Anda di halaman 1dari 17

Auksin

Sejarah Penemuan Auksin Auksin merupakan hormon tanaman yang pertama kali ditemukan. Charles Darwin merupakan diantara ilmuwan pertama yang meneliti tentang hormon tanaman. Pada bukunya Kekuatan gerak tanaman yang ditampilkan pada tahun 1880. Dia merupakan orang yang pertama mendiskripsikan pengaruh cahaya pada pergerakan coleoptile rumput kanari (Phalaris canariesnsis). Koleoptil daun terspesialisasi yang berasal dari nodus pertama dimana merupakan pembungkus epikotil tanaman pada tahap perkecambahan untuk proteksi sampai muncul dari tanah. Ketika cahaya diarahkan pada koleoptil, maka akan membungkuk sesuai dengan arah datangnya cahaya. Ketika ujung koleoptil ditutupi dengan alumunium foil, maka tidak akan terjadi pembungkukan menuju arah cahaya. Namun, jika ujung koleoptil dibiarkan terbuka tetapi sebagian tepat dibawah ujung tetap tertutup, maka paparan dari cahaya menghasilkan kelengkungan tanaman menuju cahaya. Eksperimen Darwin ini membuktikan bahwa ujung koleoptil terdapat jaringan yang bertanggung jawab untuk menerima cahaya dan memproduksi beberapa signal diamana akan dikirimkan pada bagian bawahnya koleoptil dimana respon fisiologis pembungkukan terjadi. Dia kemudian memotong ujung dari koleoptil dan menyinari sisa koleoptil dengan cahaya untuk melihat terjadinya proses pelengkunga hasilnya Kelengkungan tanaman tidak terjadi.

Gambar . Percobaan yang dilakukan oleh Darwin, 1880

Pada tahun 1885, Salkowski menemukan Indole-3-acetic acid (IAA) pada media fermentasi. Isolasi produk serupa dari jaringan tanaman tidak dapat ditemukan pada jaringan tanaman hampir selama 50 tahun. IAA merupakan auksin utama yang terlibat dalam banyak proses fisiologis pada tanaman. Pada tahun 1907, kajian Fitting tentang pengaruh sayatan pada sisi terkena cahaya dan tidak terkena cahay pada tanaman. Hasilnya telah membantu dalam memahami jika proses translokasi signal benar-benar terjadi pada sisi khusus tanaman

tetapi hasil ini kurang menyakinkan karena signal ini mampu melintasi atau menhilang dari sekitar sayatan. Pada tahun 1913, Boysen-jensen memodifikasi eksperimen Fitting melalui penyisipan potongan mika untuk memblok jalannya signal dan menujukan bahwa transport auksin menuju dasar telah terjadi pada sisi gelap tanaman berkebalikan dengan dengan sisi yang terekspos cahaya searah.

Gambar . Percobaan yang dilakukan oleh Boysen-Jensen, 1913

Pada tahun 1918, Paal menegaskan hasil Boysen-Jansen melalui pemotongan ujung koleoptil pada kondisi gelap, menyinari hanya bagian ujung dengan cahaya, menggantikan ujung koleoptil pada tanaman tetapi bagian pangkal dipusatkan ke salah satu sisi atau lainnya. Hasilnya menunjukkan, bagian mana saja pada koleoptil yang terpapar cahaya, kelengkungan terjadi menuju pada sisi lainnya.

Gambar . Percobaan yang dilakukan oleh Paal, 1918

Pada tahun 1926, seorang mahasiwa pascasarjana dari Belanda yang bernama Fritz Went mempublikasikan laporannya yang mendiskripsikan bagaimana dia mengisolasi substansi pertumbuhan tanaman melalui cara menempatkan agar blok dibawah ujung

koleoptil selama waktu tertentu kemudian dilepaskan dan menempatkannya pada batang Avena yang dipotong. Setelah penempatan agar tersebut, batang itu memulai pertumbuhan

