setelah al-Quran sebagai sumber referensi. Hadis berfungsi sebagai penjelas dan manifestasi langsung seluruh kandungan al-Quran.
Al-Quran selain mewajibkan umat Islam taat kepada-Nya, juga mewajibkan taat kepada RasulNya. Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 59: )59(
kepada Rasul. Beliau bersabda: ( ) : : : . ( ) Kedua hadis di atas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib.
Nabi. Mereka menjadikannya sebagai referensi dan cara pandang keagamaan mereka, serta menjadikannya sebagai sumber hukum syara setelah al-Quran. Tradisi ini kemudian diwarisi dan dan dilestarikan oleh Khulafa Rasyidun dan generasi sesudahnya, baik hadis yang mewujud dalam bentuk perkataan atau aplikasi praksis. Contohnya Kisah Abu Bakar yang didatangi seorang nenek yang meminta jatah warisan.
sumber hukum dan ajaran dalam Islam. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat global, karenanya kehadiran hadis sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al-Quran.
1. Bayan Taqrir
Ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
keharusan wudu ketika akan salat.
2. Bayan Tafsir
Hadis yang berfungsi untuk memberikan rincian
dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran yang masih bersifat mujmal (global), memberikan taqyid (persyaratan/batasan) ayat-ayat al-Quran yang bersifat mutlak, dan takhsis (mengkhususkan) terhadap ayat-ayat al-Quran yang masih bersifat umum.
belum dijelaskan tata cara, syarat-syarat, ataupun halangan-halangannya. salat, sebab dalam al-Quran tidak dijelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan salat seperti termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 43
3. Bayan Tasyri
Ialah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
.
kepada umat Islam pada bulan Ramadan satu sha kurma atau gandum untuk setiap orang,baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim (HR. Muslim)
berarti membicarakan hadis pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasulullah sebagai sumber hadis. Rasulullah membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadis.
memperoleh hadis dari Rasulullah saw. sebagai sumber hadis. Tempat-tempat pertemuan antara Rasulullah dan para sahabat sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Semisal, di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).
Pertama, melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis ilmi.
Kedua, melalui para sahabat tertentu yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Ketiga, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada dan futuh Makkah.
masa Khulafa al-Rasyidin yang berlangsung sekitar tahun 11 H. 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar. Masa ini menurut ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan (at-tasabbut wa al-iqlal min alriwayah)
Rasulullah saw. berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Quran dan hadis serta mengajarkannya kepada orang lain. :
( ) : ) (
hadis karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber tasyri setelah al-Quran. Karenanya, para sahabat khususnya Khulafa arRasyidin dan sahabat lainnya berusaha memperketat periwayatan dan penerimaan hadis. Contohnya kisah seorang nenek yang menemui Abu Bakar yang meminta bagian warisan untuknya.
resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab: o Supaya umat Islam tidak memalingkan perhatian dalam mempelajari al-Quran. o Para sahabat yang banyak menerima hadis sudah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan sudah mempunyai kesibukan membina masyarakat, sehingga dengan kondisi ini ada kesulitan untuk mengumpulkan mereka secara lengkap. o Dikalangan sahabat masih ada perselisihan dalam pembukuan hadis
berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat, hanya persoalan yang mereka hadapi berbeda. Pada masa ini al-Quran juga sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain pada zaman Usman para sahabat ahli sudah menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Kepada merekalah para Tabiin belajar hadis. Masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar al-riwayah ila alamshar).
