Anda di halaman 1dari 20

1

PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT


MELALUI PROGRAM KEMITRAAN (STUDY KASUS DI
DESA J UNREJ O KECAMATAN BATU)
(TUGAS KELOMPOK PRAKTIKUM MATA KULIAH PENYULUHAN)


Disusun oleh :
Kelompok : 3
Muhammad Aminul Z. 105050100111096
Stefanus Ndawa P. 105050100111118
Thoufich Teguh S. 105050100111120
Richardo Ariyanto 105050100111134


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah, karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat tersusun dengan sebagaimana mestinya, makalah
ini disusun sebagai upaya untuk memenuhi tugas kelompok praktikum matakuliah
Penyuluhan. Makalah ini juga dapat tersusun dengan sebagaimana mestinya
karena adanya partisipasi dari para peternak sapi perah di desa junrejo yang
bersedia untuk berdiskusi diacara yang kami adakan.
Dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan yang ada, kami selaku penyusun
makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.








Malang, 20 November 2012


Penyusun, Tim Kelompok







3

DAFTAR ISI



DAFTAR TABEL
Tabel Rancangan Jadwal Kegiatan
Tabel Karakter Peternak
Tabel Hasil FGD (Fokus Grup Diskusi)


.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
11
12
12




JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB II GAGASAN
Gambaran Umum Kegiatan
Gambaran Masyarakat Sasaran
Metode Pelaksanaan
Jadwal Kegiatan
BAB III PEMBAHASAN
Analisa Informasi
Pengetahuan Peternak Tentang Kemitraan
Analisis Data
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................
......................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
.....................................................................
1
2
3
4
5
5
7
7
7
8
8
9
9
11
12
12
14
14
20
21
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah yaitu 10-12
liter/ekor/hari, yang apabila dibandingkan dengan produktivitas sapi perah di
negara maju yaitu sekitar 25-30 liter/ekor/hari, maka jelaslah bahwa ternak sapi
perah di Indonesia masih jauh tertinggal. Dengan demikian produksi susu segar
dalam negeri relatif masih rendah dan belum mampu untuk mencukupi
permintaan dalam negeri. Hampir dua per tiga dari kebutuhan konsumsi susu
masyarakat masih harus diimpor (Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian, 2004).
Selanjutnya dinyatakan bahwa produksi Susu Sapi Dalam Negeri (SSDN)
pada lima tahun terakhir (1998-2002) mengalami peningkatan sebesar 24 % dari
375.382 ton (1998) menjadi 493.375 ton (2002). Propinsi Jawa Timur dan Jawa
Barat merupakan propinsi terbesar penghasil susu. Pada sisi permintaan, tingkat
konsumsi susu masyarakat di Indonesia baru mencapai 5,79 kg/kap/tahun (2001).
Tingkat pencapaian ini masih jauh dari standar gizi yang ditentukan yakni 7,2
kg/kap/tahun. Berdasarkan sisi pemasaran, sebagian besar hasil produksi dalam
negeri (90%) dipasarkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dan sisanya diolah
oleh Koperasi atau dikonsumsi langsung.
Untuk mensuplai kebutuhan susu nasional sekitar 1.167.561 ton/tahun,
sekitar 59 % atau 687.914 ton/tahun masih diimpor dari luar negeri dalam bentuk
bahan baku maupun bahan jadi seperti susu, mentega, yogurt, whey dan keju,
namun ekspor juga dilakukan ke beberapa negara. Perkembangan usaha ternak di
suatu daerah dipengaruhi oleh faktor internalpeternak dan faktor lingkungan.
Produktivitas usaha ternak rakyat yang masih rendah disebabkan karena
manajemen usaha ternak dan kualitas pakannya sangat tidak memadai. Untuk
memperbaikinya, tidak hanya sebatas mengubah sikap peternak tetapi juga
5

