Anda di halaman 1dari 35

Aroma Harum 0918011091 Pembimbing : Dr.Fitriyani, Sp.S, M.

Kes

Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur)

Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu: Pasien bebas mengemukakan semua keluhan Pemeriksa (dokter) membimbing pasien

Sejak kapan mulai

Sifat serta beratnya

Lokasi serta penjalarannya

Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan danlain sebagainya)

Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut

Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya

Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan

Perjalanan keluhan

Nyeri kepala

Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?

Muntah

Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolaholah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?

Vertigo Gangguan pemglihatan (visus) Pendengaran

Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?

Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?

Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?

Saraf otak lainnya Fungsi luhur Kesadaran Motorik Sensibilitas Saraf otonom :

Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?

Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?

Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?

Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?

Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?

Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?

Secara kualitatif 1. 2. 3. 4. 5. 6. ComposMentis (conscious) Apatis Delirium Somnolen (Obtundasi, Letargi) Stupor (soporo koma) Coma (comatose)

Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ) 1. Menilai respon membuka mata (E) (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon 2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V) (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon 3. Menilai respon motorik (M) (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon

a. Pemeriksaan Kaku kuduk b. Pemeriksaan Kernig

c. Pemeriksaan Brudzinski 1. Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)

2. Brudzinski II Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. 3. Brudzinski III (Brudzinskis Check Sign) Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum. 4. Brudzinski IV (Brudzinskis Symphisis Sign) Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan pemeriksaan.

Nervus I (Nervus Olfactorius) Penilaian - Normosmia: kemampuan menghidu normal - Hiposmia: kemampuan menghidu menurun - Hiperosmia: meningkatnya kemampuan menghidu. Biasanya pd penderita hiperemis gravidarum, migren. - Anosmia: hilangnya penciuman - Kakosmia: mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada

2.

Nervus II (Nervus Optikus)


Pemeriksaan terdiri dari:
Ketajaman Penglihatan (visual acuity) Lapangan Pandang (visual field) Funduskopi (pemeriksaan oftalmoskopik)

Penyebab Gangguan Nervus II:


o Neuritis optika o Neuritis retrobulbar o Papilitis o Neuropati optic iskemik (ex. pada hiper-tensi dan arthritis) o Neuropati karena tekanan (ex. tumor, anerisma, gangguan hormonal tiroid) o Neuropati optic o/ infiltrasi (ex. karsinoma) o Defisiensi/intoksikasi (ex. def. vitamin B12, B1, intoksikasi etambutol, kloramfenikol)

3. Nervus III (Nervus Okulomotorius), Nervus IV (Nervus Troklearis), Nervus VI (Nervus Abdusen)

1) Ptosis o Ptosis adlh kelopak mata terjatuh, mata tertutup, tdk dapat dibuka, akibat kelumpuhan N.III (otot m. levator palpebrae) 2) Pupil o Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan. Bila sama : isokor ; bila tidak sama : anisokor o Miosis : pupil mengecil, dipersarafi oleh serabut parasimpatis dari N.III. Dapat dijumpai pada waktu tidur, tingkat tertentu dari koma, iritasi N.III, dan kelumpuhan saraf simpatis (sindrom Horner). o Midriasis : pupil melebar, dipersarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal). Dijumpai pada kelumpuhan N.III, misalx oleh desakan tumor atau hematom, pd fraktur dasar tulang tengkorak. 3) Refleks Pupil (Reaksi Cahaya Pupil) o Terdiri atas: 1. Refleks Cahaya Langsung (RCL) 2. Refleks Cahaya Tak Langsung (RCTL) Apabila RCL (-) dan RCTL (+) : kerusakan pada N.II Apabila RCL (-) dan RCTL (-) : kelumpuhan N.III.

4) o o o o

Refleks Akomodasi Penderita diminta melihat jauh, kemudian diminta melihat dekat. Mis. jari pemeriksa atau benda (ex. pulpen) yang ditempatkan di dekat matanya. Refleks Akomodasi (+) bila pupil mengecil : NORMAL Refleks Akomodasi (-) bila terdapat kelumpuhan N.III.

5) Kedudukan (Posisi) Bola Mata o Eksoftalmus: mata menonjol o Enoftalmus: bola mata seolah-olah masuk ke dalam o Strabismus: posisi bola mata tidak simetris akibat adanya kontraksi atau tarikan yang berlebihan dari otot mata. Disebut juga juling/jereng. 6) Gerakan Bola Mata o Penderita disuruh mengikuti jari pe-meriksa yang digerakkan kea rah lateral, medial-atas, bawah, dan kea rah yang miring. o Perhatikan apakah mata pasien bias mengikutinya dan perhatikan bagai-mana gerakan bola mata. o Pada pemeriksaan gerakan bola mata juga diperhatikan adanya diplopia (melihat kembar). Diplopia dijumpai pada kelumpuhan otot penggerak bola mata. o Perhatikan pula adanya nistagmus. Nistagmus adalah gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik. Caranya: penderita disuruh terus melirik ke satu arah (ex. ke kanan/kiri/ atas/bawah) selama 5-6 detik. Jika ada nistagmus, akan terlihat dalam jangka waktu tersebut.

a.

