Puji dan syukur penulis tujukan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan case report dengan judul ANESTES PA!A SP"N!#$TS T%&. 'ase report ini disusun sebagai salah satu persyratan kelulusan kepaniteraan bagan Anestesi di (S)! dr. Slamet *arut. %erbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisa case report ini+ namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini+ penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada , -. dr. .j. .ayati )sman+ Sp.An. selaku dosen pemimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan case report ini. /. Para penata dan pera0at anestesi di %agian nstalasi %edah Sentral (S) dr.Slamet *arut. 1. Teman2teman seja0at dokter muda di lingkungan (S) dr.Slamet *arut. Semoga dengan adanya re3erat ini dapat berman3aat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak. Penulis menyadari bah0a re3erat ini jauh dari sempurna+ untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai perbaikan dalam penyusunan yang akan datang. 2 Akhir kata penulis mengharapkan re3erat ini dapat memberikan man3aat bagi pembaca+ khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan menjalani aplikasi ilmu. Wassalamualaikum 0r.0b.
*arut+ 4anuari /5-- Penyusun 3 !A6TA( S 7ata Pengantar........................................................................................................................../ !a3tar si....................................................................................................................................8 %ab Status Pasien999........................................................................................................................: %ab Permasalahan999999.........................................................................................................-; %ab Pembahasan....................................................................................................................................// !a3tar Pustaka................................................................................................................................<5 4 BAB I STATUS PASIEN A. RESUME Seorang 0anita berusia 1: tahun datang dengan keluhan tidak dapat menggerakkan kedua kakinya+ terjadi re3le= pergerakan spontan pada kedua kakinya+ panas pada punggung menjalar ke kaki. Pasien tersebut didiagnosa sebagai spondilitis T% dan ditangani oleh bagian bedah orthopedic dan neurologi. Pasien tidak memiliki penyulit untuk dilakukan tindakan operasi. !ilakukan tindakan laminektomi dengan anestesi umum. keadaaan hemodinamik pasien pada saat operasi dan pasca operasi dapat dikontrol dengan baik. B. DATA UMUM Nama , Ny #eni .olisah )mur , 1: tahun Pekerjaan , bu (umah Tangga Alamat , Perum puri cimanganten asri blok ! -1 (T 5- (W 5> Tarogong No. (? , 5-1:@55; ?(S , /5 desember /5-5 Tgl "perasi , : januari /5-- !iagnosa , ?yelopati Thorakal 8 e.c. !!A spondylitis T%+ myeloma bone tumor Tindakan , laminektomi "perator , .usodo+ dr.+ Sp"T Anestesi , .j. .ayati )sman+ dr.+ SpAn. 5 Asisten , 6irman %agian , %edah "rthopedi C. PEMERIKSAAN PRA BEDAH 1. Anamnesa 7eluhan )tama , Pasien a0alnya merasa kesemutan pada kaki dan terasa panas yang menjalar dari punggung sampai ke kedua kaki. / minggu kemudian+ pasien terjatuh dikamar mandi dengan posisi terduduk tetapi setelah terjatuh pasien masih bisa berjalan. Setelah jatuh pasien merasa sering sesak na3as dan pinggang terasa panas jika duduk lama. Tiap bulan kondisi pasien menurun+ dan lama kelamaan pasien tidak dapat berjalan dan kedua kaki sering terjadi re3le= spontan. Anamnesa 7husus , Pada penderita tidak ditemukan ri0ayat sesak na3as+ gangguan menelan+ suara serak dan mengorok saat tidur. (i0ayat asma+ batuk2 batuk lama+ merokok disangkal. AktiBitas sehari2hari terbatas karena tidak bisa menggerakkan dua ekstremitas in3erior. (i0ayat hipertensi tidak diketahui oleh penderita. (i0ayat nyeri dada+ jantung berdebar juga disangkal.pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok+ minum alcohol+ memakai obat2 obatan terlarang+ dan tidak memakai gigi palsu. .asil 7onsul neurologi , 7esimpulan , Pasien cukup baik untuk dilakukan operasi. 6 Anamnesa tambahan , pasien telah melakukan 3isiotherapi 1 bulan sebelum dilakukan operasi+ tetapi tidak ditemukan kemajuan yang berarti Cpasien masih belum dapat menggerakkan kedua kakinyaD. (i0ayat Penyakit Sekarang Pasien tidak dapat menggerakan kedua kaki dan kakinya sering re3le= sendiri. (i0ayat Penyakit !ahulu !%! @ tahun yang lalu (i0ayat Penyakit 7eluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tersebut. (i0ayat Alergi )dang+ alergi obat (i0ayat Anastesi Sebelumnya Tidak ada 7ebiasaan Tidak merokok+ tidak minum minuman keras. Suami pasien merokok. (i0ayat anastesi sebelumnya Tidak ada 7 Pemeriksaan Fisik 7esadaran , kompos mentis Tekanan darah , -/5A;5 mmhg Nadi , >5 = A menit (espirasi , /5 = A menit Suhu , 1@+> celcius 7epala , ?ata , konjungtiBa anemis Sclera , ikterik C2D ?allampati score , %uka mulut , E 8 cm Tiromental distance , E @ cm $eher , 4FP , tidak meningkat Pergerakan dan ekstensi tidak terbatas Toraks paru , inspeksi , bentuk dan gerak simetris palpasi , 3remitus Bocal dan taktil simetris kiri dan kanan perkusi , terdengar suara sonor dikedua lapang paru 8 auskultasi , F%S kanan sama dengan kiri + tidak ada suara tambahan sepeti ronki dan 0heeGing jantung bunyi jantung - dan regular + murmur C 2 D + gallop C 2 D Abdomen Nyeri tekan C 2 D +nyeri lepas C2D tidak ada pembesaran lien ataupun hepar + tidak teraba massa ataupun pembesaran. Ekstremitas Akral , dingin + cyanosis C 2 D "edem , tidak ada Status neurologi (angsangan meningens , kk C2D Sara3 otak , pupil bulat isokor *erak bola mata , baik ke segala arah 6unduskopi , negatiBe C2D ?otorik , atas :2:+ ba0ah /2/ Sensorik , parastesia in3erior 6ungsi luhur , baik (e3le= 3isiologis , %P( CHD+ 7P( CHD 9 (e3le= patologis , negatiBe C2D Pemeriksaan Laboraori!m a. !arah rutin Hemo"#obin $ %&' "r ( )# Hemaokri $ *' + Le!kosi $ ,*-- se# ( mm* Trombosi $ 1,.--- se# ( mm* Eritrosit , 8+ :1 juta A mm1 b. 7imia klinik %ilirubin total , 5+;@ mgAdl %ilirubin direk , 5+/ mg A dl AST .SG/T0 $ 1, UL A$T CS*PTD , 15 )$ Ure!m $ 2' m"()# 7reatinin , 5+:8mdAdl 7olesterol totsl , -/@ mgAdl 7olesterol .!$ , :@ mgAdl 7olesteol $!$ , 8> mgAdl Trigliserida , -5> mgAdl *lukosa darah puasa , >8 mgAdl Asam urat , -+:: mgAdl 10 Natrium CNaD , -:/ mEIA$ 7alium C7D , 8+8 mEIA$ Jdipertebal , tidak normal Pemeriksaan ra)io#o"i 'urBature , baik Alignment , baik 'orpus , pada thorakal 8 berbentuk seperti baji !iscus , discus antara thorakal 128 menyempit Pedikel , baik 7esan , spondyloitis T% thorakal 8 11 Pemeriksaan 3en!n4an" Tes PPD.T!ber5!#ine P!ri6ie) Proein Deri7ai7e0 $ 3osii6 .80 Kesim3!#an Pasien 0anita berusia 1: tahun dengan keluhan tidak dapat menggerakan kedua kaki dan kakinya sering re3le= sendiri+ didiagnosis sebagai spondylisis T% thorakal 8 akan dilakukan tindakan laminektomi oleh bedah orthopedic. Status 3isik pasien + karena pasien memiliki ri0ayat anemia tanpa disertai gangguan aktiBitas. Gin tindakan anastesi dan operasi telah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan keluarganya . In6orme) 5onsen Gin tindakan anastesi dan operasi telah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan keluarganya . 12 D. PR/SEDUR ANESTESI Preme)ikasi 2 Puasa dari jam 51.55 pagi 2 Premedikasi Balium tab : gr diminum dengan air / sendok. 2 EBaluasi di ok 2 n3ormed consent Anesesi Um!m -. Persiapan pra Anestesi Persiapan Alat , S C scope D , stethoscope dan laryngoscope T C tube D , Pipa trakea no @+ : , < , dan <+ : A C airway D , pipa mulut 3aring CA orofaringeal airway D T C tape D , plester C Introducer D , stylet ' ' C conector D , penyambung antara pipa dan peralatan S C suction D , Penghisap Tensi meter dan monitor E7* Tabung gas N/" dan "/ terisi dan terbuka Spuit -5 ml kosong Persiapan "bat 13 6entanil , :5 mcg Propo3ol , -55 mg 6arela= , 15 mg Propo3ol , :5 mg (anitidin , - mg 6arela= , -5 mg 7alne= , :55 mg so3luran , / liter Pasien dipasang monitor , Tensi , -/5A;5 mm.g .( , >5 =Amnt Sp" / , ;> K dengan udara bebas /. nduksi anestesi nduksi , sempurna Pengaturan na3as , assist dan control Teknik , closed Fentilator, 2 tidal Bolume , 1<:ml 2 3rekuensi na3as , -8 2 , E ratio , - , / Setelah preoksigenisasi dgn " / -55K. Pasien diberikan obar anestesi dengan urutan sebagai beriukut , 14 -. 6entanil , :5 mcg /. Propo3ol , -55 mg 1. 6arela= , 15 mg 8. Propo3ol , :5 mg Pasien selama anestesi diberikan cairan , -. (inger $aktat :55ml /. (inger $aktat :55ml 1. (inger $aktat :55ml 8. Widahes :55ml :. trans3use darah gol A /:5 ml ntubasi , telah dilakukan secara oral menggunakansingle lumen spiral ETT tube no < dengan balon dan tidak terdapat kesulitan saat intubasi. Posisi pasien prone. Saat dan pasca intubasi , Tensi , --5A:< mm.g .