Anda di halaman 1dari 39

BAB I

DASAR TEORI

Sistem kendali dapat dikatakan sebagai hubungan antara komponen yang membentuk
sebuah konfigurasi sistem, yang akan menghasilkan tanggapan sistem yang diharapkan. Jadi
dalam sistem kendali harus ada yang dikendalikan, yang merupakan suatu sistem fisis atau biasa
disebut dengan kendalian (plant). Masukan dan keluaran merupakan variabel atau besaran fisis.
Keluaran merupakan hal yang dihasilkan oleh kendalian, artinya yang dikendalikan, sedangkan
masukan adalah yang mempengaruhi kendalian yang mengatur keluaran. Kedua dimensi
masukan dan keluaran tidak harus sama.
Istilah-istilah dalam sistem pengendalian, antara lain:
1. Masukan
Masukan (input) merupakan rangsangan dari luar yang diterapkan ke sebuah sistem kendali
untuk memperoleh tanggapan tertentu dari sistem pengaturan. Masukan sering disebut juga
respon keluaran yang diharapkan.

2. Keluaran
Keluaran (output) merupakan tanggapan sebenarnya yang didapatkan dari suatu sistem
kendali.

3. Plant
Plant merupakan seperangkat peralatan atau objek fisik dimana variabel prosesnya akan
dikendalikan, misalnya pabrik, reaktor nuklir, mobil, sepeda motor, pesawat terbang, pesawat
tempur, kapal laut, kapal selam, mesin cuci, mesin pendingin (sistem AC, kulkas, freezer),
penukar kalor (heat exchanger), bejana tekan (pressure vessel), robot, dan sebagainya.

4. Proses
Proses merupakan berlangsungnya operasi pengendalian suatu variabel proses, misalnya
proses kimiawi, fisika, biologi, ekonomi, dan sebagainya.

5. Sistem
Sistem ialah kombinasi atau kumpulan dari berbagai komponen yang bekerja secara bersama-
sama untuk mencapai tujuan tertentu.

6. Diagram blok
Diagram blok berbentuk kotak persegi panjang yang digunakan untuk mempresentasikan
model matematika dari sistem fisik.

7. Fungsi Alih (Transfer Function)
Fungsi alih merupakan perbandingan antara keluaran (output) terhadap masukan (input) suatu
sistem pengendalian.

8. Sistem Pengendalian Umpan Maju (Open Loop System)
Sistem pengendalian umpan maju disebut juga sebagai sistem pengendalian lup terbuka.

9. Sistem Pengendalian Umpan Balik
Istilah ini sering disebut juga sistem pengendalian loop tertutup. Pengendalian jenis ini adalah
suatu sistem pengaturan dimana sistem keluaran pengendalian ikut andil dalam aksi kendali.
A. Sistem Kontrol Lup Terbuka
Open loop control system atau sistem kontrol loop terbuka merupakan suatu sistem
yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, keluaran pada
sistem kontrol terbuka tidak dapat digunakan sebagai umpan balik dalam masukan.



Gambar 1. Diagram Blok Sistem Kontol Loop Terbuka
Dari gambar di atas dapat diketahui persamaan untuk sistem loop terbuka:
() () () () atau
()
()
() ()
Dalam suatu sistem kontrol terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan dengan
masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan akan berhubungan dengan operasi tertentu,
sebagai akibat ketetapan dari sistem tergantung kalibrasi. Dengan adanya gangguan, system
control open loop tidak dapat melaksanakan tugas sesuai yang diharapkan. System control
open loop dapat digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan
tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal.

B. Sistem Kontrol Loop Tertutup
Sistem kontrol loop tertutup merupakan sistem kontrol yang sinyal keluarannya
mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem kontrol lup tertutup juga
merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan
selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau
suatu fungsi sinyal keluaran atau turunannya), diumpankan ke kontroler untuk memperkecil
kesalahan dan membuat agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata
lain, istilah lup tertutup berarti menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil
kesalahan sistem.

Gambar 2. Diagram Blok Sistem Kontrol Loop tertutup
Dari gambar di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam sistem loop tertutup:
()( () ()) () () ()
Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator, maka manusia ini akan menjaga
sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan, ketika terjadi perubahan pada sistem maka
manusia akan melakukan langkah langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali
bekerja pada keadaan yang diinginkan. Dalam hal lain, jika kontroler otomatis digunakan
untuk menggantikan operator manusia, sistem kontrol tersebut menjadi sistem kontrol
otomatik berumpan balik atau sistem kontrol lup tertutup, sebagai contoh adalah pengaturan
temperatur. Dalam sistem kontrol manual berumpan-balik, manusia bekerja dengan cara yang
sama dengan sistem kontrol otomatis. Mata operator analog dengan alat ukur kesalahan, otak
analog dengan kontroler otomatik dan otot ototnya analog dengan akuator. Hal inilah yang
membedakan dengan sistem kontrol lup terbuka yang keluarannya tidak berpengaruh pada
aksi pengontrolan, dimana keluaran tidak diukur atau diumpanbalikkan untuk dibandingkan
dengan masukan.
Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol lup terbuka yaitu
penggunaan umpanbalik yang membuat respon sistem relatif kurang peka terhadap
gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter sistem, serta mudah untuk
mendapatkan pengontrolan plant dengan teliti. Meskipun sistem lup terbuka mempunyai
kelebihan yaitu kestabilan yang tak dimiliki pada sistem lup tertutup. Kombinasi keduanya
dapat memberikan performansi yang sempurna pada sistem.

