KETUA : Hanny Dwi Setiowati 1102012108 SEKRETARIS : Chyndita Arti Pranesya 1102010057
ANGGOTA : Hendra Hermadin R 1102012112 Hendri Prasetyo 1102012113 Ika Rohaeti 1102012117 Ika Wulan Permata 1102012118 Ilham Nuryosan 1102012119 Ilonna Putri Pertiwi 1102012120 Indah Fauziah 1102012122
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi 2013 2014 1
Skenario 2 ANYANG-ANYANGAN
Seorang perempuan muda, usia 23 tahun, belum menikah, datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan anyang-anyangan berulang. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari yang lalu. Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali nyeri tekan supra pubik. Pada pemeriksaan mikroskopis urin didapatkan peningkatan leukosit. Kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur urin.
2
Kata-kata sulit : 1. Anyang-anyangan : Keinginan untuk BAK terus menurus namun urin tidak keluar atau hanya sedikit 2. Kultur Urin : pemeriksaan gold standar untuk ISK guna membantu menegakkan diagnosis koloni bakteri apa yang terdapat ada kultur
Pertanyaan : 1. Mengapa terjadi peningkatan leukosit? 2. Mengapa terdapat nyeri supra pubic? 3. Mengapa terjadi anyang-anyangan? 4. Mengapa dilakukan pemeriksaan kultur urin? 5. Apakah ada hubungan antara anyang-anyangan denga nyeri supra pubic? 6. Mengapa terjadi nyeri saat buang air kecil?
Jawaban : 1. Karena adanya infeksi pada saluran kemih 2. Terjadi inflamasi pada vesika urinaria yang menyebabkan nyeri supra pubic 3. Adanya penurunan fungsi pada m. Sfingter uretra 4. Untuk membantu menegakkan diagnosis dn mengetahui bakteri yang ada 5. Infeksi bakteri bersifat ascendens yang menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri dan berdampak penurunan fungsi pada m.sfingter urethra yang menyebabkan anyang-anyangan 6. Adanya inflamasi pada saluran kemih
Hipotesis : Infeksi bakteri yang bersifat ascendens yang menimbulkan: 1. Inflamasi pada saluran kemih bagian bawah, yaitu uretra dan vesika urinaria yang menyebabkan nyeri saat buang air kecil, nyeri supra pubic dan penurunan fungsi pada m.sfingter uretra 2. Terjadi respon imun yang menyebabkan peningkatan leukosit pada pemeriksaan urinalisa dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin guna menegakkan diagnosis dan mengetahui jenis bakteri yang ada.
Diagnosis sementara : Infeksi Saluran Kemih
3
Sasaran Belajar LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah LO 1.1 Makroskopik LO 1.2 Mikroskopik LI 2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Berkemih (Miksi) LI 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih LO 3.1 Definisi LO 3.2 Etiologi LO 3.3 Klasifikasi LO 3.4 Epidemiologi LO 3.5 Patofisiologi LO 3.6 Manifestasi Klinis LO 3.7 Diagnosis LO 3.8 Diagnosis Banding LO 3.9 Tatalaksana LO 3.10 Komplikasi LO 3.11 Prognosis LO 3.12 Profilaksis LI 4. Memahami dan Menjelaskan Salasil Baul dalam Islam
4
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Kemih Bagian Bawah LO 1.1 Makroskopik VESIKA URINARIA ( Kandung Kemih ) Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari : 1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. 2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus. 3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
5
URETRA Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki laki terdiri dari : a. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis. b. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya. c. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis). d. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
6
LO 1.2 Mikroskopik VESIKA URINARIA Mukosa dilapisi oleh epitel transitional, setebal 5 6 lapisan sel, tunica muscularis terdiri dari otot polos yang berjalan kesegala arah tanpa lapisan yang jelas, pada leher vesica dapat dibedakan 3 lapisan: a. Lapisan dalam berjalan longitudinal, distal terhadap leher vesica berjalan circular mengelilingi urethra pars prostatica, menjadi sphincter urethra interna (involuntary) b. Lapisan tengah berakhir pada leher vesica c. Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujung prostat pada laki2, dan pada wanita berjalan sampai ke meatus externus urethrae 7
URETRA Pria Pars prostatica Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus ejaculatorius bermuara dekat verumontanum. Dilapisi epitel transitional Pars membranosa Dilapisi epitel bertingkat torak, dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary) Pars bulbosa dan pendulosa Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis, umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa tempat terdapat epitel berlapis gepeng, kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama pada pars pendulosa
Wanita Pendek, 4-5 cm Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)
8
LI 2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Berkemih (Miksi) Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ) Miksi ( proses berkemih ) ialah proses di mana kandung kencing akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dgn urine. Mikturisi ialah proses pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yg menambah tekanan intra abdominalis, dan organ organ lain yang menekan kandung kencing sehigga membantu mengosongkan urine ( Virgiawan, 2008 ). Reflex mikturisi adalah reflex medulla spinalis yang bersifat otonom, yg dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Reflex mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai berikut : 1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar reflex mikturisi tetap terhambat sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan 2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi reflex mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya 3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sacral untuk membantu memulai reflex mikturisi dan pada saat yang sama menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi. MEKANISME BERKEMIH Dalam keadaan normal kandung kemih dan uretra berhubungan secara simultan dalam penyimpanan dan pengeluaran urin.Selam penyimpanan, leher kandung kemih dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretra berkisar antara 20-50 cmH2O.Sementara itu otot detrusor berelaksasisehingga tekanan kandung kemih tetap rendah.
Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase pengosongan kandung kemih 1. Fase pengisian (filling phase) Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya harus melebihi tekanan intra vesikal kecuali pada saat miksi.Selama masa pengisian, ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal ini disebabkan oleh kelenturan dinding vesikal dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat pengisian vesika urinaria.Mekanisme neural ini termasuk refelk simpatis spinal yang mengatifkan reseptor pada vesika urinaria dan menghambat aktifitas parasimpatis. Selama masa pengisian vesika urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada detrusor. Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antar 50-100 cm H2O. Selama pengisian vesika urinaria,tekanan uretra perlahan meningkat. Peningkatan pada saat pengisian vesika urinaria cenderung kerah peningkatan aktifitas otot lurik spinchter.Refelek simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor a pada otot polos uretra dan meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika urinaria.
2. Fase miksi (Voiding phase) 9
Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan sensasi distensi untuk miksi.Pusat miksi terletak pada batang otak.Reflek simpatis dihambat, aktifitas efferent somatic pada oto lurik spinchter dihambat dan aktifitas parasimpatis pada otot detrusor ditingkatkan.Semua ini menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra.Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis,leher vesika tertutup dan tekanan detrusor menurun.
Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara sebagai berikut : Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan reflex mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 milimeter urin di dalam kandung kemih.
Atau dapat dijelaskan melalui skema berikut : Pertambahan vol urine tek intra vesicalis keregangan dinding vesicalis (m.detrusor) sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) untuk diteruskan kembali ke saraf saraf spinal timbul refleks spinal melalui n. Pelvicus timbul perasaan tegang pada vesica urinaria shg akibatnya menimbulkan permulaan perasaan ingin berkemih ( Virgiawan, 2008 ). 10
PERSYARAFAN TRAKTUS URINARIUS Fungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral. Persarafan parasimpatis (N.pelvikus) Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron preganglionik keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui N.pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan suatu jaringan halus yang menutupi kandung kencing dan rektum. Serabut postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organorgan pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara serabut postganglionik danotot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut postganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan.
Persarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral) Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis torakolumbal melalui a hipogastrik. Leher kandung kencing menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak berpengaruh pada kontinens atau miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd. 11
Leher kandung kencing pria banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher kandung kencing untuk mencegah ejakulasi retrograde
Persarafan somantik (N.pudendus) Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4. Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung badan sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron ini pada kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor dibandingkan persarafan perineal parasimpatis preganglionik. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3 dan S4 ke dalam N.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi, motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.
Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sakral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut A bermyelin kecil.
Peran aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine, nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis sakral sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-daerah penting pada medula spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik.
Hubungan dengan susunan saraf pusat Pusat Miksi Pons Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulberspinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak
Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih 12
atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi.
Fisiologi pengaturan fungsi sfingter kandung kencing Pengisian urine Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai dengan adanya aktivitas sensor regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung kencing normal, tekanan intravesikal tidak meningkat selama pengisian sebab terdapat inhibisi dari aktivitas detrusor dan active compliance dari kandung kencing. Inhibisi dari aktivitas motorik detrusor memerlukan jaras yang utuh antara pusat miksi pons dengan medula spinalis bagian sakral. Mekanisme active compliance kandung kencing kurang diketahui namun proses ini juga memerlukan inervasi yang utuh mengingat mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks s2-S4. Selain akomodasi kandung kencing, kontinens selama pengisian memerlukan fasilitasi aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi dibandingkan tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar
Pengaliran urine Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari distensi kandung kencing yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari miksi volunter tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto lurik dari sfingter uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung kencing. Inhibisi tonus simpatis pada leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung kemih yang lengkap tergantung adri refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih LO 3.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
LO 3.2 Etiologi Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh : Proteus sp Klebsiella Enterobacter Pseudomonas Mikroorganisme Persentase biakan % Escherichia coli 50-90 Klebsiela atau enterobacter 10-40 13
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia,actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu : 1. Bendungan aliran urin Anomali kongenital Batu saluran kemih Oklusi ureter (sebagian atau total) 2. Refluks vesikoureter 3. Urin sisa dalam buli-buli karena : Neurogenic bladder Striktura uretra Hipertrofi prostat 4. Diabetes Melitus 5. Instrumentasi Kateter Dilatasi uretra Sitoskopi 6. Kehamilan dan peserta KB Faktor statis dan bendungan PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman 7. Senggama
LO 3.3 Klasifikasi Klasifikasi ISK berdasarkan lokasi: 1. ISK Bawah Persentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender: Proteus sp 5-10 Pseudomonas aeroginosa 2-10 Staphylococcus epidermidis 2-10 Enterococci 2-10 Candida albican 1-2 Staphylococcus aureus 1-2 14
I. Perempuan Sistitis adalah persentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom Urethra Akut (SUA) persentasi sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril) sering dinamakan sistitis bakterialis. II. Laki-laki Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis.
