Secara umum menunjukkan bahwa jantung tidak dapat memompa darah
yang diperlukan untuk memasok oksigen dan nutrien yang diperlukan sel di seluruh jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen dan nutrien di dalam sel. Biasanya, walaupun tidak selalu akibat dari gangguan kontraksi otot jantung (myocardial failure). Pada beberapa pasien, secara klinis menunjukkan sindroma gagal jantung kongestif tetapi tanpa disertai gangguan kontraksi otot jantung, kondisi seperti ini jantung yang normal tetapi menerima beban tekanan atau volume yang melebihi kemampuan atau akibat gangguan pengisian ventrikel (heart failure). Sistem sirkulasi mempunyai beberapa komponen yaitu jantung sebagai pompa, volume darah yang mengisi rongga jantung dan vaskuler, kadar oksigen didalam darah serta tonus vaskuler yang bertanggung jawab terhadap curah jantung dalam mempertahankan perfusi jaringan. Bila salah satu atau beberapa komponen tersebut mengalami kegagalan yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, kondisi ini disebut circulatory failure. Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata, serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respons terhadap gagal jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem saraf adrenergik.
The national Heart, Lung and Blood Institute, menggambarkan bahwa gagal jantung terjadi bilamana abnormalitas fungsi jantung menyebabkan jantung gagal memompa darah serta melepaskan oksigen ke jaringan pada kecepatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada tekanan pengisian (venous return) yang normal. Gagal jantung kongestif biasanya terjadi secara pelan, tanpa didahului gejala yang nyata dan gejala akan memberat dengan bertambahnya waktu. Selama itu jantung mencoba melakukan adaptasi dengan cara dilatasi ruang jantung dan meningkatkan kekuatan serta kecepatan untuk memompa darah keseluruh tubuh. Gagal jantung yang berjalan menahun menimbulkan mekanisme kompensasi berupa hipertropi kardiomiosit dan proliferasi fibroblast. Mekanisme kompensasi ini ada batas optimalnya, bila batas optimal terlampaui maka terjadi efek yang justru merugikan sehingga terjadi penurunan fungsi jantung yang lebih berat. Gagal jantung kongestif menggambarkan bahwa kelainan jantung kiri dan atau kanan terjadi bersamaan atau tidak bersamaan, walaupun kelainan pada salah satu ventrikel saja yang mungkin lebih dominan. Dengan demikian diagnosa gagal jantung kongestif dibuat apabila didapatkan adanya penyakit jantung, kelainan nilai normal determinan-determinan yang mempengaruhi fungsi jantung disertai adanya keluhan dan gejala dari gagal jantung serta bendungan di vena perifer dan atau paru. Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada gagal jantung kongestif merupakan pencerminan dari mekanisme kompensasi akut untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif
Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu :
1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke system arteri perifer tidak efektif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran/pirau kiri ke kanan (left to right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, PDA, Common AV valve atau kombinasi.
2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran arteri sistemik oleh karena kelainan struktur jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (hipolastik jantung kiri, stenosis katub aorta, koartasio aorta), atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju arteri sistemik walaupun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit Kawasaki).
Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut gagal jantung kongestif terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri, sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik, dengan demikian terjadi bendungan di sistem vena paru. Oleh karena itu gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik yang terdiri dari kumpulan gejala yang bervariasi tergantung umur yaitu berupa iritabel, nafsu makan yang menurun, ganggun proses tumbuh kembang, penurunan akitivitas, berkeringat, penurunan jumlah air kencing, takikardia, takipnea, retraksi ruang iga dan subkosta, kardiomegali, hepatomegali, pelebaran vena jugularis dan menurunnya pengisian kapiler. Fungsi jantung adalah sebagai pompa darah yang ditentukan oleh besarnya curah jantung yaitu jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung setiap menit. Besar curah jantung ditentukan oleh 4 faktor yaitu : frekuensi denyut jantung, kontraktilitas otot jantung, preload yang setara dengan isi diastolik akhir dan afterload, yaitu jumlah tahanan total yang melawan ejeksi ventrikel. Dalam kaitan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada bayi dan anak terdapat beberapa determinan yang mempengaruhi fungsi jantung dan berbeda dengan dewasa, yaitu terdapat perbedaan besar miofilamen (unit kontraktil) antara bayi, anak dan dewasa. Pada bayi, miofilamennya lebih sedikit sehingga tenaga untuk kontraksi lebih lemah dan otot jantung lebih kaku sehingga setiap penambahan volume ventrikel yang kecil saja sudah menyebabkan peningkatan yang besar terhadap tegangan otot jantung. Kondisi ini menyebabkan penambahan volume ventrikel yang sedikit saja sudah berakibat kekuatan kontraksi otot jantung cepat mencapai titik optimal sehingga cadangan preload/diastol sangat terbatas. Pada bayi dalam keadaan istirahat, otot jantung mengkonsumsi oksigen lebih tinggi dan frekuensi denyut jantung lebih cepat sehingga sudah mendekati batas titik optimal hal ini oleh karena peran simpatis masih dominan. Efektifitas obat untuk merangsang langsung kontraktilitas juga terbatas. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut, manipulasi terhadap preload dan afterload pada bayi dan anak lebih bermanfaat dalam mengendalikan besarnya curah jantung.
