Anda di halaman 1dari 60

Skenario 2 Medikolegal Page 1

Yohana Dwi Sophianty


1102010298
1. VISUM ET REPARTUM
1.1 Definisi dan Landasan Hukum

Adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.

Landasan hukum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP :
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu
penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana
umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena
visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta
Skenario 2 Medikolegal Page 2

visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya
Sanksi hukum bila siapa saja yang menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan
sanksi pidana :

Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 224 KUHP :
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
Skenario 2 Medikolegal Page 3

dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan
bulan.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP:
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan
terdakwa

1.2 Klasifikasi

Macam-macam visum et repertum:
o Visum et Repertum korban hidup :
Visum et repertum.
Visum et Repertum sementara.
Visum et Repertum lanjutan.
o Visum et Repertum mayat
Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap
o Visum et Repertum pemeriksaan TKP.
o Visum et Repertum penggalian mayat.
o Visum et Repertum mengenai umur.
o Visum et Repertum Psikiatrik.
o Visum et Repertum mengenai BB


1.3 Isi dan Kerangka

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
o Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
o Bernomor dan bertanggal
o Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
Skenario 2 Medikolegal Page 4

o Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
o Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
o Tidak menggunakan istilah asing
o Ditandatangani dan diberi nama jelas
o Berstempel instansi pemeriksa tersebut
o Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
o Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari
satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing asli
o Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Bagian-bagian visum et repertum:
1. PRO JUSTISIA.
Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak
perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
o Identitas pemohon visum et repertum.
o Identitas dokter yang memeriksa /membuat visum et repertum.
o Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
o Tanggal dan jam dilakukannya
o Identitas korban.
o Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal.
o Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
3. PEMBERITAAN.
o Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta
keadaan umum.
Skenario 2 Medikolegal Page 5

o Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
o Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
o Hasil pemeriksaan tambahan
o Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
- Angka harus ditulis dengan huruf, (4cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, (luka bacok, luka tembak
dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).
4. KESIMPULAN.
o Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
o Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan,
pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
o Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP.
o Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan.
o Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

1.4 Maksud dan Tujuan Pembuatan

Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung.
Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP
pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
Skenario 2 Medikolegal Page 6

3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR
yang lebih baru

1.5 Aspek Medikolegal

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang
hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas
apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan
pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal
yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk
menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu
dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit
tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
Skenario 2 Medikolegal Page 7





2. PERUBAHAN-PERUBAHAN SETELAH MATI
1.1 Definisi

Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death)
akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death).
Kematian individu dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan
secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi
berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan
otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka sel-sel
Skenario 2 Medikolegal Page 8

sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian, dimulai dari sel-
sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang
sifatnya reversibel.

Sedangkan

mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga
organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti
secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.

Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.

Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah,
dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO
2
sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu
dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes
konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil
yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.

1.2 Tanda dan Patofisiologi

Tanda kematian tidak pasti
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.
Skenario 2 Medikolegal Page 9

Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan
paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi
kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara
mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx
dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti,
selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat
juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi
yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia.
Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut
selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi
darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka
akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak
menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal
sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan
oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna
semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada
stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang
menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga
anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah
menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari
umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan
Skenario 2 Medikolegal Page 10

anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat
hubungan seksual perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang
menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan
karena kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan
pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi
kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi
keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun
sering ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh
karena kekakuan otot-otot kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan dalam
kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali walaupun digunakan
air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang
kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini
berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di
epikantus. Area ini disebuttaches noires de la sclerotiques yang pertama kali
digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam
sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan
dengan iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid midriasis
yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris walaupun ada
sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil
sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi
obat seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan
kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata dari 1000 mayat dan
menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab
Skenario 2 Medikolegal Page 11

kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric
position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang
turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil
kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama
,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9 mm
dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung
dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata
posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah
14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola
mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu 30
menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam
kematian. Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan
perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi
pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat
dipertahankan dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan
garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop.
Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh
lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang
terjadi pada retina dicoba dihubungkan dengan perkiraan saat kematian.
Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah retina akan
mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau trucking dan ini terjadi
dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam
pertama setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar
fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam
batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan.
Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam
diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa
pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
Skenario 2 Medikolegal Page 12

pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna
coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem
yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan
perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa
segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada
penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat
dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan
yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204 fundus dari
subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau trucking pada satu atau
kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian
yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi
dalam 75% pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka
menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan posmortem yang
alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.
Tanda Kematian Pasti
1. LEBAM MAYAT
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah
mencapai capillary bed dimana pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir
ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa
gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembunggelembung di kulit pada awal proses pembusukan.


Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempattempat di mana mendapat tekanan lokal akan
menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan
Skenario 2 Medikolegal Page 13

terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih
pucat.


Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam
ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan
reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).


Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah
jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan
kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena
ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam, pada waktu ini dapat
dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat
rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang
banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan
setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan
ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.

Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah
merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari
kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna
lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika
posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari
kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena
darah sudah mengalami koagulasi.


Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila
telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi
lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda
ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan
tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti,
Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai
12 jam, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.


Skenario 2 Medikolegal Page 14

Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran
darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi
kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari
pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah.
Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung
jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan
purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu
sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena
ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.


2. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan
kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi
di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti
diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin,
dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang
lentur dan dapat berkontraksi (gambar II.3). Bila kadar ATP menurun, maka akan
terjadi pada perubahan pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk
berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan
tidak dapat berkontraksi.
Skenario 2 Medikolegal Page 15




Gambar II.3.
Kontraksi otot








Oleh
karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga
sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat
terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP,
akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut
dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang
jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena
infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat
mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan
gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban
yang mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih
alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya
perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan
protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi
sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik
maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu
kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk
Skenario 2 Medikolegal Page 16

dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga
daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.

Gambar II.4. Kaku mayat pada lengan dan leher
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai
puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam
dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya,
yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah
terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa
pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk
menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a. Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi
tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada
orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan
lambat.
- Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
- Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat.
b. Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
Skenario 2 Medikolegal Page 17

- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi
cukup bulan.
c. Keadaan Lingkungan
- Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lama.
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada
suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10
o
C, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.
d. Cara Kematian
- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi
dan berlangsung tidak lama.
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih
lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot
yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme
sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada
saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada
kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
Skenario 2 Medikolegal Page 18

- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut
ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab
atau cara kematian.
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah
3,5
o
C atau 40
o
F), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan
sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang
membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di
bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat
yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang
hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

3. Pembusukan Atau Decompositio
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium
welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami
proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim,
dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada
mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap
terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang
dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat
pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan
mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada
Skenario 2 Medikolegal Page 19

suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan
sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan
hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera
masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media
yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan
hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati,
pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas
pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar
berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang
biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas
pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada
fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan
letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas
keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar,
dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.
Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma
dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak
sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga
jaringan kehilangan strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang
biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas
pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri
pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran
marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan
paha.
Skenario 2 Medikolegal Page 20

Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga
jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran
gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey
combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian
permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan
yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini
menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang
terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang
bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk.
Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat
menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 7,5 cm
dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna
kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga
cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari
dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut
dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam
jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini
menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka
dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata
keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali
kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh
mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi
95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran
udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus terdorong
keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung.
Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan
dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Skenario 2 Medikolegal Page 21

Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra
abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus
dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan
dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah
terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda.
Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam
beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan
limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna
pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama
setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya
menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan.
Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat
lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-
granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3
mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh
seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,
medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum,
dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan
terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan
yang lain yaitu jaringan fibrousa.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama
perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang
transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan
autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting
dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan
hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung,
Skenario 2 Medikolegal Page 22

mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh
mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila
ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya
kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi
larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat
mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan
pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan
saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita
perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena
racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada
badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam
pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah
mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-
100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C)
atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu
hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan
berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung
lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan
pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan
media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat
sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses
pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
Skenario 2 Medikolegal Page 23

1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
(gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di
mana mayat berada. Semakin lembab udara di sekeliling mayat maka pembusukan
lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara lebih cepat
dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat
dibandingkan pada medium tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai,
namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifikasi
pembusukan antara lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi terjadi bila keadaan
disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada
kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati
dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat menjadi kecil, kering,
Skenario 2 Medikolegal Page 24

mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat
dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih
utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana
hangat, lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi
asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami
dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali
menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial
bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas.
Terjadinya saponikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada
setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan
dan berbau tengik seperti minyak kelapa.

4. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi.
Kalor dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti
glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa.
Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya
digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi
otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total
energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62%
energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.
Skenario 2 Medikolegal Page 25


Gambar II.1. Metabolisme Glukosa

Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga
suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses
penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan
salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada
fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
Skenario 2 Medikolegal Page 26

1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar
(gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Gambar II.3. Glikogenolisis

Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu
penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika
dirata-rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau
sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari
37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan
cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4
o
F - suhu
rectal
o
F) : 1,5
o
F. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan
thermometer kimia (long chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini
yakni:
Skenario 2 Medikolegal Page 27

1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan
penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia
tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu
tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya
menjadi lebih cepat.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat
terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat
dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain
itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak
panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin
cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium
atau lingkungan lebih mudah.

ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan
informasi mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan
investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan
manusia atau satwa (Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Skenario 2 Medikolegal Page 28


Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga
mayat manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat,
maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa
(Sukontason et al., 2007). Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga
lain akan menimbulkan suatu komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan
terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh
mayat tersebut (Hangeveld, 1989).

Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk
mengidentifikasi suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.
2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan
serangga atau golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies
Schizophagous, yakni spesies yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali,
namun akan menjadi predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang
memakan baik pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat
tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik
yang meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut
Gennard (2007) dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang
terbuka seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).

Skenario 2 Medikolegal Page 29

Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada
pada perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari
aktivitas bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili
Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama tahapan ini. Kemudian selama mengembang
akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar dari lubang-lubang tubuh dan
meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti amonia yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah di
bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju
ke mayat.

Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas
keluar dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun
beberapa serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage,
serangga necrophagous dan predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini
berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah
menyelesaikan perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada
akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.

Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus
sudah mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan
mengering. Indikator pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi
lalat di dalam tubuh mayat.

Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini
tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae
terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.

Estimasi Waktu Kematian
Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan
menetukan berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di
interpretasikan dalam postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI
terbagi menjadi dua, yakni precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization interval
Skenario 2 Medikolegal Page 30

(post-CI). Adapun penjelasan masing-masing interval tertera pada Gambar 4 (Tomberlin et
al., 2011).
Gambar 4. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada
mayat. Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian
disajikan pada Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk
mengetahui estimasi waktu kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian
berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5
tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus hidup serangga
Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%)
(Amendt et al.,
2004a).





Skenario 2 Medikolegal Page 31







Gambar 5. Kurva
pertumbuhan
Protophormia
terraenovae mulai
dari larva, pupa, dan
dewasa (adult) pada
suhu 15, 20, 25, 30
and 35C (Amendt et
al., 2004a).

Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga
untuk hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan
aktivitas metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi panas
(thermal unit) untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan energi selama
masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat (degree days D )
yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai accumulated
degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated
degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan
menggunakan rumus:

ADH=Waktu(hours) (temperatur - temperatur basal)
ADD=Waktu(days) (temperatur - temperatur basal)

Skenario 2 Medikolegal Page 32

Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui
dari literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur
lingkungan yang bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur
basal adalah temperatur fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur
yang berbeda- beda
(Tabel 2).





Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode
waktunya selama 68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya
adalah 2C. Sehingga akan diperoleh nilai:
ADH = 68 (26,7 2) = 1679,6 ADD = 1679,6/24 = 7
Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard,
2007).

3. INFANTICIDE
3.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan
telah melahirkan anak. Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang
harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak, adalah:
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat setelah
melahirkan.
4

Skenario 2 Medikolegal Page 33

Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan yang tidak
memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak,
melainkan suatu pembunuhan biasa.
4

3.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap
nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya adalah:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
berencana.
5



Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor penting, yaitu:
Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau belum. Sedangkan, bagi orang
lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan
atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara
(pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati
(pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Sehingga boleh
dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila
rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh
anaknya.
Skenario 2 Medikolegal Page 34

Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut
didapatkan dari hubungan tidak sah.
5

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,
got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian
dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308).
5

3.3 Peran Dokter pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri

Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa jenazah bayi.
Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu penyidikan untuk
memperoleh kejelasan di dalam hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?
2,5

Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang
bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh
anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih
ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:

4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?
2,5

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan
hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Selain itu,
viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila
bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan
anak sendiri, melainkan kasus lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran
dan kematian.
5,6

3.3.1 Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.
6
Skenario 2 Medikolegal Page 35

Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan
oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan
berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas
atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat
atau gerakan otot rangka.
5
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan (paru
mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan
otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan
tali pusat.
6
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi
plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernapasan
setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
3,6

a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6.
Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
3
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen
namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik
pada perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi yang belum bernapas berwarna merah
ungu tua seperti warna hati bayi dan homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati
atau limpa.
3
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-
paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan
histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
5

Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak
palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang
perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan
trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada
manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir
ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.
5

Skenario 2 Medikolegal Page 36

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus diikat
di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara
tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak
memberikan hasil meragukan.
5
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke
dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri
dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke
dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung
atau tenggelam.
5
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di
antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser
untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru,
lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau
tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan
keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang
telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil
uji apung paru negatif.
5
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat
bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah
bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).
5
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut,
sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan
histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir
hidup.
5
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
5


d. Mikroskopik paru-paru
Skenario 2 Medikolegal Page 37

Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi
selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan
perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau
Ladewig.
5
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda
khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang
berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan
dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung
bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum
bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti
rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar
dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).
5
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan
amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat
atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine
submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat dari
atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik
dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
5
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh
sel-sel dinding alveoli.
5

Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan
atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl
yang fatal seperti anensefalus.
5

Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:
4,6
Skenario 2 Medikolegal Page 38

n
No.
Paru belum bernapas Paru sudah bernapas
1
1.
Volume kecil, kolaps, menempel
pada vertebra, konsistensi padat,
tidak ada krepitasi
Volume 4-6x lebih besar, sebagian
menutupi jantung, konsistensi seperti karet
busa (ada krepitasi)
2
2.
Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
3
3.
Warna homogen, merah
kebiruan/ungu
Warna merah muda
5
4.
Kalau diperas di bawah
permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila sudah
ada pembusukan gelembungnya
besar dan tidak rata.
Gelembung gas yang keluar halus dan rata
ukurannya.
6
5.
Tidak tampak alveoli yang
berkembang pada permukaan
Tampak alveoli, kadang-kadang terpisah
sendiri
6
6.
Kalau diperas hanya keluar
darah sedikit dan tidak berbuih
(kecuali bila sudah ada
pembusukan)
Bila diperas keluar banyak darah berbuih
walaupun belum ada pembusukan (volume
darah dua kali volume sebelum napas.
8
7.
Berat paru kurang lebih 1/70 BB Berat paru kurang lebih 1/35 BB
8
8.
Seluruh bagian paru tenggelam
dalam air
Bagian-bagian paru yang mengembang
terapung dalam air.
9
9.
Letak diafragma setinggi iga 3
atau 4
Letak diafragma setinggi iga 5 atau 6

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa
bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara
tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis
dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah
menurun dan atau kadar CO
2
dalam darah meningkat.
4,6


3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat
dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun
yang lahir mati.
4,6

4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi
mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam
Skenario 2 Medikolegal Page 39

duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis
yang langsung masuk vena cava inferior).
4

Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang
sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale
tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam)
Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
4


5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat
reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam lambung
dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau tertelan.
Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus
diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian
dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua seluruhnya
dari usus besar.
4,6

6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali
pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua,
pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara
tajam atau tumpul).
4,6

7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi
lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir
hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa
hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi
tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu
dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.
4,6


Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau
setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:
Skenario 2 Medikolegal Page 40

a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
Tidak ada gas, baunya khas.
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.
4


3.3.2 Tanda Perawatan

Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus
pembunuhan anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi
tersebut tidak lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen)
adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan
bayi baru lahir dan tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak sendiri.
3,5
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui
dari tanda-tanda sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah.
Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan
pusat (umbilikus).
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
3,5

Skenario 2 Medikolegal Page 41


Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung dengan Ari-Ari.

3.3.3 Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan
ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas
mempunyai beberapa syarat, yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.
3,4

Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau
mikrosefalus), dan saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).
2


3.3.4 Cukup Bulan dalam Kandungan

Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama
37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran bayi cukup bulan
dapat dinilai dari:

Ciri-ciri eksternal
Daun telinga
Skenario 2 Medikolegal Page 42

Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang
rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada
bagian dorsokranialnya dan bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.
3
Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas
permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.
3
Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan
relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi.
Kuku jari kaki masih relatif pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan
belum melampaui ujung jari dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah
dilipat.
3
Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan
hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal
kulit telapak kaki itu basah maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan
superfisial.
3

Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar
skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang
matur, labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.
3

Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan
tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut
kepala halus seperti bulu wol atau kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu
sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.
3


Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh
darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar.
Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut tampak jelas.
3
Processus xiphoideus
Skenario 2 Medikolegal Page 43

Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan
pada yang prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus
manubrium sterni.
3

Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah
terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum terdapat.
3
Pusat penulangan
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang
cukup penting. Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat
penulangan pada umur kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan
cuneiform. Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada
umur kehamilan 28 minggu.
Penaksiran umur gestasi
Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit dalam
sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan terakhir,
panjang badan adalah sama dengan angka bulan dikalikan dengan angka 5.
3
Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.
3
Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)
3