2. ISK Atas i. Pielonefritis Akut (PNA) yaitu proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. ii. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Kronik biasanya sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.
Menurut komplikasi : 1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang. 2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) .
Menurut Gejala : 1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala ) 2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala )
LO 3.4 Epidemiologi ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki - laki. ISK berulang pada laki - laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki - laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit Sickle - cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi.
15
Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan. Insidens ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun.
LO 3.5 Patofisiologi Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih.Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril. Masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dapat melalui : 1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending) 2. Hematogen 3. Limfogen 4. Eksogen sebagai akibat pemakaian berupa kateter
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi.Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostate vas deferens testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal (Gambar 1)
16
Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1) Kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu: a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina; b. masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli; c. multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih; d. naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada anak usia infant, anak dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella sp., pseudomonas sp., Candida albicans, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen. Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada ginjal .
LO 3.6 Manifestasi Klinis Gejala infeksi saluran kemih pada setiap orang memang tidak selalu sama. 1. Sakit dan nyeri menggigit di perut bagian bawah, di atas tulang kemaluan. 2. Terasa sakit di akhir kencing. 3. Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar. 4. Kondisi parah akan disertai demam. 5. Pada beberapa kasus, mungkin terlihat sedikit darah pada air seninya yang baunya sangat menyengat. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut : a. pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik b. Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang. Uretritis biasanya memperlihatkan gejala : 1. Mukosa memerah dan edema 2. Terdapat caian exudat yang purulent 3. Ada ulserasi pada uretra 4. Adanya rasa gatal yang menggelitik 5. Good morning sign 6. Adanya nanah awal miksi 17
7. Nyeri pada awal miksi 8. Kesulitan untuk memulai miksi 9. Nyeri abdomen Cystitis biasanya memperlihatkan gejala : 1. Disuria (nyeri waktu berkemih 2. Peningkatan frekuensi berkemih 3. Perasaan ingin berkemih 4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin 5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic 6. Demam disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah
LO 3.7 Diagnosis Pemeriksaan Fisis ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria > 10 5 /ml urin. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain
Urinalisis Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria.
Cara Pengambilan Sampel Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.
a. Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. 18
Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.
b. Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik. c. Urin Porsi Tengah Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative.
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai. 2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi. 5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria : 1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau 19
salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai. 2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah. 4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya. 5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC selama tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey) Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat porsi yaitu : 1. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra, 2. Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli- buli, 3. Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat, 4. Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.
Pada urinalisis yang dinilai adalah sebagai berikut: a. Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. b. Piuria Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin . Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan : 20
1. infeksi tuberkulosis; 2. urin terkontaminasi dengan antiseptik; 3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina; 4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik); 5. nefrolitiasis; 6. tumor uroepitelial c. Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain: 1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal; 2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis; 3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut; 4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik. d. Kristal Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal e. Bakteri Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
Interpretasi pada urinalisis : - Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin). Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin. - Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin) Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit ginjal lainnya.
Bakteriologis a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi: i. Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik). ii. Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih. iii. Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca keteterisasi urin. iv. Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan. v. Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional, proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods relatif praktis 21
digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai 105 CFU (colony forming unit) kuman. Interpretasi Biakan Urin : Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan). Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai berikut: a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi. - Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria bermakna - Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut bakteriuria asimtomatik - Bila terdapat mikroba 102 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih. b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik. Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik adalah infeksi saluran kemih. Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut: Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan: - > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara berturut turut. - > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit > 10/ml urin segar. - > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis infeksi saluran kemih. - > 10.000 CFU/ml urin kateter. - Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada infeksi saluran kemih: a. Faktor fisiologis - Diuresis yang berlebihan - Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat - Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state) - Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat - Terdapat bakteriofag dalam urin b. Faktor iatrogenic - Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia - Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya c. Cara biakan yang tidak tepat: - Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi 22
- Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan asam - Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk. Tabel 2. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin Aspirasi supra pubik > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen Kateter > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen Urine bag atau urin porsi tengah > 100.000 cfu/ml Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al. menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK. Tes Kimiawi Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang positif adalah infeksi saluran kemih.
Tes Plat Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37 o C selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui .
Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.
LO 3.8 Diagnosis Banding 23
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat akan pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik.
LO 3.9 Tatalaksana Manajemen ISK Infeksi saluran kemih (ISK) bawah Prinsip manajemen ISK bawah adalah intake cairan yang banyak, antibiotka yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk lkalinisasi urin: Hamper 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gr, trimetoprim 200 mg. Bila infeksi menetap disertai urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosuria. Reinfeksi berulang (frequent re-infection) Disertai factor predisposisi: Terapi antimikroba yang intensif diikuti factor resiko Tanpa factor predisposisi: Asupan cairan banyak Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal: trimetoprim 200mg) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Sindrom Uretra Akut (SUA) Pasien dengan SUA dengan hitung kuman 10 3 -10 5 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin Infeksi disebebkan MO anaerobic di perlukan antimikroba yang serasi, missal golongan kuinolon. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas Pielonefritis Akut Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi Rawat Inap Pilonefritis Akut: Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral Pasien sakit berat atau debilitasi Terapi antibiotika oral rawat jalan mengalami kegagalan Factor predisposisi utuk ISK tipe berkomplikasi Diperlukan investigasi lanjutan 24
Komorbiditas seperti kehamilan, DM, usia lanjut
Tujuan Terapi Tujuan terapi ISK adalah mencegah atau mengobati akibat sistemik dari infeksi, membunuh mikroorganisme penyebab infeksi dan mencegah terjadinya infeksi ulangan. Strategi Terapi Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar urine yang keluar juga meningkat. Pengobatan ISK adalah menggunakan antibiotik. Idealnya, antibiotik yang digunakan harus dapat ditoleransi dengan baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam urine dan mempunyai spektrum aktivitas terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi dan jenis mikroorganisme yang menginfeksi.