C. Komponen-komponen Dasar pada Sistem Kontrol
Komponen-komponen utama pada sistem pengendalian berumpan-balik terdiri dari:
1. Sensor dan Transmitter
Sensor berfungsi untuk mengukur CV dan menghasilkan sinyal MV yang sesuai.
Sensor sering juga disebut sebagai elemen primer. Sedangkan transmitter menguatkan
sinyal ke tingkat voltase V(t) tertentu dan mengirimkan ke controller. Transmitter sering
disebut sebagai elemen sekunder.
Ada tiga hal penting dalam sensor-transmitter, yaitu:
a. Range of the instrument, yakni harga yang terendah dan tertinggi instrumen;
b. Span of instrument, yakni beda antara harga yang terendah dan tertinggi;
c. Zero of the instrument, yakni harga range yang terendah.

2. Controller
Controller merupakan pusat dari sistem kontrol dan pembuat keputusan.
Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengubah set point ke tegangan tertentu, VR;
2. Menghitung error, (t) = VR V(t);
3. Menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya, P(t), ke final element.
Ada 2 jenis aksi controller, yaitu: aksi berlawanan (reverse action), dimana
controller akan mengurangi sinyal outputnya bila harga output naik; aksi searah (direct
action), di mana controller akan meningkatkan sinyal outputnya bila harga output naik.

3. Proses
Proses merupakan bagian yang memerlukan pengontrolan. Proses bisa berupa
proses kimia maupun fisika dan pada bagian ini, variabel tertentu seperti: tekanan,
temperatur, atau laju alir dikontrol besarnya agar sesuai dengan yang diinginkan.

4. Final Element
Sebagai respon sinyal masukan P(t), final element merubah sinyal P(t) ke arus
yang menghasilkan daya yang sesuai. Final element biasanya berupa control valve. Ada 2
jenis control valve berdasarkan suplai udara, yaitu:
a. Fail Open (FO) atau Air to Close(AC), di mana control valve akan terbuka jika tidak
ada suplai udara dan tertutup katup jika ada suplai udara;
b. Fail Close(FC) atau Air to Open (AO), di mana control valve akan tertutup jika ada
suplai udara dan terbuka jika ada suplai udara.

5. Recorder
Recorder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada. Recorder tidak
diikutsertakan dalam perhitungan
Keseluruhan komponen dasar pada sistem kontrol tersusun dalam sistem kontrol tertutup
sebagai berikut:
Kontroler
Elemen
Kontrol
Akhir
Proses
Sensor-
Transmitter
Masukan Keluaran

Gambar 3. Keseluruhan komponen dasar pada sistem kontrol
Adapun operasi-operasi dasar dari komponen-komponen pada sistem kontrol sebagai berikut:
1. Mesurement (M) yakni, mengukur variabel yang dikontrol yang dilakukan oleh sensor-
transmiter.
2. Decison (D) didasarkan pada pengukuran; kontroller harus memutuskan apa yang
dilakukan untuk menjaga variabel terkontrol pada harga yang diinginkan.
3. Action (A), sebagai hasil dari keputusan kontroler , biasanya dilakukan oleh elemen akhir

D. Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif
Didalam suatu sistem kontrol kita mengenal adanya beberapa macam aksi kontrol,
diantaranya yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol derivative.
Masing-masing aksi kontrol ini mempunyai keunggulan tertentu, dimana aksi kontrol
proporsional mempunyai keunggulan rise time yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai
keunggulan untuk memperkecil error, dan aksi kontrol derivative mempunyai keunggulan
untuk memperkecil error atau meredam overshot/undershot. Untuk itu agar kita dapat
menghasilkan output dengan risetime yang cepat dan error yang kecil kita dapat
menggabungkan ketiga aksi kontrol ini menjadi aksi kontrol PID. Parameter pengontrol
Proporsional Integral Derivative (PID) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik
yang di atur (plant). Dengan demikian bagaimanapun rumitnya suatu plant, perilaku plant
tersebut harus di ketahui terlebih dahulu sebelum pencarian parameter PID itu dilakukan.
1. Pengontrol Proporsional
Pengontrol proposional memiliki keluaran yang sebanding atau proposional
dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang di inginkan dengan harga
aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa keluaran pengontrol
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proposional dengan masukannya.
Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung
mengeluarkan output sinyal sebesar konstanta pengalinya.