Frekuensi denyut jantung.
Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa keluar pada satu kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Pada batas tertentu terdapat korelasi linier antara frekuensi denyut jantung dengan curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi frekuensi denyut jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk relaksasi sehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan kebutuhan oksigen dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan curah jantung. Gagal jantung akan terjadi bila salah satu determinan tersebut terganggu, dalam hal ini harus dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function).
Kontraktilitas otot jantung.
Adalah kekuatan otot jantung untuk memendek yang intrinsik yaitu tidak dipengaruhi oleh besarnya preload maupun afterload, tapi hanya dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung. Merupakan aktivitas serabut otot jantung (kemampuan inotropik) dan ditentukan oleh perubahan kadar kalsium intrasel atau sensitivitas protein myofibril terhadap kalsium. Konsep ini merupakan dasar penggunaan obat gagal jantung melalui salah satu mekanisme sinergik yang juga merupakan mekanisme kompensasi sistem adrenergik melalui reseptor 1 yang mengaktivasi adenyl siklase dan cyclic AMP dengan mengikuit sertakan peranan protein kontraktil (troponin-C) sarkoplasma, phospolamban dan Ca ++ ATPase pump sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi maupun relaksasi otot jantung.
Preload Preload adalah derajat regangan otot jantung pada saat akan kontraksi (sistole) atau selama relaksasi (diastole/pengisian ventrikel), setara dengan volume pada saat akhir diastole yang secara histologis merupakan ukuran panjang sarkomer (unit kontraktil otot jantung). Pada saat istirahat, secara klinis menggambarkan fungsi alir balik (venous return) dan kelenturan ventrikel yang berpengaruh terhadap isi dan tekanan atrium kanan maupun kiri. Secara klinis, preload diestimasikan dengan pengukuran tekanan vena sentral (pengganti tekanan atrium kanan) dan tekanan pulmonary wedge (pengganti tekanan atrium kiri). Sesuai dengan hukum Starling, bertambahnya volume akhir diastole sampai titik optimal akan meningkatkan curah jantung semata-mata oleh faktor mekanik dan bukan oleh perubahan kontraktilitas otot jantung. Cadangan preload yang cukup besar merupakan dasar terapi cairan pada syok hipovolemik. Afterload Afterload adalah beban dihadapi otot jantung saat sistole (kontraksi/ejeksi), diestimasikan sebagai tekanan aorta. Peningkatan afterload akan meningkatkan beban yang dihadapi otot jantung sehingga menurunkan volume sekuncup dan curah jantung. Pengobatan gagal jantung dengan menurunkan afterload bertujuan memperbaiki isi sekuncup dan curah jantung. Secara klinis, keberhasilan pengobatan dengan memantau perbaikan perfusi tanpa disertai peningkatan frekuensi jantung yang bermakna berarti sudah terjadi peningkatan volu,e sekuncup dan curah jantung. Pada beberapa keadaan ditemukan beban yang berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi otot jantung intrinsik, sebaliknya dapat terjadi depresi otot jantung intrinsik tatapi secara klinis belum tampak tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Penyebab Gagal Jantung Kongestif Pada Bayi dan Anak
Terdapat 3 kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 1. Gangguan mekanik Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu a. Beban tekanan * Sentral ( Aorta stenosis, koartasio aorta, stenosis pulmonalis) * Perifer (Hipertensi pulmonal/sistemik, Takayashu, Kawasaki). b. Beban volume * Pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, arteriovenous fistula, anemia, gangguan gisi berat, hipertiroid.
