Anda di halaman 1dari 27

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Gigi Tiruan Cekat Gigi yang hilang dapat diganti dengan gigi tiruan. Pada umumnya dikenal dua tipe geligi tiruan, yaitu (Prajitno, 1991): 1. Gigi tiruan cekat, yang dicekatkan di dalam mulut dengan semen. 2. Gigi tiruan lepasan, yang tiap saat dapat dilepas dari mulut. Yang cekat biasanya disebut gigi tiruan jembatan (GTJ), atau disingkat jembatan, sedang yang dapat dilepas disebut gigi tiruan lepasan (GTL). Jembatan dilekatkan di dalam mulut dengan semen khusus pada gigi asli yang masih ada, sedang yang lepasan mempunyai pegangan pada gigi asli dengan perantaraan pendekap (clasp) (Prajitno, 1991). Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan (Prajitno, 1991).

3.2 Tujuan Pemakaian Gigi Tiruan Cekat 1. Peningkatan fungsi estetik. 2. Peningkata fungsi bicara. 3. Perbaikan dan peningkatan fungsi pengunyahan. 4. Pelestarian jaringan mulut yang masih tinggal. 5. Pencegahan migrasi gigi. 6. Peningkatan distribusi beban kunyah (Prajitno, 1991). Akibat kehilangan gigi tanpa gigi pengganti adalah (Prajitno, 1991): 1. Migrasi dan rotasi gigi 2. Erupsi berlebih 3. Penurunan efisiensi kunyah 4. Gangguan TMJ 5. Beban berlebih pada jaringan pendukung

6. Kelainan berbicara 7. OH buruk 8. Efek jaringan lunak

3.3 Komponen-Komponen Gigi Tiruan Cekat Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut (Prajitno, 1991): 1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang. Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-bahan ini (Prajitno, 1991). Tipe-tipe pontik dibedakan atas : a. Pontik yang berkontak dengan residual ridge (Allan dan Foreman, 1994): 1) Saddle/saddle-ridge-lap pontic Merupakan pontik yang berkontak bidang dengan edentulous ridge. Pontik tipe ini tidak memiliki aksaes untuk dental floss sehingga tidak dapat dibersihkan dan menyebabkan akumulasi plak. Pontik ini juga dapat menyebabkan inflMai oleh Krena tidak dapat digunakan. 2) Modified ridge-lap pontic Merupakan kombinasi antara pontik tipe saddle dan hygienic. Memiliki permukaan fasial yang menutupi residual ridge bagian lingual tidak berkontak dengan ridge, sehingga estetiknya bagus dan mudah dibersihkan. Pontik tipe ini diindikasikan untuk mengganti gigi hilang pada daerah yang tampak saat berfungsi (gigi anterior, premolar dan molar pertama). 3) Conical pontic Merupakan pontik yang hanyamemiliki satu kontak titik pada titik tengah residual ridge, sehingga mudah dibersihkan. Diindikasikan untuk mengganti gigi hilang pada ridge yang pipih di daerah posterior. 4) Ovate pontic Merupakan pontik yang sangat estetis, dasar pontik membulat dan masuk ke dalam cekungan (cancanity) residual ridge, sehinga mudah

dibersihkan. Residual ridge cekung dapat dibentuk dengan caara penempatan GTJ sementara setelah diekstraksi , dengan memperluas pontik bagian servikal dan dimasukkan ke residual ridge atau juga dapat dibentuk dengan tindakan bedah. Diuindikasikan untuk kebutuhan estetik yang optimal, misalnya pada kehilangan gigi insisif, kaninus dan premolar rahang atas.

b. Pontik yang tidak berkotak dengan residual ridge (Allan dan Foreman, 1994): 1) Sanitary/hygienic pontic Merupakan pontik yang mudah dibersihakan karena tidak berkontak dengan edentulous ridge. Mesiodistal dan fasiolingualnya berbentuk cembung, serta dasar pontik berbentuk bulattidak rata untuk mencegah terjadinya retensi makanan. Ketebalan oklusogingiva pontik minimal 3mm dan jarak ke edentulous idge minimal 2 mm. Dengan kondisi tersebut akan memudahkan kontrol plak dengan cara menyisipakan deental floss di bawah pontik. Pontik tipe ini diindikasikan untuk gigi posterior rahanga bawah atau pasien dengan oral hygiene buruk. 2) Modified sanitary (hygienic) pontic/perel pontic Merupakan modifiaksi sanitary pontic. Permukaan dasar pontik cekung/melengkung pada arah mesiodistal dan fasiolingual. Konektor yang menghubungkan pontik ini dengan retainer dapat dibuat dengan ketebalan maksimal. Sehingga konektor lebih dapat menahan sterss/tekanan. Desain pontik ini kemungkinanterjadinya self cleansing sehingga diinkasikan untuk gigi posterior rahang bawah dan bila oral hygiene pasien buruk. 2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal (Prajitno, 1991). a. Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada di permukaan luar dari mahkotagigi penyangga. Contohnya adalah complete veneer crown dan partial veneer crown. b. Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada di bagian dalam mahkota gigi penyangga. Cotohnya adalah inlay dan onlay.

c. Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna (Allan dan Foreman, 1994). 3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi, jika terbuat dari porselen seluruhnya) (Prajitno, 1991). a. Konektor rigid: konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponjen GTC. Merupakan konektor yang paling sering untuk GTC. Konektor rigid dapat dibuat dengan cara (Allan dan Foreman, 1994): 1) Pengecoran(casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuangan 2) Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan 3) Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau tekanan. b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan terjadinya pergerakan terbatas pada komponen GTC. Diinikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggantian beberapa giig yang hilang. Konektor nonrigid betujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair) GTC (Allan dan Foreman, 1994). 4. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar (Prajitno, 1991). 5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik (Prajitno, 1991).

3.4 Macam-Macam Gigi Tiruan Cekat Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah (Prajitno, 1991): a. Fixed-fixed bridge Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis (Prajitno, 1991).

Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone; 2001.p. 115). b. Semi fixed bridge Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi (Prajitno, 1991).

Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill

livingstone;2001.p.118

c) Cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan (Prajitno, 1991).

Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 120)

10

d) Spring cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang (Prajitno, 1991).

Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill

livingstone;2001.p. 122).

e) Compound bridge Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan (Prajitno, 1991).

3.5 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC Indikasi dari GTC, yaitu (Prajitno, 1991): 1. Kehilangan satu atau lebih gigi 2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus 3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring 4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa. Kontraindikasi pemakaian GTC (Prajitno, 1991):

11

1. Pasien yang tidak kooperatif 2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang 3. Kelainan jaringan periodonsium 4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga 5. Diastema yang panjang 6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama 7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

3.6 Keuntungan dan Kerugian GTC Keuntungan (Prajitno, 1991): 1. Karena dilekatkan pada gigi asli maka tidak mudah terlepas atau tertelan. 2. Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien 3. Tidak mempunyai klamer yang dapat menyebabkan keausan pada permukaan email gigi, karena tiap kali dilepas dan dipasang kembali didalam mulut. 4. Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress. 5. Menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan jaringan pendukungnya. Kerugian (Prajitno, 1991): 1. Kerusakan gigi dan pulpa 2. Karies sekunder

3.7 Prosedur Pembuatan GTC 3.7.1 Prinsip Preparasi GTC Preparasi gigi tiruan cekat adalah pengambilan jaringan permukaan gigi dengan tujuan untuk mendapatkan retensi, menghilangkan undercut, memberikan tempat bagi bahan retainer, penyesuaian sumbu mahkota antar gigi penyangga untuk mendapatkan arah pasang jembatan, dan memungkinkan pembentukan retainer sesuai dengan bentuk anatomi (Prajitno, 1991).

Prinsip-prinsip biomekanis preparasi, yaitu: 1. Pemeliharaan struktur gigi

12

Selain menggantikan struktur gigi yang hilang, restorasi juga harus dapat memelihara struktur gigi yang tersisa. Jika dengan pengambilan sedikit jaringan sudah dapat menghasilkan restorasi yang kuat dan retentif, maka reduksi minimal harus dilakukan. Tetapi bila dengan reduksi yang minimal tidak memenuhi persyaratan retentif, maka reduksi dapat ditambah agar persyaratan tersebut terpenuhi. Reduksi yang berlebihan dapat menyebabkan hilangnya retensi dan resi tensi, hipersensitivitas gigi terhadap suhu, serta inflamasi dan nekrosis pulpa (Prajitno, 1991).

2. Bentuk retensi dan resistensi Untuk mendapatkan hasil restorasi yang baik harus dibuat retensi pada gigi harus dipreparasi sedemikian rupa agar bahan restorasi yang digunakan dengan jaringan gigi dapat berkontak dengan baik. Oleh karena itu, preparasi gigi

membutuhkan retensi dan resistensi agar restorasi gigi tidak mudah lepas dan bertahan lama dalam rongga mulut (Prajitno, 1991). Retensi diperoleh dari tingkat kualitas preparasi yang dapat mencegah terlepasnya gigi tiruan terhadap gaya-gaya yang berlawanan dengan arah insersi.5 Sedangkan resistensi adalah bentuk preparasi yang dibuat agar mampu menahan gaya yang timbul pada waktu gigi tiruan berfungsi (Prajitno, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi adalah (Prajitno, 1991): (1) preparasi, (2) restorasi, (3) bahan sementasi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi retensi dan retensi dalam preparasi yaitu faktor primer dan faktor sekunder (Prajitno, 1991). 1) Faktor primer berupa konvergensi, dimensi oklusoservikal, dan luas permukaan. 2) Faktor sekundernya berupa penambahan groove, box, pinhole, atau kombinasi ketiganya (Prajitno, 1991).

