Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya, Bells palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia. Insidensi Bells palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 2 kasus per 1!!.!!! orang. Insiden Bells palsy tampak "ukup tinggi pada orang-orang keturunan #epang, dan tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan Bells palsy. $sia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bells palsy. Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 1%-&% tahun. Bells palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di ba'ah 1% tahun dan yang berusia di atas (! tahun. )ada sebagian besar penderita *ell+s )alsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan. )ermasalahan yang ditimbulkan Bells palsy "ukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas fisik ,impairment- antara lain berupa asimetris 'ajah, rasa kaku dan tebal pada 'ajah sisi 1

lesi, penurunan kekuatan otot 'ajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkan permasahan fungsional ,fungsional limitation- berupa gangguan fungsi yang melibatkan otot-otot 'ajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup mata, gangguan bi"ara dan gangguan ekspresi 'ajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu tersebut menjadi tidak per"aya diri.

1.2.

Tujuan Penulisan .ujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui se"ara lebih dalam mengenai definisi, struktur anatomi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis, diagnose banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis Bells palsy.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi /elumpuhan 'ajah adalah suatu bentuk ke"a"atan yang memberikan dampak yang kuat pada seseorang. /elumpuhan nervus fa"ialis dapat disebabkan oleh ba'aan lahir ,kongenital-, neoplasma, trauma, infeksi, paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. 0ang paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada 'ajah adalah Bells palsy. Bells palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama 1harles *ell. Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus fa"ialis perifer.

2.2. Struktur anat !i Saraf otak ke 2II mengandung & ma"am serabut, yaitu 3 a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot 'ajah ke"uali m. levator palpebrae ,4.III-, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah b. Serabut visero-motorik, ,parasimpatis- yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.

&

". Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat penge"ap di dua pertiga bagian depan lidah. d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

4ervus 2II terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik 'ajah. /omponen sensorisnya ke"il, yaitu nervus intermedius 5risberg yang mengantarkan rasa penge"apan dari 26 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa penge"apan pertamatama melintasi nervus lingual, yaitu "abang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana ia memba'a sensasi penge"apan melalui nervus fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani. 4ukleus ,inti- motorik nervus 2II terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan mele'ati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. /arena posisinya yang berdekatan ,jukstaposisi- pada dasar ventrikel I2, maka nervus 2I dan 2II dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. 4ervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke ba'ah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. )ada sudut ini ,genu- terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. %

4ervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di ba'ah ganglion genikulatum untuk memberikan per"abangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. 7alu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima "abang yang melayani otot-otot 'ajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter posterior.

2.". E#i$e!i l gi Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. 8i dunia, insiden tertinggi ditemukan di Se"kori, #epang tahun 19:( dan insiden terendah ditemukan di S'edia tahun 199;. 8i Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 2 kasus per 1!!.!!! orang, ( < mengenai 'ajah sisi kanan.

Insiden Bells palsy rata-rata 1%- ! kasus per 1!!.!!! populasi. )enderita diabetes mempunyai resiko 29< lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan 'anita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, 'anita muda yang berumur 1!-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. )enyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 1%-%! tahun. )ada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pas"a persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada 'anita tidak hamil, bahkan bisa men"apai 1! kali lipat.

2.%. Eti l gi 8iperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan ,kompresi- pada nervus fasialis. )enyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. 8ulu, paparan suasana6suhu dingin ,misalnya ha'a dingin, A1, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka- dianggap sebagai satu-satunya pemi"u Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini =S2 sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi =S2 pada ganglion geni"ulata pada beberapa penelitian otopsi. >urakami et all juga melakukan tes )1? , Polymerase-Chain Reaction- pada "airan endoneural 4.2II penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan ;

menemukan =S2 dalam "airan endoneural. 2irus ini diperkirakan dapat berpindah se"ara a@onal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan lo"al pada myelin.

