Anda di halaman 1dari 21

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak

lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan
kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir
Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam
jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang
bermuara pada jantung (Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung
bawaan ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang
kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau
bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja
ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari
kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum
lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi,
banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai
dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan
ruang-ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan
penghubungan antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB,
perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler
pada masa neonatus. Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah,
gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat
minum atau menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin,
dan berkeringat disertai distres nafas), dan takipneu > 60x / menit(terjadi setelah
beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir
menunjukkan kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan
ini, 80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu
pertama dan dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).
B. Anatomi Jantung
Jantung manusia terdiri dari dua sisi yang terbagi dalam empat ruangan. Sisi
jantung kanan berfungsi memompa darah kotor dari tubuh ke paru, tempat darah
mendapatkan kembali zat asam. Darah kaya zat asam ini akan kembali ke sisi
jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh. Agar proses berjalan baik
diperlukan kesempurnaan dari lima komponen berikut. Pembuluh darah vena yang
mengangkut darah kembali ke jantung dari tubuh dan paru, serambi jantung yang
menampung darah yang kembali ke jantung, bilik jantung yang memompa darah ke
luar dari jantung ke paru dan tubuh, keempat katup jantung yang mengatur arah
aliran darah, serta pembuluh darah aorta (mengangkut darah berkadar tinggi zat
asam dari bilik jantung kiri ke seluruh tubuh), dan pembuluh darah paru
(mengangkut darah kotor dari bilik jantung kanan ke paru) (Nelson, 2000).
Kelainan yang dapat terjadi di antaranya kelainan pada sekat antara serambi atau
bilik jantung sehingga menyebabkan percampuran darah sisi jantung kanan dan kiri,
penyumbatan atau tertutupnya salah satu katup jantung sehingga terjadi obstruksi
aliran darah, kebocoran dari salah satu katup jantung sehingga terjadi pengaliran
balik darah ke ruangan asal, hubungan tidak normal antara vena, jantung, dan
pembuluh darah besar jantung sehingga menyebabkan arah aliran darah ke tempat
yang salah, serta penyumbatan baik pada vena yang bermuara ke jantung atau
pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung sehingga menurunkan aliran
darah. Kelainan otot jantung juga ada yang kongenital, bisa melemahkan otot
jantung hingga terjadi gagal jantung. Jenis kelainan jantung kongenital terbanyak
adalah bocornya, baik sekat serambi maupun bilik jantung, transposisi pembuluh
darah besar dan tetap terbukanya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh
darah paru (Latief, 2005).
C. Penyebab Kelainan Jantung Kongenital
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak
mengerti mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation,
2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung
bawaan (PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia
satu tahun. Pada garis besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat
berupa biru atau tidak biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh
kembang, ataupun sakit saluran pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak
diketahui penyebabnya dan multifaktorial. Faktor-faktor penyebabnya diantaranya
adalah infeksi virus rubella (German rubella) pada masa kehamilan ibu, genetik
misalnya pada sindroma down, ataupun karena obat-obatan yang dimakan selama
hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak
tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat
ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di
bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat
ditolong dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu
(misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan
muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi
lengkap susunan jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen
mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa
tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang
disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio.
Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada
faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua
kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama
kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin
obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan
kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga
mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga
yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi
saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama
kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta
penurunan tahanan ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga
terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri
pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta
peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan
aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan
penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai
peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan
oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif
prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus
arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-
15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara
fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi
intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan
secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus
arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta
penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai
di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale,
dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis.
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban
tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel
kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi
tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali
penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan
jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap
terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking
effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection di bawah diafragma.
Tetap terbukanya foramen ovalepada waktu lahir mengakibatkan masking
effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus
arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB
dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary
circulation (Teddy, 2007).
D. Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam
kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau
percampuran darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat
menimbulkan sianosis, ditandai oleh kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini
karena tubuh tidak mendapatkan zat asam memadai akibat pengaliran darah kotor
ke tubuh. Pernapasan si anak akan lebih cepat dan nafsu makan berkurang. Daya
toleransi gerak yang rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua. Kelainan
yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup
pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi
aliran darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah
paru) yang menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi
fallot (kelainan yang ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik
jantung kanan, penyempitan katup pulmonal dan transposisi aorta), serta
tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara serambi dan bilik jantung kanan) yang
menghambat aliran darah dari serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala
kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan
pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi
jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang
seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi
jantung kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal
jantung berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusu
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
Termasuk dalam kelainan ini adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung,
menetapnya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru yang
seharusnya tertutup setelah lahir, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan
pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, bocornya sekat antara
serambi dan bilik jantung serta kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan
pembuluh darah besar jantung, serta terputusnya segmen aorta. Penyempitan katup
jantung dan pembuluh darah besar kadang kala hanya menimbulkan gejala ringan.
Gejala gagal jantung baru terlihat jika terjadi peningkatan beban jantung (Nelson,
2010).
Derajat PJB yang berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan
pertama dan sering juga pada masa neonatus. Beraneka ragam manifestasi klinis
dapat ditimbulkan, namun ada empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada
neonatus dengan PJB, yaitu:
a. Sianosis: adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali dinyatakan
sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik
atau kejadiankejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari
PJB derajat berat walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea: Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan
shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus),
obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan
lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa
klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak teraba.
c. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia
d. Bising jantung (Irwanto, 2008).
E. Penggolongan penyakit jantung bawaan dan Penanganannya
Kelaianan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan banyak sekali jenis nya,
mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada
pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelaian pada penyakit jantung bawaan,
semuanya mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai
salah satu organ vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah
keseluruh bagian tubuh (Cyntia, 2010).
Sebagian besar cacat jantung baik menghambat aliran darah di jantung atau
pembuluh dekat, atau menyebabkan darah mengalir melalui hati dalam pola
abnormal. Jarang terjadi cacat di mana hanya satu ventrikel (ventrikel tunggal)
hadir, atau kedua arteri paru-paru dan aorta timbul dari ventrikel yang sama
(ventrikel outlet ganda). Sebuah cacat jarang ketiga terjadi ketika kanan atau sisi kiri
jantung tidak lengkap terbentuk hipoplasia jantung (American Health Association,
2010).
Beberapa jenis penyakit jantung bawaan yang banyak diderita adalah sebagai
berikut:
1. PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya defek septum
ventrikel(DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus arterio sus persisten(DAP).
2. PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada golongan ini termasuk
stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP), dan koarktasio aorta.
3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada golongan ini yang
paling banyak adalah tetralogi fallot(TF).
4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah; misalnya transposisi arteri
besar (TAB).
Hipoksia janin juga dapat menjadi penyebab terjadinya PJB, yakni duktus arteriosus
persisten. Angka kejadian PJB baik negara maju maupun di negara berkembang
hampir sama, yakni sekitar 6 sampai 10 per 1000 kehamilan hidup, atau rata-rata 8
per 1000 kelahiran hidup (Maryunani, 2002).
1. PJB Non-Sisnotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah.
Termasuk dalam kelompok ini adalah defek septum ventrikel (DSV), defek septum
atrium (DSA), dan duktus arteriosus persisten (DAP), terdapatnya defek pada septu
ventrkel, atrium, atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau
(kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung di bagian kiri lebih
tinggi daripada di bagian kanan (Arie dan Kristiyanasari, 2009).
a. Defek Septum Ventrikel
1) Pengertian
Defek septum ventrikel (DSV) terjadi bila sekat (septum) ventrikel tidak terbentuk
sempurna. Akibatnya darah dari bilik kori mengalir ke bilik kanan pada saat sistole.
Besarnya defek bervariasi dari hanya beberapa mm sampai beberapa cm. Pada defek
besar dengan resistensi vaskular paru meninggi tekanan bilik kanan akan sama
dengan bilik kiri sehingga pirau kiri ke kanan hanya sedikit. Bila makin besar defek
dan makin tinggi tekanan bilik kanan akan terjadi pirau kanan kekiri berkurangnya
darah yang beredar kedalam tubuh menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.
Aliran darah ke paru juga bertambah yang menyebabkan anak sering menderita
infeksi saluran pernafasan. Pada DSV kecil pertumbuhan anak tidak terganggu
sedangkan pada DSV besar dapat terjadi gagal jantung dini yang memerlukan
pengobatan medis yang intensif atau bahkan oprasi.