3. Daya tahan struktur restorasi/ durabilitas

13

Bahan restorasi yang akan digunakan harus dapat menutupi seluruh ruang pada preparasi gigi agar didapatkan keadaan yang harmonis dan kontur aksial yang normal. Bahan restorasi harus cukup rigid, tidak lentur. Jika bahan restorasi tidak rigid, maka lapisan semen pada tepi restorasi akan terpisah dan pada akhirnya semen akan larut menghilangkan perlekatan antara bahan restorasi dengan permukaan gigi yang pada tahap lebih lanjut dapat menimbulkan karies gigi (Prajitno, 1991).

Bevel pada cusp fungsional

Reduksi aksial 4. Integritas marginal Restorasi yang baik harus memiliki integritas marginal/tepi yang adekuat. Terdapat tiga syarat untuk mendapatkan tepi restorasi yang sukses (Prajitno, 1991): a) Tepi restorasi harus fit/pas saat dipasang pada finish line dari preparasi untuk mencegah semen larut. b) Tepi restorasi harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gaya-gaya mastikasi. c) Jika memungkinkan, tepi restorasi ditempatkan pada area di mana dokter gigi dapat dengan jelas memeriksa dan pasien dapat membersihkannya dengan baik. 5. Pemeliharaan jaringan periodontal

14

Persepsi tradisional menyatakan bahwa gigi berlubang tidak terjadi pada tepi restorasi subgingival selama mereka ditutupi oleh gingiva yang sehat (Prajitno, 1991).

3.7.2 Teknik Preparasi GTC 1. Preparasi Mahkota Tuang Penuh Persiapan untuk sebuah mahkota tuang penuh dimulai dengan

pengurangan oklusal, sekitar 1,5 mm pada tonjol fungsional dan 1,0 mm pada tonjol non-fungsional. Dengan melakukan langkah pertama ini, panjang oklusogingival dari preparasi dapat ditentukan. Retensi yang potensial dari preparasi dapat kemudian diperhitungkan dan fitur tambahan dapat ditambahkan jika diperlukan (Shillingburg, 1997).

Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan oklusal gigi agar diperoleh acuan untuk menentukan apakah pengurangan sudah cukup. Jika pengurangan dimulai tanpa tanda orientasi, waktu akan terbuang untuk mengecek pengambilan yang dilakukan. Bur intan taper berujung bulat digunakan untuk membuat groove pada ridge dan groove utama pada permukaan oklusal. Jika sudah ada jarak dengan gigi antagonis karena malposisi atau karena fraktur pada gigi yang dipreparasi, groove jangan dibuat sedalam 1,0 mm (Shillingburg, 1997). Setelah groove panduan adekuat, sisa-sisa struktur gigi diantara groove dihilangkan dengan bur intan taper berujung bulat. Penempatan yang tepat pada groove secara otomatis menghasilkan tampilan oklusal yang adekuat

(Shillingburg, 1997). Struktur gigi yang tersisa antara groove orientasi dihilangkan untuk menyempurnakan pengurangan oklusal. Kekasaran yang masih tersisa harus

15

dihilangkan, menjaga permukaan oklusal tetap dalam konfigurasi inklinasi geometrik yang menjaga permukaan oklusal gigi posterior. Bevel yang luas dibuat pada tonjol fungsional menggunakan bur intan taper berujung bulat. Groove orientasi yang dalam juga membantu dalam pengurangan ini. Bevel tonjol fungsional dibuat pada inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan inklinasi lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam penempatan bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang tipis atau bentuk morfologi restorasi yang buruk (Shillingburg, 1997).

Jarak oklusal diperiksa dengan menggigitkan malam merah dengan ketebalan 2 mm di atas gigi yang sudah dipreparasi. Malam merah kemudian diterawang dengan cahaya yang cukup untuk menentukan jarak oklusal yang adekuat. Bagian preparasi dengan jarak oklusal yang tidak cukup akan memberikan tanda berupa daerah yang tipis pada malam. Struktur gigi pada daerah tersebut harus dhilangkan dan dicek kembali. Pengurangan oklusal dan bevel tonjol fungsional dibuat dengan bur yang digunakan untuk membuat groove, tidak boleh ada sudut yang tajam atau ridge pada pertemuan bevel. Jika ada, harus dihilangkan dengan bur fissure taper (Shillingburg, 1997). Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan oklusal. Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan dengan tepi chamfer, dan bur intan taper berujung bulat digunakan dalam prosedur ini (Shillingburg, 1997). Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo, sehingga akan didapatkan pengurangan daerah aksial yang diharapkan karena ujungnya yang taper akan membentuk chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekuatan selama adaptasi (Shillingburg, 1997).

16

Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan needle yang pendek. Ujung bur yang tipis bekerja pada daerah proksimal dengan gerakan memotong oklusogingival atau bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi tetangga. Jika daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan untuk membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada interproksimal (Shillingburg, 1997).