2.&. Pat fisi l gi )ara ahli menyebutkan bah'a pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi se"ara unilateral. )atofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. )erjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti "orong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. 8engan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. 7esi supranuklear bisa terletak di daerah 'ajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik 'ajah di korteks motorik primer. )aparan udara dingin seperti angin ken"ang, A1, atau mengemudi dengan ka"a jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. /arena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis 7>4. )ada lesi 7>4 bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada :

"abang-"abang tepi nervus fasialis. 7esi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. /arena itu paralisis fasialis 7>4 tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis 7>4 akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ,tidak bisa menge"ap dengan 26 bagian depan lidah-. *erdasarkan beberapa penelitian bah'a penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes ,=S2 tipe 1 dan virus herpes Aoster- yang menyerang saraf kranialis. .erutama virus herpes Aoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. )ada radang herpes Aoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis 7>4.

/elumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan ba'ah dari otot 'ajah seluruhnya lumpuh. 8ahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. *ibir tidak bisa di"u"urkan dan platisma tidak bisa digerakkan. /arena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan se"ara 'ajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

1!

2.'. (ejala )linis /elumpuhan perifer 4.2II memberikan "iri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Btot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. 7ipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan 4ampak seluruh muka sisi yang sakit akan men"ong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. a. /erusakan setinggi foramen stilomastoideus. Gejala 3 kelumpuhan otot-otot 'ajah pada sebelah lesi. Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat >akanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi .idak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi /elumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, 7>4. )enge"apan dan sekresi air liur masih baik.

b. 7esi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus ,didalam kanalis fasialis-. Gejala3 seperti ,a- ditambah dengan gangguan penge"apan 26 gangguan salivasi. ". 7esi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum. Gejala3 seperti ,b- ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis. d. 7esi setinggi ganglion genikulatum. depan lidah dan

11

Gejala3 seperti ,"- ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata ,lakrimasi-. e. 7esi di porus akustikus internus. Gangguan3 seperti ,d- ditambah dengan gangguan pada 4.2III.

0ang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah 3 =erpes Coster, otitis media perforata dan mastoiditis.

2.*. Penegakan Diagn sis 8iagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. )ada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir men"ong, tidak dapat memejamkan mata dan

12

adanya rasa nyeri pada telinga. =iperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. =arus dibedakan antara lesi $>4 dan 7>4. )ada Bells palsy lesinya bersifat 7>4. a. Anamnesis. =ampir semua pasien yang diba'a ke ruang ga'at darurat merasa bah'a mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. =ampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi 'ajah. 4yeri postauri"ular3 =ampir %!< pasien menderita nyeri di regio mastoid. 4yeri sering mun"ul se"ara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis mun"ul dalam 2- hari pada sekitar 2%< pasien. Aliran air mata3 8ua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. =anya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan "airan. )roduksi air mata tidak diper"epat. )erubahan rasa3 =anya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. =al ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat. >ata kering. Hyperacusis3 kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris. b. )emeriksaan fisik.

Gambaran paralisis 'ajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik. )emeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab lain paralisis 'ajah. )ikirkan etiologi lain jika semua "abang nervus facialis tidak mengalami gangguan. 8efinisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat. Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke 'ajah bagian lateral. /elamahan dan6atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis tampak sebagai kelemahan seluruh 'ajah ,bagian atas dan ba'ah- pada sisi yang diserang. )erhatikan gerakan volunter bagian atas 'ajah pada sisi yang diserang. )ada lesi supranuklear seperti stroke kortikal ,neuron motorik atasD di atas nucleus facialis di pons-, dimana sepertiga atas 'ajah mengalami kelemahan dan dua per tiga bagian ba'ahnya mengalami paralisis. usculus orbicularis,

frontalis dan corrugator diinervasi se"ara bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis 'ajah. 7akukan pemeriksaan nervus cranialis lain3 hasil pemeriksaan biasanya normal. >embran timpani tidak boleh mengalami inflamasiD infeksi yang tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami komplikasi. 1&

". )emeriksaan laboratorium. .idak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. 4amun pemeriksaan kadar gula darah atau =bA1" dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. )emeriksaan kadar serum =S2 juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal. d. )emeriksaan radiologi. *ila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Bells palsy maka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam :-1! minggu. *ila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pen"itraan mungkin akan membantu. >?I mungkin dapat menunjukkan adanya tumor ,misalnya S"h'annoma, hemangioma, meningioma-. *ila pasien memiliki ri'ayat trauma maka pemeriksaan 1.-S"an harus dilakukan.

2.+. Diagn sa Ban$ing /ondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes Aoster pada ganglion genikulatum ,?amsay =unt syndrom-, penyakit 7yme, AI8S, infeksi .uber"ulosa pada mastoid ataupun telinga tengah, !uillen Barre syn"rome.

2.,. Penatalaksanaan 1%

a. Agen antiviral. >eskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bells palsy, hampir semua ahli per"aya pada etiologi virus. )enemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Bleh karena itu, Aat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. A"y"lovir &!! mg selama 1! hari dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy. A"y"lovir akan berguna jika diberikan pada hari pertama dari onset penyakit untuk men"egah replikasi virus. A"y"lovir ,Covira@- E menunjukkan aktivitas hambatan langsung mela'an =S2-1 dan =S2-2, dan sel yang terinfeksi se"ara selektif. D sis $e.asa D sis #e$iatrik &!!! mg62& jam peroral selama ;-1! hari. F 2 tahun 3 tidak dianjurkan. G 2 tahun 3 1!!! mg peroral dibagi & dosis selama 1! hari. ) ntrain$ikasi Interaksi -at )ernah dilaporkan adanya hipersensitivitas. )enggunaan bersama dengan probene"id atau Aidovudine dapat memperpanjang 'aktu paruh dan meningkatkan toksisitas a"y"lovir terhadap SS). )eha!ilan 1 E keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah dilaporkan. Perhatian =ati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang bersifat nefrotoksik.

Na!a -at

b. /ortikosteroid. 1(

)engobatan Bells palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu kontroversi. *erbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bells palsy. )ara peneliti lebih "enderung memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. *ila telah diputuskan untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus. )rednison dengan dosis &!-(! mg6 hari per oral atau 1 mg6 kg**6 hari selama hari, diturunkan

perlahan-lahan selama ; hari kemudian, dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Na!a -at )rednisone ,8eltasone, Brasone, Sterapred- E efek farmakologis yang berguna adalah efek antiinflamasinya, yang menurunkan kompresi nervus facialis di canalis facialis. D sis $e.asa 1 mg6kg6hari peroral selama ; hari.

D sis #e$iatrik )emberian sama dengan dosis de'asa. ) ntrain$ikasi )ernah dilaporkan adanya hipersensitivitasD infeksi virus, jamur, jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkulerD penyakit tukak lambungD disfungsi hepatikD penyakit gastrointestinal. Interaksi -at )emberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens prednisoneD penggunaan dengan digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis akibat hipokalemiaD fenobarbital, fenitoin, dan rifampin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid ,tingkatkan dosis pemeliharaan-D monitor hipokalemia bila pemberian bersama dengan obat diuretik. )eha!ilan * E biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat memperberat resiko. Perhatian )enghentian pemberian glukokortikoid se"ara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis adrenalD hiperglikemia, edema, 1;

osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia, osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan pertumbuhan, dan infeksi dapat mun"ul dengan penggunaan bersama glukokortikoid.

". )era'atan mata. >ata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bells palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata. Air mata pengganti3 digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air mata yang kurang atau tidak ada. 7ubrikan digunakan saat sedang tidur. 8apat juga digunakan saat terbangun jika air mata pengganti tidak "ukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun. /a"a mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang mengalami kontak langsung dengan kornea.

d. /onsultasi. 8okter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan yang ketat. 8okumentasi yang dilakukan harus men"akup kemajuan penyembuhan pasien.

1:

*erbagai pendapat mun"ul mengenai perlunya rujukan ke dokter spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai berikut3 Ahli neurologi3 bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy, maka segera dirujuk. Ahli penyakit mata3 bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau gambaran yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk untuk pemeriksaan lanjutan. Ahli otolaryngologi3 pada pasien-pasien dengan paralisis persisten, kelemahan otot 'ajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren, sebaiknya dirujuk. Ahli bedah3 pembedahan untuk membebaskan nervus facialis kadang dianjurkan untuk pasien dengan Bell palsy. )asien dengan prognosis yang buruk setelah pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten "ukup baik untuk dilakukan pembedahan.

2.1/. ) !#likasi =ampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami deformitas kosmetik, tetapi sekitar %< mengalami gejala sisa "ukup berat yang tidak dapat diterima oleh pasien.

a. ?egenerasi motorik yang tidak sempurna.

19

*agian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen yang merangsang otot-otot ekspresi 'ajah. *ila bagian motorik mengalami regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis semua atau beberapa otot 'ajah tersebut. Gangguan tampak sebagai ,1- inkompetensi oral, ,2- epifora ,produksi air mata berlebihan-, dan , - obstruksi nasal. b. ?egenerasi sensoris yang tidak sempurna. #ysgeusia ,gangguan rasa-. $geusia ,hilang rasa-. #ysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan stimulus normal-. ". ?einervasi aberan dari nervus facialis. Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai dengan regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan mengambil jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut saraf di dekatnya. ?ekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur neurologik yang tidak normal. *ila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan gerakan involunter ,seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan gerakan menutup mata disebelahnya-. Gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter ini disebut syn%inesis.

2!

2.11. Pr gn sis )enderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Haktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah3 a. $sia di atas (! tahun. b. )aralisis komplit. ". >enurunnya fungsi penge"apan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh. d. 4yeri pada bagian belakang telinga. e. *erkurangnya air mata. )ada umumnya prognosis Bells palsy baik3 sekitar :!-9! < penderita sembuh dalam 'aktu ( minggu sampai tiga bulan tanpa ada ke"a"atan. )enderita yang berumur (! tahun atau lebih, mempunyai peluang &!< sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. )enderita yang berusia ! tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 1!-1% persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. #ika tidak sembuh dalam 'aktu & bulan, maka penderita "enderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, croco"ile tears dan kadang spasme hemifasial. )enderita diabetes !< lebih sering sembuh se"ara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita 8> lebih sering kambuh dibanding yang non 8>. =anya 2 < kasus *ell+s palsy yang mengenai kedua sisi 'ajah. Bells palsy kambuh pada 1!-1% < penderita. Sekitar ! < penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor 4. 2II atau tumor kelenjar parotis.

21

BAB III )ESIMPULAN DAN SA0AN

".1 )esi!#ulan

Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus fa"ialis perifer. )enyebab Bells palsy a$alah e$e!a $an iske!ia aki-at #enekanan 1k !#resi2 #a$a ner3us fasialis. /elumpuhan perifer 4.2II memberikan "iri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Btot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. 7ipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan men"ong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. )engobatan pasien dengan Bells palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan antiviral dan kortikosteroid serta pera'atan mata yang berkesinambungan. )rognosis pasien dengan Bells palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.

22

".2. 1.

Saran 8iagnosa dan tatalaksana bell+s palsy harus dilakukan se"epat mungkin untuk menghindari defisit nervus fasialis yang menetap.

2.

8ilakukan penelitian deskriptif mengenai bell+s palsy untuk mengetahui prevalensi dan insidensi sindroma ini.

BAB I4 DA5TA0 PUSTA)A

>onnel,

/.,

Ca"hariah,

S.,

/horomi,

S.

2!!9.

*ell+s

)alsy.

Available

from

http366emedi"ine.meds"ape."om6arti"le611&(9! . A""essed #une 1, 2!1!. =olland, #. *ell+s )alsy. *rithis >edi"al #ournal. 2!!:D!1D12!&. ?opper A=, *ro'n ?=. *ell+s )alsy 8isease Bf .he 1ranial 4erve. Adams and 2i"tor+s )rin"iples of 4eurology, :th ed. 4e' 0ork 3 >"Gra' =ill, 2!!%. 11:1-11:&. >ardjono, >. Sidharta, ). 4ervus Hasialis dan )atologinya. 4eurologi /linis 8asar, % th ed. #akarta 3 ). 8ian ?akyat, 2!!%. 1%9-1( . Sjahrir, =asan. 4ervus Hasialis. >edan D0andira Agung, 2!! . 2&

?ohkamm, ?einhard. Ha"ial 4erve 7esions. 1olor Atlas of 4eurology 2nd ed. George .hieme 2erlag3 German, 2!! . 9:-99.

2%

Anda mungkin juga menyukai