Bagian Motorik Mengurus otot-otot u/ mengunyah, yaitu m. masseter, m. temporalis; m. pterigoid medialis (bfx u/ menutup mulut); m. pterigoid lateralis (bfx u/ menggerakkan rahang bawah ke samping)

b. Bagian Sensorik Mengurus sensibilitas wajah melalui 3 cabang: Cabang (ramus) oftalmik : mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasalis dan sebagian mukosa hidung Cabang (ramus) maksilaris : mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung. Cabang (ramus) mandibularis : mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bag. Depan lidah, sebagian dari telinga (eksternal), meatus, dan selaput otak.

Saraf otak N.VII mengandung 4 macam serabut: a. Serabut somato-motorik : mempersarafi otot-otot wajah kecuali m. levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. b. Serabut visero-motorik (parasimpatis) : datang dari nucleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis. c. Serabut visero-sensorik : menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah (bersama-sama dengan N.V cab. Ramus mandibularis; sedangkan 1/3 bagian posterior oleh N.IX). d. Serabut somato-sensorik : rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh N.V.

Gangguan N. VII Kerusakan sesisi pada UMN N.VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah bagian bawah Pada lesi LMN : semua gerakan otot wajah (baik yang volunteer maupun involunter) semuanya lumpuh. Pada Bells Palsy : kelumpuhan N.VII jenis perifer yang timbul secara akut, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada Sindrom Guillain Barre : kelumpuhan N.VII perifer yang bilateral, muka tampak simetris. Perlu dicurigai bila pasien tidak dapat memejamkan kedua matanya.

a.

Saraf Vestibularis

b. Saraf Koklearis Berupa : Tuli perseptif atau tuli saraf Tuli Konduktif (Tuli Obstruktif, Tuli Transmisi)

Batang otak Medulla Spinalis Serebelum

Serebrum

1. Tes Swabach 2. Tes Rinne 3. Tes Weber BERLATERALISASI ke kiri (atau ke kanan)

7. Nervus IX (Nervus Glosofaringeus), Nervus X (Nervus Vagus)


Pembentukan suara (fonasi) dilakukan oleh pita suara, yang dipersarafi oleh N. laringeus rekurens (cabang dari N.X). Pengucapan (artikulasi) kata-kata diurus oleh otot-otot mulut (masseter, pterigoideus lateralis, orbikularis oris), otot lidah, otot laring dan faring. Jadi, artikulasi merupakan kerja sama antara saraf otak V, VII, IX, X dan XII. o Perhatikan kualitas suara pasien. Apakah suara normal/disfonia/afonia. o Minta pasien menyebutkan: AAAAAA.. pembentukan suara dilakukan oleh pita suara yang dipersarafi cabang N.X (N. Laringeus Rekurens), apabila lumpuh disfonia o Artikulasi yang kurang baik (cadel) akibat adanya kelumpuahan N.V, VII, IX, X disartria. o Pada kelumpuhan N.IX, X, palatum molle tidak sanggup menutup jalan ke hidung waktu bicara : suara hidung (bindeng/ sengau) o Kelumpuhan N.IX, X : disfagia (salah telan/ keselek) o Sekukan (hiccup, singultus) : kontraksi diafragma yang menyebabkan udara diinspirasi dengan kuat, dan bersamaan dengan itu, terdapat pula spasme faing dan berhentinya inspirasi karena menutupnya glottis. o Pengecapan : tesnya sulit dilakukan karena N.IX mempersarafi 1/3 bagian posterior lidah (sedangkan 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh N.V dan N.VII)

Fungsi Autonom N.X merupakan inhibitor dari jantung; paralysis menyebabkan takikardi, iritasi menyebabkan bradikardi. Oleh karena itu, pada pemeriksaan N.X perlu diperiksa frekuensi nadi. Beberapa Penyebab Gangguan N.IX dan X Anerisma a. vertebralis Strok bilateral (hemiparese dupleks) Idiopatis Hal yang menyebabkan gangguan pada m. Laringeus rekurens: anerisma aorta, tumor di mediastinum, tumor di bronkus

Saraf otak ini hanya terdiri dari serabut motorik (somatom otorik). Saraf XI menginervasi otot sternokleidomasto i-deus dan otot trapezius.

Saraf XII mengandung serabut somatomotorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan otot intrinsic lidah.

a. Pengamatan : Gaya berjalan dan tingkah laku Simetri tubuh dan extermitas badan dan anggota gerak

b. Gerakan volunter : Mengangkat kedua tangan dan bahu, Fleksi dan extensi artikulus kubiti, Mengepal dan membuka jari tangan, Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul, Fleksi dan ekstansi artikulus genu, Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki, Gerakan jari-jari kaki

c. Palpasi
Pengukuran besar otot Nyeri tekan Kontraktur

Konsistensi (kekenyalan)
Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot

a. Menguji sensasi nyeri b. Menguji sensai panas dan dingin c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas d. Vibrasi/getaran : dengan garputala,

Fisiologis a. Reflek bisep

b. Reflek Trisep

c. Reflek brachiradialis

d. Reflek patella

e. Reflek achiles

a. Reflek babinski:

b. Reflek chaddok

c. Reflek schaeffer

d. Reflek oppenheim

f. Reflek Gordon

g. Reflek gonda

Lumbantobing, S.M. (2012). Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. Mahar Marjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta,. Williams, Janice L. (2005). Diagnosis Fisik : Evaluasi dan Diagnosis dan Fungsi di Bangsal. Jakarta. EGC Radhi, Fatimah dr. 2012. Pemeriksaan Neurologis 1. Available http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pem eriksaan-klinis-neurologi-2.html pada April 2014

Anda mungkin juga menyukai