menyediakan stok bibit yang baik dan bahan pakan yang berkualitas. Namun
demikian, sebenarnya bibit sapi perah unggul tidak kurang, karena kualitas
genetik sapi perah dapat diperbaiki dengan inseminasi buatan yakni dengan
menggunakan semen unggul, namun masalahnya koperasi.
Keberhasilan beternak sapi perah itu sendiri secara nyata dapat diukur dari
adanya peningkatan produksi susu per ekor per hari dan kualitas susu yang
tergolong baik. Dengan tingkat produksi dan kualitas yang tinggi maka
pendapatan pun akan tinggi. Ada beberapa hal yang sering menimbulkan
hambatan bagi peningkatan usaha ternak sapi perah di Indonesia yaitu iklim,
permodalan, pemasaran yang yang belum maju, kekurangan tenaga ahli,
komunikasi atau sarana transfortasi yang sulit. Selain itu, sikap peternak sapi
perah yang kurang mandiri terutama dalam merebut kesempatan usaha yang ada
menjadi kendala pencapaian skala pemilikan optimum. Dengan demikian
kemandirian peternak sapi perah merupakan cerminan dari kesiapan mereka
dalam persaingan usaha yang sangat kompetitif baik secara fisik, mental maupun
strategi untuk dapat mempertahankan mata pencaharian mereka.
Suatu peternakan dikatakan berhasil jika memenuhi tiga faktor yang saling
menunjang yaitu pemuliabiakan (breeding), ransum (feeding) dan
pengelolaan (manajement). Ketiga aspek tersebut mempunyai peranan yang
sama sehingga merupakan suatu gambaran segi tiga sama sisi. Jika ketiga faktor
tersebut dijalankan secara ekonomis dan efisien, maka akan menghasilkan output
atau produk yang maksimal.
Dalam makalah ini menyajikan penerapan sistem kemitraan yang
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pengembangan dalam
peternakan. Kemitraan adalah suatu jalinan kerja sama berbagai pelaku agribisnis,
mulai dari kegiatan praproduksi, produksi hingga pemasaran. Kemitraan dilandasi
oleh azas kesetaraan kedudukan, saling membutuhkan, dan saling menguntungkan
serta adanya persetujuan di antara pihak yang bermitra untuk saling berbagi biaya,
risiko, dan manfaat.

6

1.2 Rumusan Masalah
- Sejauhmana pengetahuan peternak sapi perah rakyat di daerah junrejo Kec.
Batu mengenai program kemitraan tentang sapi perah?
- Mengetahui bagaimana pola usaha yang dilakukan peternak?
- Upaya pemberdayaan peternak sapi perah melalui pengenalan program
kemitraan?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan peternak tentang program
kemitraan yang selama ini di ikuti. Dan memperkenalkan fungsi dan manfaat
sejauh mana pengaruh kemitraan dalam pengembangan usaha peternakan
yang dikelola.
1.4 Manfaat
Diharapkan dengan adanya program kemitraan, usaha peternakan sapi perah
yang dilakoni oleh peternak akan berkembang.









7

BAB II
GAGASAN

2.1 Gambaran Umum Kegiatan
Kota Batu yang merupakan bagian dari proses pemekaran Kabupaten
Kota Malang, dimana kota tersebut memiliki sektor peternakan sapi perah
yang cukup luas dan hal itu didukung oleh pemerintahan kota setempat.
Namun, jika diamati lebih dalam ternyata masih banyak peternakan sapi perah
rakyat di kota tersebut yang belum berjalan dengan baik dan benar sehingga
keuntungan yang diperoleh peternak masih tergolong kecil. Hal ini terjadi
karena berbagai macam alasan yang berbeda-beda yang dialami oleh setiap
peternak, diantaranya:
a) Peternak belum mengerti tentang tata cara beternak sapi perah yang baik
dan benar;
b) Peternak belum mengetahui tata cara menangani hasil produksi ternak sapi
perah (baik hasil utama maupun hasil samping) sehingga penjualan dari
hasil produksi ternak memiliki nilai ekonomis yang rendah;
c) Peternak kekurangan dana untuk membeli berbagai macam kebutuhan
ternak;
d) Peternak kekurangan sumber air, sehingga proses sanitasi belum
maksimal; dll.
Dalam upaya untuk meningkatkan peternakan rakyat khusunya
peternakan sapi perah di Kota Batu (Jawa Timur), salah satu langkah yang
perlu diterapkan adalah program kerja sama antar sesama peternak dalam
bentuk kemintraan. Program kemitraan merupakan salah satu instrument kerja
sama yang mengacu kepada terciptanya suasana kesinambungan dan
keselarasan yang didasari saling percaya antara peternak dan peternak
ataupun antara perusahaan mitra dan kelompok mitra melalui perwujudan
sinergi kemitraan, yaitu terwujudnya hubungan yang saling membutuhkan,
saling menguntungkan dan saling memperkuat.
8

