Anda di halaman 1dari 20

TRAUMA TULANG BELAKANG

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Penyusun :
1. Anis Salamah Pertiwi
2. Firman Pratama
3. Imas Nurhasanah
4. Nindi Puspita
5. Sahsianne
Tingkat : 2 C





POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2014
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami limpahkan kepada Allah SWT, dimana atas rahmat dan karunia-Nya
kami telah selesai menyusun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan : Trauma Medulla Spinalis.
Penulis berterimakasih banyak kepada Bapak Ali Hamzah sebagai pembimbing dalam
proses penyelesaian makalah ini. Selain itu juga penulis mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah berkerjasama dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika
penulisannya, maka dari itu penyusun menerima kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya, dan bagi kelompok
satu khususnya.

Bandung, Maret 2014

Penulis










ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................................................. 1
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................................................... 2
2.1 Definisi Penyakit ................................................................................................................................. 2
2.2 Etiologi ................................................................................................................................................ 2
2.3 Patofisiologi ........................................................................................................................................ 2
2.4 Tanda gejala ........................................................................................................................................ 4
2.5 Pemeriksaan diagnostic ....................................................................................................................... 4
2.6 Penatalaksanaan medis ........................................................................................................................ 5
BAB III Konsep Asuhan Keperewatan dan Penerapan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan ...................................................................................................................... 6
A. Pengkajian ............................................................................................................................................ 8
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................................................... 12
C. Intervensi ............................................................................................................................................ 12
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................................... 16
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 17





1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cedera medulla spinalis merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada salah satu
system syaraf pusat. Apabila cedera medulla spinalis ini tidak segera langung ditangani
dengan baik maka akan terjadi suatu kelumpuhan pada beberapa bagian tubuh atau seluruh
bagian tubuh.
Diperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medulla spinalis dalam setahun di
Amerika Serikat terutama pada pria muda yang belum menikah. Biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengobatan rehabilitasi dan cacat sangat besar. Penyebab cedera ini
terutama karena kecelakaan mobil, diikuti oleh cedera karena terjatuh dan cedera oleh raga.
Cedera pada oleh raga kontak dan menyelam merupakan penyebab utama tetraplegia. (Sylvia
dan Lorraine, .)
System syaraf merupakan system yang paling penting dalam tubuh manusia. Karena
system saraf merupakan system yang mengatur seluruh kegiatan organ-organ yang bekerja
untuk melakukan kelangsungan hidup manusia. Maka dari itu makalah ini akan membahas
mengenai salah satu kejadian atau penyakit yang dapat menyebabkan trjadinya gangguan
system persyarafan yaitu Trauma Medulla Spinalis.
Sebagai seorang perawat yang memberikan pelayanan keperawatan secara
komperhensif diharuskan untuk mengetahui tentang gangguan yang terjadi pada system
syaraf. Sehingga perawat dapat melakukan implementasi dengan tepat dan benar.

1.2 Tujuan

Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
trauma tulang belakang (medulla spinalis) yaitu tentang :
1. Konsep teori trauma medulla spinalis
2. Penerapan konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami trauma medulla
spinalis pada sebuah kasus yang telah ditetapkan



2

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Penyakit

Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat
trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb yang dapat
menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan
defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma indirek dari
atas dan dari bawah.
2.2 Etiologi

Menurut Arif muttaqin 2005, hal. 98 penyebab dari cedera medula spinalis dalah :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Kecelakaan industi
d. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
e. Luka tusuk, luka tembak
f. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
g. Kejatuhan benda keras
2.3 Patofisiologi

Menurut Brunner & Suddarth,2002, kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosio
sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi
substansi medulla (baik salah satu atau kombinasi). Sampai transeksi lengkap medulla (yang
membuat pasien paralisis dibawah tingkat cedera).
3

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradural,
subdural, atau daerah subharaknoid pada kanal spinal.Segera setelah terjadi kontusion atau
robekan akibat cedera, srabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulasi darah ke
substansia grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya ini saja yang terjadi pada
cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada
gilirannya mengakibatkan kerusakan myelin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis
dalam tingkat cedera, sekarang dianggap reversible 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan
dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obatan antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan
untuk mencegah sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap. (Brunner & suddarth, 2002)