Gambar . Percobaan yang dilakukan oleh Went, 1926

Auksin yang ditemukan oleh Went, sekarang diketahui berupa asam indol-3-asetat (IAA). Meskipun demikian, tumbuhan mengandung dua senyawa lain yang dapat menimbulkan respon yang sama dengan IAA, sehingga dianggap sebagai auksin. Salah satu dari padanya adalah asam 4-kloro indol aseteat (4-kloro IAA) yang terdapat pada biji tumbuhan polong. Yang lainnya adalah asam fenil asetat (PAA). Selain senyawa-senyawa tersebut diatas, ada tiga senyawa lainnya yang ditemukan pada banyak tumbuhan dan mempunyai aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya mudah teroksidasi menjadi IAA invivo dan barangkali hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga senyawa tersebut belum dikelompokkan sebagai auksin. Mereka adalah indolasetaldehid, indolsetonitril dan indoletanol. Masing-masing memiliki struktur serupa dengan auksin, hanya saja mereka tidak memiliki gugus karbonil (Salisbury dan Ross, 1995). Ada juga beberapa senyawa yang disintesis para ahli kimia yang dapat menimbulkan respon fisiologi seperti IAA, dianggap sebagai auksin namun karena mereka tidak disintesis oleh tumbuhan biasa disebut sebagai auksin sintetik. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah asam naftalenasetat (NAA), asam indolbutirat (IBA), asam 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4-D), asam 2,4,5-triklorofenoksi asetat (2,4,5-T) dan asam 2 metil-4-klorofenoksi asetat (MCPA). (Sasmitamihardja,1996)

Struktur Auksin Struktur yang paling dikenal adalah IAA (Indol Acetik acid), yang mirip dengan asam amino triptofan. Struktur IAA terdiri dari cincin aromatik berupa cincin indol dan rantai asam asetat.

Gambar . Beberapa struktur auksin alami

Gambar . Beberapa struktur auksin sintetik

Tempat Auksin Diproduksi Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auksin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar,

melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkim. Secara kimia, IAA sama dengan asam amino triptofan dan disintesis dari padanya. Ada dua mekanisme sintesis yang diketahui kedua-duanya melibatkan pelepasan gugus amina dan gugus karboksil terminal dari ikatan samping triptofan. Jalur yang lebih disukai pada banyak spesies adalah melibatkan pemberian gugus amino kepada asam keto lain dengan reaksi transaminasi, membentuk asam indol piruvat dan kemudian dekarboksilasi indol piruvat membentuk indolasetaldehida. Pada akhirnya indolasetaldehida dioksidasi menjadi IAA. (Sasmitamihardja,1996). Jalur yang kedua triptofan mengalami dekarboksilasi menjadi triptamin. Triptamin kemudian dioksidasi dan deaminisassi untuk menghasilkan indolasetaldehid. Molekul ini akan mengalami oksidasi lebih lanjut untuk menghasilkan asam indoleasetat.

Gambar . Mekanisme pembentukan IAA dalam jaringan tumbuhan

Tumbuhan memiliki mekanisme untuk mengontrol kandungan hormon seperti IAA. Salah satu pengontrolan dilakukan dengan cara mentidak-aktifkan sementara yaitu gugus karboksil IAA bergabung secara kovalen dengan molekul lain membentuk turunan yang disebut aksin terikat atau disebut sebagai auksin terkonjugasi. Auksin akan bergabung sementara dengan senyawa lain melalui ikatan hidrogen atau melalui ikatan lain yang lemah. Bentuk auksin yang terkonjugasi diantaranya adalah indolasetil asam aspartat, ester IAA inositol da IAA-glukosida. Pada umumnya IAA dapat dilepaskan dari ikatan ini dengan enzim hidrolase, dan hal ini merupakan bentuk IAA yang disimpan. Proses lain untuk melepaskan IAA adalah perombakan yang melibatkan oksidasi dan melepaskan gugus

karboksil sebagai CO2 hasilnya berupa 3-metilinoksinidol. Enzim yang mengkatalis reaksi ini adalah IAA-oksidase (Sasmitamihardja,1996).

