35 TAHUN ITU
Malu rasanya melahirkan di usia yang sudah tak muda lagi, bidan
sering mengingatkan bahwa kehamilan di usia di atas 35 tahun atau
usia yang masih terbilang muda adalah kehamilan dan persalinan yang
sangat membutuhkan ekstra perhatian. Selain karena faktor Mortalitas
yang terbilang tinggi pada usia tersebut, juga kasus double riskan
pada kehamilan di atas 35 tahun, mulai dari diabetes, preeklamsia
hingga hipertensi.
Saat itu pukul 1 dini hari. Tentu semua anggota keluargaku tengah
tertidur pulas, aku merasakan mulas yang luarbiasa, kontraksi hebat
--------------
Di awal pernikahan kami, Aki sangat baik dan manis. Namun Aki
berubah setelah kelahiran anak pertama kami. Dia menjadi kasar dan
dingin, semua kemesraannya dulu seperti menguap entah kemana.
Mungkin bagi aki kemesraan itu hanya berlaku untuk pasangan di
masa bulan madu saja. Aki tak pernah mengerti bahwa kehidupan
berumahtangga adalah sebuah pelajaran seumur hidup, bukan hanya
urusan saling memberi dan menerima. Aki tak pernah tahu bagaimana
mesranya Rasulullah memperlakukan istri-istrinya, memanggil Aisyah
r.a dengan Humaira, oh sungguh romantisnya Rasulullah hingga akhir
hayatnya.
Setiap hari Aki hanya pergi ke kebun dan mencari rumput untuk pakan
kambingnya, saat kambingnya sudah laku terjual maka seluruh
uangnya dibelikan beras untuk jatah makan kami sekeluarga 1 bulan.
Jika beras telah habis maka dia akan membelinya lagi dengan sisa
uang yang ada. Seolah-olah telah terselesaikan tugasnya menjadi
kepala keluarga dengan menyediakan stok beras di rumah, lalu
dengan tenang dia hanya menghabiskan waktunya dengan tidur-
tiduran seharian di rumah tanpa mau peduli dengan kebutuhan
sekolah anak-anak kami.
Gaji sebagai seorang kuli cuci sungguh tak mencukupi 3 orang anakku
yang masih sekolah. Sementara 3 orang anakku yang lainnya sudah
berumahtangga, kebutuhan hidup mereka juga sangat pas-pasan.
Rasanya berat hati ini untuk meminta bantuan pada anak-anakku yang
lainnya. Akhirnya kebutuhan sekolah dan makan sehari-hari
ditanggung sepenuhnya di tanganku. Berulang kali mulutku lelah
/”Ki,..kepala keluarga itu bukan aku, aku istri Aki yang seharusnya
merawat anak, mendidik dan menjaga harta yang Aki dapat.
Kenyataannya sekarang semua orang bisa melihat, aku bukan hanya
istri tapi juga sekaligus kepala keluarga yang menyedihkan”/
Aki terbiasa diam setiap kali aku mengomelinya. Dia tetap dingin dan
marah-marah jika aku tak sempat masak untuk makan siangnya, atau
marah-marah saat baju-baju belum sempat dicuci. Terkadang aku
menyesali kehidupanku seperti ini, ingin rasanya aku meminta cerai
padanya. Tapi aku memilih bertahan demi anak-anak dan rasa malu
pada orangtuaku, karena aku tak ingin gagal lagi dalam pernikahanku
ini. Namun inilah hasil dari keputusanku, aku harus selangkah lebih
tangguh dari wanita-wanita yang lain.
-------------
Aku memanggil majikanku itu Adek, masih sangat muda seusia dengan
anak ketigaku. Karena mengurusi rumah sekaligus mengurus bayi,
terkadang aku harus pulang ke rumah di sore hari. Tak terasa sudah
hampir sebulan aku bekerja sebagai PRT. Setiap kali aku pulang aki
selalu cemberut dan marah-marah. Mungkin karena sudah begitu
faham karakter suamiku, aku menjadi biasa dengan kata-kata yang
diucapkannya. Terkadang aku diam tak mengomentari kata-katanya.
Terkadang aku pura-pura tak acuh dengan nada ketus dari bibirnya.
Hari ini aku memaksakan masuk kerja, tapi aku dipaksa pulang oleh
majikanku karena kondisiku belum juga membaik. Aku kembali ke
rumah dengan tubuh lemah. Bibirku terasa bergetar, wajahku pucat
membeku seperti kehilangan pasokan oksigen yang besar. Aku
termangu menatap seluruh jari jemariku membiru. Ada apa dengan
tubuhku. Ada apa dengan kepalaku yang semakin terasa berat.
Sudah hampir tiga hari, aki tak pernah menjawab salam apalagi tegur
sapa denganku. Tiap kali aku mempersiapkan makanan untuk makan
siangnya, aki selalu menjawab dengan ketus.
Malam ini Tubuhku semakin lemah saat kudengar suara adzan shubuh
dari surau yang letaknya tak jauh dari gubuk reot kami. Tubuhku
sempoyongan, menjangkau timba yang dihubungkan dengan katrol
sumur. Aku terjatuh, terduduk tak bergerak ”Allahu Akbar”,..hanya itu
yang terucap di bibirku setelah semuanya terasa gelap dan berhenti.
--------
Laki-laki tua itu sedari tadi diam, terpekur menatap ke jasad wanita
yang telah dinikahinya selama 35 tahun lalu itu. Wajahnya tanpa
ekspresi, hanya kehampaan yang terlihat dari sorot mata yang dalam
itu. Tak sedikitpun ia beranjak dari jasad wanita itu. Sampai semua
proses pemakaman selesai laki-laki tua itu masih tak beranjak dari
nisan yang masih basah itu.