Anda di halaman 1dari 13

1

JUDUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN DAN


PERGESERAN ARSITEKTUR BALI

LATAR BELAKANG

Pada zaman sekarang, berbagai perubahan bentuk rumah orang Bali dapat
terlihat jelas. Di kota-kota , seperti Denpasar, berbagai bentuk rumah yang
bergaya barat mulai meramaikan lahan-lahan kosong yang ada di kota
Denpasar. Mulai dari bentuk rumah bagian luar yang terlihat megah dan
mewah. Pintu masuk yang menyerupai pintu masuk istana. Begitu juga
bagian dalam atau interior, sudah mengalami perubahan. Mulai dari ruang
tamu , ruang keluarga, kamar tidur, kamar mandi, dan sampai tata letak
dapur, yang keseluruhan sudah menyerupai gaya rumah eropa. Isi di dalam
rumah dan juga ragam rias, pernak-pernik dalam rumah sudah banyak
terpengaruh oleh budaya luar daerah.
Tata letak, tata bentuk, pola dasar, tata ruang tempat tinggal orang Bali
sekarang sering menjadi pembicaraan di lingkungan masyarakat
mancanegara. Orang asing atau wisatawan datang ke Bali untuk melihat
kebudayaan yang unik di Bali, termasuk mengenai tatanan rumah orang
Bali yang unik dan berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Namun di era
sekarang, boleh dibilang era modern, aturan-aturan arsitektur tradisional
telah banyak dilupakan dan ditinggalkan, termasuk pola tata ruang, dimensi,
proses mendirikan bangunan sampai riasan di dalamnya.
Sejak tahun 70-an pemerintah dan masyarakat Bali telah sepakat untuk
melestarikan dan mengembangkan arsitektur lokal untuk menjawab
tantangan-tantangan arsitektur kekinian dan masa mendatang. Untuk itu telah
dilakukan berbagai upaya inventarisasi pola dasar arsitektur yang ada, baik
2

dari segi falsafah, tata ruang, tata bentuk, ragam hias, dan sebagainya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap bangunan
berasitektur Bali cukup baik, tetapi ini belumlah dirasa cukup untuk usaha-
usaha pelestarian dan pengembangan arsitektur Bali. Sebagian terbesar
dari karya-karya arsitektur di daerah tidak dianggap berasitektur Bali oleh
masyarakat sendiri, begitu pula para wisatawan yang datang ke Bali mulai
merasakan perubahan arsitektur Bali. Ini mungkin nantinya akan menjadi
berkurangnya daya tarik wisatawan untuk dating ke Bali.
Untuk terlebih dahulu hendaknya dilakukan penelitian mengenai factor-faktor
yang menyebabkan perubahan arsitektur orang Bali dan persepsi masyarakat
agar nantinya dapat bermanfaat.

PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah yang dapat diungkap dari fenomena ini yaitu
sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perubahan arsitektur


rumah orang Bali?
b. Bagaimanakah pengaruh budaya asing yang menjadikan
masyarakat Bali mengubah tatanan tempat tinggalnya?

TUJUAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

c. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perubahan


arsitektur rumah orang Bali.
d. Untuk mengetahui besarnya pengaruh budaya asing sehingga orang
Bali mengubah tatanan tempat tinggal.
3