( , ;< =Amnt Sp"/ , ;;2-55K (umatan , N/" C / liter A menit D H "/ C / liter A menit D H iso3luran / Bol K 2 (anitidin , - mg 2 6arela= , -5 mg 2 7alne= , :55 mg 15 (espirasi , pada a0alnya pasien belum bernapas spontan + sehingga menggunakan Bentilator dengan tidal Bolume 1<: ml + (( -8 = A menit Posisi , prone E. M/NIT/RING ?onitoring selama operasi C 1 jam 15 ?enit D Tekanan darah , Tertinggi -15 A :8 mm.g Terendah -5- A :@ mm.g Nadi , Tertinggi -18 = A menit Terendah @: = A menit Saturasi oksigen , ;; K 16 PERHITUNGAN RENCANA PEMBERIAN CAIRAN , %% @: kg Puasa ; jam $ama operasi 1+: jam Perdarahan -:55cc 'airan yang sudah diberikan 1 ($+- 0idahes+ - trans3usi darah EB9 L <5 = @: kg L 8::5 cc Per)ara:an , -:55A8:55 = -55K L 1/+;@K Cperdarahan beratD Keb!!:an 5airan mainenan5e !n!k 3asien )en"an bera ba)an ;< k" 8 cc = -5 L 85 / cc = -5 L /5 - cc = 8: L 8: H L -5: m$ per jam Pasien e#a: 3!asa % 4am& maka )e6i5i 5airan $ ; = -5: L ;8: ml Sress o3erasi besar , @ cc = @:kg L 1;5 1;5 = 1+:jam Clama operasiD L -1@: cc Toa# 5airan =an" )ib!!:kan , puasa H stress operasi besar L ;8: cc H -1@: cc L /1-5 cc 17 Cairan =an" )iberikan , 1 kol3 kristaloid C($D L -:55cc - kol3 koloid L :55cc - kol3 darah L -:5cc Cairan sisa , perdarahan M koloid 2 darah L -:55 2:55 M-:5 L >:5 cc >:5 cc = 1 L /::5 cc Keb!!:an o3erasi, total cairan yg dibutuhkan H cairan sisa L /1-5 H /::5 L 8>@5 cc ($ 1 kol3 2E 8>@5 M -:55 L 11@5 cc Cairan 3os o3erasi , C/8 jam H Cpuasa H lama operasiDD = maintanance /8 M C;H1+:D = -5: L /8 M -/+: = -5: L --+: = -5: L -/5<+:cc Keb!!:an 5airan 3os o3erasi $ cairan sisa H cairan post operasi A sisa 0aktu L 11@5 H -/5<+: = N L ;; gttAmenit --+: Insr!ksi 3os o3erasi )a#am ,' 4am$ 2 "/ 1 literAmenit dalam @ jam post operasi 2 Trans3use darah bila .b post operasi sama dengan atau kurang dari > gK 18 2 n3use kristaloid C($D , de=trose L /,-+ ;; gttAmenit KEADAAN PASCA BEDAH Pasien masuk recovery room dengan keadaan , 7eadaan umum , delirium Tekanan darah , -5<A@; mm.g Ctekanan darah yang terbaca di monitor sebelum masuk ((D Nadi , -15 kaliAmenit (espirasi , -@ kaliAmenit !an dipasang "/ 1 literAmenit. Pasien diobserBasi selama ;5 menit kemudian pindah ruangan. Selama obserBasi tidak ditemukan komplikasi mual muntah. !engan analgetik ketorolac dan tramadol pasien tampak tenang tak tampak kesakitan. Aldrette score 15 menit pertama total <+ 8: menit kedua total >+ Aldrette score total ; didapatkan kurang lebih ;5 menit setelah obserBasi di ((. Tidak didapat adanya !iuresis selama 1 O jam. %A% PE(?ASA$A.AN 19 . Pendahuluan Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 1 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh PerciBal Pott pada tahun -<<; yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak ba0ah dengan kurBatura tulang belakang+ tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh 7och tahun ->>/+ sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. !i 0aktu yang lampau+ spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak2anak+ yang terutama berusia 1 M : tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan+ maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur de0asa menjadi lebih seringterkena dibandingkan anak2anak. Terapi konserBati3 yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik+ namun pada kasus M kasus tertentu diperlukan tindakan operati3 serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operati3. . Epidemiologi nsidensi spondilitis tuberkulosa berBariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas 3asilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang+ terutama di Asia+ dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara2negara yang sudah 20 berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun 0aktu 15 tahun terakhir. Perlu dicermati bah0a di Amerika dan nggris insidensi penyakit ini mengalami peningkatan pada populasi imigran+ tuna0isma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut in3eksi .F. Selain itu dari penelitian juga diketahui bah0a peminum alkohol dan pengguna obat2obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini. !i Amerika )tara+ Eropa dan Saudi Arabia+ penyakit ini terutama mengenai de0asa+ dengan usia rata2rata 852:5 tahun sementara di Asia dan A3rika sebagian besar mengenai anak2 anak C:5K kasus terjadi antara usia -2/5 tahunD. Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi in3eksi tuberkulosa pada bayi dan anak2anak di .ong 7ong. Pada kasus pasien dengan tuberkulosa+ keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih -5K kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena+ akan tetapi tulang yang mempunyai 3ungsi untuk menahan beban C0eight bearingD dan mempunyai pergerakan yang cukup besar CmobileD lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. !ari seluruh kasus tersebut+ tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang Ckurang lebih :5K kasusD+ diikuti kemudian oleh tulang panggul+ lutut dan tulang2tulang lain di kaki+ sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako2lumbal terutama torakal bagian ba0ah Cumumnya T -5D dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari 0eight bearing mencapai maksimum+ lalu dikuti dengan area serBikal dan sacral. !e3isit neurologis muncul pada -528<K kasus pasien dengan spondilitis tuberkulosa. !i negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. nsidensi paraplegia+ terjadi lebih tinggi pada orang de0asa dibandingkan dengan anak2anak. .al ini berhubungan dengan 21 insidensi usia terjadinya in3eksi tuberkulosa pada tulang belakang+ kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini. . Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil CbasilusD. %akteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah ?ycobacterium tuberculosis+ 0alaupun spesies ?ycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung ja0ab sebagai penyebabnya+ seperti ?ycobacterium a3ricanum Cpenyebab paling sering tuberkulosa di A3rika %aratD+ boBine tubercle baccilus+ ataupun non2tuberculous mycobacteria Cbanyak ditemukan pada penderita .FD. Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. ?ycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersi3at acid23astnon2 motile dan tidak dapat di0arnai dengan baik melalui cara yang konBensional. !ipergunakan teknik Piehl2Nielson untuk memBisualisasikannya. %akteri tubuh secara lambat dalam media egg2enriched dengan periode @2> minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik ?ycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain. F. Patogenesa Patogenesa penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enGim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi immunitas seluler. 4ika bakteri tidak dapat diinaktiBasi+ maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. 7omponen lipid+ protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersi3at immunogenik+ sehingga akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktiBasi makro3ag. %eberapa antigen yang dihasilkannya juga dapat juga bersi3at immunosupresi3. Firulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host akan menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan 22 in3eksi berat mempunyai progresi yang cepat, demam+ retensi urine dan paralisis are3leksi dapat terjadi dalam hitungan hari. (espon seluler dan kandungan protein dalam cairan serebrospinal akan tampak meningkat+ tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang dapat diisolasi. Pasien dengan in3eksi bakteri yang kurang Birulen akan menunjukkan perjalanan penyakit yang lebih lambat progresi3itasnya+ jarang menimbulkan meningitis serebral dan in3eksinya bersi3at terlokalisasi dan terorganisasi. 7ekuatan pertahanan pasien untuk menahan in3eksi bakteri tuberkulosa tergantung dari, -. )sia dan jenis kelamin Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki2laki dan anak perempuan hingga masa pubertas. %ayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai kekebalan yang lemah. .ingga usia / tahun in3eksi biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa+ yang berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia - tahun dan sebelum pubertas+ anak yang terin3eksi dapat terkena penyakit tuberkulosa milier atau meningitis+ ataupun juga bentuk kronis lain dari in3eksi tuberkulosa seperti in3eksi ke nodus lim3atikus+ tulang atau sendi. Sebelum pubertas+ lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di area lokal+ 0alaupun kaBitas seperti pada orang de0asa dapat juga dilihat pada anak2anak malnutrisi di A3rika dan Asia+ terutama perempuan usia -52-8 tahun. Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam mencegah penyebaran secara hematogen+ tetapi menjadi lemah dalam mencegah penyebaran penyakit di paru2paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi pada 0anita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak2anak+ insidensi ini kemudian meningkat 23 kembali pada 0anita setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya in3eksi berkisar antara usia 852:5 tahun untuk 0anita+ sementara pria bisa mencapai usia @5 tahun. /. Nutrisi 7ondisi malnutrisi Cbaik pada anak ataupun orang de0asaD akan menurunkan resistensi terhadap penyakit. 1. 6aktor toksik Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan tubuh. !emikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau immunosupresan lain. 8. Penyakit Adanya penyakit seperti in3eksi .F+ diabetes+ leprosi+ silikosis+ leukemia meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa. :. $ingkungan yang buruk CkemiskinanD 7emiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya malnutrisi+ sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh. @. (as !itemukan bukti bah0a populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau Amerika asli+ mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini. F. Patologi 24 Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus lim3atikus para aorta atau melalui jalur lim3atik ke tulang dari 3okus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya+ 3okus in3eksi primer tuberkulosa dapat bersi3at tenang. Sumber in3eksi yang paling sering adalah berasal dari system pulmoner dan genitourinarius. Pada anak2anak biasanya in3eksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari 3okus primer di paru2paru sementara pada orang de0asa penyebaran terjadi dari 3okus ekstrapulmoner Cusus+ ginjal+ tonsilD. Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua Bertebrae yang berdekatan+ yaitu setengah bagian ba0ah Bertebra diatasnya dan bagian atas Bertebra di ba0ahnya atau melalui pleksus %atsons yang mengelilingi columna Bertebralis yang menyebabkan banyak Bertebra yang terkena. .al inilah yang menyebabkan pada kurang lebih <5K kasus+ penyakit ini dia0ali dengan terkenanya dua Bertebra yang berdekatan+ sementara pada /5K kasus melibatkan tiga atau lebih Bertebra. %erdasarkan lokasi in3eksi a0al pada korpus Bertebra dikenal tiga bentuk spondilitis, C-D Peridiskal A paradiskal n3eksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus Cdi area meta3ise di ba0ah ligamentum longitudinal anterior A area subkondralD. %anyak ditemukan pada orang de0asa. !apat menimbulkan kompresi+ iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. C/D Sentral 25 n3eksi terjadi pada bagian sentral korpus Bertebra+ terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak2anak. 7eadaan ini sering menimbulkan kolaps Bertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan de3ormitas spinal yang lebih hebat. !apat terjadi kompresi yang bersi3at spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. C1D Anterior n3eksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari Bertebra di atas dan diba0ahnya. *ambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah Bertebra Cberbentuk bajiD. Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses preBertebral diba0ah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah Bertebral. C8D %entuk atipikal , !ikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan 3okus primernya tidak dapat iidenti3ikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syara3 saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang CtuberkulomaD+ lesi di pedikel+ lamina+ prosesus transBersus dan spinosus+ serta lesi artikuler yang berada di sendi interBertebral posterior. nsidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara /K2-5K. n3eksi tuberkulosa pada a0alnya mengenai tulang cancellous dari Bertebra. Area in3eksi secara bertahap bertambah besar dan meluas+ berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus Bertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior+ melibatkan dua atau lebih Bertebrae yang berdekatan melalui perluasan di ba0ah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung mele0ati diskusinterBertebralis. Terkadang dapat ditemukan 3okus 26 yang multipel yang dipisahkan oleh Bertebra yang normal+ atau in3eksi dapat juga berdiseminasi ke Bertebra yang jauh melalui abses paraBertebral. Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi aBascular sehingga menimbulkan tuberculous seIuestra+ terutama di regio torakal. !iscus interBertebralis+ yang aBaskular+ relati3 lebih resisten terhadap in3eksi tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan in3eksi paradiskal ke dalam ruang diskus+ hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus Bertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus+ sekunder karena perubahan kapasitas 3ungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. !estruksi progresi3 tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps Bertebra dengan sendi interBertebral dan lengkung syara3 posterior tetap intak+ jadi akan timbul de3ormitas berbentuk ki3osis yang progresi3itasnya Cangulasi posteriorD tergantung dari derajat kerusakan+ leBel lesi dan jumlah Bertebra yang terlibat. %ila sudah timbul de3ormitas ini+ maka hal tersebut merupakan tanda bah0a penyakit ini sudah meluas. !i regio torakal ki3osis tampak nyata karena adanya kurBatura dorsal yang normalQ di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolapsQ sedangkan di bagian serBikal+ kolaps hanya bersi3at minimal+ kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui prosesus artikular. !engan adanya peningkatan 27 sudut ki3osis di regio torakal+ tulang2tulangBiga akan menumpuk menimbulkan bentuk de3ormitas rongga dada berupa barrel chest. Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya 3ibrosis dan kalsi3ikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan 3ibrosa itu mengalami osi3ikasi+ sehingga mengakibatkan ankilosis tulang Bertebra yang kolaps. Pembentukan abses paraBertebral terjadi hampir pada setiap kasus. !engan kolapsnya korpus Bertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa+ bahan perkijuan+ dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di ba0ah ligamentum longitudinal anterior. 'old abcess ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya graBitasi sepanjang bidang 3asial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya. !i regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan menuju lipat paha diba0ah ligamen inguinal. !i regio torakal+ ligamentum longitudinal menghambat jalannya abses+ tampak pada radiogram sebagai gambaran bayangan berbentuk 3usi3orm radioopak pada atau sedikit diba0ah leBel Bertebra yang terkena+ jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur ke dalam mediastinum+ membentuk gambaran abses paraBertebral yang menyerupai Rsarang burung. Terkadang+ abses torakal dapat mencapai dinding dada anterior > di area parasternal+ memasuki area retro3aringeal atau berjalan sesuai graBitasi ke lateral menuju bagian tepi leher. Sejumlah mekanisme yang menimbulkan de3isit neurologis dapat timbul pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. 7ompresi syara3 sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang Cki3osisD atau dalam canalis spinalis Ckarena perluasan langsung dari in3eksi granulomatosaD tanpa keterlibatan dari tulang Cseperti epidural granuloma+ intradural granuloma+ tuberculous 28 arachnoiditisD. Salah satu de3isit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis Csetelah hilangnya penyakitD tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang dilakukan .odgson di 'leBeland+ paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien berusia kurang dari -5 tahun Ckurang lebih /A1 kasusD dan tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini. F. Potts Paraplegia Sorrel2!ejerine mengklasi3ikasikan Potts paraplegia menjadi, C-D Early onset paresis Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit C/D $ate onset paresis Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit. Sementara itu Seddon dan %utler memodi3ikasi klasi3ikasi Sorrel menjadi tiga tipe, C-D Type Cparaplegia o3 actiBe diseaseD A berjalan akut "nset dini+ terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit+ dan dihubungkan dengan penyakit yang akti3. !apat membaik Ctidak permanenD. C/D Type "nsetnya juga dini+ dihubungkan dengan penyakit yang akti3+ bersi3at permanen bahkan 0alaupun in3eksi tuberkulosa menjadi tenang. 29 Penyebab timbulnya paraplegia pada tipe dan dapat disebabkan oleh karena , CaD Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater !apat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis+ adanya abses+ material perkijuan+ sekuestra tulang dan diskus atau karena subluksasi atau dislokasi patologis Bertebra. Secara klinis pasien akan menampakkan kelemahan alat gerak ba0ah dengan spastisitas yang berBariasi+ tetapi tidak tampak adanya spasme otot inBolunter dan re3lek 0ithdra0al. CbD nBasi duramater oleh tuberkulosa Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis tuberkulosa. Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat dengan spasme otot inBolunter dan re3lek 0ithdra0al. Prognosis tipe ini buruk dan berBariasi sesuai dengan luasnya kerusakan korda spinalis. Secara umum dapat terjadi inkontinensia urin dan 3eses+ gangguan sensoris dan paraplegia. C1D Type A yang berjalan kronis "nset paraplegi terjadi pada 3ase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat membaik. %isa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural+ 3ibrosis meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis+ peningkatan de3ormitas ki3otik ke anterior+ reaktiBasi penyakit atau insu3isiensi Baskuler Ctrombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalisD. 7lasi3ikasi untuk penyebab Potts paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh .odgson menjadi, 30 . Penyebab ekstrinsik , C-D Pada penyakit yang akti3 a. abses Ccairan atau perkijuanD b. jaringan granulasi c. sekuester tulang dan diskus d. subluksasi patologis e. dislokasi Bertebra C/D Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan a. transBerse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis b. 3ibrosis duramater . Penyebab intrinsik , ?enyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan meningen dan corda spinalis. . Penyebab yang jarang , C-D Trombosis corda spinalis yang in3ekti3 C/D Spinal tumor syndrome 31 F. Penegakkan !iagnosa *ambaran klinis spondilitis tuberkulosa berBariasi dan tergantung pada banyak 3aktor. %iasanya onset PottSs disease berjalan secara mendadak dan bereBolusi lambat. !urasi gejala2 gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti berBariasi dari bulan hingga tahunQ sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah in3eksi tuberkulosa. Anamnesa dan inspeksi , -. *ambaran adanya penyakit sistemik , kehilangan berat badan+ keringat malam+ demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cache=ia. Pada pasien anak2 anak+ dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup giGi sementara pada pasien dengan kondisi kurang giGi+ maka demam Cterkadang demam tinggiD+ hilangnya berat badan dan berkurangnya na3su makan akan terlihat dengan jelas. /. Adanya ri0ayat batuk lama Clebih dari 1 mingguD berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di A3rika terjadi pembesaran dari nodus lim3atikus+ tuberkel di subkutan+ dan pembesaran hati dan limpa. 1. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. n3eksi yang mengenai tulang serBikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. $esi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal ba0ah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. (asa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. )ntuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku. 32 8. Pola jalan mere3leksikan rigiditas protekti3 dari tulang belakang. $angkah kaki pendek+ karena mencoba menghindari nyeri di punggung. :. %ila in3eksi melibatkan area serBikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya+ mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya+ sementara tangan lainnya di oksipital. (igiditas pada leher dapat bersi3at asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. 4ika terdapat abses+ maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar+ terutama pada anak+ akan mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar+ sementara kompresi medulla spinalis pada orang de0asa akan menyebabkan tetraparesis. !islokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi cerBicomedullary di negara yang sedang berkembang. .al ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio serBikal. @. n3eksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. %ila berbalik ia menggerakkan kakinya+ bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku. 4ika terdapat abses+ maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. 4ika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis. <. !i regio lumbar , abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di atas atau di ba0ah lipat paha. 4arang sekali pus dapat keluar melalui 3istel dalam pelBis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi 33 3leksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan de3ormitas 3leksi sendi panggul. >. Tampak adanya de3ormitas+ dapat berupa , ki3osis CgibbusAangulasi tulang belakangD+ skoliosis+ bayonet de3ormity+ subluksasi+ spondilolistesis+ dan dislokasi. ;. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis Cde3isit neurologisD. Terjadi pada kurang lebih -528<K kasus. nsidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada in3eksi di area torakal dan serBikal. 4ika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak ba0ah dengan re3leks tendon dalam yang hiperakti3+ pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang berBariasi. !apat pula terjadi gangguan 3ungsi kandung kemih dan anorektal. -5. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti pada in3eksi septik. "nset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung bah0a hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa. Palpasi , -. %ila terdapat abses maka akan teraba massa yang ber3luktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat Cdisebut cold abcess+ yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panasD. !apat dipalpasi di daerah lipat paha+ 3ossa iliaka+ retropharyn=+ atau di sisi leher Cdi belakang otot sternokleidomastoideusD+ tergantung dari leBel lesi. !apat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat bah0a tidak ada hubungan antara ukuran lesi destrukti3 dan kuantitas pus dalam cold abscess. /. Spasme otot protekti3 disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena. Perkusi , 34 -. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus Bertebrae yang terkena+ sering tampak tenderness. Pemeriksaan Penunjang , -. $aboratorium , -.- $aju endap darah meningkat Ctidak spesi3ikD+ dari /5 sampai lebih dari -55mmAjam. -./ Tuberculin skin test A ?antou= test A Tuberculine Puri3ied Protein !eriBatiBe CPP!D positi3. .asil yang positi3 dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positi3 jika tampak area berindurasi+ kemerahan dengan diameter TU-5mm di sekitar tempat suntikan 8>2</ jam setelah suntikan. .asil yang negati3 tampak pada TU/5K kasus dengan tuberkulosis berat Ctuberkulosis milierD dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan Cseperti baru saja terin3eksi+ malnutrisi atau disertai penyakit lainD -.1 7ultur urin pagi Cmembantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjalD+ sputum dan bilas lambung Chasil positi3 bila terdapat keterlibatan paru2paru yang akti3D -.8 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan lim3ositosis yang bersi3at relati3. -.: Tes darah untuk titer anti2staphylococcal dan anti2streptolysin haemolysins+ typhoid+ paratyphoid dan brucellosis Cpada kasus2kasus yang sulit dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggihD untuk menyingkirkan diagnosa banding. -.@ 'airan serebrospinal dapat abnormal Cpada kasus dengan meningitis tuberkulosaD. Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan in3eksi T%'. Pemeriksaan cairan 35 serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih baik. 'airan serebrospinal akan tampak, V Wantokrom V %ila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal. V Pleositosis Cdengan dominasi lim3osit dan mononuklearD. Pada tahap akut responnya bisa berupa neutro3ilik seperti pada meningitis piogenik. V 7andungan protein meningkat. V 7andungan gula normal pada tahap a0al tetapi jika gambaran klinis sangat kuat mendukung diagnosis+ ulangi pemeriksaan. V Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa CradiculomyelitisD+ punksi lumbal akan menunjukkan genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan bertahap kandungan protein menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan sering diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid akan mencegah timbulnya hal ini. 7andungan protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai -2 8gA-55ml. V 7ultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes kon3irmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap in3eksi. /. (adiologis, *ambarannya berBariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas in3eksi. 36 TU6oto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di paru C/A1 kasus mempunyai 3oto rontgen yang abnormalD. TU6oto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 12> minggu onset penyakit. TU4ika mungkin lakukan rontgen dari arah antero2posterior dan lateral. TUTahap a0al tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut in3erior corpus Bertebrae+ osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus interBertebralis yang berdekatan+ serta erosi corpus Bertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran in3eksi dari area subligamentous. n3eksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel+ lamina+ prosesus transBersus atau prosesus spinosus. TU7eterlibatan bagian lateral corpus Bertebra akan menyebabkan timbulnya de3ormitas scoliosis CjarangD TUPada pasien dengan de3ormitas gibbus karena in3eksi sekunder tuberkulosa yang sudah lama akan tampak tulang Bertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya CBertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginyaD. %entuk ini dikenal dengan nama long Bertebra atau tall Bertebra+ terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga Bertebra menjadi lebih tinggi. 7ondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus Bertebra yang belum menutup saat terkena penyakit tuberkulosa yang melibatkan Bertebra torakal. TU!apat terlihat keterlibatan jaringan lunak+ seperti abses paraBertebral dan psoas. 37 Tampak bentuk 3usi3orm atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsi3ikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsi3ikasi pada saat penyembuhan. !eteksi CeBaluasiD adanya abses epidural sangatlah penting+ oleh karena merupakan salah satu indikasi tindakan operasi Ctergantung ukuran absesD. 1. 'omputed Tomography M Scan C'TD Terutama berman3aat untuk memBisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada 3oto polos. 7eterlibatan lengkung syara3 posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan 'T Scan. 8. ?agnetic (esonance maging C?(D ?empunyai man3aat besar untuk membedakan komplikasi yang bersi3at kompresi3 dengan yang bersi3at non kompresi3 pada tuberkulosa tulang belakang. %erman3aat untuk , V ?embantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersi3at konserBati3 atau operati3. V ?embantu menilai respon terapi. 7erugiannya adalah dapat terle0atinya 3ragmen tulang kecil dan kalsi3ikasi di abses. :. Neddle biopsi A operasi eksplorasi CcostotransBersectomiD dari lesi spinal mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman dan pembacaan histologi yang baik Cuntuk menegakkan diagnosa yang absolutDCberhasil pada :5K kasusD. @. !iagnosis juga dapat dikon3irmasi dengan melakukan aspirasi pus paraBertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil tuberkulosa dan granuloma+ lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea babi. 38 F. 7omplikasi -. 'edera corda spinalis Cspinal cord injuryD. !apat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa+ sekuestra tulang+ sekuester dari diskus interBertebralis Ccontoh , Potts paraplegia M prognosa baikD atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa Ccontoh , menigomyelitis M prognosa burukD. 4ika cepat diterapi sering berespon baik Cberbeda dengan kondisi paralisis pada tumorD. ?( dan mielogra3i dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena inBasi dura dan corda spinalis. /. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paraBertebral di torakal ke dalam pleura. W. !iagnosa %anding -. n3eksi piogenik Ccontoh , karena staphylococcalAsuppuratiBe spondylitisD. Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada 3oto roentgen menunjukkan adanya in3eksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus Bertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya in3eksi tuberkulosa daripada in3eksi bakterial lain. /. n3eksi enterik Ccontoh typhoid+ parathypoidD. !apat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium. 1. TumorApenyakit keganasan Cleukemia+ .odgkins disease+ eosinophilic granuloma+ aneurysma bone cyst dan E0ings sarcomaD. ?etastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus Bertebra tetapi berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena in3eksi mempunyai bentuk yang lebih di3us sementara untuk tumor tampak suatu lesi yangberbatas jelas. 