Mekanisme Transportasi Auksin IAA bisanya tidak dipindahkan melalui tabung tapis floem tetapi terutama melalui sel parenkima yang bersinggungan dengan berkas pembuluh. IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika diberikan di permukaan daun yang cukup matang untuk mengangkut gula keluar, tetapi biasanya pengankutan pada batang dan tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang berkas pembuluh. Cara pengangkutan auksin ini memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan floem yaitu pergerakan auksin lebih lambat, pengangkutan auksin berlangsung secara polar pada batang dalam arah basipetal, tidak peduli apakah bagian basal berada dibawah atau dalam keadaan terbalik dengan bagian apeks di sebelah bawah. Angkutan Pergerakan auksin memerlukan energi, dan angkutan akan dihalangi apabila sintesis ATP mengalami hambatan atau kalau tidak ada oksigen. Penghambat kuat terhadap angkutan auksin secara polar adalah asam 2,3,5-triindobenzoat (TIBA) dan asam naftalinat (NPA). Kedua senyawa tersebut disebut sebagai antiauksin Hipotesis yang paling dikenal tentang angkutan polar auksin yaitu hipotesis kemiosmotik. Hipotesis ini menyebutkan bahwa sel menggunakan energi yang diperoleh dari hasil hidrolisis ATP di membran plasma untuk memompa H+ dari sitosol menuju dinding sel. pH dinding sel yang lebih rendah (sekitar 5,5) memprtahankan gugus karboksil auksin menjadi kurang terdisosiasi daripada yang ada di sitosol, yang pHnya lebih tinggi (mendekati 7). Karena membran lebih permeabel terhadap zat terlarut yang tidak terdisosiasi (tidak bermuatan), auksin yang tak bermuatan kemudian bergerak dari dinding ke sitosol melaui kotranspor dengan H+. Di sitosol, pH yang lebih tinggi menyebabkan gugus karboksil auksin terdisosiasi dan menjaadi bermuatan negatif. Sejalan dengan meningkatnya konsentrasi auksin bermuatan (seperti IAA) di sitosol, pergerakan keluarnya lebih dipermudah secara termodinamika. Pada angkutan polar, auksin hanya bergerak keluar dari ujung yang berlawanan dengan tempat dia masuk (Sasmitamihardja,1996).

Gambar. Model kemiosmotik untuk menjelaskan angkutan basipetal auksin di dalam sel

Fungsi Fisologis Auksin Berikut ini merupakan beberapa fungsi auksin yang diketahui : 1. Menstimulasi pemanjangan sel. Merangsang pemanjangan sel pada kecambah rumput dan tumbuhan herba. Penyebaran auksin pada batang tidak merata sehingga daerah dengan banyak auksin mengalami pemanjangan sel dan membuat batang membengkok. 2. Auksin berkombinasi dengan sitokinin menstimulasi pembelahan sel pada jaringan. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Karjadi, A.K (2008) bahwa pertumbuhan jaringan meristematik pada media yang hanya ditambah auksin atau

sitokinin, pertumbuhan dan perkembangan dari eksplan tidak sebaik pada media yang ditambah hormon auksin (NAA) dan sitokinin (BAP) 2-ip. Di sini terlihat bahwa penambahan hormon auksin dan sitokinin dapat merangsang pembelahan sel. 3. Menstimulasi inisiasi akar pada pemtongan batang dan perkembangan akar lateral pada kultur jaringan. Plantlet yang tumbuh dan berkembang dari jaringan meristem pada umumnya akan berakar. Pertumbuhan akar pada plantlet sangat dipengaruhi oleh kehadiran ZPT auksin yang relatif tinggi (Karjadi, 2008) 4. Auksin berperan dalam dominansi apikal, yaitu keadaan pertumbuhan batang terus ke atas dan tidak menghasilkan cabang. Jika ujung batang dipotong, dominansi apikal akan hilang dan tumbuhan menghasilkan cabang dari tunas ketiak. 5. Dapat menghambat atau mempromosi pengguguran (melalui stimulasi etilen) daun dan buah

6. 7. 8. 9.

Menunda kematangan buah Menstimulasi pertumbuhan pada bagian bunga Memicu pengurangan sifat betina pada bunga deoecidous Menstimulasi produksi etilen pada konsentrasi tinggi

Mekanisme Kerja Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut, auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma (Darmawan dan Baharsjah, 1983).