LUARAN YANG DIHARAPKAN

Perkembangan kemajuan jaman pada era sekarang, membuat berbagai


perubahan yang menjadikan dinamika kebudayaan mengalami perpaduan
atau percampuaran atau bahkan mengalami pergeseran. Mengingat akan
pentingnya mempaertahankan dan melestarikan bedaya warisan dari para
leluhur terdahulu, berbagai upaya dan cara telah direncanakan dan
dilakukan oleh pakar-pakar budaya dan peneliti demi keutuhan budaya
yang kita miliki. Namun, maraknya pengaruh dan derasnya aruh pengaruh
dari budaya-budaya asing yang datang bergejolak tanpa bisa dibatasi
dengan kehampaan kedua tangan yang kita miliki. Sebagai generasi muda,
sebagai generasi penerus bangsa, generasi yang masih enerjik, memiliki
kemampuan yang lebih tetapi masih terpendam, sudah seharusnya kita ikut
bergerak untuk menyikapi permasalahan kebudayaan yang kita miliki yang
sudah semakin terpuruk keberadaannya. Generasi yang nantinya akan
diandalkan untuk menjadi tonggak dalam mempertahankan budaya yang
kita miliki, dan tidak hanya berpangku tangan kepada generasi yang sudah
lanjut usia.
Mengenai permasalahan lunturnya Arsitektur Bali yang notabena
dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh dari budaya luar dan lemahnya
kekuatan kita untuk mempertahankan budaya kita sendiri. Perubahan
konsep pengaturan tatanan tempat tinggal, gaya bangunan rumah dan
isinya yang boleh dikatakan mengikuti perkembangan jaman. Itu bukanlah
suatu alasan yang menjadikan bangga., karena suadah mengikuti
perkembangan jaman, seharusnya kita malu karena lemahnya pertahanan
kita dalam hal mempertahankan apa yang kita punya. Pendeasinan tatanan
rumah yang telah menjadi konsep dasar tatanan rumah orang Bali, yang
memiliki kekuatan spiritual yang sangat besar, yang menjadikan keunikan
4

tersendiri dan menjadi daya tarik. Masih belum bangga dengan semua itu?
Apa harus meninggalkan aset yang begitu besar yang kita miliki? Apa
karena takut dibilang ketinggalan jaman?
Penelitian mengenai pengaruh budaya asing telah dilakukan oleh para ahli
dibidangnya, yang mendatangkan rencana-rencana baru mempertahankan
Arsitektur Bali. Demikian pula, penelitian yang akan datang membawa
hasil yang akan menjadi pedoman yang kuat untuk mempertahankan
arsitektur Bali dan tetap menggunakan konsep-konsep yang sudah
tercantum didalamnya.

KEGUNAAN

Kegunaan dari penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjawab


permasalahan perubahan arsitektur Bali kini. Perubahan-perubahan apa
yang mendasari sehingga orang Bali merubah tatanan arsitektur yang
merupakan warisan kebudayaan dari para leluhur. Menjawab
bagaimanakah pengaruh-pengaruh budaya luar, apa yang menyebabkan,
mulai dari kapan tatanan tersebut mulai berubah, darimana perubahan
tersebut berawal, daerah-daerah mana saja yang paling besar perubahnnya,
mengapa perubahna tersebut bisa terjadi, dan siapa yang akan menjaga
keutuhan budaya yang salah satunya adalah arsiteltur Bali itu sendiri.
Dalam perkembangan selanjutnya, ini akan menjadi bahan dasar
pemikiran unuk penelitian yang lebih lanjut mengenai tatanan/ arsitektur
Bali yang mulai ditinggalkan oleh karena adanya pengaruh era modern.

TINJAUAN PUSTAKA
5

Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki jiwa


bhuana agung (alam makrokosmos) sedangkan manusia yang menepati
bangunan adalah bagian dari buana alit (mikrokosmos).Antara manusia
(mikrokosmos) dan bangunan yang ditempati harus harmonis, agar
bisa mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam tersebut. Karena
itu, membuat bagunan harus sesuai dengan tatacara yang ditulis dalam
sastra Asta Bhumi dan Atas Kosala-kosali sebagai fengsui Hindu Bali.

Arsitektur Tradisional Bali


Arsitektur tradisional Bali memiliki ciri-ciri bentuk yang
membedakannya dari bentuk arsitektur lainnya di Indonesia. Secara
tipologis, Arsitektur Bali dapat dibedakan antara arsitektur
perumahannya, tempat pemujan, dan bangunan umum Fenomena dari
arsitektur di daerah Bali tidak terlepas dari perkembangan tuntutan
bahasa formal arsitektur yang melanda dunia abad kedua puluh.
Bahkan, fenomena ini menjadi paling menarik bagi sebagian terbesar
masyarakat konsumen arsitektur dibandingkan dengan dimensi
arsitektur lainnya seperti tata letak, tata ruang, aturan-aturan, lontar,
dsb.
Tradisi dapat diartikan sebagai kebiasaan yang turun temurun dalam
suatu masyarakat yang merupakan kesadaran kolektif dengan sifatnya
yang luas, meliputi segala aspek dalam kehidupan. Arsitektur
tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang
mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:
Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan
perencanaan arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Kirana.
Konsep Tri Angga membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen
atau zone: Nista (bawah, kotor, kaki), Madya (tengah, netral, badan)
dan Utama (atas, murni, kepala).
Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan
bangunan di Bali, sumbu-sumbu itu antara lain:
6

Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan


atmosfir)
Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)
Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)
Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep
orientasi kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala.
Transformasi fisik dari konsep ini pada perancangan arsitektur,
merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal di Bali

Bangunan Hunian
Hunian pada masyarakat Bali, ditata menurut konsep Tri Hita Karana.
Orientasi yang digunakan menggunakan pedoman-pedoman seperti
tersebut diatas. Sudut utara-timur adalah tempat yang suci, digunakan
sebagai tempat pemujaan, Pamerajan (sebagai pura keluarga).
Sebaliknya sudut barat-selatan merupakan sudut yang terendah dalam
tata-nilai rumah, merupakan arah masuk ke hunian.
Pada pintu masuk (angkul-angkul) terdapat tembok yang dinamakan
aling-aling, yang tidak saja berfungsi sebagai penghalang pandangan
ke arah dalam (untuk memberikan privasi), tetapi juga digunakan
sebagai penolak pengaruh-pengaruh jahat/jelek. Pada bagian ini
terdapat bangunan Jineng (lumbung padi) dan paon (dapur). Berturut-
turut terdapat bangunan-bangunan bale tiang sangah, bale
sikepat/semanggen dan Umah meten. Tiga bangunan (bale tiang sanga,
bale sikepat, bale sekenam) merupakan bangunan terbuka.
Ditengah-tengah hunian terdapat natah (court garden) yang
merupakan pusat dari hunian. Umah Meten untuk ruang tidur kepala
keluarga, atau anak gadis. Umah meten merupakan bangunan
mempunyai empat buah dinding, sesuai dengan fungsinya yang
memerlukan keamanan tinggi dibandingkan ruang-ruang lain (tempat
barang-barang penting & berharga).
7

Hunian tipikal pada masyarakat Bali ini, biasanya mempunyai


pembatas yang berupa pagar yang mengelilingi bangunan/ruang-ruang
tersebut diatas.

Kajian Ruang Luar dan Ruang Dalam


Mengamati hunian tradisional Bali, sangat berbeda dengan hunian
pada umumnya. Hunian tunggal tradisional Bali terdiri dari beberapa
masa yang mengelilingi sebuah ruang terbuka. Gugusan masa tersebut
dilingkup oleh sebuah tembok/dinding keliling. Dinding pagar inilah
yang membatasi alam yang tak terhingga menjadi suatu ruang yang
disebut sebagai ruang luar (Yoshinobu Ashihara). Halaman di dalam
hunian masyarakat Bali adalah sebuah ruang luar.
Uma meten, bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam, lumbung
dan paon adalah masa bangunan yang karena beratap, mempunyai
ruang dalam. Masa-masa tersebut mempunyai 3 unsur kuat pembentuk
ruang yaitu elemen lantai, dinding dan atap (pada bale tiang sanga,
bale sikepat maupun bale sekenam dinding hanya 2 sisi saja, sedang
yang memiliki empat dinding penuh hanyalah uma meten).
Keberadaan tatanan uma meten, bale tiang sanga, bale sikepat dan
bale sekenam membentuk suatu ruang pengikat yang kuat sekali yang
disebut natah. Ruang pengikat ini dengan sendirinya merupakan ruang
luar. Sebagai ruang luar pengikat yang sangat kuat, daerah ini sesuai
dengan sifat yang diembannya, sebagai pusat orientasi dan pusat
sirkulasi.
Pada saat tertentu natah digunakan sebagai ruang tamu sementara,
pada saat diadakan upacara adat, dan fungsi natah sebagai ruang luar
berubah, karena pada saat itu daerah ini ditutup atap sementara/darurat.
Sifat Natah berubah dari 'ruang luar' menjadi 'ruang dalam' karena
hadirnya elemen ketiga (atap) ini. Daerah pamerajan juga merupakan
suatu ruang luar yang kuat, karena hadirnya elemen dinding yang
membatasinya.
8