c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard, jantung tidak dapat diastol. d. Obstruksi pengisian ventrikel akibat stenosis mitral, trikuspid. e. Aneurisma ventrikel f. Dysinergi ventrikel. g. Restriksi endokardial atau miokardial (endokarditis). 2. Abnormalitas otot jantung a. Primer : Kardiomiopati, miokarditis metabolik (diabetes, gagal ginjal kronis, anemia) atau toksin maupun sitostatika. b. Sekender : iskemia (penyakit jantung koroner), penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal, Kawasaki).
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi a. Takidisritmia : Supraventrikular, fibrilasi. b. Bradidisritmia/stndstill. c. Blok AV total bawaan atau didapat. d. Asinkroni elektrik jantung.
Faktor Pencetus Gagal Jantung Kongestif.
Pada bayi yang disertai penyakit jantung bawaan sering pada 3 bulan pertama tidak menimbulkan gejala. Adanya faktor pencetus, yaitu infeksi saluran nafas, anemia, penggunaan steroid, pemberian cairan parenteral yang terlalu cepat dan dengan volume yang berlebihan, disritmia atau febris, maka gejala gagal jantung kongestif bisa segera timbul. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung Kongestif.
Gagal jantung dapat timbul akut dan khronik, tidak ada batasan waktu yang pasti, pada gagal jantung yang khronik dapat juga timbul episode yang akut. Berkaitan dengan pengobatannya, yang penting adalah progresifitas dan beratnya gejala. Klasifikasi ddibuat untuk menentukan tingkat ketidak mampuan fisik dan beratnya gejala, tidak bergna untuk menilai beratnya penyakit yang menajdi penyebabnya. Gagal jantung ringan belum tentu disebabkan oleh penyakit jantung yang ringan dan beratnya gejala klinik tidak selalu sebanding dengan beratnya disfungsi ventrikel, tapi lebih menggambarkan mortalitasnya. Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung Kongestif.
1. Keseimbangan cairan dan dilatasi miokard Sebagai respons akut gagal jantung kongestif terhadap penurunan aliran darah dan pasokan oksigen di ginjal beruap aktivasi system Renin-angiotensin- aldosteron (RAS). Renin dari ginjal mengubah angiotensinogen di hati menjadi angiotensin I yang selanjutnya di paru oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE) diubah menjadi angiotensin II yang berperan meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi pembuluh darah, retensi garam dan air, takikardia dan dapat mempengaruhi pola perubahan remodeling otot jantung. Aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium serta peningkatan ekskresi kalium, meningkatkan natrium intrasel sehingga menurunkan compliance pembuluh darah. Diduga ada pengaruh prostaglandin di dalam proses ini. Penurunan curah jantung juga akan mengaktivasi baroreseptor yang akan meningkatkan aktivitas simpatik pada jantung berupa takikardia, peningkatan sekresi renin di ginjal dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Peningkatan kadar angiotensin II merangsang endotel pembuluh darah untuk memproduksi plasma enthelin (ET1, ET2 dan ET3). Reseptor A (ETA) yang terdapat pada otot polos vaskuler akan berikatan dengan ET1, reseptor B (ET B) yang terdapat pada endotel vaskuler berikatan dengan ET2 dan ET3 melepaskan nitrikoksida dan prostasiklin. Selain sebagai vasokonstriktor arteri dan vena yang kuat, endotel juga merangsang pertumbuhan sel otot polos dan miosit yang berperan untuk timbulnya hipertropi. Angiotensin II yang dihasilkan oleh jaringan sistem kardiovaskuler di tingkat seluler menyebabkan inotropik positip dan meningkat kekakuan otot jantung sehingga terjadi disfungsi diastolik, memudahkan pelepasan norepineprin yang meningkatkan inotropik tetapi juga menimbulkan disritmia. Disamping meningkatkan transmisi saraf simpatis, pertumbuhan dan vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan kontraktilitas dan induksi terjadinya hipertropi, reabsorbsi natrium, menghambat pelepasan renin, merangsang pelepasan prostaglandin, netriuretik, vasodilator dan mempengaruhi aldosteron. Peningkatan cairan intravaskular akan menimbulkan dilatasi rongga jantung. Berdasarkan hukum Frank-Starling : peningkatan volume sekuncup akan meningkatkan curah jantung, fenomen ini bersifat non linear. Pada batas tertentu, peningkatan volume akhir diastole akan meningkatkan tekanan akhir diastole ventrikel kiri, bila mekanisme kompensasi ini melewati titik optimal maka akan terjadi kenaikan tekanan vena dan kapiler paru dan pada saat inila timbul edema paru (gagalj jantung kongestif). Pada bayi peristiwa ini memrlukan waktu yang lebih singkat dari dewasa. Disamping itu, peningkatan volume intravaskular menyebabkan distensi atrium dan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Factor (ANF) yang berperan sebagai diuretik, natriuretik dan vasorelaksan. Pelepasan ANF ini akan lebih hebat oleh adanya hipoksia miokard.
