Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KERANGKA DASAR TEORI


2.1 Teori Dan Konsep
2.1.1 Teori Agenda Setting
Agenda setting menjelaskan begitu besarnya pengaruh media berkaitan
dengan kemampuannya dalam memberitahukan kepada audiens mengenai isu - isu
apa sajakah yang penting. Respon terhadap kenyataan tersebut adalah terjadinya
perubahan orientasi dalam studi agenda setting bahwa agenda setting bukan hanya
suatu gejala melainkan sebuah proses yang berlangsung terus menerus (on going
process). Berdasarkan perspektif ini, pemenuhan (coverage) variabel dalam studi
agenda setting menjadi sangat luas, karena melibatkan faktor-faktor yang
merupakan bagian dari proses terbentuknya agenda media dan agenda publik dan
sekaligus bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa efek media sangat besar,
kecil, atau tidak ada sama sekali.
Agenda Setting bisa dijelaskan sebagai teori yang menyatakan bahwa
media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan
media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke
dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya
kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Media massa memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. Asumsi
tersebutlah yang mendasari teori agenda setting.
11

Agenda setting merupakan gagasan bahwa media, melalui berita yang
disampaikan, akan menentukan isu apa yang dianggap penting oleh publik.
Konsep yang berhubungan erat dengan agenda setting adalah agenda publik dan
agenda kebijakan. Agenda media (urutan topik berdasar yang dianggap penting
dalam media) mempengaruhi baik agenda publik (urutan topik yang dianggap
penting dalam survei terhadap opini khalayak) maupun agenda kebijakan (urutan
topik yang dianggap penting dalam pikiran lembaga yang menentukan kebijakan
publik).
Agenda setting model untuk pertamakali ditampilkan oleh M.E.Mc.Combs
dan D.L. Shaw dalam Public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972, bejudul
The Agenda-Setting Function of Mass Media. Kedua pakar tersebut mengatakan
bahwa jika media memeberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu
akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting (Onong Uchjana
Effendy,2003:287). Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi ada tidaknya
pengaruh agenda setting disebut faktor kondisional, yang dapat dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
1. Dari perspektif agenda media adalah sebagai berikut: framing; priming;
frekuensi dan intensitas pemberitaan/penayangan; dan kredibilitas media
di kalangan audiens.
2. Dari perspektif agenda publik adalah sebagai berikut: faktor perbedaan
individual; faktor perbedaan media; faktor perbedaan isu; faktor perbedaan
salience; faktor perbedaan kultural.
12

Dilihat dari dua perspektif berikut ini bagaimana faktor-faktor eksternal
mempengaruhi pemberitaan media, dan bagaimana faktor-faktor sosio-kultural
mempengaruhi individu dalam memperhatikan, merespon, dan memahami isi
pesan media massa. Konsep tentang hubungan antar variabel dalam studi agenda
setting digambarkan Haryanto (2003) sebagai berikut :
Tebel 2.1
Variabel Model Tentatif Agenda Setting
Agenda Media
1. Framing
2. Priming
3. Durasi

Agenda Publik
1. Karakteristik Sosial
Budaya
2. Karakteristik
Demograpik

Selektif Isu
Salience

Sumber : Haryanto, 2003, Metode Penelitian Komunikasi: Agenda Setting, Senin, 27
Oktober 2013).

2.1.2 Konsep Analisis Framing
Gagasan framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun 1955
(Sobur, 2002: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan
wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi
realitas. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada
Mempengaruhi
13

tahun 1974 yang mengandaikan frame sebagai sepingan-kepingan perilaku yang
membimbing individu dalam membaca realitas. (Sobur, 2002: 162)
Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu
komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-
aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis
framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif
multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Analisis
framing digunakan untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat
mengkonstruksikan fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan,
dan tautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti
atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perpektifnya
(Sobur, 2001:162).
Melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa menendalikan siapa,
siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa
diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas, dst.
Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh karena analisis
framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam
menafsirkan realitas dengan menggunakan teori dan metodologi tertentu. Ada dua
esensi utama dari analisis framing yaitu :
1. Bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana
yang diliput dan mana yang tidak diliput.
2. Bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata,
kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.
14