Gambar 4. Diagram Blok Kontroler Proporsional
Gambar diatas menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran pengontrol proporsional.
Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran
aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi pengontrol, untuk mengeluarkan sinyal positif
(mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga
yang diinginkan).
Pengontrol proposional memiliki 2 parameter, yaitu pita proposional (propotional
band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita
proporsional sedangkan konstanta proporsional menunjukan nilai faktor penguatan sinyal
tehadap sinyal kesalahan Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp)
ditunjukkan secara persentasi oleh persamaan berikut:


Gambar di bawah ini menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran
pengontrol dan kesalahan yang merupakan masukan pengontrol. Ketika konstanta
proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan yang
semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.

Gambar 5. Proportional band dari pengontrol proporsional tergantung pada penguatan.
Ciri-ciri pengontrol proposional harus diperhatikan ketika pengontrol tersebut
diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna pengontrol propoisional
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini:
a. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
b. Jika nilai Kp dinaikan, respon sistem menunjukan semakin cepat mencapai set point dan
keadaan stabil.
c. Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan
sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosolasi.

2. Pengontrol I ntegral
Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s),
pengontrol proposional tidak akan mampu menjamin keluaran system dengan kesalahan
keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu
mempunyai kesalahan keadaan stabilnya nol. Pengontrol integral memiliki karaktiristik
seperti halnya sebuah integral. Keluaran sangat dipengaruhi oleh perubahan yang
sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran pengontrol ini merupakan
penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan
tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang
dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan
harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 7 menunjukkan contoh
sinyal kesalahan yang dimasukan ke dalam pengontrol integral dan keluaran pengontrol
integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 6. Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t pada pembangkit kesalahan nol.
Gambar 7 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran
suatu pengontrol integral.


Gambar 7. Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan pengontrol integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan
oleh Gambar 8. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan
keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai 10 konstanta
integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relative kecil dapat
mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.

Gambar 8. Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan
Ketika digunakan, pengontrol integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:
a. Keluaran pengontrol membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol
integral cenderung memperlambat respon.
b. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
c. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
d. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran pengontrol.

3. Pengontrol Derivative
Keluaran pengontrol derivative memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan mengakibatkan
perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 9 menunjukkan blok diagram yang
menggambarkan hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran pengontrol.

Gambar 9. Blok diagram pengontrol Derivative
Gambar 10 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran
pengontrol derivative. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran
pengontrol juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah
mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk
impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya
justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan
naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya.

Gambar 10. Kurva waktu hubungan input-output pengontrol Derivative
Karakteristik pengontrol derivative adalah sebagai berikut:
a. Pengontrol ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
b. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
pengontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.
c. Pengontrol derivative mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol derivative dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas system.
Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut, pengontrol derivative umumnya
dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan
pada keadaan stabilnya. Kerja pengontrol derivative hanyalah efektif pada lingkup yang
sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol derivative tidak pernah
digunakan tanpa ada pengontrol lain sebuah sistem.

4. Pengontrolan PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat
saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara parallel menjadi pengontrol
proposional plus integral plus derivative (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P,
I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.

Gambar 11. Blok diagram kontroler PID analog
Keluaran pengontrol PID merupakan penjumlahan dari keluaran pengontrol
proporsional, keluaran pengontrol integral. Gambar 12 menunjukkan hubungan tersebut.


Gambar 12. Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk
pengontrol PID
Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Pengaturan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan
penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut
dapat diatur lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan
memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

E. Metode Pengontrol PID
Pengenalan parameter pengontrol PID selalu didasari atas tinjauan terhadap
karakteristik yang diatur (plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku
plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan.
Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode
eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan.
Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi,
karena dengan menggunakan data yang berupa kurva keluaran, penalaan pengontrol PID
telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai
spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning).
Dua metode pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.
1. Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode
ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk
menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 1.2-14
memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%. Gambar 13 yaitu kurva respons tangga satuan
yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum.

Gambar 13. Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

2. Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial
dengan pengontrol PID. Pertama parameter parameter integrator diatur tak berhingga dan
parameter derivative diatur nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian
dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi
sistem berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitude tetap (Sustain
oscillation). Gambar 14 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 14. Sistem untaian tertutup dengan alat pengontrlol proporsional

Nilai penguatan proposional pada saat sistem mencapai kondisi berosilasi dengan
magnitud tetap (sustain oscillation) disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustain
oscillation disebut ultimate period Tu (Perdikaris, 1991, 433). Gambar 15
menggambarkan kurva reaksi untaian tertutup ketika berosilasi.

Gambar 15. Kurva respon sustain oscillation
Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen,
Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan pengaturan nilai parameter Kp, Ti, dan Td
berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter PID dengan Metode Osilasi
Tipe Pengontrol Kp Ti Td
P 0,5 Ku - -
PI 0,45 Ku 0,5 Pu -
PID 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

3. Metode Quarter Decay
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda
tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode
quarter amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat
sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay (Guterus, 1994, 9-13). Quarter
amplitude decay didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode
pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat. Pengontrol proportional Kp diatur
hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat pengaturan ini
disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan. Sedangkan penalaan
parameter pengontrol PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode Ziegler-
Nichols

Gambar 16. Kurva respon quarter amplitude decay

Tabel 2 merupakan aturan dalam metode Ziegler Nichols untuk menentukan parameter
parameter PID.

Tabel 2. The Ziegler Nichols rules (prequency response method)
Tipe Pengontrol Kp Ti Td
P 0,5 Ku - -
PI 0,45 Ku Tu/1,2 -
PID 0,6 Ku Tu/2 Tu/8






Ya
Tidak
BAB II
Metodologi

A. Alur Penelitian
Percobaan I: Karakteristik statik dan step respons proses melalui pendekatan First-Order-
Plus-Dead Time (FOPDT)
























Gambar 17. Alur Percobaan I
Start-up alat flow control dan
melakukan persiapan awal
Mengubah posisi controller
menjadi manual
- Mengamati output yang tercatat pada printer
- Mencatat P, I, D pada sistem
- Mencatat step input atau bukaan valve
- Menentukan kecepatan kertas pada printer.
Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400
l/jam

Mengubah SV menjadi 375 l/jam
sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve
Suda
h
stabil
Mengubah posisi controller
menjadi otomatis
Gambar 18. Alur Percobaan II


Percobaan II: Penentuan pengaruh parameter Proporsional, P, Integral Time,
I
, dan
Derivative Time,
I
, untuk P Control, PI Control, dan PID Control



Start-up alat flow control dan
melakukan persiapan awal
Mengubah posisi controller
menjadi otomatis
Mengatur nilai P, I, dan D sesuai dengan Metode
Ziegler-Nichols
Mengatur P, I, D dengan
nilai pada Tabel Ziegler-
Nichols
Mengatur D = 0, P dan I
tetap (PI Control)
Mengatur D = 0, I =
maksimum, dan P tetap
(P Control)
- Mengamati output yang tercatat pada printer
- Menentukan kecepatan kertas pada printer.
Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400
l/jam

Mengubah SV menjadi 375 l/jam
sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:
1. Controller, digunakan untuk mengatur variabel-variabel yang terkait dengan percobaan,
termasuk mengatur karakteristik PID control.


Gambar 19. Unit Controller: tampak depan (kiri), tampak samping (kanan)



Gambar 20. Skema alat controller.

2. Control Valve, berfungsi sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem pengendalian.
Besarnya bukaan valve diatur pada controller. Berfungsi untuk mengatur laju alir yang
masuk ke dalam sistem. Valve tergabung dalam alat yang bernama orifice. Dalam
percobaan ini, digunakan valve jenis Fail Open/ Air to Close, dimana semakin besar
bukaan, semakin kecil laju alir fluida yang melaluinya.

Gambar 21. Control valve

3. Wadah atau tangki air (reservoir air), tempat dimana air yang ditampung, sesuai modul
diisi sebanyak 80% dari total daya tampung tangki.

Gambar 22. Reservoir

4. Sensor, yaitu alat yang berfungsi untuk mengubah laju alir output yang terbaca menjadi
sinyal elektrik, sehingga terbaca pada controller dan memungkinkan untuk dilakukannya
feedback control.


Gambar 23. Sensor

5. Recorder, berfungsi sebagai pencatat output dari proses. Hasil dari printer inilah yang
digunakan sebagai bahan pengolahan data.


Gambar 24. Recorder

6. Needle valve, berfungsi sebagai input disturbance variable (DV) ke dalam proses.
Berguna untuk mengamati perilaku gangguan terhadap proses.

Gambar 25. Needle valve

7. Power supply, berfungsi untuk mengalirkan energi ke alat untuk melakukan kontrol.

Gambar 26. Power supply

Berikut adalah gambar dari keseluruhan alat flow control.

Gambar 27. Gambar alat flow control

C. Prosedur Percobaan
1. Persiapan Percobaan
Sebelum dilakukan percobaan, alat flow control yang akan digunakan harus disiapkan
terlebih dahulu. Langkah-langkahnya:
a. Perhatikan dengan seksama model print flow rate.
b. Isi reservoir air sekitar 80% ketinggian.
c. Jalankan kompresor udara dengan meng-on-kan sumber listrik.
d. Set tekanan udara untuk instrumen sehingga pengukurannya sampai 1,4 kg/cm
2
g.
e. Buka penuh katup penutup (stop valve) 3 dan 5 serta katup jarum (needle valve) 2.
Tutup semua katup yang lain.
f. Set controller pada posisi manual dan buka penuh katup pengatur (control valve).
g. Jalankan pompa dengan memindahkan ke posisi on pada panel.
h. Hilangkan udara yang masuk ke transmitter dengan mengatur katup keseimbangan A
dan A.
i. Atur katup jarum dan katup pengatur sehingga pencatat (recorder) menunjukkan 400
l/jam.
j. Petunjuk pengoperasian controller:
1. Set penunjuk ke mode M sebelum meng-on-kan sumber listrik untuk
instrumentasi.
2. Operasi Manual (M):
a) Set penunjuk ke mode M lampu M akan menyala.
b) Set harga SV dengan menekan knop SV atau dengan menggunakan data entry
unit.
c) Untuk memperoleh nilai MV yang tepat, tekan knop yang terdapat di depan
panel, maka nilai SV dapat dipakai untuk membaca nilai MV (nilai MV dapat
dibaca pula pada data entry unit).
3. Operasi Otomatis:
a) Jika set penunjuk pada posisi A, lampu A akan menyala.
b) Set SV sebagaimana yang dilakukan pada operasi manual.
c) Set nilai PID controller dengan menggunakan data entry unit sehingga
karakteristik proses ini dapat diketahui.
d) Jika nilai PID tidak diketahui, maka set P dan I pada nilai maksimumnya dan D
pada nol, atau biarkan sebagaimana adanya sebelum di set ke automatic.
e) Set penunjuk controller ke posisi A.
f) Nilai-nilai optimum PID dapat ditentukan dengan metode Ziegler Nichols.