3.3.5 Penyebab Kematian

Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab
kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati
atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal death).
3
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Skenario 2 Medikolegal Page 44

Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar
kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti
sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan
kelainan pada organ internal seperti paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti
anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan
dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu
meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat
pembesaran kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan
rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel
darah merah anak dan menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga
menyebabkan kematian anak baik sebelum maupun setelah kelahiran.

b. Kematian akibat kecelakaan
1. Akibat persalinan yang lama
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah ke
selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat kompresi kepala dengan
pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal ini dapat
menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.
3. Trauma
Skenario 2 Medikolegal Page 45

Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan senjata
tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan penyebab kematian bayi
intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan, maka anak
tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga harus dilahirkan sesegera
mungkin. Jika kematian disebabkan oleh penyakit kronis, seperti perdarahan
kronis, maka kesempatan untuk menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil.
Sedangkan jika kematian disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan,
dimana ibu sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa
bayi lebih besar.

c. Kematian karena tindakan pembunuhan
1. Pembekapan (sufokasi)
Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir sangat
mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau dengan tangan.
Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat jalan napas, seringkali karena
ibu berusaha mencegah agar anak tidak menangis dan ini justru menyebabkan
kematian.
2. Penjeratan (strangulasi)
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering ditemui.
Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat berlebihan dari yang
dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan akan ditemukan
di daerah leher disertai dengan memar dan resapan darah. Kadang juga ditemukan
penjeratan dengan menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati
secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan
bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan
terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah
tulang.
5. Kekerasan tajam
Skenario 2 Medikolegal Page 46

Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata
tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga
menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium pada putting
susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi anatomi
yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.
3

3.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri

Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan
bertujuan untuk menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan. Pada pemeriksaan juga
perlu dicatat keadaan jalan lahir untuk menjawab pertanyaan Apakah mungkin wanita
tersebut mengalami partus presipitatus?.
3
1. Tanda telah melahirkan anak
a. Robekan baru pada alat kelamin
b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari
c. keluar darah dari rahim
d. ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi
tulang kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih
2

2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari
2

3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih
bila tali pusat pendek
Skenario 2 Medikolegal Page 47

c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan
di dalam tengkorak
2

4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim.
2
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa
adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan, yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri, lochia,
kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari usia pasca lahir
ditambah lama kematian.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya dapat
ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedang
individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila golongan AB
sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis golongan
darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya
maka cara ini tidak merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang besar.

4. PEMERKOSAAN
1.1 Definisi

Perkosaan adalah persetubuhan diluar nikah dengan kekerasan atau dibawah ancaman
kekerasan 12 th(ps 285).
UU perlindungan anak
UU HAM no 26/2000
UU KDRT no 23/2004
Three elements are necessary to constitute the crime:
Sexual intercourse (carnal knowledge)
Failure to seek or to obtain the consent of the victim.
Skenario 2 Medikolegal Page 48

Force


1.2 Cara dan prosedur pemeriksaan

Prosedur Pemeriksaan
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika anak kecil,
dari orang tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya dilakukan pada ruangan
tertutup Almarhum W. H. Grace merekomendasikan agar korban diberikan tempat duduk
yang paling nyaman, jika dia tidak merasa gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya
patut dicurigai.

Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval antara
pemeriksaan dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval seterusnya akan
memerlukan penjelasan, dan yang paling penting adalah dokter, akan mengeluarkan surat izin
pemeriksaan yang menjelaskan jika ada tanda-tanda pemerkosaan. Hasil negatif pada orang
dewasa didapatkan jika pemeriksaan dilakukan setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah
menikah atau jika dia sudah terbiasa melakukan hubungan seksual.

Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban ketika
memasuki ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan memperhatikan gerak-
gerik secara umum dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika berjalan akan terasa sakit yang
disebabkan oleh luka pada alat kelamin? Apakah korban merasa gembira, menderita, atau jika
Skenario 2 Medikolegal Page 49

merasa terganggu, sebagai konsekwensi dari keadaan setelah baru saja diperkosa? Apakah dia
adalah wanita lemah atau sehat fisiknya, dan perlawanan macam apa yang bisa dia lakukan?

Pengumpulan spesimen merupakan hal yang penting. Akan lebih baik bila disiapkan
perlengkapan untuk mengumpulkan dan menyimpan barang bukti.

Rape Kit
Formulir rangkaian pemeriksaan barang bukti
Formulir pemeriksaan dokter
Amplop2 penyimpan barang bukti
Sisir untuk rambut pubis
Gunting untuk rambut pubis
Tabung pengambilan darah
Kertas saring untuk pengambilan saliva
Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral
Tabung kultur
Slide mikroskop
Label
Checklist
Mulai dengan proses informed consent

Informasi:
Manfaat pemeriksaan
Prosedur yg akan dilakukan
Penyelidikan lanjutan yg diperlukan dan tujuannya
Consent :
Oleh ybs atau keluarga terdekat (proxy consent hanya boleh bila ybs tak
mampu memberikannya)

Anamnesis
Individu, keluarga, sos-ek, dik
Lingkungan hidup
Hubungan dengan pelaku
Rincian peristiwa
Skenario 2 Medikolegal Page 50

Tindakan pra dan pasca
Penyelesaian yg diinginkan
Faktor
2
yg berpengaruh

Pemeriksaan fisik
Menyeluruh
Umum
Lokal pada (dugaan) cedera
Ginekologis
Dapat dituntun oleh temuan dalam anamnesa
Berpedoman pada standar
Dapat dibantu dengan pemeriksaan radiologis, usg, dll

Ginekologis
Usahakan agar selalu dilakukan (harus ada consent)
Dysuri, gangguan menstruasi, perdarahan per-vag, masalah seks, nyeri dubur, dll
Cedera di bagian luar : pubis, v / v, perineum, anus
Lakukan seperti pada korban kejahatan seksual

Dokumentasi
Deskriptif di rekam medis
Fotografik:
Minta ijin dulu
Skala, warna, sudut pandang
Penyimpanan
Video:
Data medis lain
Pembuktian perkosaan
Bukti kekerasan :
Fisik, racun / obat
Bukti persetubuhan
Bukti penetrasi
Bukti ejakulasi :
Sperma
Skenario 2 Medikolegal Page 51

Cairan mani
Bukti lain
Bukti tentang pelaku

Anamnesa
Riwayat kejadian:
Sebelum
Kenal dengan pelaku? Diberi minuman? Diancam? Dengan kata2 atau dengan senjata?
Diberi iming2/janji2
Selama
Melawan? Pelaku menggunakan kekerasan? Berteriak? Pelaku menggunakan kondom?
Terjadi penetrasi? Terjadi ejakulasi?
Sesudah
Membasuh diri? Mandi? Ganti pakaian? Kencing? Bab? Minum? Sikat gigi?
Riwayat seksual:
Menarche, menstruasi, sudah menikah atau belum? Kb yang dipakai? Jumlah anak? Pernah
aborsi? Dll
Tugas dokter
1. Yang harus dicari oleh dokter adalah
Tanda tanda persetubuhan
Tanda-tanda kekerasan
Umur bila korban tidak tau tanggal lahir pasti
Pantas dikawin atau tidak
2. Go to
3. Pembuatan diskripsi luka
4. Pembuatan kesimpulan
Tanda-tanda persetubuhan
Adanya robekan hymen (tidak selalu)
Adanya sperma dan cairan sperma (tidak selalu)
Kehamilan dengan usg, test pack
Pms : go, hiv, sifilis dll
Tanda-tanda kekerasan
Cari luka luka memar biasanya mempunyai tempat predileksi
Ambil darah atau urine untuk toksikologi dan mikrobiologi
Skenario 2 Medikolegal Page 52

Umur, bila klien tidak mengetahui umurnya dengan pasti
Dari gigi
Radiologis
Pantas dikawin atau tidak
Menarche pertama umur berapa?
Tanda kelamin sekunder
Pengumpulan barang bukti. Ingat semuanya harus menggunakan label



Pada kasus yang masih baru, buka seluruh pakaian
diatas selembar kertas berukuran 1 m x 1 m, untuk
pemeriksaan lebih lanjut bila diperlukan

Pengumpulan barang bukti lainnya misalnya daun
kering dan tanah yang melekat pada korban

Periksa memar pada mulut dan langit-langit pada
persetubuhan oral.
Skenario 2 Medikolegal Page 53


Pengumpulan barang bukti lainnya untuk pemeriksaan dna = gigi, fingerprint

Bila ada bercak sperma pada tubuh, bila kering kerok dengan skalpel, bila basah gunakan
kapas lidi dan masukkan dalam amplop

Status ginekologis
Indikasi pemeriksaan inspekulo:
1. Di ok dan bila akan dilakukan tindakan
2. Dalam keadaan narkose umum

Pemeriksaan laboratorium
Darah dan urine untuk toksikologi
Napza, hipnotik, alkohol dll
Kehamilan emergency pill
Sperma :
Cairannya
Fosfatase asam
Berberio
Florence
Selnya
Dari swab vagina : malachite green
Terjebak dalam kain: baechi
Dna pada kasus-kasus paternitas dan salome


Alat Kelamin dan Payudara
Skenario 2 Medikolegal Page 54


Payudara
Satu atau kedua payudara akan mengalami memar apabila diperlakukan secara kasar.
Mungkin digigit dan cetakan gigi dari si pelaku terlihat jelas, seperti pada kasus Gorringe
putingnya mungkin terlihat seperti bekas digigit.