2. Perubahan Kontraktilitas Otot Jantung Gagal jantung meninbulkan beberapa perubahan akut terhadap aktifitas adrenergik di dalam sirkulasi dan otot jantung yang ditandai dengan penurunan kadar norepinefrin, densitas atau afinitas reseptor beta otot jantung. Curah jantung pada gagal jantung sangat bergantung kepada peningkatan aktifitas adrenergik beta melalui peningkatan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung. Peningkatan aktifitas adrenergik alpha menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan afterload, suatu keadaan yang tidak menguntungkan pada gagal jantung. Aktifitas adrenergik yang meningkat memberikan gejala yang dipakai untuk diagnosis gagal jantung secara klinis yaitu takikardia, kulit berkeringat, kelelahan, iritable dan penurunan nafsu makan akibat kelumpuhan kontraksi otot polos gastrointestianl akibat menurunnya kebutuhan oksigen. 3. Redistribusi Curah Jantung dan Peningkatan Ekstraksi Oksigen Pada kondisi gagal jantung kongestif timbul mekanisme kompensasi tubuh dengan memberikan aliran darah diprioritaskan ke organ vital yaitu jantung, otak, adrenal, ginjal dan diafragma dengan menjauhi aliran splanchinc bed. 4. Hipertropi Jantung Gagal jantung kongestif yang berjalan lama akan memberikan respons terhadap stres pada yang dialami sistem kardiovaskuler berupa bertambahnya masa otot jantung, kondisi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kontraksi otot jantung akibat beban tekanan. Masa otot jantung yang bertambah ini menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen sehingga meninyebabkan gangguan keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen pada otot jantung, kondisi ini menimbulkan iskemia pada daerah subendokardial dan fibrosis yang pada akhirnya justru akan menurunkan kemampuan kontraksi dan distensibilitas otot jantung . Hipertropi otot jantung ditandai dengan penebalan otot jantung tanpa disertai jumlah kapiler yang seimbang sehingga pasokan oksigen juga relatif berkurang. Hormon pertumbuhan dan tiroid, angiotensin, kortisol dan rangsangan saraf simpatis dapat pula merangsang timbulnya hipertropi otot jantung. Pada bayi, kondisi ini tidak terlalu memberikan gangguan serius mengingat otot jantung bayi kemampuan hiperplasi dan neovaskularisas-nya masih selalu seimbang menyertai proses hipertropi yang terjadi. Hipertropi otot jantung yang terjadi dapat dalam 2 bentuk yaitu : a. Hipertropi konsentrik, terjadi bila terdapat beban tekanan sehingga terjadi peningkatan tegangan pada dinding ventrikel saat sistole dan penebalan miosit tanpa diikuti peningkatan volume ruang jantung. Kontraktilitas per unit masa otot jantung juga segera terganggu. b. Hipertropi eksentrik, terjadi pada beban volume sehingga meningkatkan tekanan diastole dan tegangan dinding ventrikel saat diastole dan perpanjangan miosit yang secara proporsional diikuti oleh peningkatan volume ruang jantung (dilatasi).