Anda di halaman 1dari 17

Atresia Ani SMF Bedah Page 1

BAB I
PENDAHULUAN
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya membrane anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, kadangkala sebuah lubang sempit
masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai
lekukan kulit perineum, keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat
muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki
lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah
anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan.







Atresia Ani SMF Bedah Page 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi dan Fisiologi Anorektal

Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya 1 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-
lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri.
Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum
mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding
abdomen pada orang yang masih hidup.
Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura
hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
Atresia Ani SMF Bedah Page 3

Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor,
terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi
kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi
dindingnya ke dalam rongga abdomen.
Kolon transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
Kolon desendens
Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan
dengan rektum.
Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini
berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
Atresia Ani SMF Bedah Page 4

c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi
sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan
tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
2. 2 Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk
mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan
lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal.
Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.


Fungsi fisiologi anorectal
Atresia Ani SMF Bedah Page 5

1. Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi
Penyebab dari malformasi ini masih tidak begitu jelas diketahui. Anus dan rectum
berkembang dari hindgut dorsal atau lubang kloakal ketika terjadi pertumbuhan ke dalam
lateral dari mesenkim membentuk septum urorektal di garis tengah. Septum ini memisahkan
rectum dan anal kanal secara dorsalis dari kandung kemih dan uretra. Duktus kloaka
merupakan suatu sarana komunikasi kecil diantara 2 bagian dari hindgut. Pertumbuhan dari
septum urorectal ini diyakini akan menutup duktus kloaka tersebut pada minggu ketujuh
masa gestasi. Pada waktu ini, bagian ventral dari urogenital membutuhkan pembukaan
eksternal; membran anal dorsal akan membuka setelahnya. Anus sendiri berkembang dari
fusi tuberkel anal dan invaginasi anal dorsal (proctodeum) yang memperdalam ke rektum
tetapi dipisahkan oleh membrane anal. Membran pemisah ini akan hancur pada minggu
kedelapan masa gestasi.
Hubungan yang terus berlanjut antara system urogenital dengan bagian rectal dari
lempeng kloaka dapat menyebabkan fistula rectouretral atau fistula rectovestibular. Sfingter
anal eksterna biasanya tetap ada tetapi bergantung kepada derajat formasi dan otot; mulai dari
otot yang kuat (perineum atau vestibular fistula) sampai dengan hampir tidak ada otot.
2. 3 Definisi Atresia Ani
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi . Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata
adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
Atresia Ani SMF Bedah Page 6

sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum (Purwanto, 2001).
2. 4 Epidemiologi Atresia Ani
. Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai,
menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus
Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada
negro bantu frekuensi paling rendah .Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada
laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan,
jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal (Oldham K, 2005). Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester
menunjukkan bahwa atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia
letak tinggi ( Boocock G, 1987).
2. 5 Etiologi Atresia Ani
1. Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir tanpa
lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke-4
hingga ke-6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah
satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari 3
Atresia Ani SMF Bedah Page 7

bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal
atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.
6

e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainankongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang

2. 6 Patofisiologi Atresia Ani
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-
10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan,
terdapat tiga letak: 1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital. 2.
Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya. 3. Rendah :
rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling
jauh 1 cm.
Atresia Ani SMF Bedah Page 8






2. 7 Klasifikasi Atresia Ani
Atresia Ani SMF Bedah Page 9

Imperforata anus dapat dibagi menjadi menjadi letak tinggi, letak menengah, dan
letak rendah; letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung
dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali
tidak ada. Pada tahun 1984 wingspread membaginya berdasarkan penggolongan anatomis
untuk terapi dan prognosisnya:
Laki-laki
Golongan I Tindakan
1. Fistel urin
Kolostomi neonatus operasi definitif usia
4 6 bulan
2. Atresia Rekti
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel.
Udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram (teknik pengambilan foto
untuk menilai jarak punting distal rectum
terhadap marka anus di kulit peritoneum)
Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
Operasi definitif pada neonatus tanpa
kolostomi
2. Membran anal meconeum tract
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara < 1 cm dari kulit
pada invertogram

Wanita
Golongan I Tindakan
1. Kloaka
Kolostomi neonatus operasi definitif
usia
4 6 bulan
2. Fistel vagina
3. Fistel vestibulum ano atau rekto
vestibuler
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit
pada invertogram

Atresia Ani SMF Bedah Page 10

Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
Operasi definitif pada neonatus
2. Stenosis
3. Tanpa fistel. Udara > 1 cm dari kulit
pada invertogram
Pena mengklasifikasikannya berdasarkan letak fistula, derajat regresi kaudal, serta
prognosisnya sebagai berikut:




2. 8 Diagnosis Atresia Ani
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada
anamnesis dapat ditemukan :
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.
Atresia Ani SMF Bedah Page 11

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah (Faradilla, 2009).
Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan cara:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia
letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa
kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu,
setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas
meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka
disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel
dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-
) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital
anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan
pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto
abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara Wangenstein
Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest
position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat
fistula lakukan fistulografi (Faradilla, 2009).
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam
pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
Atresia Ani SMF Bedah Page 12

fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi
struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan
intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum.
Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis atresia ani pada
bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot
perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan
harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007).
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada
anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt M,
2007).
2. 9 Manifestasi Klinis Atresia Ani
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala
itu dapat berupa :
1. Perut kembung.
2. Muntahhijau bercampur tinja.
3. Tidak bisa buang air besar.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).
Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang
mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas
berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan
secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006). Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan
dengan malformasi anorektal adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Atresia Ani SMF Bedah Page 13

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi
of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum
(1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti
hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal
yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi
antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,
Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).