2. Karakteristik Sistem Yang Dikontrol Dengan Pendekatan FOPDT
Catat harga-harga konstanta PID sebelum melakukan percobaan.
a. Percobaan karakteristik statik:
1) Lakukan persiapan sebagaimana dijelaskan pada percobaan 1.
2) Set controller ke posisi otomatis.
3) Set controller pada 375, 400, 425 l/jam. Catat keluaran (output) control pada
pengontrol setelah stabil dalam %.
b. Percobaan karakteristik step response dengan menggunakan Manipulated Variable
MV sebagai masukan.
1) Lakukan persiapan sebagaimana percobaan 1.
2) Tekan knop katup pengatur MV untuk memperoleh bukaan katup yang tiba-tiba.
3) Catat perubahan laju aliran yang terjadi pada saat itu (dengan recorder/dari entry
data unit) sampai keadan stabil.
c. Percobaan karakteristik step response dengan gangguan sebagai masukan.
1) Persiapkan kembali percobaan 1.
2) Putar katup jarum untuk memperoleh laju alir yang berbeda.
3) Catat perubahan laju aliran pada recorder/data entry unit sampai keadaan stabil.
4) Percobaan ini tidak meliputi time lag dari peralatan akhir control tersebut.

3. Metode Pengaturan Optimum Ziegler-Nichols
Metode ini digunakan untuk menentukan harga pengaturan optimum didasarkan pada
data cycling dari sistem, caranya:
a. Set integral time ke harga maksimum (Ti).
b. Set derivative time ke harga minimum (Td).
c. Secara perlahan-lahan kurangi proportional band sampai mulai terjadi cycling yang
ditunjukkan pada recorder atau meteran tekanan udara. Harga ini dibagikan terhadap
angka 100, maka hasilnya disebut sebagai sensitifitas optimum (Ku). Ku = 100/P
B

d. Hitung juga periode cycling (Pu) dengan menggunakan stop watch.
e. Konstanta PID optimum dapat dihitung dengan menggunakan tabel ini.
Kp Ti Td
P Action 0,5 Ku - -
PI Action 0,45 Ku 0,83 Pu -
PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

4. Pembandingan Kontrol PID, PI, dan P action
Pada percobaan ini, akan dilakukan pembandingan antara kontrol parameter P, I, dan D.
Dalam hal ini akan digunakan parameter-parameter yang telah didapatkan pada kontrol
PID optimum, menurut :
Kp Ti Td
P Action 0,6 Ku 327.6* 0**
PI Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0**
PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

a. Masukkan harga P, I, D sesuai dengan P action, PI action dan PID action yang sudah
dihitung di atas.
b. Untuk masing-masing jenis kontrol, lakukan step input, dengan cara memasukkan
nilai SV tertentu.
c. Perhatikan hasil pada grafik, terutama perbedaan antara ketiga kontrol.
d. Analisis, lalu simpulkan perbedaan karakteristik kontrol P, I, dan D, melalui analisis
hasil ketiga kontrol di atas.

BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Percobaan 1 : Perbandingan kontrol otomatis dan manual
a. Data Kontrol Manual
PV SV MV
400 L/jam 400 L/jam 37%
375 L/jam 375 L/jam 49,1%


Gambar 28. Grafik Karakteristik Kontrol Manual

b. Data Kontrol Otomatis
PV SV MV
375 L/jam 375 L/jam 49.1%
400 L/jam 400 L/jam 37.0%
420 L/jam 420 L/jam 31.8%


Gambar 29. Grafik Karakteristik Kontrol Otomatis
Percobaan 2 : Input step
PV SV MV
400 L/jam 375 L/jam 45%
400 L/jam 369.3 L/jam 49.1%


Gambar 30. Grafik Karakteristik Input Step
Percobaan 3 : Disturbance
SV PV MV DV
375 L/jam 375 24.7% 0
420 L/jam 420 -24.8% 0

Gambar 31. Grafik Karakteristik Disturbance
4.2 Pengolahan Data
1. Perhitungan Fungsi FOPDT
Persamaan FOPDT :
()
()

()
()

Keterangan:
PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju
alir)
p(s) adalah fungsi alih laju alir atau proses
MV(s) adalah manipulated variable atau manipulated value (pada eksperimen
adalah bukaan valve yang menggambarkan perubahan laju alir)
v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua
variabel tersebut dinyatakan dalam domain transformasi Laplace.