Aisyah, Abdullah bin Umar, dan Abu Said alKhudri, dengan menghasilkan para pembesar tabiin, seperti; Said bin al-Musayyab, Urwah bin Zubair, Ibnu Syihab al-Zuhri, Ubaidullah bin Masud. Makkah; Muadz bin Jabal, Usman bin Talhah, Haris bin Hisyam. Di antara tabiin yang muncul, semisal Mujtahid bin Jabar, Atha bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu Abbas
Abdullah bin Masud. Di antara tabiin yang muncul ialah Said bin Zubair al-Asadi, Ibrahim an-Nakha`i, Abu Ishaq al-Sabi. Basrah; Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Imran bin Husain. Di antara tabiin yang muncul ialah Hasan al-Basri, Muhammad bi Sirrin. Syam; Abu Ubaidah al-Jarrah, Bilal bin Rabah, Ubadah bin Samit, Muadz bin Jabal, Abu Darda, Khalid bin Walid. Di antara tabiin yang muncul ialah Salim bin Abdillah al-Muharibi, Abu Idris.
terjadinya Perang Jamal dan Siffin yang mengakibatkan terpecahnya umat Islam, seperti kelompok Khawarij, Syiah, Muawiyah, dan kelompok mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga kelompok tersebut. Pengaruh negatif dari pertikaian ini munculnya hadis-hadis palsu (maudhu) untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok.
rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pertikaian politik tersebut.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayah). Beliau menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (Gurbernur Madinah) yang berbunyi:
) (
Hazm agar mengumpulkan hadis-hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Ansari (murid kepercayaan Siti Aisyah) dan Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr. Instruksi yang sama beliau tujukan kepada Muhammad bin Syihab al-Zuhri yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis daripada yang lainnya. Namun, sayang sekali karya kedua tabiin ini lenyap tidak sampai kepada generasi sekarang.
hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama di medan perang. Kedua, beliau khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan hadis-hadis palsu. Di pihak lain semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan para tabiin antara satu dengan yang lain tidak sama.
khususnya sejak masa al-Makmun sampai dengan al-Muktadir (sekitar tahun 201 300 H.) Pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh menyeleksi hadis yang diterimanya. Dengan kaidah-kaidah yang ditetapkannya para ulama berhasil memisahkan hadis-hadis yang daif dari hadis yang sahih dan hadis-hadis yang mauquf dan yang maqtu dari yang marfu, meskipun pada penelitian selanjutnya masih ditemukan hadis yang daif pada kitab-kitab sahih mereka.
muncullah kitab-kitab hadis yang hanya memuat hadis-hadis yang sahih. Kitab-kitab tersebut dikenal dengan Kutub al-Sittah (Kitab Induk yang Enam). 1. Jami Sahih Imam Bukhari 2. Jami Sahih Imam Muslim 3. Sunan Abu Dawud 4. Sunan Tirmidzi 5. Sunan an-Nasa`i 6. Sunan Ibnu Majah
Malik serta Musnad Ahmad bin Hanbal, para ulama mulai menyusun kitab-kitab Jawami, kitab syarh mukhtasar, mentakhrij, serta penyusunan kitab hadis untuk topik-topik tertentu. Semisal mengumpulkan kitab-kitab hadis mengenai hukum yang dilakukan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani
2. Metode Ijmali
3. Metode Muqarin
Hasil penelitian beliau tuliskan dalam bukunya yang berjudul al-Sunnah wa Makanatuha fi alTasyri al-Islami yang diterjemahkan oleh Nurcholish Madjid menjadi Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam Sebuah Pembelaan Kaum Suni. Penelitiannya bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis.
Dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Hasil penelitiannya antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadis mulai dari Rasulullah sampai terjadinya upaya pemalsuan hadis dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah, dibukukannya Ilmu Mustalah al-Hadis, Ilmu Jarh dan al-Tadil, kitab-kitab tentang hadis palsu, para pemalsu dan penyebarannya.
2. Model Muhammad al-Gazali Hasil penelitiannya beliau tuangkan dalam bukunya yang berjudul al-Sunnah al-Nabawiyah Baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadis. Penelitiannya bersifat eksploratif yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya. Beliau terlebih dahulu memahami hadis yang ditelitinya dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah aktual yang muncul di masyarakat. Corak penyajiannya bersifat deskriptif analitis, dilanjutkan dengan menggunakan pendekatan fikih.
Pertanyaan/Saran/Kritik
Maksud pembukuan
atau quran?
Daftar Pustaka
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2011 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi; Metode dan Pendekatan, Yogyakarta: CESaD YPI AlRahmah, 2001