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Sasaran
Masyarakat yang menjadi sasaran dalam melakukan penyuluhan adalah
setiap peternak sapi perah di Kota Batu (Jawa Timur) yang masih belum
mengetahui cara untuk meningkatkan produksi ternak sapi perah yang meraka
pelihara, selain itu banyak juga peternak yang tidak mengetahui cara untuk
mengolah/menangani susu hasil produksi peternakan sapi perah, dan masih
banyak lagii kendala-kendala yang dialami oleh setiap peternak dalam
melakoni usaha peternakan sapi perah. Dari kendala-kendala yang dialami
oleh peternak di atas, hal tersebut sangat berpengaruh nyata terhadap
keuntungan yang diperoleh peternak. Hal yang perlu dilakukan untuk
membantu peternak-peternak tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan
pendapatan mereka yaitu melalui proses penyuluhan tentang tata cara beternak
yang baik dan cara untuk mengolah/menangani hasil produksi ternak seperti
(1).Bagaimana tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar;
(2).Bagaimana tata cara menangani hasil produksi ternak sapi perah (baik hasil
utama maupun hasil samping) sehingga penjualan dari hasil produksi ternak
memiliki nilai ekonomi yang tinggi; dll.
2.3 Metode Pelaksaan
2.3.1 Tehnik Pengumpulan Data
Berisikan penjelasan tentang bagaimana data dikumpulkan
sebelum data diolah dan dianalisa. data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data-data primer dan skunder, maka tehnik
pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Wawancara
Suatu cara pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dan
tebuka dari konsumen sebagai sumber informasi dalam hal ini
melalui fokus group discussion dengan dipandu oleh moderator atau
peneliti. sumber informasi dalam wawancara dengan FGD disebut
dengan informan.


9

2. Observasi
Suatu cara pengumpulan data dengan cara mengamati fakta atau
gejala secara langsung untuk mendapatkan gambaran dari
permasalahan yang ada.
2.3.2 Metode Pengambilan Sampling
Sampling di ambil dipeternakan Sapi Perah Rakyat di desa Junrejo
kecamatan batu. Berjumlah 5 peternak dalam satu kawasan desa junrejo
untuk mewakili peternakan di daerah junrejo. Dalam Hal ini ditujukkan
untuk mengetahui bagaimana sistem penerapan Usaha Peternakan Sapi
Perah yang di kelolanya.
2.3.3 Tehnik Analisa Data
Penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif. yang
meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikian atau suatu peristiwa dimasa sekarang, dimana tujuannya
untuk membuat deskriptif mengenai fakta-fakta, siat-sifat serta
hubungan antara variabel-variabel. dalam penelitian ini tehnik analisa
data dengan menggunkan FGD yaitu (Focus group discussion) yang
lebih terkenal dengan singkatannya FGD merupakan salah satu metode
riset kualitatif yang paling terkenal selain teknik wawancara. FGD
adalah diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu masalah
tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya
bervariasi antara 8-12 orang, dilaksanakan dengan panduan seorang
moderator.
Berbeda dengan riset kuantitatif yang metodologinya memiliki
sifat pasti(exact), metode FGD yang bersifat kualitatif memiliki sifat
tidak pasti, berupa eksploratori atau pendalaman terhadap suatu
masalah dan tidak dapat digeneralisasi. Kualitas hasil FGD sangat
bergantung dari kualitas moderator yang melaksanakannya.