Perhitungan nilai K (gain atau konstanta statis proses) dengan Pendekatan FOPDT:

()
()





( )
( )

Kecepatan printer = 10 mm/menit = 0,167 mm/s
Konstanta waktu ()

)
(

) ( )
Sedangkan dead time, , dihitung sebagai:
Dead time,()



Dari perhitungan konstanta tidak diketahui pada persamaan FOPDT, diperoleh persamaan
akhir FOPDT sebagai berikut
()
()

()
()



Pada eksperimen, v(t) = 0.37 0.491 = -0.121 (step input). Hasil Transformasi Laplace
dari v(t) adalah -0.121/s, sehingga :
()

( )

Invers Transformasi Laplace dari p(s) menghasilkan p(t). Karena p(0) = PV
0
= 0.375
kg
f
/cm
2
, maka hasil invers adalah:
() (

)
di mana t dinyatakan dalam detik dan p dalam kg
f
/cm
2
. Kemudian persamaan fungsi alih
tersebut menjadi dasar dalam pembuatan grafik untuk melakukan perbandingan terhadap
hasil ekesperimen dengan hasil teoritis, yaitu sebagai berikut :


Gambar 32. Grafik hubungan hasil eksperimen dan hasil pemodelan

2. Pengaruh Perubahan nilai P
Dari percobaan diperoleh nilai parameter awal yaitu :
P sebesar 76,0
I sebesar 6,0
D sebesar 0,0
Mengubah nilai parameter
I = nilai maksimum = 327,6
D = 0
P = diubah-ubah hingga diperoleh osilasi
Setelah dilakukan pengontrolan terhadap P, terlihat adanya perubahan pada nilai
parameter P sebesar 1,0. Berikut hasil yang diperoleh :

Grafik Osilasi saat nilai P=1


0.365
0.3675
0.37
0.3725
0.375
0.3775
0.38
0.3825
0.385
0.3875
0.39
0.3925
0.395
0.3975
0.4
0.4025
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
p

(
k
g
f
/
c
m

)

t (second)
Pendekatan
FOPDT
Eksperimen

Gambar 33. Pengaturan parameter P

Metode Ziegler Nichols untuk mencari nilai Kp
Nilai parameter P = 1,0 (variabel Proportional Band (PB)
Mencari hubungan PB dan K
P
:


Kemudian variabel berikutnya adalah variabel periode osilasi pada saat parameter P=1,0
yang dihitung dengan periode dari jarum penunjuk pada orifice plates untuk menempuh
satu gelombang yang diperoleh sebesar 3.27 s. Pada saat ini, nilai K
P
dan P disebut berada
pada keadaan kritis, K
u
dan P
u
. Setelah nilai K
u
dan P
u
diketahui, nilai parameter PB,

I
,dan
D
untuk algoritma PID dapat dituliskan pada tabel dibawah ini.
Kp = Ku = 100 dan P = Pu = 1
Berikut ini merupakan tabel metode Ziegler Nichols II:



Tabel 3. Penentuan Parameter K
P
,
I
, dan
D
pada Metode Ziegler-Nichols II
Kp
I

D

P action 0.5 Ku = 50 327.6* 0**
PI action 0.455 Ku = 45.5 0.83 Pu =2.7141 0**
PID action 0.588 Ku = 58.8 0.5 Pu = 1.635 0.125 Pu = 0.40875
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

Tabel 4. Parameter-parameter K
P
,
I
, dan
D
untuk perbandingan kontrol PID, PI, dan P.
K
u
100,0
P
u
(s) 3.27
Tipe alat kontrol K
P
PB
I

D

PID 0.588 Ku = 58.8 1,0 0.5 P
u
= 1.635 0.125 P
u
= 0.40875
PI 58.8 1,0 1.635 0
**

P 58.8 1,0 327,6
*
0
**
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

3. Pengaruh Parameter Proporsional, P, I ntegral Time,
I
, dan Derivative Time,
I
,
untuk P Control, PI Control, dan PID Control
Set SV di daerah 0,35 L/s dan 0,42 L/s. Parameter yang disertakan adalah decay ratio,
overshoot, settling time, dan offset.