Pilihan antimikroba berdasarkan Educated Guess (Farmakologi, FKUI) Jenis infeksi Penyebab tersering Pilihan antimikroba Sistitis akut E.coli, S.saprophyticus, kuman gram negative lainnya Nitrofurantion, ampisilin, trimetroprim Pielonefritis akut E.coli, kuman gram negative lainnya, Streptococcus Untuk pasien rawat: Gentamisin(atau aminoglikosida lainnya), kotrikmoksazol parenteral, sefalosporin generasi III, aztreonam Untuk pasien berobat jalan: Kotrimoksazol oral, fluorokuinolon, amoksisilin-asam klavulanat 25
Prostatitis akut E.coli, kuman gram negative lainnya, E.faecalis Kotrimoksazol atau fluorokuinolon, atau aminoglikosid+ampisilin parenteral Prostatitis kronis E.coli, kuman gram negative lainnya, E.faecalis Kotrimoksazol atau fluorokuinolon atau trimetroprim
Yang termasuk aminoglikosida:gentamisin, tobramisin, netilmisin, dan amikasin (streptomisin dan kanamisin tidak termasuk) Yang termasuk sefalosporin generasi III:sefotaksim, sefoperazon, setriakson, seftazidin, sefsulodin, moksalaktam, dll. Yang termasuk fluorokuinolon:siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin, dll.
SULFONAMID Mekanisme kerja: Kuman memerlukan PABA(p-aminobenzoic-acid)untuk membentuk asam folat yang digunakan untuk sintesis purin asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat kompetitif PABA.
PABA Dihidropteroat sintetase sulfonamide berkompetisi dgn PABA Asam dihidrofolat Dihidrofolat reduktase trimetroprim Asam tetrahidrofolat
Purin
DNA Efek sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa purin dan timidin. Kombinasi dengan Trimetoprim Menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat. Farmakokinetik 26
Absorpsi: melalui saluran cerna mudah dan cepat, terutama pada usus halus, beberapa jenis sulfa di absorpsi di lambung. Distribusi: Semua sulfonamis terikat dengan protein plasma terutama albumin dalam derajat yang berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna untuk infeksi sistemik. Obat dapat menembus sawar uri dan menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik pada janin.
Sulfonamide di bagi ke dalam 3 golongan besar: 1. sulfonamide dengan absorpsi dan eksresi cepat sulfisoksazol dosis permulaan untuk dewasa 2-4mg, di lanjutkan dengan 1g setiap 4- 6jam untuk anak 150mg/kgBB sehari obat ini bisa menimbulkan hipersensitivitas yang kadang bersifat letal sediaan dalam bentuk tablet 500mg untuk oral sulfametoksazol derivate sulfisoksazol dgn absorpsi dan eksresi lebih lambat dapat diberikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi sistemik umumnya di gunakan dengan kombinasi tetap dengan trimetoprim sulfadiazine dosis permulaan oral pada orang dewasa 2-4g, dilanjutkan dgn 2-4g dalam 3-6 kali pemberian, lama pemberian tergantung keadaan penyakit. Anak-anak >2 bln, diberikan setengah dosis awal per hari, kemudian di lanjutkan dengan 60-150mg/kgBB(maksimum 6g/hari) dalam 4-6 kali pemberian Sediaan dalam bentuk tablet 500mg Sulfasitin Eksresinya cepat untuk penggunaan per-oral pada infeksi saluran kemih. Pemberian dosis awal 500mg, dilanjutkan dengan dosis 250mg empat kali sehari. Tersedia dalam bentuk tablet 250mg(tdk di Indonesia) Sulfametizol Digunakan untuk infeksi saluran kemih dengan dosis 500-1000mg dalam 3-4 kali pemberian sehari. Tersedia dalam bentuk tablet 250mg dan 500mg 27
2. sulfonamide yang hanya di absorpsi sedikit bila diberikan per-oral dan kerjanya dalam lumen usus sulfasalazin suksinilsulfatiazol dan ftalilsulfatiazol 3. sulfonamide yang terutama di gunakan untuk pemberian topical sulfasetamid Ag-sulfadiazin(sulfadiazine perak) Mafenid 4. sulfonamide dengan masa kerja panjang sulfadoksin Efek samping Reaksi ini dapat hebat dan kadang bersifat letal. Bila mulai terlihat adannya gejala reaksi toksik dan sensitisasi, pemakain secepat mungkin dihentikan. Dan tidak diberikan lagi. Gangguan system hematopoetik:anemia hemolitik akut, Agranulositosis(sulfadiazine), anemia aplastik, trombositopenia ringan, eosinofilia, gejala HPS. Gangguan saluran kemih: anuria dan kematian dapat terjadi kristaluria atau hematuria(jarang terjadi) Reaksi alergi: gambaran HPS pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa kelainan morbiliform, purpura, petekia, eritema nodosum, eritema multiformis tipe stevens-johnson, dll. Demam obat dapat terjadi(timbul demam tiba2, pada hari ke tujuh sampai ke 10 pengobatan, di sertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah, dan erupsi kulit, semuanya bersifat reversible). Lain2:mual dan muntah Tidak diberikan pada wanita hamil aterm