10

2.4 Jadwal Kegiatan

Berikut ini adalah Tabel Rancangan Jadwal Kegiatan










No Agenda
Bulan November
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
1
Identifikasi Daerah
Penelitian (Pendahuluan)

2
Menyusun Rencana
Kegiatan

3 Survey Pendahuluan
4
Pengaturan Jadwal Dengan
Kelompok Peternak Untuk
FGD

5 Pelaksanaan Kegiatan FGD
6 Pengolahan Data
7 Sosialisasi Kembali
11

BAB III
PEMBAHASAN

1. Tahapan Identifikasi Informasi
Tabel.1 Karakter Peternak
Indokator Kompetensi
Pendidikan
Jumlah Keluarga
Jumlah Ternak yang dipelihara
Lama Berternak
Kemampuan Mengakses Info
Motivasi
Kurang (Lulusan SD-SMA)
Memiliki 2-3 Anak
2-4 Ekor Setiap Peternak
3-5 Tahun
Kurang
Kurang Karna Modal
Tabel. 2 Hasil FGD (Fokus Grup Diskusi)
Indikator Tingkat Kompetensi
Kompetensi Teknis
Pengetahuan Sapi Perah
Perkandangan
Pakan
Reproduksi
Pemeliharaan
Pemerahan
Produktivitas Ternak
Rekording
Penyakit

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Kurang
Sedang
Sedang
Kurang
Sedang
Kompetensi Manajerial
Perencanaan Usaha
Pengkoordinasian
Pengawasan
Komunikasi
Bermitra
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
12

Dari Hasil FGD yang diterpkan diketahui Informasi peternak dan
Pengetahuan Petrnak serta Kemampuan Peternak dalam Manejerial. Kendala yang
dihadapi dalam pengembangan usaha sapi perah selama ini terutama adalah
ketidakberdayaan para peternak untuk mengembangkan usaha sebagai akibat
rendahnya pendapatan yang diperoleh selama ini. Sebagian besar peternak sapi
perah merupakan usaha kecil dengan skala kepemilikan 2-4 ekor sapi perah per
peternak (Tabel 1). Jumlah pemilikan ternak merupakan salah satu ukuran skala
usaha disamping ukuran-ukuran lainnya (KAY et al., 1994 dalam RAHAYU et
al., 2008). Skala usaha ini kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan
selama ini pada umumnya hanya dapat memenuhi sebagian kebutuhan hidup, dan
tidak memungkinkan untuk mengembangkan usaha sapi perahnya.
Kemampuan budidaya peternak khususnya menyangkut kesehatan ternak
dan mutu bibit yang masih rendah, sangat berpengaruh terhadap kualitas susu
yang dihasilkan selain juga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu
(DARYANTO, 2007). Rendahnya mengakibatkan banyak ternak yang terserang
mastitis serta brucellosis, yang berakibat mengganggu kemampuan sapi untuk
memproduksi susu.
Keterbatasan modal menjadikan peternak kurang inovatif terhadap hal-hal
yang untuk mengembangkan Usaha. Selain itu Kemampuan mengakses informasi
peternak tidak berpengaruh terhadap kompetensi kewirausahaan peternak sapi
perah, karena informasi yang diperoleh peternak lebih banyak bersifat teknis yang
telah mereka kuasai. Informasi baru yang diperoleh belum diaplikasikan karena
keterbatasan modal, ketidakberanian dalam mengambil resiko.
Motivasi tidak berpengaruh terhadap kompetensi Usaha peternak, karena
selain beternak juga menanam kobis, wortel, kentang, jagung dan tanaman lain
yang memiliki masa panen relatif singkat. Adanya pendapatan lain mengakibatkan
peternak kurang memiliki motivasi untuk mengembangkan kompetensi Usahanya
pada usaha sapi perah. Tersedianya sarana produksi di koperasi dan kepastian
pasar, menjadikan peternak tidak berusaha menjalin kemitraan dengan pihak lain
dalam hal pengadaan sarana produksi ataupun pemasaran.
13