39 8. Scheuermanns disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan korpus Bertebrae kecuali di bagian sudut superior dan in3erior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal. W. ?anajemen terapi Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah , -. ?engeradikasi in3eksi atau setidaknya menahan progresi3itas penyakit /. ?encegah atau mengkoreksi de3ormitas atau de3isit neurologis )ntuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi , A. TE(AP 7"NSE(FAT6 -. Pemberian nutrisi yang bergiGi /. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa Pemberian kemoterapi anti tuberkulosa merupakan prinsip utama terapi pada seluruh kasus termasuk tuberkulosa tulang belakang. Pemberian dini obat antituberkulosa dapat secara signi3ikan mengurangi morbiditas dan mortalitas. .asil penelitian Tuli dan 7umar dengan -55 pasien di ndia yang menjalani terapi dengan tiga obat untuk tuberkulosa tulang belakang menunjukkan hasil yang memuaskan. ?ereka menyimpulkan bah0a untuk kondisi negara yang belum berkembang secara ekonomi 40 manajemen terapi ini merupakan suatu pilihan yang baik dan kesulitan dalam mengisolasi bakteri tidak harus menunda pemberian terapi. Adanya pola resistensi obat yang berBariasi memerlukan adanya suatu pemantauan yang ketat selama pemberian terapi+ karena kultur dan uji sensitiBitas terhadap obat anti tuberculosa memakan 0aktu lama Ckurang lebih @2> mingguD dan perlu biaya yang cukup besar sehingga situasi klinis membuat dilakukannya terapi terlebih dahulu lebih penting 0alaupun tanpa bukti kon3irmasi tentang adanya tuberkulosa. Adanya respon yang baik terhadap obat antituberculosa juga merupakan suatu bentuk penegakkan diagnostic. (esistensi terhadap obat antituberkulosa dapat dikelompokkan menjadi , C-D (esistensi primer n3eksi dengan organisme yang resisten terhadap obat pada pasien yang sebelumnya belum pernah diterapi. (esistensi primer terjadi selalu terhadap satu obat baik itu S? ataupun N.. 4arang terjadi resistensi terhadap (?P atau E?%. (egimen dengan dua obat yang biasa diberikan tidak dapat dijalankan pada kasus ini. C/D (esistensi sekunder (esistensi yang timbul selama pemberian terapi pasien dengan in3eksi yang a0alnya masih bersi3at sensiti3 terhadap obat tersebut. The ?edical (esearch 'ouncil telah menyimpulkan bah0a terapi pilihan untuk tuberkulosa spinal di negara yang sedang berkembang adalah kemoterapi ambulatori dengan regimen isoniaGid dan ri3amipicin selama @ M ; bulan. Pemberian kemoterapi saja dilakukan pada penyakit yang si3atnya dini atau terbatas tanpa disertai dengan pembentukan abses. Terapi dapat diberikan selama @2-/ bulan atau hingga 3oto 41 rontgen menunjukkan adanya resolusi tulang. ?asalah yang timbul dari pemberian kemoterapi ini adalah masalah kepatuhan pasien. !urasi terapi pada tuberkulosa ekstrapulmoner masih merupakan hal yang kontroBersial. Terapi yang lama+ -/2-> bulan+ dapat menimbulkan ketidakpatuhan dan biaya yang cukup tinggi+ sementara bila terlalu singkat akan menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat mengalami resistensi sekunder. "bat anti tuberkulosa yang utama adalah isoniaGid CN.D+ ri3amipicin C(?PD+ pyraGinamide CPPAD+ streptomycin CS?D dan ethambutol CE?%D. "bat antituberkulosa sekuder adalah para2aminosalicylic acid CPASD+ ethionamide+ cycloserine+ kanamycin dan capreomycin. !i ba0ah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang primer, Isonia>i) .INH0 V %ersi3at bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler V Tersedia dalam sediaan oral+ intramuskuler dan intraBena. V %ekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat. V %erpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal. V E3ek samping , hepatitis pada -K kasus yang mengenai lebih banyak pasien berusia lanjut usia+ peripheral neuropathy karena de3isiensi piridoksin secara relati3 Cbersi3at reBersibel dengan pemberian suplemen piridoksinD. 42 V (elati3 aman untuk kehamilan V !osis N. adalah : mgAkgAhari M 155 mgAhari Ri6am3in .RMP0 V %ersi3at bakterisidal+ e3ekti3 pada 3ase multiplikasi cepat ataupun lambat dari basil+ baik di intra ataupun ekstraseluler. V 7euntungan , mela0an basil dengan aktiBitas metabolik yang paling rendah Cseperti pada nekrosis perkijuanD. V $ebih baik diabsorbsi dalam kondisi lambung kosong dan tersedia dalam bentuk sediaan oral dan intraBena. V !idistribusikan dengan baik di seluruh cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal. V E3ek samping yang paling sering terjadi , perdarahan pada traktus gastrointestinal+ cholestatic jaundice+ trombositopenia dan dose dependent peripheral neuritis. .epatotoksisitas meningkat bila dikombinasi dengan N.. V (elati3 aman untuk kehamilan V !osisnya , -5 mgAkgAhari M @55 mgAhari. P=ra>inami)e .P?A0 V %ekerja secara akti3 mela0an basil tuberkulosa dalam lingkungan yang bersi3at asam dan paling e3ekti3 di intraseluler Cdalam makro3agD atau dalam lesi perkijuan. V %erpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis. 43 V E3ek samping , -. .epatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi obat ini yang dipergunakan dalam jangka yang panjang tetapi bukan suatu masalah bila diberikan dalam jangka pendek. /. Asam urat akan meningkat+ akan tetapi kondisi gout jarang tampak. Arthralgia dapat timbul tetapi tidak berhubungan dengan kadar asam urat. V !osis , -:215mgAkgAhari E:amb!o# .EMB0 V %ersi3at bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler V Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal V E3ek samping , toksisitas okular Coptic neuritisD dengan timbulnya kondisi buta 0arna+ berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanya central scotoma. V (elati3 aman untuk kehamilan V !ipakai secara berhati2hati untuk pasien dengan insu3isiensi ginjal V !osis , -:2/: mgAkgAhari Sre3om=5in .STM0 V %ersi3at bakterisidal V E3ekti3 dalam lingkungan ekstraseluler yang bersi3at basa sehingga dipergunakan untuk melengkapi pemberian PPA. 44 V Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal V E3ek samping , ototoksisitas Ckerusakan syara3 FD+ nausea dan Bertigo Cterutama sering mengenai pasien lanjut usiaD V !ipakai secara berhati2hati untuk pasien dengan insu3isiensi ginjal V !osis , -: mgAkgAhari M - gAkgAhari Peran steroid pada terapi medis untuk tuberculous radiculomyelitis masih kontroBersial. "bat ini membantu pasien yang terancam mengalami spinal block disamping mengurangi oedema jaringan. Pada pasien2pasien yang diberikan kemoterapi harus selalu dilakukan pemeriksaan klinis+ radiologis dan pemeriksaan laboratorium secara periodik. 1. stirahat tirah baring CrestingD Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning 3rame A plaster bed atau continous bed rest disertai dengan pemberian kemoterapi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut dan bila tidak tersedia keterampilan dan 3asilitas yang cukup untuk melakukan operasi radikal spinal anterior+ atau bila terdapat masalah teknik yang terlalu membahayakan. stirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau 3ase akti3. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan de3ormitas lebih lanjut. stirahat di tempat tidur dapat berlangsung 128 minggu+ sehingga dicapai keadaan yang tenang 45 dengan melihat tanda2tanda klinis+ radiologis dan laboratorium. Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa nyeri+ hilangnya spasme otot paraBertebral+ na3su makan dan berat badan meningkat+ suhu badan normal. Secara laboratoris menunjukkan penurunan laju endap darah+ ?antou= test umumnya X -5 mm. Pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai bertambahnya destruksi tulang+ kaBitasi ataupun sekuester. Pemasangan gips bergantung pada leBel lesi. Pada daerah serBikal dapat diimobilisasi dengan jaket ?inerBaQ pada daerah Bertebra torakal+ torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacketQ sedangkan pada daerah lumbal ba0ah+ lumbosakral dan sakral dilakukan immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan 3iksasi salah satu sisi panggul. $ama immobilisasi berlangsung kurang lebih @ bulan+ dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan. Terapi untuk Potts paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu immobilisasi di plaster shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini pera0atan selama tirah baring untuk mencegah timbulnya kontraktur pada kaki yang mengalami paralisa sangatlah penting. Alat gerak ba0ah harus dalam posisi lutut sedikit 3leksi dan kaki dalam posisi netral. !engan regimen seperti ini maka lebih dari @5K kasus paraplegia akan membaik dalam beberapa bulan. .al ini disebabkan oleh karena terjadinya resorpsi cold abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi. Seperti telah disebutkan diatas bah0a selama pengobatan penderita harus menjalani kontrol secara berkala+ dilakukan pemeriksaan klinis+ radiologis dan laboratoris. %ila tidak didapatkan kemajuan+ maka perlu dipertimbangkan hal2hal seperti adanya resistensi obat tuberkulostatika+ jaringan kaseonekrotik dan sekuester yang banyak+ keadaan umum penderita yang jelek+ giGi kurang serta kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang kurang. 46 %. TE(AP "PE(AT6 Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja. nterBensi operasi banyak berman3aat untuk pasien yang mempunyai lesi kompresi3 secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur selama 12@ minggu. Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 128 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring Cterapi konserBati3D dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling e3ekti3 diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengeBakuasi pus& tuberkulosa+ mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terin3eksi dan mem3usikan segmen tulang belakang yang terlibat. Selain indikasi diatas+ operasi debridement dengan 3usi dan dekompresi juga diindikasikan bila , -. !iagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi /. Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan 1. Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase 8. )ntuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau ki3osis berat saat ini :. Penyakit yang rekuren Potts paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi C.odgsonD akan tetapi *ri33iths dan Seddon mengklasi3ikasikan indikasi operasi menjadi, 47 A. ndikasi absolut -. Paraplegia dengan onset selama terapi konserBati3Q operasi tidak dilakukan bila timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis+ tetapi ditunda hingga terjadi kelemahan motorik. /. Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis 0alaupun diberikan terapi konserBati3 1. .ilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama - bulan 0alaupun telah diberi terapi konserBati3 8. Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah baring dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau terdapat resiko adanya nekrosis karena tekanan pada kulit. :. Paraplegia berat dengan onset yang cepat+ mengindikasikan tekanan yang besar yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanisQ dapat juga disebabkan karena trombosis Baskuler yang tidak dapat terdiagnosa @. Paraplegia beratQ paraplegia 3lasid+ paraplegia dalam posisi 3leksi+ hilangnya sensibilitas secara lengkap+ atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih dari @ bulan Cindikasi operasi segera tanpa percobaan pemberikan terapi konserBati3D %. ndikasi relati3 -. Paraplegia yang rekuren bah0a dengan paralisis ringan sebelumnya /. Paraplegia pada usia lanjut+ indikasi untuk operasi diperkuat karena 48 kemungkinan pengaruh buruk dari immobilisasi 1. Paraplegia yang disertai nyeri+ nyeri dapat disebabkan karena spasme atau kompresi syara3 8. 7omplikasi seperti in3eksi traktur urinarius atau batu '. ndikasi yang jarang -. Posterior spinal disease /. Spinal tumor syndrome 1. Paralisis berat sekunder terhadap penyakit serBikal 8. Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina Pilihan pendekatan operasi dilakukan berdasarkan lokasi lesi+ bisa melalui pendektan dari arah anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di anterior maka operasi dilakukan melalui pendekatan arah anterior dan anterolateral sedangkan jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dengan pendekatan dari posterior. Saat ini terapi operasi dengan menggunakan pendekatan dari arah anterior Cprosedur .ong7ongD merupakan suatu prosedur yang dilakukan hampir di setiap pusat kesehatan. Walaupun dipilih tindakan operati3+ pemberian kemoterapi antituberkulosa tetaplah penting. Pemberian kemoterapi tambahan -5 hari sebelum operasi telah direkomendasikan. Pendapat lain menyatakan bah0a kemoterapi diberikan 82@ minggu sebelum 3okus tuberkulosa 49 dieradikasi secara langsung dengan pendekatan anterior. Area nekrotik dengan perkijuan yang mengandung tulang mati dan jaringan granulasi dieBakuasi yang kemudian rongga yang ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone gra3t dari tulang iga. Pendekatan langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan tercapainya stabilisasi dini tulang belakang dengan mem3usikan Bertebra yang terkena. 6usi spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat destruksi dua atau lebih korpus Bertebra+ adanya intabilitas karena destruksi elemen posterior atau konsolidasi tulang terlambat serta tidak dapat dilakukan pendekatan dari anterior. Pada kasus dengan ki3osis berat atau de3isit neurologis+ kemoterapi tambahan dan bracing merupakan terapi yang tetap dipilih+ terutama pada pusat kesehatan yang tidak mempunyai perlengkapan untuk operasi spinal anterior. Terapi operati3 juga biasanya selain tetap disertai pemberian kemoterapi+ dikombinasikan dengan @2-/ bulan tirah baring dan ->2/8 bulan selanjutnya menggunakan spinal bracing. Pada pasien dengan lesi2lesi yang melibatkan lebih dari dua Bertebra+ suatu periode tirah baring diikuti dengan sokongan eksternal dalam T$S" direkomendasikan hingga 3usi menjadi berkonsolidasi. "perasi pada kondisi tuberculous radiculomyelitis tidak banyak membantu. Pada pasien dengan intramedullary tuberculoma+ operasi hanya diindikasikan jika ukuran lesi tidak berkurang dengan pemberian kemoterapi dan lesinya bersi3at soliter. .odgson dan ka0an2ka0an menghindari tindakan laminektomi sebagai prosedur utama terapi Potts paraplegia dengan alasan bah0a eksisi lamina dan elemen neural posterior akan mengangkat satu2satunya struktur penunjang yang tersisa dari penyakit yang berjalan di anterior. $aminektomi hanya diindikasikan pada pasien dengan paraplegia karena penyakit di laminar 50 atau keterlibatan corda spinalis atau bila paraplegia tetap ada setelah dekompresi anterior dan 3usi+ serta mielogra3i menunjukkan adanya sumbatan. W. Pencegahan Faksin %acillus 'almette2*uerin C%'*D merupakan suatu strain ?ycobacterium boBis yang dilemahkan sehingga Birulensinya berkurang. %'* akan menstimulasi immunitas+ meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menimbulkan hal2hal yang membahayakan. Faksinasi ini bersi3at aman tetapi e3ekti3itas untuk pencegahannya masih kontroBersial. Percobaan terkontrol di beberapa negara %arat+ dimana sebagian besar anak2anaknya cukup giGi+ %'* telah menunjukkan e3ek proteksi pada sekitar >5K anak selama -: tahun setelah pemberian sebelum timbulnya in3eksi pertama. Akan tetapi percobaan lain dengan tipe percobaan yang sama di Amerika dan ndia telah gagal menunjukkan keuntungan pemberian %'*. Sejumlah kecil penelitian pada bayi di negara miskin menunjukkan adanya e3ek proteksi terutama terhadap kondisi tuberkulosa milier dan meningitis tuberkulosa. Pada tahun -;<>+ The 4oint Tuberculosis 'ommittee merekomendasikan Baksinasi %'* pada seluruh orang yang uji tuberkulinnya negati3 dan pada seluruh bayi yang baru lahir pada populasi immigran di nggris. Saat ini W." dan nternational )nion Against Tuberculosis and $ung !isease tetap menyarankan pemberian %'* pada semua in3ant sebagai suatu yang rutin pada negara2negara dengan preBalensi tuberkulosa tinggi Ckecuali pada beberapa kasus seperti pada A!S akti3D. !osis normal Baksinasi ini 5+5: ml untuk neonatus dan bayi sedangkan 5+- ml untuk anak yang lebih besar dan de0asa. "leh karena e3ek utama dari Baksinasi bayi adalah untuk memproteksi anak dan biasanya anak dengan tuberkulosis primer biasanya tidak in3eksius+ maka %'* hanya mempunyai sedikit 51 e3ek dalam mengurangi jumlah in3eksi pada orang de0asa. )ntuk mengurangi insidensinya di kelompok orang de0asa maka yang lebih penting adalah terapi yang baik terhadap seluruh pasien dengan sputum berbasil tahan asam C%TAD positi3 karena hanya bentuk inilah yang mudah menular. !iperlukan kontrol yang e3ekti3 dari in3eksi tuberkulosa di populasi masyarakat sehingga seluruh kontak tuberkulosa harus diteliti dan diterapi. Selain %'*+ pemberian terapi pro3ilaksis dengan N. berdosis harian :mgAkgAhari selama - tahun juga telah dapat dibuktikan mengurangi resiko in3eksi tuberkulosa. W. Prognosa Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan kondisi kesehatan umum pasien+ derajat berat dan durasi de3isit neurologist serta terapi yang diberikan. a. ?ortalitas ?ortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan ditemukannya kemoterapi Cmenjadi kurang dari :K+ jika pasien didiagnosa dini dan patuh dengan regimen terapi dan penga0asan ketatD. b. (elaps Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen medis saat ini dan penga0asan yang ketat hampir mencapai 5K. c. 7i3osis 52 7i3osis progresi3 selain merupakan de3ormitas yang mempengaruhi kosmetis secara signi3ikan+ tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya de3isit neurologist atau kegagalan perna3asan dan jantung karena keterbatasan 3ungsi paru. (ajasekaran dan Soundarapandian dalam penelitiannya menyimpulkan bah0a terdapat hubungan nyata antara sudut akhir de3ormitas dan jumlah hilangnya corpus Bertebra. )ntuk memprediksikan sudut de3ormitas yang mungkin timbul peneliti menggunakan rumus , # L a H bW dengan keterangan , # L sudut akhir dari de3ormitas W L jumlah hilangnya corpus Bertebrae a dan b adalah konstanta dengan a L :+: dan bL 15+ :. !engan demikian sudut akhir gibbus dapat diprediksi+ dengan akurasi ;5K pada pasien yang tidak dioperasi. 4ika sudut prediksi ini berlebihan+ maka operasi sedini mungkin harus dipertimbangkan. d. !e3isit neurologis !e3isit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara spontan tanpa operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum+ prognosis membaik dengan dilakukannya operasi dini. e. )sia 53 Pada anak2anak+ prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang de0asa 3. 6usi 6usi tulang yang solid merupakan hal yang penting untuk pemulihan permanen spondilitis tuberkulosa. W. (AN*7)?AN Walaupun insidensi spinal tuberkulosa secara umum di dunia telah berkurang pada beberapa dekade belakangan ini dengan adanya perbaikan distribusi pelayanan kesehatan dan perkembangan regimen kemoterapi yang e3ekti3+ penyakit ini akan terus menjadi suatu masalah kesehatan di negara2negara yang belum dan sedang berkembang dimana diagnosis dan terapi tuberkulosa sistemik mungkin dapat tertunda. 7emoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersi3at kurati3+ akan tetapi morbiditas yang berhubungan dengan de3ormitas spinal+ nyeri dan gejala sisa neurologis dapat dikurangi secara agresi3 dengan interBensi operasi+ program rehabilitasi serta kerja sama yang baik antara pasien+ keluarga dan tim kesehatan. 54 %A% PE?%A.ASAN ANESTES PA!A "PE(AS SP"N!$TS T)%E(7)$"SA Anesesi 3a)a o3erasi !#an" be#akan" Pen"anar Penyajian pada pasien untuk prosedur bedah tulang belakang adalah beragam. Populasi menjalani berbagai prosedur operasi dan menyajikan beragam tantangan bagi ahli anestesi. !alam pengelolaan anestesi tergantung pada bagian operasi+ patologi tulang belakang+ pendekatan pada bagian bedah maupun ahli anestesi untuk pengalaman Y keahlian. In)ikasi !m!m Be)a: S3ina# Salah satu pekerjaan yang paling sulit bagi seorang ahli bedah tulang belakang adalah memutuskan saat bedah dengan interBensi yang tepat. Ada lima alasan dasar untuk mena0arkan pembedahan untuk pasien dengan gangguan tulang belakang. Z Z Neurologis dis3ungsi CkompresiD Z Z Struktural ketidakstabilan Cperpindahan abnormalD Z Z $esi patologis Cseperti tumor atau in3eksiD Z Z !e3ormitas Cabnormal alignmentD Z Z Sakit Ctulang belakang A discogenic A 3acetogenicD 55 ?enempatkan pasien dalam satu atau lebih dari kategori2kategori ini memungkinkan untuk mengambil tindakan bedah tulang belakang. Secara umum+ pengobatan harus nonoperatiBe Prose)!r Be)a: -. -. Prosedur konBensional terbuka /. /. ?icrodiscectomy dapat dilakukan untuk dekompresi akar sara3 yang terkena 1. 1. Endoskopi pada pembedahan tulang belakan. )ntuk 0aktu yang lama+ akan tidak menguntungkan dari segi bedah ?inimum Pada pasien ini+ tujuan bedah dapat dicapai dengan memasang penurunan Bolume melalui jet Bentilasi atau Bentilasi tradisional dengan sementara. Penurunan Bolume tidal selama titik kritis dalam prosedur. Potensi komplikasi dari suatu thoracoscopy dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti neuralgia interkostal+ atelektasis+ pneumotoraks+ hemothora=+ chylothora=+ pneumonia+ in3eksi+ dan banyak lagi. Terkait komplikasi diatas dapat menyebabkan epidural kehilangan banyak darah. )ntuk melakukan anestesi pada laparoskopi memerlukan pertimbangan prosedur yang digunakan untuk menangani penyakit pada tulang spinal. Selain itu+ bi3urkasi dari BenacaBa dan aorta terjadi di daeerah lumbal 82:. Alasan yang paling utama untuk melakukan operasit erbuka adalah perdarahan yang banyak dari Bena caBa maupun segmen Bena yang cedera. 56 Sedangkan pengalaman yang kurang cukup untuk pendekatan endoskopi pada tulang belakang dengan data a0al menunjukkan endoskopi yang mena0arkan keuntungan untuk prosedur tertentu. 7omplikasi yang paling mungkin pada penggunaan teknik retroperitoneal dalam operasi endoskopi adalah neuralgia pada regio 3emur+ hematom pada regio psoas dan Coincidental lumbar sympathectomy. Penggunaan endoskopi memungkinkan prosedur pembedahan yang akan dilakukan melalui insisi kecil yang dapat mengurangi nyeri pasca operasi+ mem3asilitasi 0aktu pemulihan+ dapat segera kembali bekerja+ dan mengurangi biaya pera0atan medis 8. 8. %edah tulang belakang menggunakan neuronaBigation intraoperatiBe dalam kombinasi dengan intraoperati3 yang berman3aat untuk pasien. Problems ?asalah yang ditemui selama operasi adalah posisi pasien+ akses gerak pasien terbatas pada kebutuhan monitoring yang memadai. :.: Peman3aatan intraoperati3 selama prosedur ?( tulang belakang baru2baru ini dilaporkan dengan keuntungan yang meningkatan lokalisasi patologi dan disarankan untuk mengakses kemampuan untuk koreksi bedah Teknik anesesi Endotrakeal dengan Anestesi umum C*etaD disukai untuk semua operasi tulang belakang+ baik spinal dan anestesi epidural telah berhasil digunakan untuk eksisi lumbar disk sederhana. ?enunjukkan bah0a anestesi pada tulang belakang tidak menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan serta nyeri pasca operasi juga kecil dan kecil kemungkinan dapat menyebabkan trombosis pada Bena dalam. 57 !engan pemilihan pasien yang tepat+ tingkat kegagalan pada *ETA jarang terjadi. ?eskipun jarang digunakan+ namun operasi pada tulang belakang dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal Anesesi Perimban"an EBaluasi preoperatiBe dan pengelolaan pasien untuk operasi tulang belakang harus memperhitungkan kondisi medis serta prosedur bedah termasuk durasi dan pendekatan bedah. %eberapa 3aktor yang perlu dieBaluasi adalah -. -. Air0ay EBaluasi, ni harus mencakup klasi3ikasi ?allampatti /. /. EBaluasi Paru 1. 1. EBaluasi 4antung 8. 8. Neurologis EBaluasi, .al ini tidak terlalu biasa bah0a pasien menderita sakit tulang belakang yang mungkin hadir dengan berbagai kelas de3isit neurologis mulai dari kelemahan dan atro3i kelompok otot tertentu untuk paraplegia dan Iuadriplegia. ?agnetic resonance imaging C?(D telah menggantikan mielogra3i sebagai tes diagnosis yang utama karena ?( dapat membedakan tumor yang berasal dari kista. . !arurat 'AT scan sangat berguna dalam menilai pasien dengan cedera leher akut dan kecurigaan patah tulang serBikal namun terkadang bahkan leher W2(ay CAP dan photo lateralD sangat membantu bila alat disebutkan diatas tidak tersedia. 58 :. :. EBaluasi hematologi, %anyak pasien dengan patologi tulang belakang. telah mengkonsumsi beberapa NSA! untuk menghilangkan rasa sakit. 4adi koagulasi yang tepat harus segera diberikan dan NSA! harus dihentikan setidaknya -5 hari sebelum oprasi dilakukan. Perimban"an Anesesi A. eBaluasi preoperatiBe dan pengelolaan pasien untuk operasi tulang belakang harus memperhitungkan kondisi medis serta Prosedur bedah termasuk durasi dan pendekatan bedah. 3aktor yang perlu dieBaluasi adalah -. -. Air0ay EBaluation, ni harus mencakup klasi3ikasi ?allampatti+ berbagai prediktor intubasi sulit dan jangkauan gerak dari leher dengan perhatian yang diberikan selama manipulasi. /. /. Pulmonary EBaluation, Penderita beresiko dis3ungsi paru selama pembedahan tulang belakang termasuk orang yang menjalani bedah korekti3 Cmisalnya ScoliosisD+ usia tua Cpasien dengan penyakit degenerati3 tulang belakangD+ penderita dari 3raktur akut tulang belakang leher C'2tulang belakangD dan pasien yang membutuhkan anestesi khusus seperti teknik Bentilasi paru2 paru.Tergantung pada situasi dan jenis prosedur+ pasien dikenakan untuk menguji klinis dan berbagai tes laboratorium mulai 3ungsi paru+ rontgen dada+ dll. 59 1. 1. 'ardiac EBaluation, 3ungsi 'ardiac dapat dikompromikan oleh kondisi medis+ gangguan arthritis rheumatoid dan cedera leher rahim tinggi. Pasien dengan cedera tulang 'erBikal dan tulang belakang terkait trauma mungkin menunjukkan Basodilatasi mendalam dengan bradikardi karena hilangnya nada simpatik )mumnya 7ondisi ini diperlakukan secara e3ekti3 dengan cairan intraBena dan atropin. 8. 8. Neurologic EBaluation, .al ini tidak biasa pada pasien yang menderita tulang belakang patologi +mungkin hadir dengan berbagai kelas de3isit neurologis mulai dari kelemahan dan atro3i kelompok otot khusus untuk paraplegia dan Iuadriplegia. Pemeriksaan neurologis menyeluruh dan dokumentasi seksama sudah ada sebelumnya. dis3ungsi mungkin mendikte teknik intubasi dan pilihan anestesi agen. the ?agnetic resonance imaging C?(D telah menggantikan mielogra3i sebagai uji diagnostik primer karena membedakan disk dari kista. injury !arurat 'AT scan sangat berharga dalam menilai pasien dengan cedera leher akut dan patah serBiks yang dicurigai tetapi beberapa 0aktu bahkan leher W2(ay CAP dan lateral Bie0D adalah bantuan besar di mana inBestigasi canggih di atas tidak tersedia. :. :. .ematological EBaluation, %anyak pasien dengan patologi tulang belakang telah mengambil beberapa NSA! untuk menghilangkan rasa sakit. 4adi pro3il koagulasi yang tepat harus dipesan dan NSA! harus dihentikan setidaknya -5 hari lagi sebelum operasi elekti3. Anesesi !n!k Be)a: S3ina# A.Preme)ikasi, Tergantung pada stabilitas hemodinamik dan status neurologis pasien B. Pemana!an -. -. Standard ?onitoring, Seperti yang ditetapkan oleh American Society dari 60 Ahli anestesi CE'*+ N%P+ Pulse oksimetri+ 'apnometry+ TemperatureD. /. /. Special ?onitoring, tekanan darah inBasi3+ tekanan Bena sentral+ urin output dimonitor pada pasien yang menjalani prosedur yang panjang yang memiliki potensi untuk perubahan Bolume besar+ risiko emboli udara Bena dan pasien yang memiliki ri0ayat kesehatan yang rumit+ ketidakstabilan Cshock tulang belakangD atau dalam prosedur dimana anestesi teknik yang direncanakan seperti hipotensi disengaja+ endoskopi operasi. Penempatan kateter S0an *anG mungkin diperlukan untuk pasien dengan penyakit jantung atau perna3asan berat. 1. 1. pemantauan spesi3ik, pemantauan neurologis yang diperlukan selama operasi yang dapat mengganggu integritas tulang belakang Pasien menjalani prosedur seperti 3usi tulang belakang dan penghapusan tumor sumsum tulang belakang dan lesi Baskuler lebih beresiko metode dasar yang digunakan untuk menilai 3ungsi spinal atau akar sara3 berpotensi menimbulkan cedera somatosensori CSSEPD kondisi pasien tertentu seperti degenerasi neuromuskuler dapat membuat SSEP mungkin untuk memperoleh dan tulang belakang cedera anterior terisolasi mungkin tidak terdeteksi dengan SSEP. pemantauan SSEP selama perbaikan scoliosis dianggap sebagai teknik oleh masyarakat. penelitian skoliosis dan dirasakan menimbulkan risiko yang lebih rendah padaintraoperati3 cedera neurologis Pemantauan SSEP prosedur tulang belakang lainnya bagi pasien merasa berada pada risiko tinggi untuk cedera neurologis dirasakan oleh beberapa orang untuk mengurangi risiko cedera neurologis namun tidak digunakan secara konsisten di semua pusat. !alam satu perubahan pusat SSEP terjadi pada / 2 -5K dari pasien dipantau selama operasi tulang belakang yang mengarah ke interBensi dalam :5 2>5K dari pasien dengan perubahan SSEP. nsiden tertinggi terjadi perubahan selama tumor tulang belakang reseksi dan tingkat interBensi tertinggi 61 selama perbaikan scoliosis. pemantauan studi retrospekti3 SSEP ditemukan memiliki sensitiBitas :<K dan spesi3isitas ;:K dengan tingkat negati3 palsu -+-K Seperti pengalaman meningkat dengan membangkitkan potensi motor mereka terbukti e3ekti3 untuk operasi tulang belakang berisiko tinggi kadang2kadang mendeteksi cedera motor terisolasi melalui pemantauan SSEP normal. E?