Anda di halaman 1dari 3

PARAMETER PEMBANGKIT

Suatu unit pembangkitan merupakan aset investasi yang bernilai besar. Dibutuhkan dana yang cukup signifikan
untuk membangun suatu unit pembangkitan. Dengan investasi yang cukup besar, maka diharapkan suatu unit
pembangkit dapat beroperasi dengan baik atau kinerjanya memuaskan. Kriteria keberhasilan suatu unit
pembangkit dapat ditinjau dari berapa besar nilai keandalan unit secara equivalen (EAF Equivalent Availability
Factor). Target dari suatu unit pembangkit adalah mendapatkan nilai EAF seoptimal mungkin, dengan efisiensi
setinggi mungkin (heat rate yang rendah) pada kisaran operasi rata-rata (Rated Load yang umumnya diambil
dari data spesifikasi Daya Mampu Netto DMN). Atau dengan kata lain, unit pembangkit dapat beroperasi
dengan optimal dalam jangka waktu yang tidak terputus atau kontinyu dengan biaya pengoperasian yang
rasional. Nilai EAF yang tinggi berarti potensial kehilangan keuntungan dari tidak beroperasinya unit
pembangkit bisa ditekan seminimal mungkin. Sedangkan Heat Rate merupakan perbandingan berapa besar kalor
yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya yang diharapkan. Heat Rate rendah, maka setiap volume bahan bakar
bisa menghasilkan daya listrik yang lebih besar daripada unit pembangkit yang memiliki Heat Rate yang tinggi
(lebih boros). Salah satu cara mudah untuk mengetahui nilai Heat Rate unit pembangkit adalah dengan
mengetahui berapa besar bahan bakar yang digunakan (Specific Fuel Consumption SFC). Makin besar SFC
pada beban yang sama, maka unit pembangkit tersebut makin boros.
Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan/ kinerja suatu unit pembangkit. Faktor-faktor
tersebut bahkan sudah bisa terlihat sebelum unit pembangkit dibangun. Secara garis besar, faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu unit pembangkit adalah :
1. Faktor Desain
Dapat terlihat, faktor ini diawali jauh sebelum unit pembangkit memasuki Commercial Operation Date COD.
Bahkan jauh sebelum suatu unit pembangkit dibangun. Faktor desain akan sangat mempengaruhi karakteristik
dari faktor-faktor berikutnya. Kalau diibaratkan suatu rumah, maka faktor desain adalah faktor yang menjadi
azas suatu rumah dibangun. Pada suatu instalasi unit pembangkitan, tinjauan dari faktor desain berupa :
Faktor perancangan kapasitas
Perancangan kapasitas pembangkit akan mempengaruhi perancangan parameter-parameter operasi, misalnya
tekanan, temperatur dan flow main steam. Tipe turbin, Single cylinder, HP with reheat, atau double LP cylinder
casing.
Faktor pemilihan bahan bakar
Bahan bakar yang akan digunakan mempengaruhi jenis konversi energi yang akan dikendalikan menjadi daya
listrik. Ambil misal pemilihan batubara jenis sub-bituminous dengan nilai kalor LHV 5000 kkal/kg. Dari
spesifikasi kandungan batubara (carbon content, volatile, moisture, ash content, etc) akan mempengaruhi secara
spesifik perancangan pola pembakaran, baik itu penanganan bahan bakar, maupun konstruksi furnace (ruang
bakar) boiler. Selain itu, komponen pendukung pengoperasian juga akan mengikuti tipe pemilihan bahan bakar.
Misalnya, desain Air and Flue Gas System, desain ash handling, bahkan desain sistem pengendalian pembakaran.
Faktor lokasi/ lingkungan
Faktor lokasi yang menjadi perhatian utama adalah :
- reservoir pendingin, apakah menggunakan air tawar, atau air laut
- humidity
- Corrosion Rate
- seismic movement
- wind velocity
- City Waste or Sedimentation
- Tidal
Faktor standar desain dan material yang digunakan
Terdapat beberapa referensi dalam perancangan unit pembangkit, bisa menggunakan ASME Code, ANSI, JIS,
DIN secara konsisten. Yang dimaksud secara konsisten disini adalah faktor aspek-aspek safety dan kemudahan