4

2.4 Tanda gejala

Menurut Brunner & suddarth, 2002, tanda dan gejala cedera tulang belakang jika dalam
keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh:
a. Nyeri akut pada bagian leher
b. Leher dan punggung terasa seperti patah
c. Tingkat neurologic
Tingkat neurologic bagian bawah mengalami paralisis sensorik dan motoric total,
kehilangan control kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan
distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan
tekanan darah diawali dengan retensi vascular perifer.
d. Tipe cedera
Penurunan fungsi pernafasan, beratnya tergantung pada tingkat cedera, pada cedera
medulla servikal tinggi, kegagalan pernafasan akut adalah penyebab utama kematian.
2.5 Pemeriksaan diagnostic

Menurut Brunner & Suddarth, 2002, pengkajian neurologic yang lengkap perlu
dilakukan, diantaranya:
a. Sinar X
Sinar-X pada spinal servikal lateral dan pemindaian CT. Suatu riset dilakukan untuk
cedera lain karena trauma spinal. sering bersamaan dengan cedera lain, yang biasanya
dari kepala dan dada.
b. Pemantauan EKG
Merupakan indikasi karena bradikardia (pelambatan frekuensi jantung) dan asistole
(standstill jantung) umumnya terjadi pada cedera servikal akut.





5

2.6 Penatalaksanaan medis

Menurut Arif Muttaqim, 2008 hlm.111,Penatalaksanaan pada trauma tulang belakang
yaitu :
a. Pemeriksaan klinik secara teliti:
1) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan
refleks.
2) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya
fraktur dislokasi.
3) Keadaan umum penderita.
b. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
1) Resusitasi klien.
2) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
3) Perawatan kandung kemih dan usus.
4) Mencegah dekubitus.
5) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.












6

BAB III
Konsep Asuhan Keperewatan dan Penerapan Konsep Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan

Kasus
Tn. N berusia 48 tahun.Dirawat di ruang 19 B karena mengalami trauma tulang belakang
sejak tiga minggu yang lalu. Ketika dikaji diperoleh data : GCS = 15 (E4M6V5). Pasien megeluh
nyeri pada daerah punggung, sering merasa kesemutan dan baal-baal pada kedua tungkai,
inkontinensia urine dan kesulitan buang air besar. Kemudian terdapat luka decubitus grade 2 di
area bokong, serta lemah tubuh pada ekstremitas bawah dengan kekuatan otot 55/00.
Penugasan!
Diskusikan tentang trauma tulang belakang jelaskan keterkaitan kebutuhan perawatan pasien dan
hal-hal lain yang terkait dengan komplikasi yang mungkin timbul pada pasien tersebut!
Hasil diskusi
Keluhan yang di alami Tn N
Nyeri pada daerah punggung
Karena ada trauma pada tulang belakang sehingga terjadi perdarahan di daerah
tersebut sehingga serabut serabut saraf membengkak atau hancur yang
mengakibatkan trauma medulla spinalis sehingga terjadi spasme otot
paravertebralis dan mengakibatkan terjadi iritasi pada serabut syaraf sehingga
dipersepsikan nyeri.
Sering kesemutan dan baal-baal pada tungkai
Hipotensi akibat terganggunya system syaraf otonom menyebabkan hilangnya
tonus pembuluh darah dan penimbunan darah di ekstremitas dan abdomen.
Sehingga kerena terjadi hipotensi tersebut mengakibatkan tekanan darah ke
daerah perifer ekstremitas bawah terganggu sehingga suplai oksigen berkurang
dan terjadi iskhemik dan dipersepsikan sebagai parastesi (kesemutan) dan baal-
baal pada tungkai.
Inkontinentia urine
Karena pada saat trauma tulang belakang dan terjadi kerusakan pada syaraf spinal
yang berada pada lumbal dan thorakal sehingga klien tidak mempunyai kendali
pada miksi dan terjadilah inkontinentia urine.
Kesulitan buang air besar
7