Sebagai satu-satunya jalan masuk menuju ke hunian, angkul-angkul


berfungsi sebagai gerbang penerima. Keberadaan dinding ini (aling-
aling), dilihat dari posisinya merupakan sebuah penghalang visual,
dimana ke-privaci-an terjaga. Hadirnya aling-aling ini, menutup
bukaan yang disebabkan oleh adanya pintu masuk. Sehingga dilihat
dari dalam hunian, tidak ada perembesan dan penembusan ruang.
Keberadaan aling-aling ini memperkuat sifat ruang positip yang
ditimbulkan oleh adanya dinding keliling yang disebut oleh orang Bali
sebagai penyengker. Ruang di dalam penyengker, adalah ruang dimana
penghuni beraktifitas. Adanya aktifitas dan kegiatan manusia dalam
suatu ruang disebut sebagai ruang positip. Penyengker adalah batas
antara ruang positip dan ruang negatip.
Dilihat dari kedudukannya dalam nawa-sanga, "natah" berlokasi di
daerah madya-ning-madya, suatu daerah yang sangat "manusia".
Apalagi kalau dilihat dari fungsinya sebagai pusat orientasi dan pusat
sirkulasi, maka natah adalah ruang positip. Pada natah inilah semua
aktifitas manusia memusat, seperti apa yang dianalisa Ashihara
sebagai suatu centripetal order.
Pada daerah pamerajan, daerah ini dikelilingi oleh penyengker
(keliling), sehingga daerah ini telah diberi "frame" untuk menjadi
sebuah ruang dengan batas-batas lantai dan dinding serta menjadi
'ruang-luar' dengan ketidak-hadiran elemen atap di sana.Nilai sebagai
ruang positip, adalah adanya kegiatan penghuni melakukan
aktifitasnya disana.
Pamerajan atau sanggah, adalah bangunan paling awal dibangun,
sedang daerah public dan bangunan service (paon, lumbung dan aling-
aling) dibangun paling akhir.
Proses ini menunjukan suatu pembentukan berulang suatu ruang-
positip; dimana ruang positip pertama kali dibuat (Pamerajan atau
sanggah), ruang diluarnya adalah ruang-negatip. Kemudian ruang-
9

negatip tersebut diberi 'frame' untuk menjadi sebuah ruang-positip


baru. Pada ruang positip baru inilah hadir masa-masa uma meten, bale
tiang sanga, pengijeng, bale sikepat, bale sekenam, lumbung, paon dan
lain-lain.

Konsistensi dan Konsekuensi


Tidak seperti di beberapa belahan bumi yang lain dimana sebuah
bangunan (rumah, tempat ibadah) berada dalam satu atap, di Bali yang
disebut sebuah bangunan hunian adalah sebuah halaman yang
dikelilingi dinding pembatas pagar dari batu bata dimana didalamnya
berisi unit-unit atau bagian-bagian bangunan terpisah yang masing-
masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Sebuah hunian di Bali, sama
dengan dibeberapa bagian dunia yang lain mempunyai fungsi-fungsi
seperti tempat tidur, tempat bekerja, tempat memasak, tempat
menyimpan barang (berharga dan makanan), tempat berkomunikasi,
tempat berdoa dan lain-lain.
Apabila dikaji dari rumusan suatu hunian, maka natah adalah bagian
dari aktifitas utama sebuah hunian yang sudah selayaknya merupakan
bagian dari aktivitas ruang-dalam atau interior. Kemudian apabila
dikaitkan dengan keberadaan bale sikepat, bale sekenam dan bale tiang
sanga yang hanya memiliki dinding dikedua sisinya saja, serta posisi
masing-masing dinding yang 'membuka' ke arah natah jelaslah terjadi
sebuah ruang yang menyatu. Sebuah ruang besar yang menyatukan
uma meten disatu sisi dan bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam
serta natah yang layaknya sebuah hunian. Hunian yang sama dengan
yang ada pada masa kini, dimana bale-bale adalah ruang tidur, natah
adalah ruang tempat berkumpul yang bisa disebut sebagai ruang
keluarga. Apabila dikaitkan lebih jauh, jika kegiatan paon (dapur) bisa
disamakan dengan kegiatan memasak dan ruang makan.
10