2. Pengetahuan Peternak Tentang Kemitraan
Dari Hasil Sampling FGD (fokus Group Diskusion) Dapat diketahui
Tingkat Pengetahuan Peternak Tentang Kemitraan Masih Sedang. Umumnya
Peternak mengikuti Kelembagaan peternak, kelompok peternak dan koperasi yang
melayani keperluan peternak sapi perah. Koperasi merupakan kelembagaan
peternak yang menjamin ketersediaan sarana produksi dan pemasaran susu. Susu
yang dihasilkan sapi perah peternak, Seluruhnya dijual ke koperasi. Kepastian
pasar yang diberikan koperasi menyebabkan peternak tidak mau belajar bermitra
dengan pihak lain untuk membuat jalur pemasaran baru yang lebih mendatangkan
keuntungan.
Sikap cepat puas diri informasi yang tersedia kurang dimanfaatkan secara
maksimal. Peternak tidak mengalami kesulitan dalam hal pelayanan IB maupun
kesehatan ternak, karena ada kotak pengaduan di setiap Koperasi. Pelayanan
penyuluhan juga disediakan oleh pihak koperasi dan dilaksanakan secara berkala.
Kemudahan-kemudahan ini menciptakan ketergantungan peternak dan kurang
memiliki kemauan belajar atau mencari informasi secara mandiri untuk
meningkatkan kompetensi usaha peternakannya.

3. Analisis Data
Pola Kemitraan
Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan
sesuatu hal yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah
mengenal kemitraan sejak ber abad-abad lamanya meskipun dalam skala
yang sederhana, seperti gotong royong penerapan pola kemitraan dalam
pemeliharaan sapi perah dapat meningkatkan lapangan kerja bagi petani
pedesaan, namun disisi lain belum dapat diketahui apakah dengan bermitra
akan menghasilkan keuntungan seperti yang diharapkan.
Kemitraan dalam implementasi manajemen modern kesepahaman
pengelolaan program, kesepahaman strategi pengembangan program antar
lembaga yang bermitra merupakan faktor utama yang pertama kali harus
menjadi perhatian. Oleh karenanya diantara lembaga yang bermitra harus
14

ada pelaku utama kegiatan, sebagai lembaga/orang yang bertanggung
jawab terhadap keberhasilan program (kegiatan). Kekurangan dan
kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga/orang itulah yang
dimitrakan sebagi wujud kerjasama untuk saling menutupi, saling
menambah, dan saling menguntungkan (mutualisme).
Kemitraan dapat dilakukan dalam transfer teknologi, transfer
pengetahuan/keterampilan, transfer sumberdaya (manusia), transfer cara
belajar (learning exchange), transfer modal, atau berbagai hal yang dapat
diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh. keunggulan
kemitraan, sebagaimana pada ko-operasi (kerjasama) terletak pada
kepercayaan. Kepercayaan sebagai sisi utuh yang ada dalam kehidupan
manusia merupakan sisi strategis dalam membangun keberhasilan
individu/orang, masyarakat maupun organisasi.
Berdasar pada konsep kemitraan dan keuntungan serta keunggulan
kemitraan ada beberapa strategi dan pola yang ditawarkan. Strategi yang
ditawarkan dalam kemitraan setidaknya mengandung unsur saling
memerlukan, saling menguntungkandan saling memperkuat. Ketiga unsur
tersebut dibangun atasa dasar kepercayaan yang berlandaskan; keadilan,
kejujuran dan kebijakan.
Oleh karena itu strategi pertama adalah strategi komitmen visi
jangka panjang sedangkan strategi kedua adalah strategi implementasi
misi, atau strategi kesepakatan terhadap sasaran dan tujuan berasama.
Kedua strategi itu bisa dibangun melalui berbagai pola seperti :
a. Pola asuh, pola ini dibangun atas dasar misi pengasuhan dari yang
besar kepada yang kecil, (besar modal, besar sumberdaya manusia,
besar teknologi dll), dari yang kuat kepada yang lemah namun pada
posisi kebutuhan yang sama, tetapi tetap pada landasan saling
menguntungkan, saling memerlukan dan memperkuat.
15

b. Pola inti plasma, adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra dengan perusahaan mitra di mana kelompok mitra bertindak
sebagai plasma inti.