Kerusakan pada syaraf spinal yang berada di di thorakal dan lumbal
mengakibatkan terjadi gangguan pada fungsi rectum pada klien sehingga terjadai
kesulitan buang air besar.
Luka decubitus grade 2 diarea bokong
Luka decubitus terjadi karena adanya trauma tulang belakang yang menyebabkan
kelemahan otot ekstremitas bawah juga karena tirah baring yang lama sehingga
klien tidak dapat mobilisasi sehinggga terjadi tekanan yang terus menerus pada
daerah bokong dan suplai darah juga oksigen terganggu sehingga mengakibatkan
iritasi dan terjadi decubitus.
Lemah tubuh ekstremitas bawa kekuatan otot 55/00
Karena trauma tulang belakang mengakibatkan terjadi cedera pada medulla
spinalis dan terjadi kompresi dan kerusakannya pada medulla spinalis tersebut
mengakibatkan impuls syaraf pada ekstremkitas terganggu dan terjadilah klien
lemah pada tungkai.
Komplikasi yang mungkin muncul
- Penurunan frekuensi pernafasan
- Distensi usus
- Ileus paralitik
- Hipertermi
- Thrombosis vena profunda (komplikasi umum dari imobilititas dan cedera
medulla spinalis)
- Embolisme pulmonal
- Nyeri dada pleuritis
- Cemas
- Nafas pendek
- Nilai gas darah abnormal
- Dekubitus
- Infeksi luka dekubitus
- Atrofi otot






8

Asuhan Keperawatan Pada Tn. N dengan dengan Gangguan Sistem Persyarafan : Trauma
Medulla Spinalis di Ruang 19 B
A. Pengkajian
a. Biodata Pasien
Nama : Tn. N
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang bangunan
b. Biodata penanggung jawab
Nama :
Umur :
Hubungan Dengan klien :
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Saat masuk rumah sakit sejak 3 minggu yang lalu dikarenakan klien
mengalami trauma tulang punggung.
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, dan
kecalakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk,
luka tembak, trauma karena tali pengaman dan kejatuhan benda
keras. Pengkajian yang didapat ,meliputihilangnya sensibilitas yang
total dan melemah/ menghilangnya refleks profunda. Ini merupakan
gejala awal dari tahapsyok spinal yangakan berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, ileus paralitik, retensi urine dan
hilangnya reflex-refleks.
b) Keluhan utam saat dikaji
Klien mengeluh nyeri pada bagian punggungnya, sering merasa
kesemutan, baal-baal pada kedua tungkainya, kesulitan BAK dan
BAB.Selain itu klien mengeluh terdapat luka lecet pada area
punggung.serta klien mengalami merasa lemah pada kakinya.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajianyang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat-obat antikoaglan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif dan konsumsi alcohol berlebihan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya angggenerasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
diabetes mellitus.
d. Pola Aktivitas
9

Pola aktivitas dilakukan pengkajian lebih focus pada pola eliminasi BAB,
dan BAK, dan personal hygine. Dalam memenuhi kebutuhan eliminasi klien
harus di bantu agar kebutuhan eliminasi terpenuhi karena klien mengalami
kelumpuhan pada bagian bawah tubuhnya sehingga springter uretra dan
springter ani mengalami gangguan, selain itu karena klien mengalami
kelumpuhan pada ekstremitas bawah sehingga dalam membantu memenuhi
kebutuhan personal hygine di bantu agar tidak terjadi infeksi serta supaya
pasien merasa lebih nyaman dan tidak memperparah luka decubitus yang
terjadi serta meminimalkan terjadinya luka decubitus pada daerah yang
lain.
e. Pemeriksaan Fisik
System Persyarafan
1) Tingkat kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Kesadaran composmentis
2) Status mental (tes Kognitis) :
- Tes fungsi memori : Klien dapat menjawab pertanyaan 6/7
- Tes konsentrasi :
- Tes kalkulasi :
- Tes bahasa :
3) Fungsi serebelum : pada pasien dengan trauma tulang belakang pada
pemeriksaan fungsi serebelum klien dapat melakukan tindakan
menunjuk jari pemeriksa dengan telunjuknya tanpa ada penyimpangan.
Hal ini dikarenakan pada pasien ini klien hanya mengalami kelumpuhan
pada bagian ekstremitas bawah.
4) Fungsi sensori
a) Sensibilitas permukaan :
Pada ekstremitas atas : Klien dapat membedakan rasa kasar
dan halus, tajam dan tumpul, panas dan dingin
Pada ekstremitas bawah : klien tidak dapat merasakan kasar dan
halus, tajam dan tumpul, panas dan dingin. Selain itu klien
mengatakan sering merasa kesemutan dan merasa baal-baal pada
daerah kedua tungkai bawah.
b) Sensibilitas dalam
Pada ekstremitas atas : klien dapat menyebutkan kearah mana
tangan klien digerakan dalam keadaan mata tertutup, klien
merasakan adanya getaran pada area tulang radius dan ulnaris.
Pada ekremitas bawah : klien tidak merasakan kakinya bergerak
kea rah yang diinginkan, klien tidak merasakan adanya getaran pada
tulang spina iliaka
5) Fungsi motoric
10