Pemeriksaan dengan sinar uv Fosfatase asam


Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena rambut harus
didapat tanpa pemotongan langsung pada daerah yang dicurigai. Perlengketan dari rambut
dapat disebabkan oleh cairan semen yang mengering. Sampel rambut diperlukan untuk
pembuktian akan hal ini dan juga untuk perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada
baju tersangka.

Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan,
tetapi padda bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.

Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.


Selaput dara
Skenario 2 Medikolegal Page 55

Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai /
dijangkau difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu ( Glaister & Rentoul -1966).

Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan
pembengkakan dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka, perlu
diperhatikan dengan seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk bentuk yang tidak
biasa dari selaput darah yang masih utuh.

Liang senggama (Vagina )

Pelebaran dari liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya persetubuhan, tapi
hal tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing (seperti tampon). Memar,
lecet atau terkikisnya kulit dapat terjadi karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak
menyatakan bahwa hal tersebut sebagai tindakan perkosaan.

Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak disebabkan olen
perkosaan. Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya liang senggama (vagina)
dikarenakan koitus yang biasa, yang dilaporkan oleh Victor Boney (1912). Seorang wanita
dilarikan ke rumah sakit setelah dilaporkan menderita perdarahan dan peritonitis. Robekan
pada fornix posterior sampai peritoneum. Dia sempat disangka melakukan aborsi kriminalis
dengan menggunakan alat bantu (dia adalah seorang wanita yang telah memiliki banyak anak
sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan tersebut terjadi dikarenakan melakukan koitus
dengan posisi berdiri pada saat mabuk. Adapula kasus perforasi vagina yang disebabkan
karena kelemahnya tekstur.

Cairan vagina

Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan.
Dapat untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan
semen untuk mengarahkan akan telah terjadinya persetubuhan


RANGKAIAN PEMERIKSAAN BARANG BUKTI
FAKTOR YANG BERPERAN
Skenario 2 Medikolegal Page 56


Saat/waktu pemeriksaan
Keaslian barang bukti
Semakin cepat didapatkan barang bukti dari si korban, maka keaslian barang
bukti makin bisa dipertahankan.
Teknik pemeriksaan
Teknik pemeriksaan haruslah benar sesuai dengan aturan-aturan yang sudah
ada agar mendapatkan hasil baik untuk dipakai sebagai barang bukti.
Koordinasi dokter dan penyidik
Dokter dan penyidik bekerjasama megumpulkan barang bukti yang terkait
dengan korban/pelaku.

ANALISA LABORATORIUM
IDENTIFIKASI SPERMATOZOA
- Vaginal dan cervic swab
Merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan bukti telah terjadinya
persetubuhan yang masih baru.Akan tetapi, terkadang pada beberapa kasus
sperma bias tidak diketemukan, misalnya pada orang yang sudah vasektomi
atau cairan maninya sendiri tidak mengandung sperma.
- Oral / anal swab
Swab pada bagian rectum rectum/bukal/palatum dengan lidi yang dililiti kapas
lalu diolesi ke kaca objek untuk diperiksa apakah sperma +/-

PEMERIKSAAN ASAM FOSFATASE (KWANTITATIF)
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menilai adanya asam fosfatase prostatic.
Pada pemeriksaan ini dapat mengidentifikasikan cairan mani bahkan jika di
dalamnya tidak mengandung sperma.
Dengan swab vagina atau pencucian vagina dapat ditentukan juga kadar asam
fosfatase secara kualitatif.
Pada pemeriksaan asam fosfatase secara kuantitatif dapat dipakai sebagai
petunjuk waktu antara saat terjadinya persetubuhan dan pengumpulan bahan
specimen.

PEMERIKSAAN DNA
Skenario 2 Medikolegal Page 57

- Rambut pubis dan kerokan kulit kepala
Harus didapatkan specimen rambut pubis pada korban yaitu bias dengan cara
memotong rambut pada permukaan kulit atau jika perlu
dilakukan pencabutan sampai didapatkan akar rambutnya untuk dilakukan
pemeriksaan dan perbandingan apakah rambut tersebut diduga
milik korban atau si pelaku.