2.1.2.1 Teori Framing Model Robert N Entman
Entman melihat Framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan
penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih
mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan
dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta
yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua itu,
pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan
nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah
berita.
Framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik. Sebab
framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan
frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetakia
menunjukkan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk
mendominasi teks. Konsep framing menurut Entman, secara konsisten
menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text.
Framing analysis dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas
kesadaran manusia yang didesak oleh transfer informasi dari sebuah lokasi, seperti
pidato, ucapan/ungkapan, news report, atau novel.
Framing, scara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan. Membuat
frame adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman realitas, dan
membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan
sedemikian rupa sehinggamempromosikan sebuah definisi permasalahan yang
khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dana atau merekomendasikan
15

penanganannya. Pendekatan itu dapat digambarkan ke dalam bentuk table sebagai
berikut:
Tabel 2.2
Skema Perangkat Framing Model Robert N Entman
Seleksi isu
Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas
yang kompleks dan beragam, aspek mana yang diseleksi untuk
ditampilkan?
Penonjolan
aspek tertentu
dari isu
Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek
tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut telah dipilih,
bagaiman aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan
dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu
untuk ditampilkan pada khalayak.
Sumber: Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Eriyanto, 2002: 222)
2.1.3 Konstruksi Realitas Sosial
Realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun
demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, Istilah konstruksi sosial
atas realitas (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan
oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The
Social Construction of Reality, a Teatise in the Sociological of Knowledge
(1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang
mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2006: 202).
16

Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates
menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan id.
Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan
istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia
mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus
dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta.
Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya Cogito ergo
sum yang berarti saya berfikir karena itu saya ada. Kata-kata Aristoteles yang
terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima
Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Dia menjelaskan
bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu ini berarti
seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu.
Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya
ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia
membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah
dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga macam Konstruktivisme yakni
konstruktivisme radikal; realisme hipotesis; dan konstruktivisme biasa.
1. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran
kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme
17

radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan
sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi
suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh
pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari
individdu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain
yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap
pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran terjadinya konstruksi itu.
2. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas
yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
3. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian
pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas
objektif dalam dirinya sendiri.
Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana
konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk
menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu
dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun
sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur
pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann
disebut dengan konstruksi sosial. Peter L.Berger berpendapat bahwa realitas
tidak terjadi begitu saja tetapi dibentuk dan dikonstruksikan. Hasil akhir yang
diperoleh adalah realitas yang sama dapat dipahami secara berbeda oleh setiap
18

orang tergantung dari konstruksi yang dilakukan dalam realitas tersebut
(Eriyanto, 2009:15).

2.1.3.1 Pembentukan Konstruksi Realitas Sosial
1. Tahap Konstruksi Sosial Media Massa
Melalui Konstruksi Sosial Media Massa, Realitas Iklan Televisi dalam
Masyarakat Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter
L. Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena
media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjectivasi,
dan internalisasi. Dengan demikian sifat-sifat dan kelebihan media massa telah
memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan
lambat itu. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis.
Posisi konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi kelemahan dan
melengkapi konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh
kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media
massa atas konstruksi sosial relitas. Dari konten konstruksi sosisal media massa,
proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai
berikut :

19

a. Tahap Menyiapkan Materi konstruksi
Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi
fokus media massa, terutama yang berhubungan dengan tiga hal yaitu
harta, tahta, dan wanita.
b. Tahap Sebaran Konstruksi
Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi lain dalam sebaran
konstruksi media berdasarkan pada segmentasi. Pilihan-pilihan sumber
informasi juga dapat dipilih berdasarkan pemetaan kekuasaan sosial
informasi itu di masyarakat.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas.
Tahap ini terbagi atas dua yaitu tahap pembentukan konstruksi realitas
dan pembentukan konstruksi citra.
d. Tahap Konfirmasi
Tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi
argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam
pembentukan konstruksi.