a) Masa otot
Pada kasus diatas LILA kiri kanan cenderung normal karena yang
mengalami kelumpuhan hanya bagian ekstremitas bawah.Namun
apabila kelumpuhan secara general maka hasil pengukuran LILA
cenderung kurang dari normal.
b) Tonus otot
Klien tampak lemah pada daerah ekstremitas bawah.
c) Kekuatan otot
kekuatan otot 5/5 ekstremitas atas. Pada bagian ekstremitas bawah klien
mengaami kelumpuhan. Kekuatan otot melemah 0/0.

Sistem Pernafasan
Perubahan pada sistem pernafasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernafasan ) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat
trauma pada tulang belakang sehingga terputus jaringan saraf di medulla
spinalis.
Pada beberapa keadaaan trauma sumsum tulung belakang pada daerah
servikal dan torakal dari pemeriksaan fisik sistem ini akan didapatkan hal-
hal sebagai berikut :
1. Inspeksi umum
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Terdapat
retraksi interkostalis , pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada
: dinilai penuh/tidak penuh. Dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan
mungkin menunjukan adanya atelectasis, lesi pada paru, obstruksi pada
bronkus, fraktur tulang iga, dan pnemotoraks. Pada ekspansi dada juga
perlu dinilai :retraksi dari otot-otot irtekostal, substernal,pernafasan
abdomen, dan respirasi paradox (retraksi abdomen saa inspirasi). Pola
nafas ini dapat terjasi jika otot-otot intercostal tidak mmpu menggerakan
dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.
2. Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila melibatkan trauma pada rongga thorak
3. Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaaan melibatkan trauma
pada torak/hematoraks.
4. Auskultasi
Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi stridor,ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun
11

yang sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang dengan
penurunan tingkat kesaran koma.
Pada klien cedera tulang belakang dengan fraktur dislokasi vertebra
lumbal dan protrusi diskus intervertebralis L-5 dan S-1 pemeriksaan
pada sistem pernafasan tidak memiliki kelainan . pada palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan .
Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera tulang belakang sedang
dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovasklar klien cedera tulang belakang
pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah menurun, nadi
bradikardia ekstremitas dingin atau pucat. Nadi bradikrdia merupakan
tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit pucat menandakan
adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan
adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu
renjatan. Pada beberapa keadaan lain akibat trauma kepala akan
merangsang pelepasan hormone antidiuretik yang berdampak pada
kompensasi tubuh untuk melakakukan retensi atau pengeluaran garam dan
air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatakan konsentrasi elektrolit
meningkat sehingga memberikan resiko terjaddinya gangguan
keseimbangan cairan dan elekrolit pada sistem kardiovaskular.
Sistem Pencernaan
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya
ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,
dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada
pemeriksaan reflex bulbokavernosa didapatkan positif, menandakan adanya
syok spinal yang jelas pada klien dengan cedera medulla spinalis.
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mal dan aspan nutrisi kurang.
Pemeriksaan mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukn adanya dehidrasi.
Terjadi kesulitan dalam mengeluarkan feses, bising usus menurun, teraba masa
pada salah satu kuadran abdomen.
Sistem Perkemihan
Terjadi inkontinensia urine, resiko terjadi lecet pada genitalia.