2. 10 Pemeriksaan penunjang Atresia Ani
Radiologis :
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
Atresia Ani SMF Bedah Page 14

4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.

2. 11 Penatalaksanaan Atresia Ani
Tindakan pengobatan tergantung dari tinggi rendahnya atresia. Anak segera dipuasakan
dan dipersiapkan untuk tindakan bedah. Pembedahan definitif bermaksud untuk
menghilangkan obstruktif dan mempertahankan fungsi kontinensi.
Tatalaksana untuk malformasi anorektal tergantung pada jenis klasifikasinya. Namun
hal penting yang pertama kali dapat dilakukan adalah pemberian cairan melalui intravena dan
tidak boleh diberikan makanan. Jika pasien di suspek dengan fistula urinary maka dapat
diberikan antibiotik spectrum luas.
Kolostomi banyak digunakan untuk menatalaksana imperforata anus. Terdapat dua
tempat yang dianjurkan untuk yang digunakan untuk bayi dan neonatus, yaitu
transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di
daerah sigmoid).
The Posterior Saggital Annirectoplasty (PSARP)
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Proses
dimulai dengan dibukanya area antara mid sacrum dengan spingter eksternal melalui garis
tengah insisi sagital dengan pasien dalam posisi tengkurap (prone). PSARP dibagi menjadi
tiga yaitu minimal, limited, dan full PSARP. Penentuan tempat yang tepat untuk anus
ditentukan menggunakan elektro stimulator. Semua otot dipisahkan tepat di garis tengah.
Setelah itu bebaskan rektum dari dinding belakang dan jika terdapat fistel dapat dibebaskan
juga, kemudian rektum dipisahkan dengan vagina. Dengan jahitan, rectum ditarik melewati
otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga
agar tidak tegang.
Atresia Ani SMF Bedah Page 15

Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket
handle, dan atresia ani tanpa fistel. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel
rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran
invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistel rektovaginalis, fistel rekto
uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.

2. 12 Prognosa
1. Dengan menggunakan klasifikasi wingspread maka dapat dilakukan evaluasi fungsi
klinis dari pasien:
a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besar
b. sensasi rektal dan soiling
c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur
2. Evaluasi Psikologis
Fungsi kontinensi juga bergantung pada kerja sama orang tua dengan keadaan
mental si penderita

Atresia Ani SMF Bedah Page 16

BAB III
KESIMPULAN



















Atresia Ani SMF Bedah Page 17

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Assement Riri
    Assement Riri
    Dokumen145 halaman
    Assement Riri
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • COver SLE
    COver SLE
    Dokumen1 halaman
    COver SLE
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Ecy Hal 268-269
    Ecy Hal 268-269
    Dokumen2 halaman
    Ecy Hal 268-269
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Yani Hal 265-267
    Yani Hal 265-267
    Dokumen3 halaman
    Yani Hal 265-267
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Ecy Hal 268-269
    Ecy Hal 268-269
    Dokumen2 halaman
    Ecy Hal 268-269
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • THT Sinusitis Eitmoid
    THT Sinusitis Eitmoid
    Dokumen14 halaman
    THT Sinusitis Eitmoid
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Retinopati Hipertensi
    Retinopati Hipertensi
    Dokumen10 halaman
    Retinopati Hipertensi
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi S.F
    Daftar Isi S.F
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi S.F
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Cover PEB
    Cover PEB
    Dokumen1 halaman
    Cover PEB
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Case Pneumonia
    Case Pneumonia
    Dokumen32 halaman
    Case Pneumonia
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen3 halaman
    Kejang Demam
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Peritonitis Makalah
    Peritonitis Makalah
    Dokumen17 halaman
    Peritonitis Makalah
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Ulkus Kornea
    Lapkas Ulkus Kornea
    Dokumen8 halaman
    Lapkas Ulkus Kornea
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Retinopati Hipertensi
    Retinopati Hipertensi
    Dokumen10 halaman
    Retinopati Hipertensi
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • COVERr
    COVERr
    Dokumen1 halaman
    COVERr
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi S.F
    Daftar Isi S.F
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi S.F
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Efusi Pleura
    Patofisiologi Efusi Pleura
    Dokumen3 halaman
    Patofisiologi Efusi Pleura
    Rake Andara
    100% (1)
  • Atresia Bilier2
    Atresia Bilier2
    Dokumen22 halaman
    Atresia Bilier2
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Paper THT Qu
    Paper THT Qu
    Dokumen14 halaman
    Paper THT Qu
    nurhasmaryani
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat