Anda di halaman 1dari 7

http://emedicine.medscape.

com/article/1390475-overview#showall
Percutaneous Radiofrequency Ablation of Liver Tumors
Percutaneous radiofrequency ablasition (PRFA) adalah suatu metode untuk
menghilangkan tumor primer dan menghambat proses metastasis tumor di hepar. PRFA secara
luas digunakan untuk tumor primer yang berukuran kecil dan tumor yang bermetastasis. Pada
PRFA, jarum dimasukkan ke hepar, biasanya dilakukan dengan panduan gambaran
ultrasonografi atau CT. Setelah ditempatkan dalam tumor, generator menimbulkan arus cepat
energi bolak-balik sehingga menghasilkan panas di lokasi lesi yang dihasilkan oleh gesekan
agitasi cepat sel-sel yang berdekatan dan menyebabkan nekrosis dari tumor.
Dalam pengobatan karsinoma hepatoseluler, tingkat kekambuhan pasca operasi relatif
tinggi. Oleh karena itu teknik perkutan seperti PRFA, sangat penting.

Indikasi
Dalam pengobatan karsinoma hepatoseluler, indikasi untuk menggunakan percutaneous
radiofrequency ablation (PRFA) menjadi lebih luas daripada operasi dan terapi intra-arteri.
Indikasi penggunaan PRFA adalah:
1. Karsinoma hepatoseluler pada tahap awal
2. Pengobatan primer untuk tumor berukuran kecil
3. Tumor primer hepar
4. Pengobatan pasien yang tidak dapat menjalani anestesi umum atau tidak dapat menjalani
operasi karena komorbiditas atau usia lanjut
5. Metastasis dari hepar, paling sering kolorektal, terutama jika pasien tidak dapat menjalani
operasi
6. Dapat digunakan untuk metastasis dari kanker payudara, kanker tiroid, dan keganasan
neuroendokrin
7. Pengobatan pasien yang memiliki hepatoma atau beberapa lesi kecil dan sedang
menunggu untuk transplantasi hepar
8. Lesi berulang dan progresif

Kontraindikasi

1. Saluran empedu atau invasi pembuluh darah besar
2. Penyakit ekstrahepatik yang signifikan
3. Sirosis grade C pada anak atau infeksi aktif
4. Dekompensasi penyakit hepar
5. Lesi yang sulit dijangkau dengan elektroda atau ketika penempatan elektroda terganggu
(dalam kasus tersebut, operasi terbuka lebih disarankan)
6. Tumor yang meliputi> 40% dari volume hepar (tumor ukuran ini tidak dapat diablasi
karena fungsi hepar kiri setelah percutaneous radiofrequency ablation [PRFA] mungkin
tidak cukup untuk mengkompensasi fungsi hepar.)
7. Hubungan anatomis dengan struktur vital seperti pembuluh dan organ yang berdekatan
8. Lesi yang lebih besar dari 5 cm (kontraindikasi relatif)
9. PRFA harus digunakan dengan hati-hati untuk lesi lebih besar dari 5 cm.
10. Pasien dengan lesi metastasis lebih besar dari 3 cm (lesi ini tidak optimal untuk PRFA,
karena risiko kekambuhan tinggi.
11. Besar atau banyak tumor (beberapa studi merekomendasikan PRFA sebagai pilihan jika
terdapat kurang dari 3 tumor dan masing-masing lesi berukuran kurang dari 3 cm.)

Anestesi

Percutaneous radiofrequency ablation (PRFA) dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan
sedasi ringan. Anestesi umum juga dapat digunakan. Modalitas anestesi tergantung pada pilihan
pasien dan preferensi operator.
Dalam PRFA, anestesi lokal disuntikkan ke dalam lokasi dimana akan dilakukan sayatan,
dan pasien dibius dengan injeksi intravena. Jika anestesi umum tidak digunakan, rasa tidak
nyaman atau nyeri dapat dirasakan ketika prosedur dilakukan.

Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pencitraan percutaneous radiofrequency ablation (PRFA)
tergantung pada modalitas yang digunakan. Hal ini dapat mencakup peralatan yang diperlukan
untuk ultrasonografi, CT, atau MRI. Peralatan RFA itu sendiri memiliki 3 komponen utama.
1. Jarum elektroda
2. Sebuah generator listrik
3. Bantalan Grounding
Jarum elektroda tersedia dalam 2 bentuk, yaitu:
1. Simple straight needle
2. Straight needle yang memiliki beberapa lengkungan, elektroda yang dapat ditarik yang
disimpan di dalam jarum sampai ujungnya diposisikan dalam tumor. Ketika jarum benar
diposisikan, sebuah pendorong di pusat jarum maju sehingga elektroda membentang dari
ujung jarum saat sepenuhnya dipanjangkan. Elektroda ini menyerupai payung terbuka.
Generator dihubungkan dengan kabel berisolasi ke jarum elektroda dan landasan bantalan yang
ditempatkan pada paha pasien. Generator menghasilkan arus listrik bolak-balik dalam kisaran
gelombang frekuensi radio.