12

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan terganggunya system saraf
daerah kandung kemih
2. Konstipasi berhubungan dengan gangguan persyarafan pada lumbal satu dan lumbal
dua
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi serabut saraf tulang
belakang
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan paresis, dan spastisitas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka decubitus

C. Intervensi
No
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Tujuan Tindakan Rasional
1 Perubahan pola
eliminasi urine
berhubungan
dengan
terganggunya
system syaraf
daerah kandung
kemih
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24jam
diharapkan klien
dapat mengontrol
pengeluaran urin
dengan kriteria:
1. Mengungka
pkan
pemahaman
tentang
kondisi
2. Mempertaha
nkan
keseimbanga
n masukan
atau
haluaran
dengan urine
jernih
3. Bebas bau,
mendemonst
rasikan
perilaku dan
tehnik untuk
mencegah
retensi atau
infeksi
urinarius

Mandiri
1. Kaji pola berkemih,
frekuensi dan
jumlahnya
2. Lakukan
pemasangan kateter





3. Observasi adanya
urine seperti awan
atau berdarah, bau
yang tidak enak
4. Bersihkan daerah
perineum dan jaga
agar tetap kering,
lakukan perawatan
kateter
Mandiri
1. Mengidentifikasi
fungsi kandung kemih

2. Pada klien dengan
cedera tulang belakang
sulit untuk mobilisasi,
pemasangan kateter
dapat memudahkan
klien untuk memenuhi
kebutuhan miksi
3. Tanda-tanda infeksi
saluran perkemihan


4. Menurunkan resiko
terjadinya iritasi kulit
atau infeksi pada
saluran kemih.
13

2.
Konstipasi
berhubungan
dengan gangguan
persyarafan pada
lumbal satu dan
lumbal dua

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24jam
diharapkan klien
dapat BAB
kembali dengan
kriteria :
1. Klien
mengatakan
dapat
melakukan
konstipasi
dengan lancar
2. BAB keluar
dengan lancar
3. Konsistensi
feses lembek
4. Feses
berwarna
kuning

Mandiri
1. Auskultasi bising
usus, catat lokasi dan
karakteristiknya.


2. Observasi adanya
distensi abdomen
jika bising usus tidak
ada atau berkurang

3. Catat adanya keluhan
mual, ingin muntah.
Periksa muntahan
atau sekresi gaster
(jika terpasang NGT)
dan feses untuk
bekuan darah.

4. Catat frekuensi,
karakteristik dan
jumlah feses.

5. Kenali tanda-
tanda/periksa adanya
sumbatan, seperti
tidak adanya feses
yang terbentuk
selama beberapa
hari, feses semi cair,
kegelisahan,
perasaan penuh
perut/ abdomen

6. Anjurkan klien
makan makanan
berserat


Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai
indikasi:
Pelunak feses, laksatif,
supositoria, enema.
Antasida, simitidin,
ranitidine

Mandiri
1. Bising usus mungkin
tidak ada selama syok
Spinal. hilangnya bising
menandakan adanya
paralitik ileus.
2. Hilangnya peristaltic
(karena gangguan saraf)
melumpuhkan usus,
membuat distensi ileus
dan usus.
3. Pendarahan
gastrointestinal dapat
terjadi sebagai respons
dari trauma (cushing
ulser) atau sebagai efek
samping dari terapi
tertentu (steroid atau
antikoagulasi).
4. Mengidentifikasi derajat
gangguan dan
kemungkinan bantuan
yang diperlukan.
5. Intervensi dini perlu
untuk mengatasi
konstipasi secara
efektif/feses yang
tertahan dan
mengurangi resiko
terjadinya komplikasi.




6. Meningkatkan
konsistensi feses untuk
dapat melewati usus
dengan mudah

Kolaborasi
1. Menstimulasi peristaltic
dan pengeluaran feses
secara rutin
3.
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24jam
Mandiri
1. Monitor peningkatan
iritabilitas, tegangan
otot, gelisah,
1. Petunjuk non verbal
dari
nyeri/ketidaknyamanan
memerlukan intervensi
14

berhubungan
dengan iritasi
serabut saraf
tulang belakang

diharapkan nyeri
klien berkurang
atau hilang
dengan kriteria:
1. Melaporkan
penurunan
rasa
nyeri/ketidakn
yamanan
2. Mengidentifik
asi cara-cara
untuk
mengatasi
nyeri
3. Mendemonstir
asikan
penggunaan
keterampilan
relaksasi dan
aktivitas
hiburan sesuai
kebutuhan
individu
perubahan tanda vital
yang tak dapat
dijelaskan.
2. Berikan posisi dengan
nyaman, masase,
kompres hangat/
dingin