DSV kecil, defek berdiameter sekitar 1-5 mm. pertumbuhan anak normal walapun
ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernpasan. DSV kecil tidak memerlukan
tindakan bedah karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik, dan resiko
oprasi lebih besar dari pada resiko terjadinya endokarditis. Anak dengan DSV kecil
mempunyai prognosis baik, dan dapat hidup normal. Tidak diperlukan pengobatan.
Bahaya yang mungkin timbul adalah endokarditis infektif. Oprasi penutupan dapat
dilakukan bila dikehendaki orang tua. Pasien dengan DSV kecil diperlukan seperti
anak normal dengan pengecualian bahwa kepada pasien harus diberikan pencegaan
terhadap endokarditis.
DVS besar/sangat besar, diameter DVS lebih dari setengah ostium aorta. Tekanan
ventrikel kanan biasanya meninggi. Curah sekuncup jantung kanan sering lebih dari
2 kali curah sekuncup jantung kiri (Maryunani, 2002).
2) Gambaran Klinis
Pada pemeriksaan selain didapatkan pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat,
banyak keringat bercucuran, ujng-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah,
sering terlihat penonjolan pada dada kiri, tanda yang menonjol ialah napas pendek
dan retaksi pada jugulum, sela intrakosatal dan regio epigastrium. Pada anak yang
kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik (Maryunani, 2002).
3) Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan DSV besar perlu pertolongan dengan obat-obatan untuk mengatasi
gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya Lasix. Bila obat
dapat memperbaii keadaan, yang dilihat dengan membaliknya pernapasan dan
pertambahan berat badan, maka oprasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun.
Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup
berkurang. Oprasi bila perlu dilakukan pada umur muda jika pengobatan medis
untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil (Maryunani, 2002).
4) Penatalaksaan Keperawatan
Pasien DSV baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran napas,
karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal jantung, resiko terjadi
infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangunan rasa aman dan nyaman,
kurangnya penhetahuan orang tua mengenai penyakit.
Bahaya terjadinya gagal jantung. Dengan adanya pirau dari kiri ke kanan darah
yang mengalir ke balik kanan menjadi lebih banyak. Ini berarti beban arteri
pulmonalis dan otot bilik kanan yang ototnya tidak setebal bilik kiri akan menjadi
lebih berat dab akibatnya akan terjadi gagl jantung. Bayi memerlukan perawatan
yang baik dan pengawasan medis teratur agar bila terjadi suatu lekas dapat diambil
tindakan karena itu bayi harus secara teratur kontrol di bagian kardiologi atau
dokter yang menanganinya.
Resiko terjadi infeksi saluran pernapasan. Gejala infeksi adalah demam, batuk dan
napas pendek-pendek, bayi sukar jika diberi minum atau makan. Keadaan ini
biasanya mendorong orang tua untuk membawa anaknya berobat. Dalam perawatan
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Ruangan harus cukup ventilasi, tetapi tidak boleh terlalu dingin.
b) Baringkan dengan kepala lebih tinggi (semi-fowler)
c) Jika bsanyak lendir baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberi
ganjal di bawah bahunya (untuk memudahkan lendir keluar)
d) Sering isap lendeirnya; bila terlihat banyak lendir di dalam mulut, bila akan
memberi minum, atau bila akan mengubah sikap berbaringnya.
e) Ubah sikap berbaringnya setiap 2 jam, lap dengan air hangat bagian yang
bekas tertekan dan diberi bedak.
f) Bila dispena sekali berikan O2 2-4 per menit. Lebih baik periksa astrup
dahulu untuk menentukan kebutuhan O2 yang sebenarnya sesuai dengan
kebutuhan. Mungkin perlu korelasi asidosis.
g) Observasi tanda vital, terutama pernapasan, suhu dan nadi, catat dalam
catatan perawatan.
Kebutuhan nutrisi. Karena bayi susah makan/minum susu maka masukan nutrisi
tidak mencukupi kebutuhannya untuk pertumbuhan. Kecukupan makanan sangat
diperlukan untuk mempertahankan kesehatan bayi sebelum oprasi. Makanan bayi
yang terbaik adalah ASI, bila tidak ada ASI diganti dengan susu formula yang cocok.
Berikan makanan tambahan sesuai denga umurnya.
Gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan rasa aman dan nyaman sama dengan
pasien lain. Yang perlu lebih diperhatikan, hindarkan pasien kedinginan terutama
malam hari atau pada saat udara dingin. Perawatan untuk mempertahankan
kenyamanan pasien DSV:
1. Baringkan semi-fowler untuk menghindari isi rongga perut mendesak paru.
2. Berikan O2 sesuai dengan keadaan sianosisnya (rumat 1-2L/menit). Jika sianosis
sekali dapat sampai 4 L. Bila O2 diperlukan lebih dari 24 jam, kateter harus
dipindahkan kelubang hidung lain dengan dibersihkan lebih dahulu. O2 harus melalui
pelembab.
3. Ubah posisi tidur setiap 2-3 jam, dan lap tubuhnya supaya kering (pasien
biasanya banyak keringat) kemudian dibedaki; hati-hati debu bedak yang terhirup
menyebabkan pasien batuk. Alas tempat tidur harus kering dan licin.
4. Selimuti pasien agar tidak kedinginan, tetapi tidak boleh mengganggu
pernafasannya(terlalu berat di dada) pakaikan kaos kaki. Jangan pakai gurita.
5. Hati-hati jika mengisap lendir, jangan mundurkan kateter.
6. Jika bekas infus terjadi hematoma, oleskan jel tarombophob atau
kompresdengan alkohol. Hindari infeksi dengan bekerja secara aseptik.
7. Jika orang tua tidak menunggui harus lebih diperhatikan; ajaklah berbicara
walaupun pasiennya seorang bayi.
Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Orang tua pasien perlu
diberitahu bahwa pengobatan anaknya hanya dengan jalan oprasi. Selama oprasi
belum dilakukan anak akan selalu menderita infeksi saluran pernapasan berkurang
sedangkan untuk oprasi diperlukan kesehatan tubuh yang baik (Maryunani, 2002).
b. Defek Septum Atrium
1. Defek sinus venosus dan defek vena kava superior
2. Defek fosa ovalis atau disebut DSA sekundum
3. Defek septum atrium primum
1) Gambaran Klinis
Secara klinik ketiga jenis defek tersebut serupa. Biasanya anak dengan DSA tidak
terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya
biasa seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri ke kanan yang
sangat besar pada stres anak cepat lelah dan mengeluh dispnea, dan sering
memdapat infeksi saluran napas. Pada pemeriksaaan palpasi terdapat kelainan
ventrikel kanan hiperdinamik di parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskltasi, foto
toraks EKG dapat lebih jelas adanya kelainan DSA ini. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaaan ekokardiografi.
2) Penatalaksaaan Medik
DSA kecil tidak perlu oprasi karena tidak memnyebabkan gangguan hemodinamik
atau bahaya (Maryunani, 2002).
c. Duktus Arteriosus Presisten
1) Pengertian
Pada masa janin duktus arteriosus diperlukan untuk mengalirkan darah dari a.
piulmonalis ke aorta (paru janin belum berfungsi, sesehingga hanya memerlukan
sedikit darah; karenanya, sebagian besar darah dari a. pulmonalis dialirkan ke aorta
melalui duktus asteriosus). Setelah bayi lahir, duktus ini menutup. DAP terjadi bila
duktus tidak menutup setelah bayi lahir, penyebab DAP bermacam-macam, antara
lain infeksi rubela pada ibu, dan prematuritas.
2) Gambaran Klinis
DAP kecil kelainan biasanya ditemukan secara terduga karena anak tanpa keluhan;
pertumbuhannya dan perkembangannya ana normal. Pada DAP sedang dan besar
sering terjadi infeksi saluran napas berulang serta anak lekas lelah. Anak tampak
kurus, bahkan dapat kurang gizi berat bila terjadi gagaj jantung yang lama.
Pada DAP besar, teraba aktivitas kiri bertambah, sering teraba getaran bising di sela
iga kedua kiri. Tanda khas denyut nadi berupa pulsus seler yakni nadi teraba kuat.
Pengukuran tekanan darah menunjukkan perbedaan tekanan sistolik dan diastolik
(tekanan nadi) yang lebar. Ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu
sistole maupun diastole. Pada dan diastole dapat kelainan berupa bising khas pada
DAP, yakni bising sistolik dan diastolik, yang tersebut bising kontinu (continuous
murmur) atau mechinery murmur di sela iga kedua kiri.