METODE PELAKSANAAN

a. Rancangan Penelitian, Populasi dan Sampel


Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan sample survey.
Populasi dalam penelitian ini adalah orang Bali yang berdomisili di
kota Denpasar, yang sudah berumah tangga yang berumur 22-60
tahun dan beragama Hindu. Penelitian ini dilakukan di wilayah
kota Madya Denpasar di dua kecamatan yaitu Denpasar Barat dan
Denpasar Timur.
b. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai Arsitektur
Bali, digunakan pendekatan secara kualitatif dengan menggunakan
table-tabel frekuensi sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan untuk
variable terikat digunakan persepsi dan pengetahuan masyarakat
mengenai arsitektur Bali dan variable bebasnya adalah umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan pengalaman kerja.
c. Teknik pengumpulan data
teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara,
dengan menggunakan instrumen pokok berupa kuisioner. Dengan
menggunakan metode kuisioner, akan dapat diperoleh beberapa
keuntungan, yaitu murah, hemat waktu dan data yang diperoleh
cukup luas dan banyak.

JADWAL KEGIATAN

Jadwal kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan sebagai berikut :


11

a. Persiapan
Persiapan dari penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan-1
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan secara bertahap,
karena luasnya daerah yang akan dijadikan objek penelitian.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Kecamatan Denpasar Selatan
pada bulan ke-1 dan Kecamatan Denpasar Timur pada bulan ke-2.
untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Jadwal pelaksanaan kegiatan
BULAN I II III
MINGGU 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
KEGIATAN
PERENCANAAN
SURVEI
I. KEC. DENPASAR
SELATAN
II. KEC. DENPASAR
TIMUR

RANCANGAN BIAYA

Adapun perincian biaya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bahan Habis Pakai
Administrasi = Rp 500.000,00
Pembuatan soal-soal kuisioner = Rp 50.000,00
Penggandaan soal-soal kuisioner
(3 x 1000 x Rp 1000,00) = Rp 3.000.000,00
b. Peralatan Penunjang
ATK = Rp 200.000,00
c. Perjalanaan
12

Transportasi ke Kecamatan Denpasar Selatan


( 5 x Rp 500.000,00) = Rp 2.500.000,00
Transportasi ke Kecamatan Denpasar Timur
( 5 x Rp 500.000,00) = Rp 2.500.000,00
d. Lain-lain
Cadangan = Rp 600.000,00
JUMLAH Rp 7.100.000,00

DAFTAR PUSTAKA

Ngakan Putu Sueca et al.”faktor-faktor determinan pengetahuan dan


persepsi masyarakat tentang bangunan berlanggam bali”.laporan
penelitian, Denpasar.
http://www.pulsit.petra.ac.id/journal/architecture/bangunanbali.html[
23 Agustus 2009].
Kevinabali.2009.Bagaimanakah Bangunan Arsitektur Bali yang Bisa
Membuat Penghuninya Merasa Naman dan Bahagia. Kevinabali.
http//kevinabali.wordpress.co.id/architecturbali.html[23 Agustus
2009].
PT Cipta Mortar Utama(MU).2008. Arsitektur Bangunan Dunia Abad 21.
MU.
http://MU.wordpress.com/solusibagunanMU-Arsitektur.html[23
Agustus 2009
Architekture, Bali. Arsitektur Bali. Bali Arsitektur.
http://baliarchitekture.ac.id/arsitektur bali.html[23 Agustus 2009
LAMPIRAN

Nama : I Gede Gegiranang Wiryadi


13

Nama Panggilan : Anang


Nim : 0904105001
Tmpt/Tgl Lahir : Semseman, 7 Desember 1990
Alamat : Br. Semseman, Desa Sangkan Gunung, Sidemen,
Karangasem-Bali
Jurusan : Teknik Sipil
Hobi : Nonton TV
Cita-cita : Kontraktor
Motto : Jangan Menyerah

Anda mungkin juga menyukai