Semua permukaan aksial dihaluskan dengan bur torpedo yang bentuk dan ukurannya memungkinkan untuk menyelesaikan akhiran chamfer sebaik mungkin. Preparasi harus dilakukan disudut permukaan bukal atau lingual hingga ke permukaan proksimal untuk memastikan bahwa akhiran telah rata (Shillingburg, 1997).

Pada langkah akhir, preparasi diselesaikan untuk permukaan yang lebih rata dengan menggunakan bur intan taper berujung bulat untuk membuat tepi

17

preparasi. Gunakan long fissure bur diamond 1,6 mm atau 2,1 mm. Hilangkan semua garis tepi sudut tajam dari gigi yang dipreparasi (Shillingburg, 1997). Tahap akhir pada preparasi full veneer adalah pembuatan akhiran servikal. Hal ini akan menghindari semua gerakan rotasi yang mungkin terjadi selama sementasi dan akan membantu dalam proses tuangan. Groove dibuat pada permukaan aksial dengan bagian terbesar. Hal ini biasanya dibuat pada preparasi permukaan bukal rahang bawah dan pada preparasi permukaan lingual rahang atas. Untuk preparasi GTC jangka panjang, harus ada groove bukal dan lingual untuk meningkatkan resistensi terhadap pergerakan mesiodistal (Shillingburg, 1997).

3.7.3 Mahkota Tiruan Sementara a) Mahkota tiruan sementara adalah mahkota tiruan yang sementara dipasangkan pada gigi yang telah dipreparasi sebelum mahkota tiruan permanen siap dicetak. Mahkota tiruan sementara berfungsi untuk melindungi dentin, menjaga penampilan gigi, serta mencegah gigi yang telah dipreparasi mengalami tilting atau over erupsi dengan menjaga ttik kontak dan oklusi (Bernard dan Leslie, 2007). b) Terdapat dua jenis mahkota tiruan sementara, yaitu yang telah dicetak di pabrik (preformed) dan yang dibuat pada waktu kunjung dengan cetakan yang sesuai, yaitu (Bernard dan Leslie, 2007): 1. Preformed Temporay Crown Ada beberapa macam mahkota tiruan sementara preformed yang tersedia, yaitu (Bernard dan Leslie, 2007): a) Polycarbonate, mahkota tiruan sementara sewarna gigi untuk gigi anterior dan beberapa gigi posterior.

18

b) Mahkota tiruan sementara stainless-steel untuk gigi posterior. Mahkota tiruan sementara ini lebih sulit di adaptasi karena kekakuannya dan tidak menghasilkan titik kontak dan oklusal kontak yang baik. c) Mahkota tiruan sementara aluminium untuk gigi posterior. Mahkota tiruan ini lebih lembut dari mahkota tiruan sementara stainless-steel, karenanya lebih mudah diadaptasikan dan menghasilkan titik kontak dan oklusal yang lebih baik. Namun marginnya dapat membuat iritasi pada jaringan lunak.

Ketika salah satu dari ketiga jenis mahkota tiruan sementara tersebut digunakan ukuran yang sesuai dipilih sebelum gigi disiapkan menggunakan model studi sebagai panutan. Setelah di cocokkan ke gigi, mahkota tiruan tersebut dapat di atur panjang insisalnya, serta diatur oklusi dan marginal fit nya (Bernard dan Leslie, 2007).

2. Chair-side Temporary Crown Terdapat dua teknik pembuatan untuk mahkota tiruan sementara yang dibuat pada waktu kunjung pasien, yaitu teknik injeksi dan teknik moulding (Bernard dan Leslie, 2007). a) Teknik injeksi. Menghasilkan kesesuaian yang lebih akurat dibandingkan dengan mahkota tiruan sementara yang siap cetak. Dapat digunakan komposit, memiliki tampilan yang baik dan setting time cepat. Cetakan yang dipakai dapat berupa cetakan dari silicone/alginate yang diambil sebelum preparasi. b) Teknik moulding. Teknik moulding biasanya menggunakan akrilik karena lebih mudah untuk dicetak. Pada konsistensi ini, akrilik dapat dibentuk menjadi mahkota tiruan sementara dengan mencetak gigi yang dipreparasi dengan jari dan pasien mengigit untuk mendapatkan oklusi. Merupakan teknik yang berguna, terutama untuk gigi posterior. Mahkota tiruan sementara harus memiliki titik kontak yang baik dengan gigi tetangga dan permukaan oklusal harus disesuaikan untuk menjaga kontak dengan gigi antagonis (Bernard dan Leslie, 2007).