3) Penatalaksanaan Medis
Pengobatan definitif untuk DAP adalah pembedahan. DAP kecil dapat dioprasi
kapan saja dikehendaki. Pada DAP besar dapat diberikan digoksin dan diuretik
untuk mengurangi gagal jantung, meski sering tidak menolong. Oprasi dilakukan
pada masa bayi bila gejala beraat. Pada bayi prematur DAP dapat ditutup dengan
obat anti prostaglandin, misalnya indometasin yang harus diberikan sedini mungkin
(usia < 1 minggu).
4) Penatalaksanaan Keperawatan
Berbagai resiko sepeti golongan pada DSV terjadi pada DAP, dengan demikian
perawat bayi dan anak dengan DAP serupa dengan pada DSV (Maryunani, 2002).
1. Penyakit Jantung Bawaan Non-Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru
Normal
Termasuk dalam golongan ini adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan
koarktasio aorta. Stenosis aorta dan koarktasio aorta banyak dilaporkan pada orang
kulit putih, namun jarang pada orang Asia.
a. Stenosis Aorta
Terdapat tempat bentuk stenosis aorta dengan tempatnya:
1) Stenosis aorta valvular; ialah adanya penyempitan akibat penebalan katub
aorta(kelainan merupakan jenis yang terbanyak).
2) Stenosis aorta subvalvular; penyempitan pada jalan aliran keluar ventrikel kiri di
bawah katup.
3) Stenosis aorta supravalvular; sama dengan koarktasio aorta desendens. Letak
penyempitan di atas katup aorta
a) Prognosis
Sebenarnya setnosis aorta cukup berbahaya untuk kehidupan anak karena dapat
terjadi peninggian tekanan pada ventrikel kiri. Pada stenosis aorta sedang dan berat
pasien dilarang ikut olahraga (mutlak) karena membahayakan kesehatannya. Pada
stenosis aorta ringan olahraga boleh dilakukan.
b) Gambaran klinis
Umumnya tanpa keluhan. Bila terdapat keluhan nyeri dada dan pusing merupakan
tanda bahaya karena anak dapat meninggal mendadak (darah yang beredar menjadi
kurang dan otak menderita kekurangan darah dan O2). Pada palpasi, impuls
ventrikel kiri kuat di prekordium, teraba getaran bising pada fosa suprasternalis
sepanjang pembuluh darah leher paling jelas di atas karotis. Dengan cara anak
didudukkan tangan kiri si pemeriksaan dilingkarkan ke leher anak, jari telunjuk dan
tangan meraba arteria karotis kiri. Pada auskultasi yang cermat biasanya dapat
diidentifikasi sifat-sifat dan tingkat stenosis.
c) Penatalaksanaan medis
Karena katup aorta masih dalam pekembangan biasanya tindakan bedah tidak
dilakukan kecuali jika terdapat perbedaan tekanan lebih 70 mm Hg antara ventrikel
dan aorta.
d) Penatalaksanaan keperawatan
Jika telah diketahui bahwa anak menderita stenosis aorta orang tua harus selalu
memperhatikan agar aktivitas anak tidak melebihi kemampuannya sesuai petunjuk
dokter. Jika anak mengeluh pusing supaya segera istirahaat (berbaring). Jika anak
mengeluh sering rasa nyeri di dada dan pusing supaya dibawa berobat walaupun
belumwaktunya harus kontrol teratur ke dokter jantung anak pemeliharaan
kesehatan perlu diperhatikan (orang tua harus diberitahu bahwa anak dapat
meninggal mendadak jika ia menderita sakit di dada dan pusing).
b. Stenosis pulmonas
Stenosis mungkin terdapat di katup atau infundibulum. Stenosis katup (valvular)
sering ditemukan tanpa ada keluhan lain, sedangkan PS infundibular sering
kombinasi dengan DSV.
a) Gambaran klinis
Umumnya pasien berwajah bulat, tidak terdapat gangguan pertambahan berat
badan. Karena tanpa keluhan orang tua tidak menduga bahwa anaknya menderita
kelainan pada jantungnya. Pada palpasi aktivitas ventrikel kanan teraba jelas pada
perkordium, pada PS sedang dan berat sering teraba getaran bising pada sela iga
ketiga dan kedua kiri dan di fosa suprasternalis. Dari auskultasi dapat diketahui
secara terperinci sifat dan derajat penyempitan bising sistolik pada SP bersifat ejeksi.