CORTIMOKSAZOL Trimetropin + sulfametoksazol Mikroba yang peka : enterobacter, klebsiella, diphteri, E.coli, S.aureus, S.viridans, dll Untuk mikroba yang resisten sulfonamid agak resisten trimetropin Farmako dinamik : 2 tahap berurutan rekasi enzimatis 1. Sulfo = hambat PABA, 2. Trime : hambat reaksi dari dehidrofolat tetrahidrofolat Farmako kinetik : karena trimetropin lipofilik volume distribusi >> besar dari sulfa Rasio sulfa : trime 5:1 Diekskresi di urin Indikasi : ISK, IS nafas, IS cerna, Inf. Genital E.S : megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia, pada kulit karena sulfonamid 28
GOL. PENISILIN
Farmako dinamik : penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membran sel bakteri yang penting untuk sintesis dinding sel sehingga bakteri menjadi lisin. Destruksi dinding sel oleh autolisin / enzim degradatif yang dimiliki penisilin. Farmako kinetik : ditentukan oleh stabilitas obat terhadap asam lambung dan beratnya infeksi.
Cara pemberian : Ampisilin + sulbaktam IV, IM Tikarsilin + as. klavulanat Amoksisilin ORAL Amoksisilin + as. klavulanat Absorbsi tidak lengkap secara oral, tetapi amoksisilin hampir lengkap di absorpsi, absorbsi penisilin lainnya = penurunan jika ada makanan di dalam lambung = 30-60 menit sebelum makan / 2-3 jam setelah makan. Distribusi ke seluruh tubuh, penisilin bisa melewati sawar plasenta = tidak teratogenik. Tidak ke SSP Ekskresi : melalui ginjal E.S : hipersensitivitas (angioedem, makulopapular, anafilaktik), diare, nefritis (metisilin), neurotoksisitas, gangguan pembentukan darah (karbanesilin dan karsilin = antipseudomonas), toksisitas kation Tidak bisa untuk kuman B-laktamase Resistensi E.Coli Efek samping : reaksi alergi , Syok anafilaksis umumnya tidak toksik pada manusia Dapat di gunakan secara oral dan parenteral.
GOL. CEPHALOSPORIN
Generasi 3 tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella , Enterobacter , Proteus , Providencia , Srratia , Dan Haemophillus Spesies. Farmako dinamik : a) Generasi I : proteus, E.coli, klebsiella b) Generasi II : Haemophilus, enterobacter, Neisseria=gram (-) 29
c) Generasi III : contoh : cefritriaavus, cefotaxim, ceftazidim (pseudomonas aeruginosa) Farmako kinetik : IV karena absorbsi oral jelek, distribusi ; luas, ekskresi melaui empedu ke dalam feses E.S : alergi, perdarahan jika diberikan bersama sefamandol atau sefoperason = anti vitamin K Efek samping : reaksi alergi , anafilaksis , dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi Secara oral Obat Mahal
GOL. TETRACYCLIN
Efektif untuk infeksi Chlamydia Tidak boleh pada anak-anak dan wanita hamil. Secara Oral
GOL. FLUOROKUINOLON
Efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P.Aeruginosa. Siprofloksasin, Norfloksasin, dan Ofloksasin untuk terapi Prostatitis bacterial akut maupun kronis anak-anak dan ibu hamil tidak boleh. Farmako dinamik : hambat pemisahan double helix DNA saat replikasi dan transkripsi dengan bantuan enzim DNA girase hambat DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisid Untuk bakteri : kuinolon lama (gram (-)) E.coli, proteus, klebsiella, enterobakter Flurokuinolon baru : gram (+), gram (-) dan kuman atipik (mycoplasma, klamidia) Farmako kinetik : diserap baik di saluran cerna, dalam sediaan oral, hanya sakit yang terikat protein, distribusi baik ke berbagai organ, capai kadar tinggi di prostat, T1/2 panjang 2x sehari diperlukan. Di metabolisme di hati, ekskresi ginjal sebagian empedu. Indikasi : ISK, Infeksi saluran nafas, penyakit menular hubungan sex, infeksi tukak dan sendi, dll. E.S : mual, muntah, tidak enak diperut : halunisasi, kejang ; hepatotoksik ; fatotoksif dll. Interaksi obat : antasit = habis berkuran, hambat teofilin, tidak dikombinasi dengan obat yang dapat perpanjang interval Qtc. AMINOGLIKOSIDA 30