3. Ajarkan tehnik
relaksasi, nafas
dalam, ditraksi.



Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi :
relaksasi otot,
datren(dantrium),
analgesic:
antiansietas,
diazepam (valium)




2. Tindakan alternative
mengontrol nyeri
digunakan untuk
keuntungan emosional,
selain menurunkan
kebutuhan obat
nyeri/efek tak
diinginkan pada fungsi
pernafasan.
3. Memfokuskan kembali
perhatian,
meningkatkan rasa
control, dan dapat
meningkatkan
kemampuan koping.
Kolaborasi
1. Dibutuhkan untuk
menghilangkan
spasme/nyeri otot atau
untuk menghilangkan
ansietas dan
meningkatkan istirahat.
4 Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
kelemahan
paresis, dan
spastisitas
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24jam
diharapkan tidak
terjadi kelemahan
otot yang lebih
berat dengan
kriteria:
1. Tidak adanya
kontraktur,
footdrop
2. Meningkatkan
kekuatan
tubuh yang
sakit atau
kompensasi
3. Mendemonstra
sikan tehnik
atau perilaku
yang
memungkinka
n melakukan
kembali
Mandiri
1. Kaji secara teratur
fungsi motoric dengan
menginstruksikan
klien untuk melakukan
gerakan seperti
mengangkat bahu,
meregangkan jari-jari
dll.
2. Anjurkan klien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi


3. Bantu/lakukan latihan
ROM pada semua
ekstremitas dan sendi,
pakailah gerakan
perlahan dan lembut.
Lakukan hiperekstensi
pada paha sedara
teratur

Kolaborasi
Mandiri
1. Mengevaluasi keadaan
secara khusus, pada
beberapa lokasi trauma
mempengaruhi tipe dan
pemilihan intervensi



2. Mengurangi ketegangan
otot/kelelahan dapat
membantu mengurangi
nyeri, spasme otot,
spastisitas/kejang.
3. Meningkatkan sirkulasi,
mempertahankan tomus
otot dan mobilisasi sendi,
meningkatkan mobilisasi
sendi dan mencegah
kontraktur dan atrofi
otot.


Kolaborasi
15

aktifitas 1. Konsultasi dengan ahli
terapi fisik
1. Membantu dalam
merencanakan dan
melaksanakan latihan
secara individual dan
mengidentifikasi dan
mengembangkan alat-
alat bantu untuk
mempertahankan fungsi,
mobilisasi, dan
kemandirian pasien

5
Resiko infeksi
berhubungan
dengan adanya
luka decubitus

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24jam
diharapkan
infeksi tidak
terjadi dengan
kriteria:
1. Tidak ada
tanda dan
gejala infeksi
seperti
kemerahan,
rasa panas
disekitar luka,
2. Tanda tanda
vital dalam
batas normal
(TD : 120/80
mmHg,
Respirasi 14-
24x/menit,
suhu: 36,5
0
c,
nadi: 60-
100x/menit)

1. Lakukan perubahan
posisi bertahap
(miring kiri dan
miring kanan) setiap
2 jam.


2. Perawatan luka
decubitus dengan
tehnik aseptic


3. Jagalah alat tenun
tetap kering dan
bebas dari lipatan-
lipatan dan kotoran
1. Peningkatan proses
penyembuhan luka
decubitus, menghindari
infeksi atau bertambah
parahnya luka decubitus
akibat penekanan pada
daerah luka (lembab)
2. Perawatan luka decubitus
dengan tehnik aseptic
dapat mempercepat
proses penyembuhan
luka
3. Mengurangi/mencegah
adanya iritasi pada kulit







16

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma
indirek dari atas dan dari bawah. Trauma medulla spinalis disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industi, kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon
atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance),
kejatuhan benda keras. Tanda dan gejala nyeri akut pada bagian leher, leher dan
punggung terasa seperti patah, tingkat neurologic.




























17

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Mutaqqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Suddarth, B. &. (2002). BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai