Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Menurut guidelines JNC VII, pasien dengan peningkatan tekanan darah digolongkan pada
3 tingkatan: prehipertensi (120-139/80-89), hipertensi stage 1 (140-159/90-99) dan
hipertensi stage 2 (>160/100). Tekanan darah normal pada dewasa adalah <120/80.
Hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah
mencapai >180/120 dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ
yang terlibat diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.

Sedangkan hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai >180/120
namun tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan organ.
Etiologi & Pathofisiologi
Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari
hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien
dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi.
Faktor yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup
dimengerti.
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi vaskuler
sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi. Dalam
homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan
darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi
tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin angitensin sistem juga sangat berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon vasodilatasi
endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan darah. Keadaan
ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi vaskuler yang
menetap.

Diagnosis
Membedakan antara hipertensi emegensi (adanya organ damage) dan urgensi (tanpa
organ damage) merupakan langkah yang krusial dalam menentukan penanganan. Langkah
diagnosis dapat diawali dengan histori/anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan
pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis harus didapatkan keterangan riwayat hipertensinya; kapan pasien
pertama kali mengalami tekanan darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya
tanda-tanda kerusakan organ semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang
diminum dan kepatuhannya; konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
(simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra).
Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada (MI,
aorta diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi aorta), nyeri
kepala (cerebrovaskuler), pandangang yang kabut (papiledema), dan tanda-tanda stroke
seperti kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi
pasien supinasi dan berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg
dapat dicurigai disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang
mengarah pada insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta. Mitral
regurgitasi dapat muncul akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga tanda-tanda
gagal jantung. Rongki basah pada pemeriksaan pulmo mengarah pada edema pulmo.
Delirium atau flapping tremor mengarah pada hipertensi encepalopathi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin; kimia
darah (profil ginjal, lipid), ECG, foto thoraks, urin rutin, dan CT scan.
Penanganan
Dalam penanganan pasien datang dengan hipertensi emergensi atau urgensi adalah
seberapa capat dan target tekanan darah berapa yang akan dilakukan.
I. Hipertensi Urgensi
Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-hipertensi oral dengan
perawatan rawat jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor tekanan darah setelah
pemberian obat. Obat yang diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk menghindari
terjadinya hipotensi mendadak terutama pada pasien dengan resiko komplikasi hipotensi
tinggi seperti geriatri, penyakit vaskuler perifer dan atherosclerosis cardiovaskuler dan
penyakit intrakranial. Target inisial penurunan tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari
dengan konvensional terapi oral.
Beberapa pilihan obat:
1. ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian dosis oral inisial 25 mg, onset aksi
mulai dalam 15 30 menit dan maksimum aksi antara 30 90 menit. Kemudian
jika tekanan darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg 100 mg pada 90 120
menit kemudian.
2. Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dan
dapat diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi
dimulai 2 jam.
3. Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200 mg, dan
diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1 2 jam.
4. Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1 0.2 mg dosis loading
dilanjutkan 0.05 0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai. Dosis
maksimum 0.7 mg.
II. Hipertensi Emergensi
Prinsip penanganan hipertensi emergensi ditentukan pada organ mana yang terlibat.
Penanganan dilakukan dengan pemeberian obat-obatan secara parenteral. Ideal rate
penurunan tekanan darah masih belum cukup jelas. Penurunan mean arterial pressure
10% pada 1 jam awal dan 15% dalam 2 3 jam berikutnya direkomendasikan
Neurologic emergency. Keadaan neurologic emergency yang tersering adalah hipertensi
ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute ischemic stroke. Pada acute stroke
target penurunan tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada intracerebral
bleeding direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan jika
tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg.

Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan tekanan sistemik yang cukup untuk
mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena itu tekanan darah harus
dimonitor ketat dalam 1 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik menetap pada 220
mmHg diberikan penanganan.
Cardiac emergency. Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency
diantaranya acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic
dissection. Pasien dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan
nitroglycerin, jika tanpa heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol)
untuk menurunkan tekanan darah.
Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker harus diberikan pertama, diikuti dengan
vasodilating agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah kurang dari 120 mmHg
dalam 20 menit.
Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretics dilanjutkan IV ACE inhibitor
(enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat digunakan jika obat diatas
tidak cukup menurunkan tekanan darah.
Hyperadrenergic states. Pasien dengan kelebihan cathecholamine pada seting
pheochromocytoma, cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitor-
induced hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi hipertensi
krisis sindrom.
Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial dapat diberikan Sodium Nitroprusside
atau IV phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi tidak boleh dipakai tunggal
sampai alfa blokade tercapai.
Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah dengan
dilanjutkan pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan diatas. Benzodiazepine
merupakan agen pertama untuk penanganan intoksikasi cocaine.
Kidney failure. Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat
dari hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik hematuria,
oliguria dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial. Walaupun IV
nitroprusside sering digunakan, namun dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau
thiocyanate.
Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan lebih safety.
Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau thiocyanate.
Konklusi
Hipertensi urgensi dan emergensi menyebabkan morbiditi dan moratliti yang tinggi.
Deteksi dan penanganan segera sangat krusial untuk prevensi progresif kerusakan organ.
Penanganan disesuaikan untuk masing-masing pasien berdasarkan kerusakan organ dan
komorbiditi penyerta. Benefit dari penanganan hipertensi harus dapat mengurangi resiko
penurunan tekanan darah secara mendadak. Konseling ketat setelah pasien keluar rumah
sakit harus dilakukan terkait dengan kepatuhan pasien hipertensi kronis untuk meminum
obat anti-hipertensi.

-
Referensi
1. David LS, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim
Care Clin Office Pract 2006;33:613-23.
2. Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician 2007:43-50.

Anda mungkin juga menyukai