Perusahaan/lembaga mitra membina kelompok mitra dalam :
1) penyediaan sumberdaya (dana, teknologi, lahan dll)
2) pemberian bahan
3) pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, manajemen
pengelolaan, dan manajemen produksi,
4) peroleh, penguasaan dan peningkatan teknologi,
5) bantuan lain seperti efisiensi dan produktivitas.
Sedangkan Pola futuristik, adalah pola hubungan yang sama tidak
ada sub ordinasi, tetapi dengan pembagian kerja yang berbeda dalam
rangka membangun Plasma Plasma. Perusahaan Inti misi tujuan/sasaran
yang sama. Pola ini lebih modern karena standar kerja, standar
pengelolaan dibangun bersama. Pola ini dapat dicermati pada gambar
berikut:




Gambar 1. Pola Kemitraan
Gambar 2 Pola Futuristrik
16

Model Kemitraan dalam Pemberdayaan Peternak
Bergabungnya Peternak dalam suatu kelompok Ternak atau
koperasi akan memberi banyak keuntungan kepada Peternak dalam
mengembangkan usahanya. Peternak melalui kelompok Ternak /koperasi
dapat bermitra dengan perusahaan/lembaga lain yang lebih
berpengalaman dalam peternakan Sapi Perah. Peternak dan mitra
usahanya bekerja sama mulai dari proses produksi (hulu) sampai
pemasaran produk (hilir).
Keberadaan kelembagaan Peternak akan memudahkan transfer
teknologi atau inovasi baru di bidang peternakan Sapi Perah. Hal lain
yang tidak kalah pentingnya adalah kelembagaan yang dapat melayani
Peternak dengan tenaga penyuluh lapangan dan kesehatan hewan.
Pengenalan teknologi dan atau informasi pasar yang dapat memacu dan
meningkatkan produktivitas ternak dan efisiensi usaha harus dilakukan
oleh petugas pelayanan di lapangan.
Maka dari itu dibutuhkan jaringan kemitraan yang merupakan
suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan membesarkan. Keberhasilan, kemitraan sangat
ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam
menjalankan etika bisnis yang memberikan manfaat Sebagai berikut :
1. Efisiensi dan efektifitas yaitu, memproduksi barang dalam jumlah
yang diharapkan dengan mengurangi faktor input dan meningkakan
produksi (output) dengan menggunakan sumberdaya dalam jumlah
dan kualitas yang besar.
2. Jaminan mutu, jumlah dan keberlanjutan mulai dari penyedia input
hingga output yang dihasilkan.
3. Mengurangi risiko dan meningkatkan keuntungan
4. Memberi manfaat sosial
5. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
6. Mendukung keberlangsungan program


17

Selain itu Salama menjalin kegiatan kemitraan yang dapat
dikembangkan di antaranya:
1. Program Kegiatan
Penyelenggaraan kegiatan bersama dengan lembaga mitra merancang
program bersama. Pada pelaksanannya paling tidak ada tiga
kemungkinan bentuk kerjasama yang dapat dilakukan yaitu :
a) Bersama melaksanakan kegiatan pada setiap tahapan pengelolaan
program
b) Sebuah lembaga melakukan bagian kegiatan pada tahapan
pengelolaan tertentu atau melaksanakan seluruh kegiatan pada
tahapan pengelolaan program.
c) Sebuah lembaga melaksanakan program kegiatan awal atau
lanjutan dari program kegiatan yang telah dirancang oleh lembaga
lain.
2. Sarana dan Prasarana
Yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah sarana dan prasarana
kegiatan pengembangan program, seperti: tempat atau ruang pelatihan
dan praktek, bahan belajar dan alat peraga, modal dll. Bentuk
kemitraan dapt dilakukan secara timbal balik. Sebuah lembaga dapat
memanfaatkan sarana dan prasarana lembaga lain atu sebaliknya.
3. Dana
Dana merupakan salah satu faktor utama yang menunjang berjalannya
sebuah program, kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki dana
perlu dijalini dalam rangka menjaring lembaga donor guna
mewujudkan sebuah program yang akan dilaksanakan.
4. Tenaga
Kemitraan di bidang ini dapat dilakukan secara timbal balik. Tenaga
yang memadai (kualified) yang dimiliki oleh sebuah lembaga dapat
dijadikan asset untuk didayagunakan oleh lembaga lain. Begitu juga
sebaliknya.



