Anda di halaman 1dari 4

Diplomasi

Diplomasi menjadi salah satu faktor determinan bagi negara untuk mencapai kepentingannya dan
menjalin hubungan baik dengan negara lain. Diplomasi menjadi alat yang digunakan negara
untuk menjalankan misinya tanpa membangkitkan rasa permusuhan negara lain (Griffiths et al.
2002). Diplomasi memiliki berbagai cara dalam implementasinya, mengandung beberapa unsur
penting, serta menggunakan alat-alat tertentu untuk memperlancar tujuan dari diplomasi itu
sendiri.

Terdapat tujuh unsur dalam diplomasi yang dijelaskan oleh S.L Roy (1991). Pertama adalah
negosiasi, dimana pemeliharaan hubungan-hubungan politik yang berujung pada peningkatan
nilai-nilai kepentingan bersama dapat dilakukan dengan negosiasi yang baik. Kedua, kepentingan
negara yang merupakan alasan utama dilakukannya diplomasi, bukanlah kepentingan pribadi
atau pihak-pihak khusus. Ketiga, tindakan politik yang dilakukan diplomat untuk mencapai
kepentingan nasional, sehingga harus bertindak tepat dan sebisa mungkin dilakukan dengan jalan
damai. Keempat adalah teknik diplomasi, dapat berupa teknik secara damai ataupun perang jika
urgensinya tinggi. Kelima, politik luar negeri yang masih berkaitan dengan tujuan diplomasi dan
pelaksanaannya terkait dengan isu internasiona dan keadaan politik domestik. Keenam yakni
sistem negara yang tentu berbeda-beda, sehingga mempengaruhi diplomasi di era modern.
Ketujuh adalah perwakilan negara yang merupakan perwakilan diplomatik dalam
mengedepankan kepentingan nasional (Roy, 1991: 4-5).

Kautilya menjelaskan bahwa tujuan diplomasi terdiri dari empat poin utama, yakni acquisition
(perolehan), preservation (pemelihraan), augmentation (penambahan), serta proper distribution
(pembagian yang adil). Sedangkan tujuan dasar diplomasi adalah membentuk citra baik negara,
sehingga negara lain mau bekerjasama dan mendukung negara tersebut dalam mencapai
kepentingannya. Akan tetapi, di era diplomasi saat ini, tujuan diplomasi lebih kepada
pengamanan kebebasan politik dan integritas territorial agar negara lain tidak menggabungkan
kekuatan untuk melawan negara tertentu (Blainey dalam S.L Roy, 1991: 5-9). Selain itu,
diplomasi pun memiliki tujuan ideologis yakni membuat negara lain menganut ideologi yang
sama dengan negaranya, namun jika tidak berhasil maka ideologi tersebut diupayakan agar
mampu membuat negara lain berada di posisi netral dan tidak berpihak pada negara lawan (Roy,
1991: 15).

Karena tujuan diplomatik beragam, instrumen atau alat yang digunakan pun menyesuaikan
tujuan tersebut. Instrumen politik ialah penggunaan taktik politik dan yang ditekankan adalah
kekuatan politik negara itu, sehingga dapat dilihat seberapa jauh hubungan baik antarnegara bisa
dibangun dalam konteks politik, serta dengan menumbuhkan sikap saling pengertian agar tidak
menimbulkan kecurigaan dari negara lain. Instrumen ekonomi yang digunakan adalah dengan
memberikan bantuan kepada negara lain. Dengan demikian maka negara lain akan melihat
Itikad baik untuk diadakannya kerjasama ataupun sekedar membangun hubungan baik
antarnegara. Negosiasi ekonomi bilateral maupun multilateral seperti bargaining keuntungan
bagi investasi modal juga turut mendukung penggunaan instrumen ekonomi tersebut.
Kemudian, instrumen kebudayaan yang berupa eksibisi kebudayaan tradisional suatu negara,
dengan tujuan mempengaruhi pendapat umum negara lain sehingga memperoleh dukungan.
Instrumen selanjutnya adalah instrumen militer yang merupakan opsi terakhir bagi suatu negara
dalam menjalankan proses diplomasi. Negara tentu lebih memilih jalan damai, namun jika
keadaan semakin pelik dan negosiasi secara damai tidak berjalan lancar maka instrumen militer
pun digunakan (Roy, 1991: 6-12).

Menurut analisis penulis, instrumen diplomasi yang digunakan untuk mencapai tujuan tentu
memiliki kekurangan. Kelebihan instrumen politik adalah kita tidak perlu bergantung terhadap
seberapa besar teritori dan kekayaan negara tersebut, sedangkan kekurangannya adalah apabila
negara salah mengambil taktik politik maka hubungan antarnegara tersebut justru akan rusak dan
kerjasama tidak akan berjalan lancar. Kemudian kelebihan instrumen ekonomi adalah negara lain
akan percaya bahwa terdapat tujuan baik dari negara pemberi bantuan untuk menjalin suatu
kerjasama, sedangkan kekurangannya yakni tentu saja negara pemberi harus mengorbankan
sesuatu untuk diberikan, baik berupa uang ataupun sumber daya. Lalu kelebihan instrumen
budaya adalah masing-masing negara bisa memahami bagaimana sebenarnya sisi personal
negara tersebut melalui budaya yang berupa seni, adat, dsb. Sedangkan kekurangannya adalah
budaya bukan merupakan instrumen yang kuat dalam berdiplomasi, sebab seringkali budaya
dianggap tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting dalam hubungan antarnegara, serta
membutuhkan waktu yang lama sehingga tujuan diplomasi tidak tercapai secara maksimal. Yang
terakhir adalah kelebihan instrumen militer, yang dianggap mampu menjadikan tujuan diplomasi
tercapai sepenuhnya sebab terdapat unsur memaksa di dalam instrumen militer itu sendiri.
Sedangkan kekurangannya adalah memakan banyak dana dan bisa jadi negara lain menganggap
negara tersebut tidak mengedepankan jalan damai.