Farmako dinamik : terhadap MO anaerobik rendah, transpor aminogliko butuh O2, aktivitas terhadap gram (+) terbatas, aktifitas dipengaruhi pH (alkali lebih tinggi), aerobik-anarobik, keadaan hiperkapnik. Berdifusi lewat kanal air yang dibentuk porin protein pada membran luar bakteri gram (-) masuk ke ruang periplasmik. Setelah masuk sel terikat pada ribosom 30 s dan hambat sintesis protein kerusakan membran sitosol mati. Bersifat bakterisid. Farmako kinetik : sangat polar, sukar di absorbsi di saluran cerna, per oral hanya untuk efek lokal di saluran cerna. Untuk kadar sistemik parenteral, ikatan protein rendah kecuali streptomisin 30-50%. Distribusi ke dalam cairan otak sangat terbatas, ekskresi di ginjal, kadar dalam urin capai 50-200 mg/ml, gangguan ginjal hambat ekskresi. E.S : alergi, reaksi iritasi (rasa nyeri di tempat suntik), toksik (gangguan pendengaran dan keseimbangan), ototoksik pada N. VII, nefrotoksik. Kanamisin : untuk E.coli, enterobacter, klebsiella, proteus dll (untuk ISK) Gentamisin, tobramisin, dan netilmisin Indikasi : infeksi karena proteus, pseudomanas, klebsiella, E.colli, enterobacter Amikasin : untuk E.coli, P.aeruginosa, proteus, enterobacter Sumber : faramakologi dan terapi FKUI ed 5, 2007 ANTISEPTIK 1. Metenamin Indikasi : Untuk Profilaksis terhadap ISK berulang khususnya bila ada residu kemih.Tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih. Untuk berbagai jenis mikroba, kecuali proteus E.S : iritasi lambung (>500 g ), 4-8 gram/sehari >> 3 mg, iritasi saluran kemih, proteinuria, hematuria, erupsi kulit. KI : dengan gangguan hati, tidak untuk gagal ginjal, tidak diberikan bersama sulfonamid. Interaksi obat : susu, antasid tidak diberikan meningkatkan pH Oral 4 x 1 gram/hari 2. Nitrofrantoin Indikasi : Mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh ISK bagian bawah penggunanya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif ISK menahun yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dalam antimikroba lain dengan yang lebih sensitive. Unruk E.coli, proteus, klebsiella, enterobacter, enterokokus FK : lengkap dan cepat absorbsi di saluran cerna, dengan makanan dapat menurunkan inhalasi kambung dan menigkatkan bioavailibitasnya, terikat protein plasma, ekskresi di ginjal, T1/2 20 menit, urin agak cokelat KI : Untuk gagal ginjal dengan klirens kreatinin < 40 ml/menit, hamil, bayi < 3 bulan anemia hemolitik ES : mual, muntah dan siare ; sakit kepala vertigo, nyeri otot. 3. Asam nalidiksat 31
Indikasi : ISK bawah tanpa penyulit contohnya : Sistitis akut tidak efektif untuk ISK bagian atas contohnya : Pielonefritis. FD : hambat enzim DNA grase bakteri, bakterisid terhadap kuman penyebab ISK, E.coli, proteus, klebsiella, pseudomonas resisten. FK : per oral, 95% terikat protein plasma, sehingga diubah jadi asam hidroksinalidiksat, masa penuh 11/2 2 jam ES : mual, muntah, urtikaria ; diare demam fosfosensitivitas : sakit kepala, ngantuk, vertigo, meningkat pada pasien epilepsi, parkinson. KI : bayi < 3 bulan, trisemester p1 hamil : hati-hati untuk gangguan hati atau ginjal : pembesaran dengan nitrofurantonin Dosis : 4 x 500 mg/hr 4. Fosfomisin trometamin Indikasi : ISK tanpa komplikasi ( Sistitis akut ) pada wanita yang disebabkan oleh E.Coli dan E.Faeccalis Efek samping : Diare , Mual , Sakit kepala , Vaginitis FD : hambat tahap awal sintesis dinding sel kuman FK : Biovailibilitas oral hanya 37%, dengan makanan menurunkan penyerapan, tidak terikat protein plasma, ekskresi renal 38%, ekskresi di urin dan tinja ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, bisa untuk wanita hamil, Sediaan ; bubuk 3 gram dicampur air 100 ml tidak boleh dengan air panas
LO 3.10 Komplikasi Komplikasi ISK tergantung dari tipe ISK yaiut tipe sederhana atau tipe berkomplikasi 1. ISK sederhana: ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama 2. ISK tipe berkomplikasi - ISK selama kehamilan: Kondisi Risiko potensial BAS* tidak diobati Pielonefritis Bayi Pprematur Anemia Pregnancy-induced hypertension ISK trisemester III Bayi mengalami retardasi mental Pertumbuhan bayi lambat Cerebral palsy Fetal death *BAS: Basiluria Asimtomatik - ISK Pada DM. penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM 32
Basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko pielonefritis diikuti penurunan LFG. Komplikasi emphysema cystitis, pielonefritis yang terkait spesies candida dan ineksi gram negative lainnya dapat dijumpai pada DM. Pielonefritis emfisematosa disebabkan MO pembentuk gas seperti E. coli, Candida spp dan Klostridium tidak intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor (AVH). Abses pielonefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM (47%), nefrolitiasis (41%) dan obstruksi ureter(20%) (Sudoyo, 2009).
LO 3.11 Prognosis Pada umumnya ISK tanpa komplikasi prognosisnya baik. Gejala berkurang setelah 48 jam tatalaksana. Namun tatalaksana harus terus diberikan hingga hari ke-5. Untuk ISK dengan komplikasi memerlukan waktu lebih lama bahkan bisa sampai 6 bulan tergantung komplikasinya. Hal ini juga perlu dilakukan koreksi dari komplikasi yang ada (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000521.htm)
LO 3.12 Profilaksis Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinis ISK. Uji saeing bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil. Pasien DM terutama perempuan dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan katerisasi laki-laki dan perempuan. Bakteriuria asimtomatik pada kehamilan Penelitian epidemiologi klinik melaporkan prevalensi bekteriuria asimtomatik pada kehamilan bervariasi Antara 2-10% dan tergantung dari status sosio-ekonomi. Bila mikroorganisme lain seperti Ureaplasma urealyticum dan Gardnella vaginalis berhasil diisolasi, prevalensi bakteriuria asimtomatik meningkat lebih dari 25%. Tetapi peranan kedua MO tersebut masih belum jelas. Pada kelompok perempuan tidak hamil ditemukan basiluria asimtomatik dua kali berturut-turut MO yang sama mempunyai sensitivitas 95% dan spesivisitas 95% untuk cenderung mengalami episode presentasi klinik ISK. Pada kelompok perempuan ini tidak diperlukan terapi antimikroba, cukup irigasi MO dengan asupan cairan yang banyak. Bakteriuria asimtomatik pada DM Prevalensi bakteriuri asimtomatik pada perempuan disertai DM lebih banyak dibandingkan dengan perempuan tanpa DM. pathogenesis kepekaan terhadap ISK diantara pasien DM tidak diketahui pasti. Penelitian epidemiologi klinik gagal mencari hubungan Antara prevalensi bakteriuria asimtomatik dengan kualitas pengendalian hiperglikemia (dengan paramtere gula darah puasa dan HbA1C dan faal ginjal). Peneliti 33
lain Balasoiu D menemukan hubungan faktor risiko gangguan faal kandung kemih (Bladder dysfunction) dengan peningkatan kepekaan terhadap ISK pada DM. disfungsi kandung kemih ini diduga akibat disfungsi syaraf autonomy dan gangguan funsi leukosit PMN (opsonisasi, kemotaksis dan fagositosis). Perubahan susunan kimiawi dan konsentrasi protein Tamm-Horsfaal diduga mempengaruhi perubahan bacterial adhesion terhadap sel epitel yang dapat mencetuskan infeksi saluran kemih (ISK). Menurut beberapa peneliti basiluri asimtomatik pada diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi peilonefritis akut disertai mikrosis papiler dan insufisiensi renal. Basiluria asimtomatik dengan mikroorganisme pembentukan seperti E.coli, candida spp dan klostridium dapat menyebabkan pielonefritis emfisematosa disertai syok septik dan vasomotor akut nefropati. Beberapa peneliti lebih cenderung memperikan terapi antimikroba pada basiluria asimtomatik pada pasoen dengan diabetes mellitus. Resipien Transplantasi Ginjal Prevalensi bakteriuria asimtomatik cukup tinggi mencapai 35-79% diantara resipien pada 3-4 bulan pertama paska transplantasi ginjal. Diduga terkait dengan indwelling catheter sebagai faktor risiko. Bakteriuria asimtomatik pada resipien ini merupakan risiko pielonefritis akut (graft infection), septicemia diikuti penurunan lajut filtrasi glomerulus. Bakteriuria simtomatik dengan presentasi klinis yang muncul 6 bulan pertama (late infection) pasca transplantasi ginjal dengan presentasi klinik ringan. Parameter hitung kuman/ml urin para resipien pasca transplantasi ginjal modifikasi diuresis pasca cold ischemic time. Menurut beberapa peneliti, kriteria bakteriuria asimtomatik dengan hitungan kuman/ml urin. Terapi antimikroba untuk bakteriuria asimtomatik pada resipien transplantasi ginjal masih silang pendapat. Sebagian besar peneliti menganjurkan kemoterapi untuk resipien pasca transplantasi ginjal dengan bakteriuria asimtomatik disertai piuri. ISK Berhubungan dengan Kateter Pemasangan kateter jangka lama sering dilakukan pasien usia lanjut. Data penelitian melaporkan prevalensi infeksi nosocomial mencapai 40% diduga terkait pemasangan kateter urin. Bakteriuri asimtomatik dilaporkan 26% diantara kelompok pasien indwelling catheter mulai dari hari 2-10. Hampir kelompok pasien tersebut diikuti presentasi klinik dari sumber saluran kemih. Peneliti Tambyah dan Maki menemukan catheter- associated UTI sebagian besar asimtomatik. Bakteriuria pathogen yang terkait dengan bakteriuri dengan katetirisasi seperi E.coli, Enterococcus, Klabsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterobacter dan Candida. Pada umumnya bakteriuri terkait kateter bersifat polimikroba. Sebagian besar peneliti tidak menyanjurkan antibiotika sebagai pencegahan infeksi saluran kemih terkait kateter, Negara maju seperti USA menganjurkan penggunaan kateter urin berselaput campuran perak atau kateter oksida perak untuk mencegah infeksi saluran kemih terkait kateter (Sudoyo, 2009). 34
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Salasil Baul dalam Islam Bersuci (thaharah: wudhu, tayammum atau mandi) merupakan syarat sah ibadah yang mewajibkan dalam keadaan suci, seperti shalat. Sehingga ibadah tersebut tidak dikatakan sah tanpa thaharah. Namun kewajiban tersebut bisa jatuh ketika seseorang dalam keadaan tertentu yang menghalangi seseorang melakukan thaharah sebagaimana firman Allah Swt.