19

Prosedur Pembuatan: Teknik ini menggunakan beberapa shade guide yang disusun berdasarkan hue, chrome, value cincin tabung enamel dan dentin yang merupakan standard satuan shade guide yang berasal dari pabrik. Pemilihan sistem Munsell dimulai dengan langkah hue, value, dan chrome (Bernard dan Leslie, 2007). a) Langkah dalam memilih hue (Bernard dan Leslie, 2007): 1. Hal penting pertama kali dalam memilih warna gigi adalah ketika pasien duduk pertama kali di kursi unit, pilih sumber cahaya dari berbagai cahaya yang berada di sekeliling pasien. 2. Perhatikan sekeliling mulut secara seksama, misalnya gigi, akhiran servikal, dan tepi insisal. Buat taksiran umum hue, gigi umumnya coklat, kuning, atau abu-abu. Gunakan shade guide yang disusun berdasarkan hue, yaitu shde guide yang memiliki 4 warna dasar yaitu A, B, C, dan D. A menunujukkan warna kecoklatan, B warna kekuningan, C warna keabuabuan, dan D warna semu merah jambu. Lampu dihidupkan pada jarak 20 cm dari lengkung gigi dan shade guide disusun dengan 4 warna dasar, masing-masing 2 diseberang dan 2 diseberangnya. 3. Mata operator kemudian diistirahatkan dengan melihat ke arah latar belakang warna biru. Kuning yang umumnya warna gigi dapat diimbangi dengan warna biru sebagai warna komplementer. Melihat ke arah latar belakang biru kira-kira 1 menit meningkatkan kesensitifan mata terhadap warna kuning. 4. Misalkan pilihan hue adalah A1, dan ketiga warna dasar lainnya diletakkan di samping. 5. Jika hue telah ditetapkan, misalkan pilihan adalah A, dan ketiga warna dasar lainnya diletakkan di samping. Menentukan hue dilakukan dengan mengobservasi bagian servikal gigi. Melihat ke bagian servikal dapat meningkatkan penerimaan chroma, sehingga lebih sulit mendapatkan hue. Bila kaninus ada, itulah gigi yang paling baik untuk memilih hue karena memiliki chroma yang paling tinggi.

20

b) Langkah dalam memilih chroma (Bernard dan Leslie, 2007): 1. Pilih chroma berdasarkan hue yang telah ditetapkan. Chroma dari hue dipilih dengan membandingkan shade guide dengan bagian tengah gigi, bila tidak sesuai warna dasar diturunkan. Hal ini lebih mudah karena yang ada hanya chroma yang berbeda pada hue yang sama. 2. Gunakan shade guide yang disusun berdasarkan hue, dibagi lagi atas chroma, misalnya A terbagi atas A1, A2, A3, dan A4 yang memiliki hue yang sama tetapi berbeda chroma. Hal yang sama juga untuk B, C, dan D. Misalnya chroma yang dipilih adalah A2. 3. Mata diistirahatkan lagi dengan melihat ke arah latar belakang warna biru sevagai warna komplementer. Perbedaan chroma warna dasar yang sama sangat dekat statu sama lain pada shade guide buatan pabrik, dapat membingungkan dalam menyesuaikan warna. Hal ini membuat orang melihat perbedaan hue lebih efektif karena chroma lebih kuat. Hal ini meupakan langkah sulit sebb tidak banyak bedanya antara warna-warna tersebut. 4. Jika Chroma telah ditetapkan, pilih warna dentin dan enamel dengan cincin warna dentin dan enamel. Sesuaikan warna dentin dengan cincin warna dentin. Kadang-kadang perlu dilakukan perbaikan, nomor chroma dentin yang dipilih dicatat. Gunakan latar belakang biru lagi untuk

mengistirahatkan mata. 5. Sesuaikan warna enamel dengan cincin warna enamel. Observasi harus dilakukan pada bagian insisal gigi yang enamelnya lebih tebal dan nomor enamel dicatat.

c) Langkah memilih value (Bernard dan Leslie, 2007): 1. Pilih value dengan memicingkan mata. Memicingkan mata menyebabkan rods pada mata lebih sensitif dari pada cones terhadap warna, rods bertanggung jawab membantu menentukan value. Hindari pertimbangan terhadap hue dan chroma. 2. Gunakan shade guide yang disusun berdaarkan value yang merupakan buatan pabrik.

21

3. Value yang telah dipilih digunakan untuk memilih porselen yang inti. Ini adalah tahap kritis untuk memilih value yang lebih penting daripada pilihan hue. Bila value ini salah, efeknya akan kurang baik untuk warna servikal gigi. Teknik ini dapat dibantu dengan penggambaran peta corak gigi.

3.7.4

Retraksi Gingiva Teknik pencetakan atau retraksi gingiva dilakukan dengan memeriksa

keadaan gigi dan jaringan lunak di sekitarnya harus dalam keadaan sehat, bebas dari radang, dan tepi preparasi harus rapi. Retraksi gingiva adalah usaha pendorongan gingiva gigi penyangga ke arah lateral dengan maksud agar tepi akhir preparasi gigi dapat tercetak dengan baik (Prajitno, 1991). Cara retraksi gingiva (Prajitno, 1991): 1. Daerah preparasi dikeringkan. 2. Benang direndam dengan bahan kimia selama 2 menit. 3. Potong benang 5 cm seperti huruf U. 4. Tempatkan melingkar pada gigi penyangga. 5. Tekan benang ke dalam celah gusi dengan plastis instrumen. 6. Penekanan dimulai dari mesio-proksimal terus palatal akhirnya ke distal. 7. Kembali ke permukaan bukal sampai mesio-proksimal. 8. Potong kelebihan benang.