Gambar 34. Grafik kontrol PID


Gambar 35. Grafik kontrol PI


Gambar 36. Grafik kontrol P
Berikut disajikan tabel perhitungan untuk masing-masing jenis kontrol untuk
membandingkan karakteristik masing-masing parameter :




Tabel 5. Perhitungan Decay Ratio, Settling Time, Overshoot,
dan Offset dengan pada control PID, PI, dan P.
Besaran Jenis Kontrol
PID PI P
Decay Ratio






Settling Time


Overshoot









Offset - - 0.03 L/jam


4. Penentuan Fungsi Ahli Sistem Kendali Flow Control
Bentuk dari diagram blok yang menggambarkan sistem kontrol yang dilakukan
adalah sebagai berikut :

Gambar 37. Diagram blok untuk flow control
Keterangan :
Variabel :
- SP(s) = set point set value
- E(s) = input yang masuk pada controller(Error)
- MV(s) = Manipulated variable laju alir memasuki reservoir (representasi : bukaan
valve)
- CV (s) = Controlled variable laju alir keluar reservoir pompa
- CV
m
(s) = Measured value of controlled variable
- D (s) = Disturbance needle valve
- G
c
(s) = Controller
- G
v
(s) = Valve
- G
p
(s) = Reservoir dan pompa
- G
d
(s) = Needle valve
- G
s
(s) = sensor (pengukur laju alir) orifice plates
Dari gambar di atas, dapat dibuat suatu fungsi ahli untuk sistem secara keseluruhan :
Respon sistem terhadap gangguan, tanpa adanya error atau set point (SP =0) :

()
()

()

()

()

()

Respon sistem terhadap error atau set point, tanpa adanya gangguan :

()
()

()

()

()

()

()

()

()

Total respon dari sistem adalah penjumlahan dari keduanya :

()

()

()

()

()

()

()

()()

()

()

()

()

()

()

()

()
(

()

()

()

()())
Bila

()

()

() , maka

()
()
, sehingga pengaruh gangguan dapat ditekan

BAB IV
Analisis
4.1. Analisis Percobaan
Percobaan Flowrate Control ini bertujuan untuk mengamati dan mencatat perubahan laju air
yang dikontrol terhadap perubahan variabel pada controller, mengamati dan mencatat perubahan
perubahan laju air yang dikontrol dengan menggunakan pengesetan sebagai input sehingga
didapatkan suatu step response atau frequency response serta melakukan pengaturan
konstanta-konstanta PID dari controller sehingga pengontrolannya dapat dilakukan dengan
optimum.
Sistem kontrol yang digunakan pada percobaan flowrate control ini adalah sistem lup
tertutup berumpan balik (feedback control system). Prinsip dari sistem kontrol adalah mencapai
kestabilan proses dan optimasi kinerja proses tersebut dengan menekan pengaruh gangguan
(disturbance/upset) dari luar (eksternal). Jenis-jenis variabel dalam percobaan ini flowrate
control ini yaitu :
1. Variabel input
- MV (manipulated variable) : nilai gangguan atau nilai bukaan control valve ; variabel
ini dinyatakan dalam persentase
- Gangguan (disturbance) : laju alir masukan
2. Variabel output
- Aksi kontol secara integral (I) tidak mengembalikan nilai error ke nol melainkan
menjaga sesuai harga yang muncul setiap waktu sehingga ada output yang cukup untuk
membuka control valve
- Laju alir produk
- Tidak ada offset (kesalahan pada kondisi steady state)
- Kerugian dari controller PI adalah respon lambat dan nilai overshootnya paling tinggi
dibandingkan jenis controller yang lain.





Diagram blok proses dan sistem kontrol dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


Gambar 38. Diagram blok proses

Diagram blok sistem kontrol sbb :