Positioning

Positioning tergantung pada modalitas yang digunakan, lokasi lesi, sifat anestesi, dan
preferensi dari operator dan pasien. Pasien harus senyaman mungkin tanpa mengorbankan
kemampuan operator untuk cukup melihat dan mengobati lesi.

Teknik

Dalam percutaneous radiofrequency ablation (PRFA), panas diciptakan dari energi listrik.
Panas yang dihasilkan pada target tertentu berasal dari panas akibat gesekan yang terjadi dengan
cepat dari sel-sel yang berdekatan. Titik akhir yang menyebabkan nekrosis yang memadai dapat
didasarkan baik pada suhu atau impedansi, tergantung pada jenis jarum.
Selama prosedur PRFA, jarum ablasi ditempatkan langsung ke dalam jaringan target. Satu
atau lebih elektroda yang ditempatkan dari ujung jarum ke dalam jaringan. Generator
dihidupkan, dan suhu target ditentukan. Energi RF mengalir melalui elektroda dan menyebabkan
agitasi ion. Agitasi dan gesekan ion menciptakan panas, dan, sekali suhu yang memadai telah
dicapai, panas akan menyebabkan nekrosis jaringan target.
Termometer kecil (termokopel) dimasukkan ke dalam ujung elektroda memungkinkan
pemantauan terus menerus dari suhu jaringan. Daya secara otomatis disesuaikan agar suhu tetap
konstan. Pada suhu di atas 50 C, protein sel rusak secara permanen dan terjadi nekrosis
koagulasi. Pada suhu di atas 60 C, kematian sel terjadi hampir seketika. Dibutuhkan Sekitar 15-
30 menit untuk melakukan ablasi 3-5 cm.
Ultrasonografi biasanya digunakan untuk memantau proses pengobatan untuk
meningkatkan echogenicity. Peningkatan echogenicity sesuai dengan pembentukan gelembung
jaringan dan uap air dari jaringan dan digunakan sebagai perkiraan kasar dari ukuran situs ablasi.
Beberapa ablasi dapat dilakukan tumpang tindih untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan
tumor lokal.
Ukuran daerah yang diablasi ditentukan terutama oleh ukuran jarum elektroda, suhu
jaringan, dan durasi waktu serta energi yang diterapkan. Sebuah batas yang tegas memisahkan
jaringan mati dan jaringan di sekitarnya yang tidak terpengaruh.

Berbagai jenis jarum dan teknik PRFA:
1. Teknik elektroda multiple array
Elektroda multiple array adalah elektroda dengan beberapa lengkungan yang dapat
ditarik disimpan di dalam jarum sampai ujungnya dapat diposisikan dalam tumor. Bila
sudah dapat diposisikan, sebuah pendorong di pusat jarum maju sehingga elektroda
membentang dari ujung jarum. Ketika memanjang sepenuhnya, elektroda ini menyerupai
payung terbuka.
Ujung dari elektroda tersebut aktif. Hal ini menyebabkan distribusi panas yang lebih
homogen dalam tumor dan menciptakan sebuah lingkup reprodusibilitas ablasi setiap
waktu. Kait dari elektroda tetap dalam jaringan hepar ketika digunakan, sehingga jarum
tidak selama prosedur PRFA. Selain itu pendinginan elektroda tidak diperlukan selama
ablasi, membuat prosedur lebih mudah dan lebih cepat.

2. Internally cooled electrodes

Dengan pendinginan ujung elektroda selama penerapan energi RF, elektroda ini mencegah
charring dan penguapan dan mampu menghasilkan lesi dalam dimensi yang lebih besar, yang
membantu dalam kehancuran tumor lengkap.

3. Teknik elektroda bipolar

Sistem ini awalnya dirancang untuk menggunakan 3 elektroda terpisah, ditempatkan di
dekat satu sama lain dan berdekatan dengan tumor. Tiga aplikator diterapkan secara bersamaan
diyakini untuk mencapai volume ablasi yang lebih besar dari 3 ablasi berurutan yang tumpang
tindih. Hal ini juga secara signifikan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
ablasi.