Pembuatan cetakan gigi yang telah dipreparasi untuk mendapatkan model kerja, caranya yaitu (Prajitno, 1991): 1. Bahan cetak double impression dengan teknik one stage/ phase (direct). - Putty (kotak): aduk bahan putty, letakkan di dasar sendok cetak yang tujuannya untuk menstabilkan kedudukan sendok cetak di dalam mulut, ambil perbandingan 1:1 masukkan dalam rubber base. Katalis kemudian diaduk hingga warna berubah menjadi hijau, kemudian letakkan di dasar sendok cetak dan pada daerah yang telah dipreparasi harus dicekungkan untuk menyediakan bahan yang kedua.

22

- Aduk light body, setelah homogen, masukkan ke dalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi pada mulut pasien, sisanya pada bagian yang dicekungkan tadi. - Cetakkan ke dalam mulut pasien. - Cor cetakan dengan hard stone (Prajitno, 1991). 2. Bahan double impression dengan teknik two phase. - Aduk bahan putty sampai homogen letakkan ke sendok cetak, setelah rata masukkan ke dalam mulut pasien tanpa melepas crown sementara. Pada bagian anterior gigi yang dipreparasi tidak perlu dicekungkan. Stelah mengeras ambil sendok cetak tersebut dari mulut pasien, kemudian aduk light body yang terdiri dari basa dan katalis, setelah homogen masukkan ke dalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi tadi. Masukkan cetakan puty tadi ke dalam mulut. Setelah keras keluarkan dari mulut pasien (Prajitno, 1991).

3.7.5 Insersi/ Penyemenan Jembatan Penyemenan jembatan berarti merekatkan jembatan itu dengan semen pada gigi penyangga di dalam mulut. Penyemenan yang salah akan menghapus semua hasilmekanik yang baik, yang telah tercapai pasca-penyemenan. Kesalahan dapat terletak pada teknik dan persiapan penyemenan yang tidak benar (Prajitno, 1991). Persiapan gigi penyangga pra-penyemenan perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya. Penyemenan yang tidak benar dapat menyebabkan keadaan yang semula terasa nyaman menjadi sangat menggelisahkan. Ini misalnya disebabkan oleh perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, mungkin juga karena adanya tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Prajitno, 1991). Dewasa ini operator lebih memandang tindakan pemasangan jembatan dari segi biologik, yang berarti (Prajitno, 1991): 1. Faktor biologik yang berhubungan dengan pemasangan jembatan diperhatikan dan dimodifikasi, supaya pemasangan itu dapat baik dan permanen hasilnya.

23

2. Reaksi biologik selama penyemenan sementara dapat dijadikan penilai biologik jembatannya. Tahapan Insersi GTC: 1. Pemilihan Semen Semula para operator menjatuhkan pilihan semen pada yang memiliki ketahanan serta sifat adhesif terbesar. Kini banyak yang memilih berdasarkan sifat biologik, biofisik serta pengaruh pada estetikanya. Misalnya penderita dengan kebiasaan menggertakkan giginya (bruxism), dapat diperkirakan mempunyai gigitan yang kuat, sehingga perlu dipilih semen yang cukup kuat. Demikian pula bila akan menyemen jembatan yang panjang (Prajitno, 1991).

Macam semen untuk penyemenan GTC a) Zinc phosphate cement biasanya dipilih karena kekuatannya dan lapisannya dapat tipis. b) Semen silikofosfat sifatnya kuat, dan mempunyai nilai antikariogenik. c) Semen alumina EBA mempunyai nilai biologik yang baik dan waktu pemrosesan yang cukup. d) Semen polikarboksilat mempunyai sifat adhesif dan nilai biologik. e) Semen resin komposit bersifat kuat, tidak larut dalam saliva dan tembus cahaya (Prajitno, 1991).

2. Persiapan Pra-Penyemenan Jembatan Pertama-tama jembatan perlu dicek ketepatannya di dalam mulut, yakni dengan memperhatikan kontur, estetika dan oklusinya. Tepi retainer dan permukaan pontik yang menghadap ke gusi harus rapi dan halus (Prajitno, 1991). Untuk menambah retensi pada retainer, bagian dalam dari retainer dapat digerinda sedikit untuk menambah kekasarannya. Setelah itu harus dibersihkan dengan air dan kemudian dicuci lagi dengan alkohol dan segera dihembus dengan udara supaya kering. Dapat juga digunakan ultrasonic cleaner selama 5-10 menit dan dibersihkan dengan air steril serta dihembus kering dengan udara (Prajitno, 1991).