18

5. Pendayagunaan Hasil
Aspek pendayagunaan hasil, dapat berupa pendayagunaan/
penempatan hasil kerja Masyarakat. Sehingga dengan ini terjalin
kerjasama antara penghasilan dan pemanfaatan.
6. Lembaga Organisasi Potensial yang dapat Dijadikan Mitra
Lemabaga calon mitra dalam hal ini adalah, koperasi dan himpunan
pengusaha kecil dan menengah yang sudah ada atau secara langsung
anggota pengusaha (individu anggota masyarakat). Peran lembaga
organisasi dalam hal ini adalah:
a) Lembaga usaha/pengusaha, sebagai: penyelenggara, penyedia
fasilitas, penyedia tutor, penyedia dana dan pasar, mitra usaha.
b) Lemabaga hendaknya mampu menganalisis kemungkinan-
kemungkinan pengembangan jaringan kemitraan dalam rangka
program kegiatan.












19

KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang didapat maka diketahui bahwa
Pengetahuan peternak tentang sapi perah pun tergolong masih rendah hal ini
terjadi karena berbagai macam alasan yang berbeda-beda yang dialami oleh
setiap peternak, diantaranya:
e) Peternak belum mengerti tentang tata cara beternak sapi perah yang baik
dan benar;
f) Peternak belum mengetahui tata cara menangani hasil produksi ternak sapi
perah (baik hasil utama maupun hasil samping) sehingga penjualan dari
hasil produksi ternak memiliki nilai ekonomis yang rendah;
g) Peternak kekurangan dana untuk membeli berbagai macam kebutuhan
ternak;
h) Peternak kekurangan sumber air, sehingga proses sanitasi belum
maksimal; dll.

Pengetahuan peternak pada program kemitraan masih tergolong sedang,
dalam hal ini peternak sudah mengikuti kelembagaan melalui koperasi. Koperasi
merupakan kelembagaan peternak yang menjamin ketersediaan sarana produksi
dan pemasaran susu. Susu yang dihasilkan sapi perah peternak, Seluruhnya dijual
ke koperasi. Kepastian pasar yang diberikan koperasi menyebabkan peternak tidak
mau belajar bermitra dengan pihak lain untuk membuat jalur pemasaran baru yang
lebih mendatangkan keuntungan.
Penerapan Pola kemitraan yang baik adalah berdasar pada konsep
kemitraan dan keuntungan serta keunggulan kemitraan ada beberapa strategi dan
pola yang ditawarkan. Strategi yang ditawarkan dalam kemitraan setidaknya
mengandung unsur saling memerlukan, saling menguntungkandan saling
memperkuat. Ketiga unsur tersebut dibangun atasa dasar kepercayaan yang
berlandaskan; keadilan, kejujuran dan kebijakan.


20

DAFTAR PUSTAKA
Fatwi Zandos. 2012. STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA, BOGOR. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ismeth Inounu, Kusuma Diwyanto, Subandriyo, Atien Priyanti, Ratna A. Saptati.
2008. STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAPI PERAH.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. ISBN 978-979-
8308-98-7
Andri G. Gunawan, Dede Ridwan, Latifah. 2011. PENGEMBANGAN
KAMPUNG SUSU SEBAGAI USAHA MANDIRI KARANG
TARUNA MANOKO DESA CIKAHURIPAN LEMBANG. Program
Kreatifitas Mahasiswa. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Dwi C. Budinuryanto. 2010. RESTRUKTURISASI SISTEM PRODUKSI
USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DALAM SISTEM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (KASUS DI DAERAH HULU
SUNGAI CITARUM). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Bandung
Ismeth Inounu, Subandriyo, I P Kompyang, Budi Haryanto, Argono R . Setioko,
Eny Martindah, Atien Priyanti, Ratna A Saptati. 2009. AKSELERASI
IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI
(KUPS) UNTUK SAPI PERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor. ISBN 978-602-8475-09-9
Yusmichad Yusdja dan Nyak Ilham. 2006. ARAH KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN PETERNAKAN RAKYAT. Vol. 4 NO. 1, 18-38
Kusuma Diwyanto dan Atien Priyanti. 2009. PENGEMBANGAN INDUSTRI
PETERNAKAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Vol. 2 (3),
208-228

Anda mungkin juga menyukai