)( "Dan Dia tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam agama Islam. Salah satu contoh adalah penyakit kencing yang terus-menerus atau dalam istilah para fuqaha dinamakan salisul-baul.
Pengertian salisul-baul Menurut mazhab Hanafi, salisul-baul adalah penyakit yang menyebabkan keluarnya air kencing secara kontinyu, atau keluar angin(kentut) secara kontinyu, darah istihadhah,mencret yang kontinyu, dan penyakit lainnya yang serupa. Menurut mazhab Hanbali, salisul-baul adalah hadas yang kontinyu, baik itu berupa air kencing, air madzi, kentut, atau yang lainnya yang serupa. Menurut mazhab Maliki, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar dikarenakan penyakit seperti keluar air kencing secara kontinyu. Menurut mazhab Syafi'i, salisul-baul adalah sesuatu yang keluar secara kontinyu yang diwajibkan kepada orang yang mengalaminya untuk menjaga dan memakaikan kain atau sesuatu yang lain seperti pembalut pada tempat keluarnya yang bisa menjaga agar air kencing tersebut tidak jatuh ke tempat shalat.
Dalil tentang salisul-baul
.
"Ubad bin Basyar menderita penyakit mencret dan dia tetap melanjutkan shalatnya (dalam keadaan mencret tersebut)." Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai penyakit mencret, keluar kentut/air kencing secara kontinyu tidak memiliki kewajiban untuk mengulang-ulang wudhunya, namun tetap meneruskan shalat dalam keadaan tersebut.
Syarat-syarat dibolehkan ibadah dalam keadaan salisul-baul Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tertentu diperbolehkan dalam keadaan salisul-baul: 1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja' 2. Ada kontinyuitas antara istinja' dengan memakaikan kain atau pembalut dan semacamnya, dan adanya kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar hadas tersebut dengan wudhu. 3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu (rukun dan sunnahnya) 4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat seusai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat. Adapun jika seseorang 35
berwudhu dirumah maka perginya ke mesjid tidak menjadi masalah dan tidak menggugurkan syarat keempat. 5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat. Maka, jika melakukannya sebelum masuk waktu shalat maka batal, dan harus mengulang lagi di waktu shalat. Apabila telah terpenuhi kelima syarat ini maka jika seseorang berwudhu kemudian keluar air kencing atau kentut dan lainnya maka dia tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan istinja' dan berwudhu lagi. Namun cukup dengan wudhu yang telah ia lakukan di awal.
Berapa kali seseorang bisa melakukan shalat dalam keadaan salisul-baul? Seseorang yang memiliki penyakit seperti salisul-baul tersebut hanya diperbolehkan melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah bisa dikerjakan seberapa kali pun.
Niat apa yang dilafalkan oleh seseorang yang mempunyai penyakit salisul-baul? Seperti disebutkan dalam "Hasyiyah Qalyubi wa 'Umairah" bahwa orang yang mempunyai penyakit salisul-baul ini berniat 'li istibahah' (agar diperbolehkan shalat) dan tidak melafalkan niat 'li raf'il hadas'.Hal tersebut dilandaskan bahwa wudhu dalam keadaan seperti ini adalah bukan wudhu hakiki akan tetapi wudhu semacam ini adalah batal karena keluar air kencing atau lainnya namun syariat telah memberikan toleransi dan keringanan kepada orang yang mengalami penyakit seperti ini. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
36
DAFTAR PUSTAKA
Elsamra, S. E. & Ellsworth, P. 2012. Physiology of Micturition.Urol Nurs. 2012;32(2):60-67. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/763040_2 3 April 2014 16:57 FKUI. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta: FKUI
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, 5 TH Ed. Jakarta: EGC Keluar Air Kencing secara Kontinyu, Bagaimana Pandangan Fiqih???http://networkedblogs.com/6ZMM 3 April 2014 16:53 L., Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih. http://www.psychologymania.com/2012/10/patofisiologi- infeksi-saluran-kemih.html 3 April 2014 17:11 Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sofwan, A. 2014. Systema Urogenitale (Apparatus Urogenitalis).Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. Sudoyo AW, dkk (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi II, Jilid I, FKUI, Jakarta Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Urinary Tract Infection.http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/urinary-tract- infection/basics/definition/con-20037892 3 April 2014 21:22 Urinary Tract Infection Adult.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000521.htm 3 April 2014 17:04 Urinary Tract Infection in Adults.http://www.patient.co.uk/doctor/urinary-tract-infection-in- adults 3 April 2014 21:06