24

Permukaan proksimal kemudian diulasi dengan vaselin (silicone grease), tetapi jangan sampai mengenai tepi retainernya. Hal itu dilakukan untuk memudahkan pengambilan kelebihan semen nantinya (Prajitno, 1991).

3. Persiapan pada Pasien Daerah preparasi penyangga diisolasi dengan gulungan gulungan kapas atau kasa. Jika perlu dapat digunakan penghisap saliva (Prajitno, 1991). Preparasi dibersihkan dengan air hangat dan dikeringkan dengan kasa. Bila digunakan kapas untuk itu, sering terdapat sisa kapas pada permukaan preparasi. Jangan menggunakan alkohol untuk membersihkan permukaan preparasi gigi penyangga, sebab hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada tubuli atau jaringan pulpa. Juga fenol dan nitrat-perak (zinc nitrate) sebaiknya tidak digunakan (Prajitno, 1991). Bila dipakai zinc phosphate cement dapat digunakan cavity varnish tetapi jangan kalsium hidroksida, karena dapat melemahkan lapisan semen, sehingga dapat larut di dalam mulut. Cavity varnish tidak dianjurkan dipakai bersama dengan zinc oxide eugenol tipe penyemenan akhir, karena semen ini dapat larut. Justru tepi retainer itulah yang perlu dilindungi (Prajitno, 1991).

4. Penyemenan Tata Cara Penyemenan Penyemenan dengan zinc phosphate cement: 1. Bubuk semen serta cairan diletakkan di atas sepotong kaca tebal. 2. Bubuk semen dicampurkan pada cairan sedikit demi sedikit dan diaduk merata sampai 90 detik. 3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin. 4. Adonan kemudian diisikan ke dalam retainer meliputi dinding dalamnya tipistipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada) diisi juga dengan adonan semen. 5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya di dalam mulut dan ditekan dengan jari kuat-kuat.

25

6. Pasien diminta menggigit pada jembatannya, untuk mengecek apakah kontak gigi atas dan bawah sudah baik. 7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit gulungan kapas yang diletakkan pada oklusal gigi-gigi. 8. Setelah semen keras, kelebihan semen dibuang. 9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu memberi tahu cara membersihkan gigi jembatan tersebut (Prajitno, 1991).

3.8 Diagnosa, Rencana Perawatan dan Prognosis Kasus: Seorang pembaca berita wanita terkenal berusia 26 tahun di salah satu stasiun tv swasta terjatuh saat berebut mewawancarai artis korea yang datang ke Indonesia, kedua gigi atas yang paling depan (11 dan 21 ) patah hingga berdarah, terasa sangat ngilu jika terkena angin dan menyisakan hanya 1/3 mahkota di bagian servikal. Wanita tersebut ingin segera dibuatkan gigi tiruan agar penampilannya kembali seperti semula, dan tidak memiliki waktu luang untuk melakukan saluran akar. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita tidak mempunyai penyakit sistemik, pada pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan, pemeriksaan intra oral ada kegoyangan pada gigi 11 dan 21, tidak didapatkan kalkulus. Selanjutnya untuk menyingkat waktu dalam pemeriksaan dilakukan rongtgen foto. Dapatkah anda memberikan solusi perawatan apa yang tepat bagi wanita tersebut. 1. Identifikasi Pasien Umur : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita 2. Diagnosa 3. Pemeriksaan Subjektif Anamnesa a. Keluhan utama pasien: Pasien mengeluhkan , kedua gigi atas yang paling depan (11 dan 21 ) patah hingga berdarah, terasa sangat ngilu jika terkena angin dan menyisakan hanya 1/3 mahkota di bagian servikal dan pasien ingin segera dibuatkan gigi

26

tiruan agar penampilannya kembali seperti semula, dan tidak memiliki waktu luang untuk melakukan saluran akar. 4. Pemeriksaan Objektif General: Jasmani Rohani Lokal: - Ekstra Oral: Tidak ada kelainan - Intra Oral: Pemeriksaan intra oral ada kegoyangan pada gigi 11 dan 21, tidak didapatkan kalkulus. 5.Pemeriksaan Penunjang Foto Rongent dilakukan 6. Rencana Perawatan Kunjungan I : 1. Persiapan-persiapan di dalam mulut sebelum dibuat gigi tiruan cekat, yaitu pencabutan gigi 11 dan 21 karena pasien tidak ingin dilakukan perawatan saluran akar dan merawat kegoyangan gigi karena pasien tidak mempunyai banyak waktu untuk perawatan. 2. Evaluasi rontgen foto untuk mengetahui kondisi gigi abutment dan jaringan pendukungnya. 3. Indikasi dan mencetak study model RA dan RB dengan : a. sendok cetak b. bahan cetak Kunjungan II : Pasien kehilangan gigi 11 dan 21 bekas ekstraksi sehingga akan dibuatkan GTC fixed-fixed bridge yang terbuat dari porcelain dan terdiri dari 4 unit, dengan menggunakan gigi 12 dan gigi 22 sebagai gigi abutment. Retensi pada gigi 12 dan 22 menggunakan tipe full crown yang dipreparasi dengan menggunakan bur kecepatan tinggi (high speed bur ). Dan dibuatkan GTC dengan ovate pontic. Ovate pontic ini memberikan estetika yang bagus, kenyamanan waktu : perforated stock tray no. 1 : alginat (irreversible hydrocolloid) (Bakar, 2002). : Sehat : Komunikatif dan kooperatif