*s yang semakin banyak digunakan untuk memantau cedera sara3 bisa jadi E?*s yang semakin banyak perlengkapan untuk memantau cedera dengan relaksasi otot lengkap neuro. Artikel %aru $engkap neuro + muscle relaksasi dipantau dengan stimulator sara3 tepi dapat digunakan untuk memberikan rangsangan . C. Posiionin"$ ?asalah )tama selama Tulang belakang adalah Pemeliharaan AktiBas lain. Permasalahan dasar selama operasi adalah e3ek terhadap kardioBaskular yang berkaitan dengan posisi pesien selama operasi. Periode ini mungkin merupakan tegangan untuk integritas peredaran darah+ sangat sulit untuk mencegah pemantauan hampir total [blackout[ . Pasien dibius diputar dari telentang ke posisi ra0an adalah posisi yang paling sering digunakan dalam operasi tulang belakang. ?asalah Perhatian khusus harus di3okuskan pada posisi. $eher+ lengan dan mata untuk melindungi daerah sensiti3 tekanan. Pasien yang memiliki pendekatan lateral tulang belakang dapat diletakan dalam posisi dekubitus C4ika tidak terlentangD dan memerlukan tingkat kepekaan tinggi untuk posisi. Terlepas dari seberapa baik pasien diposisikan pada a0al prosedur . Penggunaan posisi duduk dapat mem3asilitasi Bisi bedah yang baik dengan eliminasi penyatuan darah dalam bidang 62 operasi. Posisi buruk terkait komplikasi termasuk embolisms )dara Bena. Posisi merugikan perubahan hemodinamik dan cedera posisi sara3 terkait. D. In)!ksi$ Setiap teknik standar yang dapat diterima+ mempertimbangkan menggunakan ka0at tabung diperkuat untuk menghindari uji puntir tube dan oklusi sementara tuning pasien dari terlentang ke posisi ra0an. .al ini juga memungkinkan pita maksimal untuk menghapusnya dari lapangan bedah dan kompresi mencegah dari [retraktor !ingman[ selama prosedur pembedahan serBiks. 7arena pera0atan harus diberikan untuk menstabilkan leher selama intubasi endotrakeal. E. Mana4emen Air@a=$ Pasien yang menjalani prosedur tulang belakang leher memerlukan pertimbangan khusus untuk manajemen jalan na3as. Penyakit tulang belakang memiliki insiden tinggi intubasi sulit. studi tentang pasien yang menjalani prosedur elekti3 tulang belakang leher ditemukan memiliki grade 1 atau 8 Bisualisasi glotis Ckatup Na3as Pemandangan Saja atau tidak dapat melihat epiglotisD pada laringoskopi langsung. !alam kehadiran tulang belakang yang tidak stabil berbagai teknik intubasi di tangan berpengalaman secara konsisten telah terbukti aman dan tidak berhubungan dengan peningkatan risiko cedera neurologis. Tapi sampai sekarang tidak ada teknik tunggal telah terbukti unggul. .asil studi gerak serBiks dan karakteristik yang berbeda manuBer intubasi menunjukkan keuntungan potensial dengan bronkoskopi serat optik+ penggunaan laringoskop %ullard+ penggunaan panduan intubasi+ dan penggunaan %ullard penggunaan laringoskop inline. 63 alat intubasi. %aik terjaga dan intubasi digunakan secara aman dan studi tidak dapat menunjukkan keselamatan satu di atas perlengkapan Secara aman dan studi regular. A0ake ntubasi mena0arkan beberapa keuntungan termasuk pemeliharaan otot normal yang telah diusulkan. 7olom tulang belakang+ dan kemampuan untuk melakukan pemeriksaan neurologis berikut intubasi Cdan positioning jika diindikasikanD. Namun intubasi terjaga selalu memerlukan seorang pasien kooperati3 dan terjaga bisa sangat stress dalam perencanaan pengelolaan jalan na3as pasien operasi tulang belakang. 7esadaran akan risiko cedera tulang belakang dengan laringoskopi. Artikel %aru belakang+ mengakui kemungkinan peningkatan menemui kesulitan jalan napas+ dan perhatian untuk meminimalkan gerakan tulang belakang2' adalah lebih penting untuk kesuksesan daripada untuk kesuksesan suatu teknik tertentu pada pasien dengan tulang belakang yang tidak stabil yang diakui. 7erusakan neurologis dengan intubasi adalah sekitar -5K. Pasien yang menjalani berbagai tingkatan anterior '2duri prosedur mungkin beresiko pada leher pasca operasi dan edema saluran napas yang menyebabkan saluran napas kompromi. %erbagai prediktor untuk hal ini adalah 0aktu operasi yang lebih. F.Peme#i:araan$ Teknik "pioid neuromuscular blocking agent dan dosis rendah neuromuskuler . !osis pemeliharaan anestesi diubah karena pada pasien dengan cedera tulang belakang dan de3isit neurologis dapat menyebabkan pengurangan kerja otot+ peningkatan Bolume distribusi+ 64 dan menurunkan serum albumin. Pasien yang berisiko tinggi untuk cedera neurologis harus dikelola dengan baik+ yaitu pemeliharaan darah sistemik dengan tekanan -52/5K dari nilai pra operasi. .al ini paling sering digunakan pada pasien dengan kelainan anatomi tulang belakang pada daerah leher dan atau kelainan neurologis preoperatiBe. Pemantauan neurologis pasien selama operasi dapat mencegah cedera terkait posisi. .al ini paling sering digunakan pada pasien dengan ketidakstabilan tulang belakang atau kompromi anatomis dari kanal tulang belakang seperti pada stenosis serBiks berat dengan myelopathy. 4enis+ durasi+ dan tingkat operasi menentukan kebutuhan dan penggantian cairan. 'airan yang mengandung dekstrosa harus dihindari karena dapat menyebabkan hiperglikemia saat terjadi iskemik sara3 tulang belakang dan akhirnya memperburuk hasil bedah sara3. G. Mana4emen Pengaturan trans3usi selama operasi tulang belakang telah berubah selama dekade terakhir. Prosedur bedah yang melibatkan kerja yang signi3ikan tulang pada berbagai tingkat mungkin terkait dengan besarnya kekurangan darah intraoperati3 sehingga membutuhkan lebih banyak trans3usi darah dan produk darah. Strategi yang dapat mengurangi atau menghilangkan risiko trans3usi alogenik+ yaitu preoperatiBe autologous donation CPA!D+ akut normoBolemic hemodilusi CAN.D+ penyelamatan sel perioperati3 teknik CP'SD+ hipotensi+ dan interBensi 3armakologis. ?asing2masing telah terbukti sama e3ekti3nya untuk mengurangi kebutuhan trans3usi darah homolog secara rutin tanpa menggunakan produk2produk darah autologous. Tetapi ketika strategi kombinasi digunakan ditemukan bah0a kombinasi strategi penurunan jumlah tidak 65 hanya sel darah merah alogenik ditrans3usikan+ tetapi juga produk2produk darah lainnya pada pasien yang menjalani operasi rekonstruksi tulang belakang. H. Eks!basi Waktu dari ekstubasi adalah suatu pertimbangan penting+ yaitu didasarkan pada banyak 3aktor seperti kompleksitas dan luasnya operasi+ 0aktu operasi+ kondisi pasien selama sakit+ kehilangan darah A trans3usi+ dan komplikasi yang terjadi selama atau segera setelah operasi. %eberapa pasien mungkin memerlukan pera0atan pasca operasi dalam pengaturan pera0atan intensi3. 4ika ada pertanyaan tentang kecukupan napas setelah penghapusan ETT+ pendekatan konserBati3 untuk ekstubasi harus digunakan. !alam beberapa kasus+ merupakan tindakan yang baik untuk meninggalkan ETT di tempat dan memberi semprotan lidokain 8K+ 8ml ke trakea untuk mencegah atau meminimalkan batuk atau bucking di ETT selama sekitar -:215 menit. .arus juga mempertimbangkan untuk memasukkan pertukaran kateter saluran udara CAE'D melalui selang ETT sebelum melepaskannya. AE' ini akan memberikan saluran untuk segera reintegrasi dari ETT jika obstruksi jalan napas dari a0al atau tertunda+ bengkak+ perdarahan+ atau pembentukan hematoma. I. Pera@aan 3as5ao3erasi Pera0atan pascaoperasi indiBidual untuk setiap pasien+ status preoperatiBe+ prosedur bedah+ komplikasi intraoperati3+ dan toleransi sakit harus dipertimbangkan dalam perencanaan pasca operasi. Sebagian besar operasi tulang belakang menyakitkan dan pemberian analgesia pasca operasi adalah penting. "bat anestesi dan opioid lokal dapat diberikan ke dalam ruang 66 epidural sebelum selesai operasi. !apat juga dikombinasikan dengan analgesik oral atau per rectal. Kom3#ikasi Pas5a /3erasi Pada tahap pasca operasi a0al+ komplikasi dari operasi tulang belakang yaitu de3isit Bolume cairan+ cedera neurologis atau de3isit+ dural air mata dengan otak kebocoran cairan tulang belakang+ anemia+ retensi urin+ ileus+ atelektasis A pneumonia+ dan trombosis Bena. 7omplikasi prosedur khusus yaitu edema serBiks anterior termasuk dis3agia+ suara serak+ dan obstruksi saluran napas. 7omplikasi dari prosedur pembedahan tulang belakang termasuk kerusakan kulit+ in3eksi tulang belakang Csetelah prosedur decompressiBe pinggang lebar tidak disertai dengan 3usiD+ pseudoarthrosis+ 3ibrosis epidural+ sindrom transisi dan lebih jarang+ arachnoiditis. PerioperatiBe ischemic optic neuropathy CP""ND atau neuropati optik iskemik adalah penyebab paling umum kehilangan penglihatan pasca operasi. $ainnya kurang umum penyebab kehilangan penglihatan pasca operasi termasuk arteri retina pusat atau oklusi Bena dan in3ark lobus oksipital. Sementara abrasi kornea mata adalah cedera yang paling umum setelah pembedahan tulang belakang+ jarang menyebabkan masalah penglihatan permanen. P""N jarang terjadi Ckejadian 5+5/>KD tapi berpotensi merusak. Anemia+ hipotensi+ durasi lama operasi dan hidrasi intraoperati3 mungkin merupakan 3aktor risiko untuk kondisi ini. Semua pasien yang menjalani operasi tulang belakang harus 67 diberitahu mengenai risiko ini+ dan setiap usaha pencegahan harus dilakukan selama operasi untuk mempertahankan hemoglobin dan tekanan arteri stabil. 68 DAFTAR PUSTAKA -. ?organ *E+ ?ikhail ?S+ ?urray ?4+ $arson 'P+ 'linical Anesthesiology+ 1 rd ed+ Pasadena , $ange ?edical %ooksA?c*ra0 .ili Q /55/ , 18/28<. /. $atie3+Said A+ dkk C/55-D , Petunjuk Praktis Anestesiologi+ Edisi 7edua+ %agian Anestesiologi dan Terapi ntensi3 )niBersita ndonesia+ 4akarta. 1. !uke+ 4. Anesthesia Secrets / nd Ed. .anley Y %el3us nc. Philadelphia , /555. 8. 000.brit2o=3ord.com 69