Gambar . Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman

Giberelin Sejarah Giberelin

Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula ditemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Kurosawa melakukan penelitian terhadap penyakit bakane yang menyerang tanaman padi. Adapun penyebab dari penyakit ini adalah jamur Gibberella Fujikuroi. Suatu gejala khas dari penyakit ini ialah: apabila tanaman padi terserang, maka tanaman tersebut memperlihatkan batang dan daun yang memanjang secara tidak normal. Kurosawa berhasil mengisolasi Gibberella Fujikuroi ini dan menginfeksikan kepada tanaman yang sehat. Sebagai akibat infeksi tersebut, maka tanaman yang terinfeksi itu memperlihatkan gejala seperti di atas (Zainal Abidin, 1982 : 37 ). Menurut Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah S. (1996 : 332), pada tahun 1930 Yabuta dan Hayashi berhasil mengisolasi suatu senyawa aktif dari jamur Gibberella Fujikuroi yang dinamakan giberelin. Pada tahun 1951, Stodola dkk. melakukan penelitian terhadap substansi dari jamur Gibberella Fujikuroi, dan menghasilkan giberelin A. Penyelidikan orangorang Jepang ini tidak banyak menarik perhatian para ahli di luar Jepang. Sampai pada akhir Perang Dunia II beberapa tim ahli dari Inggris dan Amerika Serikat mengunjungi Jepang dan menyadari akan penelitian-penelitian mengenai giberelin ini. Sesudah dilakukan studi yang mendalam oleh tim ahli, diketahui bahwa giberelin A terdiri dari sekurang-kurangnya 6 macam giberelin yang disebut GA1, GA2, GA3,GA4, GA7, dan

GA9. Giberelin biasa disingkat menjadi GA (gibberellic acid = asam giberelat), dan untuk membedakan antara GA dengan GA lainnya diberi subscript menjadi GA1, GA2, GA3 dan setrerusnya. Menurut Loveless A. R. (1991: 369) giberelin alami ada lebih dari 30 macam, semuanya memiliki konfigurasi kimia yang khusus (suatu rangka giban), tetapi yang paling sering dideteksi ialah asam giberelat (GA3) dan banyak efek fisiologis yang dianggap berasal dari GA3.

Struktur Giberelin

Semua giberelin merupakan turunan rangka ent-giberelan. Giberelin memiliki 19 atom C atau 20 atom C, yang berkelompok secara keseluruhan membentuk 4-5 sistem cincin (Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah S., 1996). Sistem cincin kelima (tidak terdapat pada ent-giberelan) adalah cincin lakton yang terlihat menempel pada cincin A giberelin. Semua giberelin memiliki satu gugus karboksil yang melekat pada karbon 7, dan beberapa di antaranya memiliki karboksil tambahan yang terletak pada karbon 4 , sehingga semuanya disebut asam giberelat. Tapi GA3, giberelin pertama yang sangat aktif dan sudah lama tersedia di pasaran (dimurnikan dari medium biakan cendawan G, fujikuroi) (Salisbury, 1995). Berdasarkan posisi gugus hidroksil, dapat dibedakan menjadi gugus hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13. Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki rangka entgiberelan.. Semua giberelin dengan 19 atom adalah asam monokarbosiklik yang mengandung kelompok COOH pada posisi 7 dan mempunyai sebuah cincin lakton. Dari sekian banyak macam giberelin, ada empat macam giberelin yang sangat aktif pada tumbuhan, yaitu GA1, GA3, GA4, dan GA7 (Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah S., 1996).

Gambar. Rangka ent-giberelan.

Gambar. Empat struktur giberelin yang sangat aktif Tempat diproduksi dan Pembentukan Giberelin

Tempat diproduksi Giberelin terdapat pada angiosperma, gimnosperma, paku-pakuan dan barangkali juga pada lumut, ganggang, dan sekurangnya dua jenis cendawan. Belum lama ini, giberelin juga ditemukan pada dua spesies bakteri. Giberelin diproduksi pada biji yang sedang berkembang, daun yang sedang berkembang (daun muda), dan ujung akar. Biji yang masih muda mengandung giberelin dalam jumlah yang relatif tinggi dibanding dengan bagian lain pada tumbuhan. Tingginya kandungan giberelin pada biji tersebut, merupakan hasil biosintesis, bukan hasil angkutan. Daun muda diduga menjadi tempat utama sintesis giberelin seperti halnya auksin. Hipotesis ini sesuai dengan kenyataan bahwa jika ujung tajuk dan daun muda dipangkas dan tanggal batangnya diberi giberelin atau auksin, pemanjangan batang akan terpacu. Dapat disimpulkan bahwa daun muda biasanya. memacu pemanjangan batang karena daun muda mengirim kedua jenis hormon tersebut ke batang. Akar juga mensintesis giberelin; namun giberelin eksogen menimbulkan efek kecil pada pertumbuhan akar, dan menghambat pembentukan akar liar (Salisbury, 1995).