Bergantung pada beratnya sianosis, pucuk bising terdapat pada awal atau akhir fase
sistole. Pada SP ringan dan sedang sering terdengar klik sistolik yang pada fase
ekspirasi menjadi lebih jelas. Segera setelah klik maka bising dekresendo mulai
terdengar dan kemudian berakhir dengan penutupan katup pulmonal.
b) Penatalaksanaan medis
Jika tekanan ventrikel kanan 70 mm Hg, maka terdapat indikasi untuk operasi.
Sekarang makin populer pelebaran penyempitan SP dengan kateter balon, dan
dilaporkan hasilnya baik.
c) Penatalaksanaan keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat harus
diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula diberitahukan
secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang
menangani.
c. Koartasia aorta
Koartasia aorta adalah kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan
di dekat percabangan arteria subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus
arteriosus Bottali.
a) Gambaran klinis
Pada umumnya koarktasio aorta banyak ditemukan pada anak umur sekolah dan
remaja, tetapi pada bayi bila menderita gagl jantung dalam umur 3 bulan pertama
juga dapat disebabkan karena koarktasio aorta. Kelainan ini terutama terdapat pada
anak dengan pembuluh darah kolateral kurang atau pada pasien dengan DAP. Pada
umumnya tidak ada keluhan maka biasanya kelainan ini diketemukan secara
kebetulan. Pada anak umur sekolah bila terdapat keluhan pusing dan kaki dingin
merupakan pertanda adanya hipertensi bagian atas tubuh. Keluhan lain dapat
berupa nyeri kepala yang hebat serta epistksis hilang timbul. Anak yang menderita
koarktasio aorta mempunyai bentuk badan yang atletis dan umum terjadi pada anak
pria.
Untuk menguatkan dugaan adanya koarktasio aorta selain dengan melihat gambaran
femoralis dalam waktu bersamaan. Hasilnya arteria radialis lebih kuat dan arteia
femoralis teraba lemah.
Pada auskultasi terdengar bising koartasio pada punggung yang merupakan bising
obstruksi.
b) Penatalaksanaan medis
Untuk mencegah komplikasi biasanya dioperasi pada umur sekitar 6 tahun. Jika
terdapat gejala hipertensi yang tinggi bagian tubuh atas atau gagal jantung dapat
dilakukan operasi sebelum 6 tahun.
c) Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang utama adalah resiko terjadinya pendarahan bagian tubuh atas
(daerah kepala) sehubungan dengan adanya penyempitan di beberapa tempat pada
aorta. Walaupun resiko terjadi pendarahan. Tetapi karena pasien biasanya tanpa
keluhan, atau keluhan baru timbul setelah berumur 20-30 tahun, maka bila diagnsis
tealh diketahui orang tua atau pasien sendiri harus selalu waspada. Misalnya jika ada
keluhan pusing yang hebat atau terjadi pendarahan hidung yang lama harus segera
pergi ke dokter selain cara periodik kontrol di dokter jantung anak.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru
Berkurang
Yang paling sering pada golongan ini adalah tetralogi faliot. (TF). TF adalah kelainan
jantung bawaan dengan gejala sianosis yang timbul sejak bayi lahir, dan bertambah
nyata jika bayi menangis / menetek lama. Bila kelainan ringan sianosis baru timbul
setelah anak besar. Terdapat 4 kelainan pad TF yakni defek septum ventrikel,
stenosis pulmonalis, hipertrofi ventrikel kanan dan overrriding aorta.
a. Gambaran klinis
Derajat stenosis pulmonal dan besarmya DSV menentukan gambarankliniknya. Pada
stenosis pulmonal sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres.
Penderita TF yang berat dapat terjadi serangan sianotik berupa sianosis yang makin
hebat disertai takipnea dan hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai
penurunan kesadaran. Dapat disertai kejang-kejang bahkan berakibat fatal. Keadaan
ini tidak diketahui sejak semula (bayi baru lahir), sering baru ditemukan setelah bayi
dibawa berkonsultasi dengan keluhan bahwa jika bayi sedang minum atau menangis
menjadi sianosis. Jika bayi menangis keras sianosis bertambah hebat, pucat
kemudian jatuh pingsan. Atau anak yang sudah dapat berjalan sering tiba-tiba ia
jongkok ketika sedang bermain atau sedang berjalan. Hal itu sebenarnya merupakan
usaha tubuh untuk mngetasi kekurangan darah yang mengalir ke otak.
Pada umumnya pasien TF mengalami gangguan tumbuh kembang. Karena
kelemahan tubuh atau disebut penurunan toleransi latihan pasien mengalami
kesukaran dalam makan/minum. Pada pasien TF diketemukan gigi geligi sianotik,
serta kondisinya buruk karena perkembangan emailnya buruk. Selain gangguan
pertumbuhan juga terjadi kelainan ortopedi berupa skoliosis yang merupakan gejala
patognomonik untuk pasien TF.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mengetahui adanya TF dan menentukan pengobatannya diperlukan
pemeriksaan EKG, kateterisasi jantung dan angiografi. Dari kateterisasi jantung
dapat diketahui derajat dan sifat stenosis pulmonas atau pirau kanan ke kiri. Dengan
angiografi melihat secara anatomis ukuran overriding aorta, sifat stenosis pulmonas,
besarnya ventrikel kiri dan kedudukan septum ventrikel.
c. Penatalaksanaan Medis
Pertolongan untuk pasien TF hanya dengan dioperasi. Jika TF dengan sianosis
ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TF
dengan sianosis berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap.
Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TF yang sedang mendapat serangan
anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee chest atau menungging
dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2 melalui air minimal 2 L per menit.
Diberikan juga suntikan morfin dosis 1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi
dehidrasi dan asidosis metabolik. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan
bakteremia seperti mencabut gigi, sirkumsisi, kateterisasi urine harus dilindungi
dengan antibiotik 1 hari sebelum dan 3 hari setelahnya untuk mencegah endokarditis
bakterialis.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Walaupun pasien Tf selalu tampak sianosis (hanya TF ringan tidak sianosis) tetapi
tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter memandang perlu. Oleh
karena itu, orang tua pasien perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya.
Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi anoksia, kebutuhan
nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
e. Resiko terjadinya komlikasi
Adanya berbagai kelainan yang terdapat pada psien TF harus disadari bahwa infeksi
dan komplikasi mudah terjadi karena daya tahan tubuhnya sangat rendah.
Komplikasi yang sering ialah infeksi saluran napas, tetapi jua dehidrasi akibat
sukarnya makan dan minum. Untuk mengetahui cukup atau tidaknya pemberian
cairan pada pasien yang dirawat di rumah sakit setiap memberikan minum atau
makan misalnya susu, sari buah atau minum air putih dan makanan lainnya harus
dicatat perawatan den setiap hari dievaluasi.
Bila tidak dapat per oral mungkin perlu per sonde. Untuk menilai kecukupan gizinya
pasien ditimbang berat badannya 2 kali seminggu, tetapi bila perlu setiap hari atau 2
hari dengan pertimbangan dari catatan harian mengenai pemasukan makanan dan
cairan lainya. Jika pasien dipasang infus, tetasan harus diperhatikan agar tidak
terjadi kelebihan.
1. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru
Bertambah
Dengan golongan ini yang terbanyak adalah transposisi arteri besar (TAB),
atautransposition of the great arteries (TGA). Kelainan berupa adanya pemindahan
asal dari aorta dan arteri pulmonalis, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada
TAB terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TAB seperti letak katup aorta,
katup pulmonal dan sebagainya. Pada PJB yang disebut komplet ialah adanya katup
aorta di kanan pada lengkung aorta ke kanan.
a. Gambaran klinis
TAB merupakan PJB yang sering membawa kematian pada masa bayi (80%
meninggal pada masa bayi dan 5% pada masa prasekolah). Diduga penyebab
kematian pada masa bayi karena TAB yang menyebabkan ialah terjadinya gagal
jantung, terutama pada anak dengan aliran darah ke paru yang bertambah. Gejala
khas pada pasien TAB ialah bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru-biruan
yang disebut picasso blue. Sianosis merata ke seluruh tubuh kecuali jika resistensi
vaskular paru sangat tinggi, bagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik daripada
bagian bawah, venektasi jelas pada jari-jari. Bayi dengan TAB pada umumnya pada
waktu lahir berat badan dan panjang badannya seperti anak normal. Baru pada
bulan ketiga terdapat kelambatan pertambahan berat badan dan panjang badan
serta perkembangan otot terganggu.
b. Penatalaksanaan medis
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
c. Penatalaksanaan keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan
memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus
diberikan terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut watan pasien
penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut diharapkan memahami
kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga dapat menentukan tindakan
sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien
untuk suatu tindakan seperti:
Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.