Tujuan diplomasi pun dicapai dengan berbagai cara. Di antaranya adalah dengan melakukan
kegiatan kultural yang merupakan bagian dari ekspansi intelektual dan moral, sebab penetrasi
kebudayaan akan menjadi kekuatan yang mampu mengubah hubungan power antaregara. Selain
itu, menyebarkan ideologi pun dapat menjadi cara dalam diplomasi untuk memperoleh dukungan
negara lain (Roy, 1991: 13-15). Menurut penulis, penggunaan dari instrumen untuk mencapai
tujuan tersebut dapat secara mandiri atau bersamaan, tergantung tujuan dari kepentingan. Jika
negara ingin melakukan kerjasama ekonomi maka tentu saja instrumen ekonomi yang digunakan.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika menggunakan beberapa instrumen secara
bersamaan. Misalnya saat negara ingin melakukan kerjasama untuk kepentingan politik, akan
tetapi negara lain menyulitkan dan tidak juga mencapai kesepakatan, maka instrumen militer pun
dapat digunakan.

Selain penjelasan di atas, terdapat empat pola diplomasi yakni bilateral, multilateral, asosiasi,
dan konferensi. Diplomasi bilateral dilakukan oleh dua negara dan secara tertutup ataupun
rahasia. Diplomasi bilateral diartikan sebagai hubungan dua pihak dalam hubungan internasional
merujuk kepada hubungan dua negara (Evans, 1998: 50). Namun kontelasi internasional yang
sudah cukup ramai dan kompleks tidak lagi mampu ditangani melalui diplomasi bilateral,
sehingga saat ini diplomasi multilateral lebih ditekankan.

Dalam buku Sukawarsini Djelantik (2008), dijelaskan bahwa diplomasi multilateral merupakan
sebuah fenomena yang sudah ada sebelum diplomasi menjadi kajian dalam London School of
Economics. Contohnya adalah aliansi yang dibentuk oleh negara-negara Greco-Persian. Masalah
yang ada diselesaikan dengan jalan konsensus. Hal itu mempermudah suatu negara untuk
menjalin hubungan persahabatan dengan negara lainnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa
akan ada kecenderungan negara-negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing
sehingga kerumitan konlik tidak terindarkan (Djelantik, 2008).

Selanjutnya adalah pola diplomasi asosiasi dengan membentuk sebuah organisasi yang dapat
memberikan pengaruh pada negara ataupun dunia internasional dan membahas isu-isu
internasional (Oxford Dictionary, 2008). Pola diplomasi semacam ini pertamakali muncul pada
tahun 1972, dalam penyelenggaraan Konferensi tentang Lingkungan Hidup Manusia oleh PBB.
Melalui konferensi tersebut, mereka memiliki peran dan kuasa untuk mempengaruhi kebijakan
dalam negerinya masing-masing yang berkaitan dengan lingkungan hidup, juga dalam
pembentukan suatu organisasi internasional seperti Greenpeace, misalnya. Diplomasi asosiasi
dilakukan oleh suatu negara dengan negara lainnya karena adanya kesamaan interest (Yanuarta,
2011: 3)

Selain itu, terdapat diplomasi konferensi. Diplomasi ini dilakukan oleh para pemimpin negara
seperti Perdana Menteri dan para ahli. Pada masa peperangan, diplomasi ini dilaksanakan guna
mendapatkan keputusan dalam waktu yang singkat, sehingga mereka yang menjadi perwakilan
negaranya hanyalah pemimpin negara dan para ahli. Kelebihan dari diplomasi ini salah satunya
terdapat pada perwakilan negara. Para perwakilan adalah orang-orang yang tidak dapat
disangsikan kredibilitasnya. Selain itu, kasus yang dibahas dalam diplomasi ini lebih spesifik.
Namun, kesuksesan diplomasi ini berada pada para perwakilan. Hasil dari diplomasi konferensi
akan berjalan dengan efektif hanya jika mencapai konsensus (Yanuarta, 2011: 3).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam berdiplomasi terdapat banyak hal yang harus
diperhatikan. Mulai dari tujuan, unsur, instrumen, cara, serta beragam pola diplomasi. Dengan
memahami hal-hal tersebut maka tentu akan menunjang kapabilitas untuk menjadi seorang
diplomat yang profesional dan handal.


Referensi:
Griffiths, Martin., Terry O'Callaghan, Steven C. Roach. 2002. International Relation: The Key
Concepts. Routledge Key Guides.

Roy, S.L. 1998. Diplomasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Multilateral dalam Diplomasi antara Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, pg. 133-160

Oxford: Learners Pocket Dictionary. 2008. Oxford: Oxford University Press.

Evans, Graham dan Jeffrey Newnham. 1997. Diactionary of International Relation. London:
Penguin Reference.

Yanuarta, Elok Izra. 2011. Pola Diplomasi dalam Jurnal Negosiasi dan Diplomasi.

Anda mungkin juga menyukai