2. Realitas Media Yang Terbentuk Oleh Konstruksi Media Massa
Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua
model antara lain :
20

1. Model Peta Analog yaitu model dimana realitas sosial dikonstruksi oleh
media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu
terjadi secara rasional.
2. Model Refleksi Realitas yaitu model yang merefleksikan suatu kehidupan
yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di
dalam masyarakat.
Nilai-nilai lain yang menjadi acuan konstruksi sosial media massa adalah
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana disadari, bahwa
perubahan sosial di masyarakat identik dengan gagasan kemodernan. Media
massa tidak lagi menjadi realita pada dirinya sendiri, media massa selalu menjadi
bagian dari pergulatan yang terjadi pada arus ekonomi, politik, sisoal bahkan
ideologi dalam suatu masyarakat. (Agus Sudibyo, 2009:X)

2.1.4 Media Massa
Dalam ilmu komunikasi, Medium (tunggal) atau media (jamak) diartikan
sebagai alat meyalurkan gagasan isi jiwa dan kesadaran manusia, dengan kata lain
kehadiran media dalam berkomunikasi, tidak lain dari upaya untuk melakukan
perpanjangan dari telinga dan mata. (Anwar Arifin, 2010:115-116).
Menurut Fauziahardiyani (2009) media massa memberikan informasi
tentang perubahan, bagaimana hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang
akan dicapai. Fungsi utama media massa adalah untuk memberikan informasi
pada kepentingan yang menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari
media massa yaitu tidak ditujukan pada kontak perseorangan, mudah didapatkan,
21

isi merupakan hal umum dan merupakan komunikasi satu arah. Peran utama yang
diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah sebagai pengetahuan pertama.
Media massa merupakan jenis sumber informasi yang disenangi pada
tahap kesadaran dan minat dalam proses adopsi inovasi. Hal ini dikatakan juga
oleh R. Eep Saefulloh Fatah bahwa Pers merupakan pilar keempat bagi
demokrasi (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan yang
penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi
pemerintah. Menurut Liliweri (2001) Media menampilkan diri sendiri dengan
peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media
adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek aspek :
a. penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak
b. pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vocal
c. pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat
verbal visual vocal

2.1.4.1 Jenis-jenis Media Massa
Media massa dapat diklasifikasikan kepada dua jenis yaitu media cetak
dan media elektronik. Adapun pengertian dari media cetak dan media elektronik
adalah sebagai berikut :
1. Media Cetak
Media cetak merupakan salah satu jenis media massa yang dicetak dalam
lembaran kertas. Media cetak juga dapat di didefinisikan sebagai kegiatan yang
berkaitan dengan proses produksi teks menggunakan tinta, huruf dan kertas, atau
22

bahan cetak lainnya. Media cetak ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis yakni surat kabar, majalah berita, majalah khusus, newsletter, dll. Masing-
masing jenis itu berbeda satu sama lain dalam penyajian tulisan dan rubriknya.
Selain itu dalam hal penyampaian kritik sosial melalui media cetak akan lebih
berbobot atau lebih efektif karena diulas secara lebih mendalam dan bisa
menampung sebanyak mungkin opini pengamat serta aspirasi masyarakat pada
umumnya.

2. Media Elektronik
Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi
elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya. Isi dari jenis
media massa ini umumnya disebarluaskan melalui suara (audio) atau gambar dan
suara (audio-visual) dengan menggunakan teknologi elektro. Yang menjadi
kekuatan dari media elektronik tidak hanya pada tata tulis berita, tapi juga pada
tata suara penyiar yang harus enak didengar.
Media elektronik memiliki beberapa karakteristik, yaitu cepat dalam
menyampaikan informasi, dapat menjangkau khalayak yang lebih luas, dapat
menampilkan proses terjadinya suatu peristiwa yang disertai pelaporan langsung
dari tempat kejadian dan lebih menarik karena dikemas dengan memadukan audio
dan visual. Walau dalam penyajian informasi media elektronik tidak melakukan
pengulasan masalah secara mendalam karena terkendala proses produksi.


23

2.1.4.2 Fungsi Media Massa
Beberapa fungsi komunikasi massa, yaitu :
1. Fungsi pengawasan (surveillance)
Fungsi ini terdiri dari 2 bentuk utama, yaitu pengawasan peringatan dan
pengawasan instrumental. Media massa menjalankan fungsi pengawasan
peringatan, jika menginformasikan tentang ancaman yang disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya bencana alam, serangan militer, inflasi dan krisis ekonomi.
Fungsi pengawasan instrumental dari media massa jika informasi yang
disampaikan memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Fungsi penafsiran (interpretation)
Fungsi ini dijalankan jika media selain menyampaikan fakta dan data kepada
khalayak, juga memberi penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Media
memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa mana yang layak dan yang tidak
layak disajikan.
3. Fungsi keterkaitan (linkage)
Media massa dapat menjadi alat pemersatu anggota masyarakat yang beragam
sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama
tentang sesuatu.

24

4. Fungsi penyebaran nilai (transmission of values)
Fungsi ini disebut juga sosialisasi. Media massa memperlihatkan kepada khalayak
tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan apa yang diharapkan
mereka.
5. Fungsi hiburan (entertainment)
Fungsi hiburan selalu dijalankan oleh setiap media massa. Media yang sangat
jelas menjalankan fungsi ini adalah televisi, radio dan tabloid.
Selain fungsi-fungsi di atas, menurut Karlina, dkk (2002) ada beberapa
fungsi yang bersifat umum lain dari media massa, yaitu fungsi informasi,
pendidikan, memengaruhi, fungsi proses pengembangan mental, adaptasi
lingkungan dan fungsi memanipulasi lingkungan. Secara lebih khusus media
massa mempunyai fungsi, yaitu fungsi meyakinkan, menganugerahkan status,
membius, menciptakan rasa kebersatuan, privitasi dan hubungan parasosial.

2.1.4.3 Karakteristik Media Massa
Media massa memiliki karakteristik tersendiri, selain menjadikan orang
banyak atau massa sebagai sarana (khalayak) juga memiliki sifat pesan atau isi
yang bersifat umum, terbuka dan aktual. Pesan yang disalurkan melalui media
massa keluar dari ruangan privat dan langsung memsduk tuanan publik atau forum
publicium. Justru itu efek atau dampak yang ditimbulkan oleh media massa pada
khalayak atau pada masyarakat sangat kompleks dan tidak dapat diketahui
seketika, melainkan melalui pengamatan dan pencermatan terhadap fenomena
25

sosial dan politik dalam massa tertentu. Media massa sebagai lembaga sosial yang
memiliki fungsi politik dan sosial mempunyai seuntai nilai-nilai (Siegel, 1973)
dalam membangunan visi dan misinya dalam melayani masyarakat dan dalam
menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga lainnya.
Nilai-nilai dasar juga akan sekaligus berfungsi selaku kerangka rujukan
yang hidup sehingga media massa yang bersangkutan memiliki kepribadian. Nilai
dasar yang membentuk kepribadian media massa, sanatar ditentukan oleh pendiri
atau pemilik dan pemimpin media massa itu.Justru itu kepribadian media massa
akan merupakan refleksi dari kepribadian para pemilik dan komunikator yang ada
di belakangnya. Dengan adanya kepribadian dan citra media yang dipunyai oleh
media massa dalam melayani informasi bagi masyarakat, telah menjelmakan
media massa sebagai personal atau pribadi. Sebagaimana setiap personal atau
pribadi memiliki karakteristik atau kepribadian tersendiri, maka setiap institusi
media massa, juga masing-masing memiliki karakteristik atau kepribadian
masing-masing.
Hal ini mendorong seriap institusi media massa melahiorkan
kebijkasanaan redaksi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Kebijaksanaan redaksi setiap institusi media massa itu, kemudian dikenal dengan
nama, politik media massa yang di turunkan mendai politik redaksi
(redacional policy). Hal ini akan menjadi pedoman dan kerangka acuan bagi
wartawan setiap institusi media massa dalam mencari, menggali, meliput,
mengolah, menyunting dan menyajikan peristiwa menjadi berita atau opini yang
actual, menarik dan bermakna. (Anwar Arifin, 2010:136).
26


2.1.4.4 Undang-undang Media Massa
Di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomer 40 Tahun
1999 yang mengatur tentang pers atau media massa, ada 10 bab dan 20 butir pasal
didalamnya yang sengaja dirancang untuk menetapkan ketentuan dan mengatur
media massa dalam menempatkan informasi agar sesuai dengan ketentuan dan
norma yang ada. UU tentang PERS dibuat agar tidak terjadi efek media massa
yang negatif dan dapat menyebabkan ketimpangan serta pers dapat
menjalankankan kewajiban dan fungsi sebagaimana mestinya. Beberapa bab dan
butir pasal yang terdapat di UUD RI Nomer 40 yang dianggap penting, sebagai
berikut :
1. Bab I Ketentuan Umum
( Pasal I )
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media
cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media
elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang
27

secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi.

2. Bab II Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban Dan Peranan Pers
( Pasal II )
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip- prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
( Pasal III )
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
( Pasal IV )
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan
atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai Hak Tolak.


28

( Pasal V )
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta
asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
( Pasal VI )
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat
kebhinekaan
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat dan benar
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran

2.1.5 Berita
Banyak definisi-definisi tentang berita yang dapat diketahui dari berbagai
sumber. Secara sederhana berita dapat diartikan sebagai sebuah pesan yang berupa
fakta. Di kalangan para wartawan berita atau biasa disebut news adalah sebuah
29

singkatan yang berarti North, East, West, South. Dari istilah tersebut mereka
mengartikan laporan dari keempat penjuru mata angin. Berita dapat ditemukan
dimana saja sesuai dengan mata angin. Analogi tersebut tidaklah salah dan dapat
diterima secara logis. Namun sesungguhnya berita merupakan suatu fakta atau ide
atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah
besar pembaca, pendengar maupun penonton.
Masyarakat atau khalayak membutuhkan berita untuk mengetahui
informasi yang dibutuhkan ataupun mengetahui langkah yang harus dilakukan
dalam menyikapi suatu berita. Salah satu konsep berita yang cukup menarik
adalah berita sebagai fakta objektif. Sebuah berita haruslah bersifat faktual dan
objektif. Faktual berarti mengandung fakta-fakta atau kebenaran bukan kejadian
yang dibuat-buat. Sedangkan objektif adalah bebas tidak memihak atau menitik
beratkan pada suatu aspek atau seimbang. Tetapi nilai objektif untuk sebuah fakta
merupakan hal yang membingungkan, karena tidaklah mungkin ada objektivitas
yang mutlak. Menurut Prof. Mitchel V. Charnley, berita adalah laporan tercepat
mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau
penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk (Onong Uchjana
Effendy,2003:131).

2.2 Definisi Konsepsional
Batasan tersebut hanyalah sebatas bagaimana tvOne sebagai salah satu
stasiun televisi yang mencangangkan program pemberitaan secara cepat dan tepat
di indonesia membingkai (frame) beberapa pilihan pemberitaan terkait bencana
30

lumpur panas di porong sidoarjo pada tahun 2009 hingga 2013 kepada khalayak
luas. Dengan menggunakan model pendekatan dari Robert N Entman yang
menggunakan Pemilihan isu-isu dari sebuah berita yang telah dihadirkan oleh
tvOne dengan melakukan penyeleksian dan melihat penonjolan aspek tertentu dari
sebuah isu untuk kemudian dilihat dan ditemukan sebuah realitas ataukah tvOne
melakukan sebuah agenda setting dalam pemberitaannya untuk dapat
menimbulkan sebuah perspektif di masayarakat.

Anda mungkin juga menyukai