27

pemakaiannya karena tidak mengganggu fungsi bicara dan memenuhi syarat kesehatan karena tidak mengiritasi jaringan lunak serta mudah dibersihkan (Bakar, 2002). Sebelum dilakukan preparasi, dilakukan anestesi infiltrasi bukal pada gigi yang akan dipreparasi. Kemudian dilakukan preparasi gigi gigi sebagai gigi abutment (Bakar, 2002). Kunjungan III : Try in atau pengepasan GTC dengan sementasi menggunakan Freegenol (GC) selama 1 minggu. Freegenol merupakan temporary Luting Cement Luting bebas eugenol untuk mahkota dan bridge sementara. Keuntungan freegenol antara lain (Bakar, 2002): 1. Tidak mengiritasi jaringan mulut, rasa dapat diterima 2. Tidak mengganggu polimerisasi bahan berdasar resin 3. Setting time pendek 4. Konsistensi bahan dapat diatur 5. Mudah dalam pelepasan mahkota dan bridge sementara Yang harus diperhatikan adalah kontak proksimal antara GTC dengan gigi sebelahnya, pemeriksaan tepi GTC dimana tepi GTC tidak boleh menekan gingiva, pemeriksaan kontak oklusal. Dilihat retensi dan stabilisasinya (Bakar, 2002). Kunjungan IV : Satu minggu setelah pengepasan kemudian dilakukan insersi GTC dengan sementasi menggunakan SIK tipe I. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan subjektif., ditanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah GTC dipasang dan dipakai. Pemeriksaan objektif dilihat dari keadaan jaringan lunak di sekitar daerah GTC apakah ada peradangan atau tidak, periksa retensi dan oklusi pasien (Bakar, 2002). Kunjungan V Kontrol : dilakukan pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan obyektif (Bakar, 2002). a. Pemeriksaan subyektif : Ditanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah GTC dipasang dan dipakai.

28

b. Pemeriksaan obyektif : Dilihat keadaan jaringan lunak di sekitar daerah GTC apakah ada peradangan atau tidak, diperiksa retensi dan oklusinya.

7. Prognosa Prognosa pembuatan GTC pada pasien ini adalah baik, karena: 1. Gigi abutment kuat untuk mendukung GTC 2. Jaringan pendukung sehat 3. Kesehatan umum dan kebersihan mulut baik 4. Pasien komunikatif dan kooperatif 5. Sosial ekonomi pasien baik.

3.9 Dampak Desain GTC yang Buruk Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama pada jaringan gingiva, misalnya (Prajitno, 1991): a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar. b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan dan gingivitis. c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingival. d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh mikroorganisme yang berinkubasi. e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket. f. Kontrol plak yang kurang dari pasien.

29

g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah, maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies gigi.
h.

Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut.

3.10 Faktor Penyebab Kegagalan Pemakaian GTC 1. Intrusi gigi pendukung, perubahan yang terjadi dimana posisi gigi pendukung,menjauhi bidang oklusal. 2. Karies gigi pendukung, umumnya disebabkan karena pinggiran

restorasirtetainer yang terlampau panjan,kurang panjang atau tidak lengkap sertaterbuka. Sebab lain, yaitu terjadi kerusakan pada bahan mahkota retainer yang lepas, embrasure yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah, sertamahkota sementara yang merusajk atau ,mendorong gingival terlalu lama. 3. 4 5 Periodontitis jaringan pendukung. Konektor patah. Penderita mengeluh akan adanya perasaan yang tidak enak. Hal yang dapat menyebabkan gangguan ini adalah kontak prematur atau oklusi yang tidak sesuai, bidang oklusi yang terlalu luas dan atau penimbunan sisa makananantara pontik dan retainer, tekanan yang berlebih pada gingiva. Daerah servikal yang sakit, shok termis oleh karena pasien belum terbiasa. 6 Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga. Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena jembatan, luas permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer, kurang gigi penyangga,trauma pada periodontium dan teknik pencetakan. 7 Terjadi perubahan pada pulpa, dapat disebabkan oleh cara preparasi, preparasi yang tidak dilindungi dengan mahkota sementara, karies yang

30

tersembunyi,rangsangan dari semen serta terjadinya perforasi. 10. Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau bahu yangtidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan bahan. 11. Kehilangan lapisan estetik. 12. Sebab-sebab lain yang menyebabkan jembatan tidak berfungsi (Prajitno, 1991).

Anda mungkin juga menyukai