. Posterior
Gejala dan tanda klinis: - Bilateral mastoid ecchymosis / battles sign Penunjang diagnostik: - Memastikan cairan serebrospinal secara sederhana dengan tes halo - scaning otak resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+) (high resolution and thin section)
Penunjang diagnosis:
CT Scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang subarakhnoid
A = Airway (jalan nafas) bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan dan mengeluarkan darah, gigi yang patah, muntahan dan sebagainya. Bila perlu lakukan Intubasi (waspadai adanya fraktur tulang leher)
B = Breathing (pernafasan) Pastikan pernafasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan kiri (simetris). Bila ada gangguan pernafasan, cari penyebab apakah terdapat gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernafasan atau paru-paru). Bila perlu, berikan oksigen sessuai dengan kebutuhan dengan target saturasi O2 > 92% C = Circulation (sirkulasi) Pertahankan tekanan darah Sistolik > 90 mmHg. Pasang sulur intravena. Berikan cairan intervena drip, NaCl 0.9% atau Ringer. Hindari cairan hipotonis. Bila perlu berikan obat vesopresor dan / inotropik.
D = Disability (untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi) - Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu - Skala koma glasgow - pupil; ukuran, bentuk dan refleks cahaya - pemeriksaan neurologi cepat; Hemiparesis, refleks patologis - Luka-luka - Anamnesa: AMPLE (Allergies,
Survei Sekunder; meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil E = Laboratorium Darah : Hb, Leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit, ureum, keatinin, gula darah sewaktu, analisis gas darah dan elektrolit Urine : Perdarahan (+) / (-) Radiologi : - Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial - CT Scan otak. - Foto lainnya sesuai indikasi (termasuk foto servikal)
F = Manajemen Terapi - Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi - Siapkan untuk masuk ruang rawat - Penaganan luka-luka - Pemberian terapi obat-obatan sesuai kebutuhan
2.
3.
SDH (Subdural hematoma): a. SDH luas (> 40 cc / > 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik. b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi. c. SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih baik. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma. indikasi operasi ICH pasca trauma: a. penurunan kesadaran progresif b. Hipertensi dan bradikardi dan tandatanda gangguan nafas (cushing refleks) c. perburukan defisit neurologi fokal.
4. Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe. 5. Fraktur Kranii dengan laserasi serebri 6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intrakranial) 7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan operasi dekompresi.
Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ ICU (bila fasilitas tersedia)
Perhatian khusus harus diberikan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Tata laksana tradisional meliputi pembatasan cairan dalam mengurangi terjadinya edema otak, kemungkinan akan membahayakan pasien, terutama yang telah banyak kehilangan cairan. dijaga jangan sampai kondisi berikut terjadi: - tekanan darah sistolik < 90 mm Hg - Suhu > 38 derajat celcius - Frekuensi nafas > 24 x / menit
4. Atasi komplikasi:
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat 6. Roboransia, neuroprotektan (citicholine, nootropik )sesuai indikasi.
1. Kejang : profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah Immediate dan early seizure pada kasus risiko tinggi. 2. Infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka : profilaksis antibiotika, sesuai dosis infeksi intrakranial, selama 10 14 hari 3. Gastrointestinal perdarahan lambung 4. Demam 5. DIC : pasien dengan trauma kapitis tertutup cenderung mengalami koagulaopati akut
Anatomy topography
Pathophysiology
1. Extrinsic factors Causes Ratio Fracture and dislocation 3 Only fracture 1 Only Dislocation 1 37 % Cervical compression vertebral collumn involved Prompt treatment Pain killer Stabilization Fracture and dislocation Unstable Progressively worsening of neurological condition Tear of anterior and posterior ligaments
Pathophysiology
2. Intrinsic Factors
Morphological change 1)Transient post-traumatic change swelling of cord, with petechial hemorrhagic on dura 2)First ten minute bleeding to gray matter extends to white matter cone-shape infarction & necrosis caudally and cranially 3)2 4 hour later white matter edema obvious in 2 3 days. Edema extends to cranial & caudal esp. at the border of them Edema vascular degeneration at myelinated fibers at white matter
Pathophysiology
Intrinsic Factors Morphological change
4) After 12 hour : pockets formation at the end of myelin. This pocket looks like microcavitation and become obvious at 24 hous. At this time, recovery still possible although necrotic process has started.
Intrinsic Factors
Metabolic and biochemical changes
Brain metabolism, solely, depends on the availabity of oxygen and glucose in the blood. Metabolism in gray matter spinal cord is more active than in white matter The changes : In trauma : K+ efflux suddenly electrolyte imbalance
2. Contussion Direct or indirect injury to vertebral collumn fracture and dislocation maybe found Severe, prolonged functional disturbance incomplete recovery Gray matter is most affected local dysfunctioned of cord injury
Clinical Syndrome
3. Compression Vertebral collumn is affected
Bilateral cervical dislocation arouse from unilateral one with locked facet
Complete lesion :
All sensory and motor function at lesion area loss Autonomic reflex unihibitted (hypereflexia)
Bradycardia
Hypothermia (below lesion) a part of spinal shock : loss of sympathetic function
Symptoms of SCI
2. Respiratory problem
Often occurs on lesion of cervical or upper thoracal segment Worse if positive abdominal distension Spinal shock ends : Recovery of motor and sensory function started cranially Vasomotor tone : recover about 4 months in complete lesion. The completeness of lesion at spinal cord is difficult to assess clinically
Examination of sensibility function : Somato-Sensory Evoked Potential ( SSEP ) 85 % detected with SEP in within 4 hour onset
to assess
Injury severity Follow up after treatment
compression
edema
Bloody liquor
Block of CSF flow
orthopedic consultation
Unstable fracture if : Subluxation 3,5 mm Angulation 11 0
Additional Examination
CT-Scan routinely perform,
esp. if there is a sign of compression
complete or incomplete
Important in diagnostic and pronostic