operasi dan pemeliharaan unit pembangkit di masa mendatang. Dengan menggunakan standar yang jelas, akan
didaptkan kemudahan dalam pemilihan material dan spare part yang dibutuhkan.
Faktor analisa biaya
Perencanaan biaya akan mempengaruhidalam pengambilan keputusan pemilihan unit pembangkit. Pada teori
ekonomi konvensional, keuntungan didapatkan dengan mengambil marjin yang besar antara biaya dan
pendapatan. Tetapi pada pendekatan modern, akan terlihat bahwa komponen ekonomi bukan hanya pada biaya
dan pendapatan, akan tetapi juga pada kemampuan unit pembangkit untuk mengurangi potensial loss berupa
kegagalan beroperasi. Jika menitikberatkan pada fixed cost yang rendah tanpa memperhatikan kualitas sesuai
dengan proporsinya, maka hampir bisa dipastikan akan berhadapan dengan variabel cost berupa biaya operasi
pemeliharaan yang tinggi, dan potensial loss yang tinggi pula.
2. Faktor Konstruksi
Setelah kaidah-kaidah desain yang sesuai diterapkan, maka fase selanjutnya dalam siklus hidup pembangkit
adalah fase konstruksi (erection). Konstruktor dihadapkan pada suatu tanggung jawab untuk mewujudkan desain
yang sudah disepakati ke dalam bentuk nyata. Kecerobohan dalam fase konstruksi bisa membawa dampak yang
akan merugikan, bahkan bertahun-tahun sesudah COD. Hal ini sudah terbukti di banyak kasus. Keteledoran
pekerja konstruksi dalam menyimpan peralatan, bahkan tertinggal dalam tube boiler, menyebabkan kebocoran
yang selain menyebabkan downtime, juga bisa membahayakan keselamatan kerja bagi pelaksana pekerjaan.
Peran QC dan Safety engineer sangat vital dalam fase ini. Keseuaian material, kesesuaian bentuk dengan desain,
kesesuaian sistem kontrol dengan desain membuat umur pembangkit bertahan sesuai dengan umur teknis dan
ekonomis yang diharapkan.
3. Faktor Komisioning
Komisioning atau fase pengetesan menjadi titik awal keberhasilan atau kegagalan suatu unit pembangkit. Fase
ini dimulai dengan individual test masing-masing peralatan, menjadi individual test system, dan akhirnya secara
menyeluruh test performa unit pembangkitan. Pada fase ini dilakukan fine tuning untuk mengatur sistem kontrol
pembangkit agar berjalan sesuai dengan kriteria desain yang diharapkan. Kegagalan operasi pada fase ini
merupakan suatu petunjuk untuk melihat potensial-potensial risk yang mungkin terjadi. Apakah unit
pembangkit dapat menghadapi suatu kegagalan dengan aman (fail-safe operation). Pelaksanaan komisioning
secara serius bisa memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi awal unit pembangkit. Jika unit pembangkit
lulus dari fase ini, maka unit pembangkit siap memasuki periode komersial (COD)
4. Faktor Operasi dan Pemeliharaan
Seperti mesin pada umumnya, pola operasi dan pemeliharaan akhirnya menjadi suatu faktor yang vital
pengaruhnya bagi kinerja pembangkit. Pola operasi yang sesuai dengan desain (Standard Operation Procedure
SOP), pola pemeliharaan yang sesuai dengan Standard Maintenance Procedure, dan continuous Improvement
akan membuat Unit Pembangkit beroperasi dengan kinerja yang baik. Dengan Kinerja yang baik, maka bisa
diharapkan keuntungan dari investasi yang telah ditanamkan akan bisa diraih. Telah banyak metoda yang bagus
yang sudah dikembangkan bisa diterapkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja Unit
Pembangkitan. Akan tetapi, faktor kunci dari Operasi dan Pemeliharaan yang baik adalah SDM yang berkualitas
dalam hal Soft Competence dan Hard Competence, Manajerial yang baik, serta kesungguhan hati dan niat yang
tulus dari tiap pelaksana pekerjaan untuk bekerja secara baik.
http://homomojokertoensis.wordpress.com/2008/04/22/faktor-penentu-keberhasilan-suatu-unit-
pembangkit/

Anda mungkin juga menyukai