4. Saline-enchanced RFA

Saline hipertonik disuntikkan ke tumor melalui bagian batang elektroda sebelum memulai
ablasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan 'ionicity' dan konduksi dalam tumor. Hal ini
meningkatkan volume ablasi.

1. Sistem infus Saline

Saluran kecil di dalam elektroda dapat digunakan untuk menyalurkan sebagian kecil volume
garam kedalam tumor yang terablasi. Tujuannya bukan untuk meningkatkan konduktivitas secara
langsung tetapi untuk mencegah pengeringan dan charring dari tumor yang dinyatakan akan
mencegah konduktivitas dan membatasi volume ablasi.

Komplikasi

Banyak studi telah mengkonfirmasi bahwa percutaneous radiofrequency ablation (PRFA)
adalah prosedur yang relatif berisiko rendah dengan rendahnya tingkat morbiditas dan mortalitas.
Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan PRFA.
Banyak faktor yang dianggap berhubungan dengan penyebab komplikasi utama, faktor-faktor ini
termasuk ukuran tumor, jumlah sesi ablasi, jenis elektroda (tunggal atau cluster), dan
pengalaman operator.
Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan segera setelah prosedur dilakukan; ini biasanya
dapat diantisipasi dengan analgesia ringan. Pasien juga mungkin mengalami rasa sakit tertunda
sebagai bagian dari sindrom post-ablasi.
Sindrom Post-ablasi adalah fenomena umum setelah PRFA dari tumor abdomen yang solid.
Sindrom post-ablasi terjadidalam sekitar sepertiga dari pasien. Sindrom post-ablasi meliputi
gejala-gejala seperti flu dan demam, nyeri tertunda, malaise, mialgia, mual, dan muntah. Pasien
harus diberitahu tentang sindrom post-ablasi sebelum dilakukan prosedur. Kebanyakan pasien
sudah dapat melanjutkan aktivitas normal dalam 7-10 hari. Insiden komplikasi lain kurang dari
5%. Kemungkinan komplikasi meliputi:
1. Nyeri bahu
2. Kolesistitis (biasanya mereda setelah beberapa minggu)
3. Kerusakan pada saluran empedu, sehingga obstruksi bilier
4. Kerusakan usus
5. Pendarahan
6. Capsular hematoma
7. Hemoperitoneum
8. Pneumotoraks
9. Hemothorax / hidrotoraks
10. Efusi pleura
11. Perdarahan intraperitoneal atau ascites
12. Hemobilia
13. Infeksi dan trombosis Portal
14. Abses hepar
15. Needle tract seeding (komplikasi jangka panjang RFA yang terjadi terutama pada lesi
dekat permukaan atau kapsula hepar)
16. Kerusakan organ vital proksimal
17. Self-limiting subkutaneus selulitis
Livraghi et al menyatakan bahwa kejadian komplikasi berat seperti perdarahan
peritoneal, neoplastic seeding, abses intrahepatik, dan perforasi usus mencapai 2,2% pada
3.554 lesi yang ditangani. Insiden komplikasi ringan sebesar 5%, dan tingkat kematian
sebesar 0,3%.
Penelitian telah menunjukkan bahwa gagal hepar akut dapat dianggap sebagai
kemungkinan komplikasi dari PRFA yang jarang terjadi. Kelangsungan hidup pasien
tergantung pada klasifikasi Child, multiplisitas tumor, dan etiologi dari karsinoma
hepatoseluler.

Rekurensi

Salah satu uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan
karsinoma hepatoselular dalam jangka 2 tahun yang ditangani dengan metode PRFA
secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan percutaneous ethanol injection
(PEI). Bila dibandingkan dengan reseksi bedah, tingkat kekambuhan lebih tinggi setelah
RFA, dengan progresifitas yang lebih cepat.
Kekambuhan lebih umum terjadi pada pendekatan perkutan bila dibandingkan dengan
operasi terbuka atau laparoskopi RFA. Tingkat kekambuhan juga lebih sering pada lesi
yang lebih besar dari 3 cm.

Pencitraan Pasca-RFA

Pasca PRFA, pasien di follow-up dengan pencitraan Contrast-enchanced CT. Studi
pencitraan pasca-RFA ini harus didukung oleh studi tambahan 3 bulan kemudian.
Precontrast dan dual-phase postcontrast helical scanning adalah protokol pemindaian
yang umum dilakukan pada CT multidetektor.

Anda mungkin juga menyukai