Gambar 39. Diagram blok sistem kontrol

Pada percobaan flowrate control ini pengisian reservoir air tidak dilakukan karena pada
reservoir telah tersedia air pada volume tertentu yang memadai untuk percobaan ini. Selanjutnya,
kompresor dinyalakan untuk mengalirkan udara instrumen kontrol. Lalu, laju alir air diubah
menjadi sinyal-sinyal listrik untuk dibawa ke controller. Controller memberi perintah kepada
control valve dengan mengirim sinyal pneumatic dengan udara instrumen untuk menggerakan
control valve. Kemudian, air dari reservoir dipompa menuju flowmeter. Laju alirnya diatur
dengan menggunakan katup jarum. Air pun mengalir menuju orifice untuk selanjutnya bergerak
Reservoir
Kompresor Udara
instrumen
Control
System
Orifice Flowmeter Pompa
Orifice Control
valve
Controller Transmitter
menuju sistem kontrol dan bersirkulasi. Komponen yang diukur pada percobaan ini adalah MV
(manipulated variable), SV (set value) dan PV (present value). SV adalah nilai yang dditetapkan
(tidak sebenarnya), sedangkan PV adalah nilai yang sebenarnya.
Fluida yang dipakai dalam percobaan ini adalah air dan udara instrumen. Air adalah
komponen yang ingin diamati laju alirnya sedangkan udara instrumen adalah komponen
penggerak control valve. Setiap memulai percobaan, konstanta PID harus diatur agar
mendapatkan hasil yang optimum dengan mengamati respon yang dihasilkan. Sistem juga harus
stabil karena jika tidak stabil maka respon yang dihasilkan akan terpengaruh dan data yang
diperoleh tidak akurat.
4.1.1. Karakteristik Statis Dalam Sistem Kontrol
Percobaan ini data yang diambil ialah nilai MV (manipulated variable). Nilai MV
didapat dengan mengatur laju alir atau nilai SV (set value) dengan memasukkan angka sesuai SV
yang diinginkan pada entry unit. Pada Setting manual, pertama katup jarum dan katup pengatur
diatur sehingga diperoleh nilai keluaran (Process value) sebesar 400 L/jam. Setelah sistem stabil,
nilai set value (SV) diubah menjadi sebesar 375 L/s dan biarkan hingga nilai PV (Process Value)
memiliki nilai yang sama dengan nilai set value (SV). Nilai Manipulated Value (MV) yang
didapat pada saat keadaan stabil pada nilai PV 400 L/s adalah 37% dan Nilai Manipulated
Value (MV) yang didapat pada saat keadaan stabil pada nilai PV = 375 L/s adalah 49,1%
Pada setting auto, controller diubah ke penunjuk otomatis (auto) pada nilai SV = 420
L/jam. Dari diperoleh nilai MV = 31,8%.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa semakin besar nilai SV maka nilai MVt akan
semakin kecil, konsekuensinya MVb semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin besar
SV maka laju alir air semakin besar sehingga bukaan control valve otomatis semakin besar pula
(tutupan control valve semakin kecil).
4.1.2. Karakteristik Step Respon
Pada percobaan ini MV diatur sebagai nilai input. Pada percobaan ini sistem controller
diatur pada keadaan manual. Nilai MV yang dimasukkan/diatur adalah nilai MV tutupan.
Perubahan nilai MV akan merubah nilai PV (laju alir yang dihasilkan). Karena kondisi controller
dalam keadaan manual, maka nilai MV pun di atur secara manual. Percobaan ini dikatakan
sebagai step respon karena dilakukan pengaturan MV secara manual yang berakibat laju alir
respon cepat mencapai garis kesetimbangan (profil respon pada kertas recorder terlihat sebagai
sebuah step). Semakin kecil nilai MV maka PV (laju alir) akan semakin besar pula.
Pada langkah ini, nilai SV diatur terlebih dahulu menjadi 400 L/jam, diperoleh nilai MV
sebesar 45 %, kemudian diinginkan nilai MV sebesar 90%, maka nilai MV pun dimasukkan
sebesar 90%, kemudian diperhatikan nilai PV yang terjadi, di mana diperoleh nilai PV sebesar
369.3 L/jam.
4.1.3. Karakteristik Disturbance
Langkah selanjutnya adalah memperhatikan pengaruh pemberian variabel pengganggu
(Disturbance Variable) pada sistem kontrol. Sistem dikembalikan ke kondisi awal yaitu pada
saat PV = 400. Lalu dimasukkan faktor variabel pengganggu yaitu laju alir air yang diatur
berubah-ubah.
4.1.4. Penentuan Parameter Proporsional, P, I ntegral Time,
I
, dan Derivative Time,
D
,
untuk P Control, PI Control, dan PID Control
Langkah yang dilakukan adalah mengembalikan kondisi sistem pada nilai SV sebesar
400 L/jam terlebih dahulu, kemudian dibiarkan hingga sistem stabil terlebih dahulu. Setelah itu
dilakukan pengamatan terhadap nilai parameter awal P, I, dan D. Setelah diamati, diperoleh nilai
parameter awal yaitu :
P sebesar 76,0
I sebesar 6,0
D sebesar 0,0
Kemudian langkah selanjutnya adalah mengubah nilai parameter I menjadi maksimum, di
mana berdasarkan literatur yang ada, nilai maksimum parameter I adalah 327,6 dan nilai
parameter D tetap dibiarkan minimum yaitu 0,0. Kemudian setelah dilakukan pengubahan
terhadap parameter I tersebut, maka dilakukan pengontrolan terhadap parameter P dengan
mengubahnya perlahan-lahan hingga diperoleh perubahan yang terlihat. Setelah dilakukan
pengontrolan terhadap P, osilasi terjadi pada nilai parameter P = 1,0.
4.1.5. Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, I ntegral Time,
I
, dan Derivative
Time,
I
,untuk P Control, PI Control, dan PID Control
Pada percobaan ini, untuk melakukan uji coba PID, PI, dan P. Lalu dilakukan pengaturan nilai
SV pada posisi 0,35 L/s dan 0,42 L/s. Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari
masing-masing control. Parameter yang disertakan adalah decay ratio, overshoot, settling time,
dan offset dengan data konstanta PID dan dari percobaan sebelumnya
4.2. Analisis Perhitungan
4.3. Analisa Kesalahan
Kurang akuratnya data yang diperoleh karena kesalahan pengaturan masukan ataupun gangguan
sehingga mempengaruhi hasil akhir.
Alat alat yang digunakan tidak dikalibrasi terlebih dahulu. Alat- alat yang harus dikalibrasi
antara lain: pompa, valve, serta detector.
Nilai yang dihasilkan terkadang tidak stabil dimana masih terdapat kemungkinan terjadi
kenaikan dan penurunan nilai hasil tersebut sehingga dapat mengakibatkan kesalahan pembacaan
hasil ( Baik itu MV maupun PV).

Anda mungkin juga menyukai