Mengukur tekanan darah secara benar.
Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau oprasi.
Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.
Untuk membuat atau membaca EKG diperlukan keterampilan tersendiri, oleh
karena itu, perlu laihan dahulu sampai dapat betul mengerjakan.
Suatu hari sebelum kateterisasi bagian yang akan dimaksudkan kateter pada lipat
siku tangan kanan dan lipat paha kanan dibersikan dengan air dan sabun,
selanjutnya dikompres dengan alkohol 70%. Esok harinya ssampai dibawa ke bagian
laboratorium kateterisasi dikompres terus dengan alkohol. Malamharinya (sebelum
kateterisasi) pukul 20.00 diberi valium per oral 5-10 mg (sesuai instruksi) dan pagi
harinya pukul 05.00 diberi lagi valium dosis sama. Pukul 06.00 diperiksa analisis
gas darah arteri. Biasanya pagi (pukul 05.00) obat-obatan per oral untuk hari itu
diminnum sekalian minum terakhir untuk pagi itu dengan teh manis satu gelas.
Selanjutnya puasa sampai kateterisasi selesai. Infus dipasang sebelum berangkat ke
lab pada tangan atau kaki kiri.
d. Persiapan kateterisasi jantung
Pemeriksaan darah. Untuk darah besar, masa perdarahan, pembekuan dan
protombin(PPT)
Foto toraks (cor analisa)
Rekaman EKG
e. Perawatan pascakateterisasi
Pengawasan tanda vital setiap 15 menit selama 2jam pertama; setiap 30 menit pada
2 jam kedua dan setiap jam pada2 jam ketiga. Selanjutnya, jika sewaktu-waktu anak
telah sadar betul boleh diberi minum sedikit-sedikit, dan jika tidak muntah anak
boleh makan. Adakalanya pasien mendapat sampai tinggi suhunya; jika terjadi
demikian kompres dingin dan berikan banyak minum. Jika 1-2 hari tidak ada
kelainan pasien di pulangkan.
f. Persiapan sebelum operasi
Jika pasien telah ditentukan kapan operasi, sebelumnya harus dilakukan
pemeriksaan lengkap dahulu. Pemeriksaan darah lengkap, masa pembekuan, masa
perdarahan, PTT, elektrolit, fungsi hati, gula darah, HbsAG, asam urat, hapusan
tenggorok, fototoraks,EKG, ekokardiografi. Telah dikonsulkan kebagian gigi/ mulut,
THT dan bagian fisioterapi. Sehari sebelum operasi dilakukan pembersihan tubuh
ekstra dengan air dan sabun terutama bagian yang akan dioperasi. Bila perlu
dicukur, selanjtnya dikompres dengan alkohol. Mulai tengah malam puasa, pukul
16.00 diberikan obat terakhir, pasang infus. Berikan dorongan agar anak tidak takut
dan anjurkan untuk berdoa (Maryunani. 2002).
DAFTAR PUSTAKA
American Healt Association. 2010. Congenital heart
desease.http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses
Tanggal: 1 Juli 2010.
Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.
British heart foundation. 2009. Beating heart desease
together.http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com.
Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum
ventrikel.http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=2507&coid=1&caid=34.
Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-
fk04usk.blogspot.com.Diakses Tanggal: 1 Juli 2010
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada
neonatus. Jakarta: Trans info Media
Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Ontoseno, Teddy. 2007. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi untuk
indikasi pembedahan. http://www.majalah-farmacia.com. Diakses tanggal: 7 Juni
2010.
Prawirohardjo sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rahayoe, A. 2006. Penanganan medis pada penyakit jantung
bawaan.http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Rahman, A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada
neonatus.http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 7 Juni 2010.
Roebiono, S.P. 2007. Diagnosis dan tatalaksanan penyakit jantung
bawaan.http://www.mhcs.health. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
Simposium sehari. FK Unair-RS DR Soetomo Deteksi Penyakit Jantung Pembuluh
Darah untuk Indikasi Pembedahan. 2007. Surabaya.
Sudarti dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk
mahasiswa kebidanan. Yogyakarta: numed .

Anda mungkin juga menyukai