Pembentukan giberelin

Giberelin termasuk senyawa isoprenoid dan merupakan diterpen yang disintesis dari unit-unit asetat yang berasal dari asetil-KoA melalui jalur asam mevalonat (Dardjat Sasmitamihardjadan Arbayah, 1996 : 334), senyawa isoprene memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Geranil-geranil pirofosfat, suatu senyawa dengan 20 karbon, bertindak sebagai donor atom-atom karbon bagi semua giberelin. Senyawa tersebut dikonversi menjadi kopalil pirofosfat, yang memiliki dua sistem cincin yang selanjutnya membentuk kauren. Beberapa dari tahap konversi ini merupakan oksidasi yang terjadi di dalam retikulum endoplasma. Mereka melibatkan senyawa-senyawa antara kaurenol (suatu alkohol), kaurenal (suatu aldehida) dan asam kaurenat. Senyawa pertama dengan sistem cincin giberelin yang sebenarnya adalah aldehida GA12, suatu molekul dengan 20 karbon. Umumnya, giberelin 19-karbon lebih aktif daripada giberelin 20-karbon, dan karbon yang hilang dari molekul 20-karbon adalah karbon dari gugus metil yang menempel di antara cincin A dan cincin B aldehid-G12. Karbon tersebut teroksidasi menjadi gugus karboksil, yang kemudian terlepas sebagai CO2 (Salisbury, 1995). Pada daun, kloroplas merupakan tempat utama terjadinya interkonversi giberelin, meskipun reaksi-reaksi sampai asam kaurenat mungkin terjadi di luar plastida (Dardjat Sasmitamihardja dan Arbayah S., 1996).

Gambar. Beberapa reaksi dalam biosintesis giberelin. Berbagai langkah yang ditunjukkan dengan panah tunggal sebenarnya mengikutsertakan lebih dari satu reaksi yang dikatalisis enzim, khususnya reaksi sebelum terbentuk kauren.

Gambar. Pembentukan giberelin

Zat pelambat pertumbuhan tertentu yang diperdagangkan, yang menghambat pemanjangan batang dan menyebabkan pengkerdilan, bekerja antara lain menghambat sintesis giberelin. Produk tersebut meliputi Phospon D, Amo-1618, CCC atau Cycocel, ansimidol, dan paklobutrazol. Phospon D dan Amo-1618 menghambat perubahan geranilgeranil pirofosfat menjadi kopalilpirofosfat. Phospon D juga menghambat proses selanjutnya, yakni pembentukan kauren, sedangkan ansimidol dan paklobutrazol menghambat reaksi oksidasi antara kauren dan asam kaurenoat. Selain dibentuk, giberelin biasanya mengalami perombakan secara perlahan-lahan, tetapi mereka dapat dengan mudah dikonversi ke dalam bentuk terkonjugasi yang sangat tidak aktif. Bentuk konjugasi ini mungkin sebagai usaha penyimpanan atau untuk diangkut

yang kemudian dilepaskan kembali pada tempat dan waktu yang tepat. Bentuk konjugasi yang diketahui meliputi glukosida, dimana glukosa bergabung dengan dalam suatu ikatan eter pada salah satu gugus OH atau dalam ikatan ester pada gugus karboksil dari giberelin.

Gambar. Zat Retardant giberelin

Mekanisme Transportasi Giberelin Salisbury dan Ross (1995: 54) menyatakan bahwa pengangkutan asam giberelat dalam tumbuhan tidak terjadi secara polar. Pengangkutan berlangsung melalui difusi. Selain itu, pengangkutan juga berlangsung melalui xilem dan floem.

Fungsi Fisiologis Giberelin Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini : 1. Merangsang batang dengan merangsang pembelahan dan perpanjangan sel Kubis dan spesies lain yang membentuk roset dan memiliki ruas yang pendek, kadangkadang tumbuh setinggi 2 meter dan kemudian berbunga setelah pemberian GA3. 2. Pemacuan perkecambahan biji dorman

Pada biji, salah satu efek giberelin adalah mendorong pemanjangan sel, sehingga radikula dapat mendobrak endosperma, kulit biji, atau kulit buah yang membatasi pertumbuhannya.

3.

Memacu pembungaan Perbandingan lamanya siang dan malam sangat berpengaruh dalam proses pembungaan

pada beberapa spesies. Ada spesies yang hanya berbunga jika mendapat penyinaran > 12 jam, ada pula yang hanya berbunga jika mendapat penyinaran < 12 jam. Giberelin dapat menggantikan hari panjang yang dibutuhkan oleh beberapa spesies. Giberelin juga memenuhi kebutuhan beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi). 4. Mendorong aktivitas dari enzim-enzim hidrolitik pada proses perkecambahan biji-biji serelia. Hal ini mula-mula datang dari observasi perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada biji jelai selama proses malting (perubahan pati ke gula). Pada proses ini biji jelai itu menghisap air dan biji mulai berkecambah. Pada proses perkecambahn ini pati di ubah menjadi gula. Biji jelai yang mulai berkecambah ini dikenal sebagai malt yang dipakai untuk menumbuhkan ragi yang kemudian merubah gula menjadi alkohol. Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel-sel auleron, lapisan sel-sel paling luar endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam amino, zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protase ditranspor ke embrio, dan zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. Aktifnya enzim -amilase akan semakin meningkatkan perombakan karbohidrat menjadi gula reduksi. Gula reduksi tersebut sebagian akan digunakan sebagai respirasi dan sebagian lagi translokasi ke titik-titik tumbuh penyusunan senyawa baru. Proses respirasi tersebut sangat penting karena respirasi akan menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk proses-proses metabolisme benih. 5. 6. Menunda penuaan daun dan buah Menyebabkan partenokarpi

Giberelin (terutama GA4 dan GA7) menyebabkan perkembangan buah partenokarpi. Partenokarpi meliputi perkembangan buah tanpa penyerbukan, kemudian diperluas semua menjadi perkembangan buah tanpa fertilisasi baik setelah terjadinya penyerbukan maupun tanpa penyerbukan.

Gambar.

Pemberian

GA3

Gambar.

Giberelin

menyebabkan

memacu pemanjangan batang kubis. Mekanisme Kerja Giberelin

partenokarpi, buah tanpa biji.

Kebanyakan tanaman memberikan respon terhadap pemberian GA3 dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh GA3 terutama di dalam perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh jumlah sel-sel pada ruas-ruas tersebut bertambah besar (Wattimena, 1987 : 23-24 ). Peran giberelin dalam pemanjangan batang merupakan hasil dari 3 proses: 1. Proses pertama adalah pembelahan di daerah ujung batang. Dari hasil penelitian Lui dan Loy (1976) menunjukkan pembelahan sel diakibatkan oleh stimulus giberelin terhadap sel yang berada pada fase G1 agar segera memasuki fase S dan memperpendek fase S. 2. Proses kedua adalah giberelin memacu pertumbuhan sel dengan cara meningkatkan hidrolilis amilum, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga dapat digunakan untuk respirasi yang menghasilkan energi. Energi tersebut kemudian akan

digunakan untuk pembentukan dinding sel dan komponen-komponen sel lain sehingga proses pembentukan sel dapat berlangsung dengan cepat. Giberelin juga menurunkan potensial air sehingga air dapat masuk ke dalam sel dengan lebih cepat dan terjadi pembentangan sel. 3. Proses ketiga adalah giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel. (Salisbury & Ross, 1985: 61).

Daftar Pustaka

Loveless, A. R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik (Terjemahan : KuswataKartawinata, Sarkat Danimiharja dan Usep Soetisna). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Salisbury, F.B and Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. (Terjemahan : Dian R Lukman danSumaryono). Bandung : Penerbit ITB. Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tumbuhan. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB. Zainal Abidin. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa. Darmawan dan Baharsjah. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia Gardner et al. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, Penerjemah Jakarta: Universitas Press. Terjemahan Physiology of Crop Plants Sasmitamihardja, Dardjat dan Siregar, A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Jurusan Biologi-ITB A.K, Karjadi dan A., Buchory. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. J. Hort. 18(4):380-384.

Anda mungkin juga menyukai