- Jaringan epidermis dan darah (bila ada) dari bawah kuku korban.
Terkadang bisa ditemukan adanya epitel jaringan kulit di bawah kuku si korban atau
bercak darah untuk mekanisme pertahanan.

- Jika korban telah menikah,dengan dilakukannya pemeriksaan DNA ini dapat diketahui
sperma tersebut berasal dari suami atau pelaku.

Keberhasilan Investigasi

Keberhasilan investigasi tergantung 3 faktor yang saling mendukung, yakni korban petugas
kepolisian petugas medis. Petugas kepolisian atau petugas medis yang pertama kali tiba di
tempat kejadian atau menemukan korban harus segera menangani kegawatdaruratan medis.
Bila korban terluka parah, usaha penyelamatan harus menjadi prioritas dibanding hal-hal lain,
seperti interogasi misalnya. Saat korban telah dievakuasi, atau ternyata korban ditemukan
dalam keadaan tak bernyawa, tempat kejadian harus segera diamankan dan penyelidikan
mencari barang bukti segera dilaksanakan. Kalaupun korban tak terluka secara fisik, korban
pasti memerlukan support untuk menangani trauma psikisnya. Akan lebih baik bila korban
ditangani oleh petugas kepolisian wanita.
Perlu juga kerjasama dari pihak korban, karena biasanya korban akan memaksa untuk diantar
/ dijemput oleh keluarga / kenalan sehingga seringkali tidak menuju tempat fasilitas medis,
atau pemeriksaan yang harusnya dilakukan dengan segera menjadi tertunda dan bukti-bukti
berharga hilang.

PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA PELAKU PEMERKOSAAN
Pemeriksaan terhadap tersangka pelaku pemerkosaan dapat menjadi bagian dari syarat
syarat sistem pemeriksaan kejahatan seksual.
Skenario 2 Medikolegal Page 58

Penile washing dilakukan untuk menentukan aktivitas seksual terakhir, sehingga
diharapkan dapat membantu meng-identifikasi kemungkinan kemungkinan pelaku.
Dalam test ini, penis tersangka dicuci dengan saline, lalu hasil dari pencucian tersebut
diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou jika ditemukan sel epitel vagina dan serviks serta
barr body, maka hasil tersebut menandakan adanya persetubuhan yang baru terjadi
Pemeriksaan ini tentu memerlukan inform consent, yang dapat berupa perintah dari
pengadilan.

Izin untuk pemeriksaan terhadap tersangka tidak merupakan patokan utama, seharusnya
didapat oleh dokter serta ditulis dan melalui kesaksian pada pemeriksaan.

Pemeriksa akan menulis tentang usia, ukuran fisik dan bentuk fisik yang terdapat pada
tersangka. Pemeriksaan juga harus menjelaskan jika terdapat luka-luka ( bekas cakaran
kuku/luka lecet, luka memar, dan tanda-tanda yang mengarah kepala perlawanan)

Pemeriksaan cairan semen, bercak sperma pada pakaian diharapkan dapat memberikan
penjelasan. Juga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti ukuran penis, apakah pria tersebut
potent/impotent. Akumulasi dari smegma kurang dapat menentukan tetapi robekan pada
frenum mengarahkan atas terjadi hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat
dilakukan (penularan penyakit sexual yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel
darah juga dapat dilakukan (terutama pada kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan terhadap
baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk menemukan adanya rambut, darah, bercak.
Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan milik siapa.

PROSEKUSI TERSANGKA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL
Prosekusi dari kasus kejahatan seksual mungkin adalah prosekusi yang paling sulit dari
keseluruhan pengungkapan kasus kasus kejahatan seksual. Biasanya, hanya sebagian kecil
dari banyak kasus kasus kejahatan seksual yang benar benar sukses di prosekusikan.
Pada kasus kasus seperti ini, biasanya tidak ada saksi mata. Seringkali, hanya ada kesaksian
dari korban melawan kesaksian tersangka. Korban sendiri adalah saksi mata yang tidak kuat,
dan bisa saja, korban tidak dapat ditanya.
Dahulu, pada kasus kasus seperti ini, ada ketergantungan yang kuat terhadap bukti bukti
dari tempat kejadian dan sekitarnya, dan sangat sedikit memakai bukti bukti ilmiah. Dengan
Skenario 2 Medikolegal Page 59

investigasi dan pengumpulan barang bukti secara ilmiah yang benar, maka sekarang ini, bukti
bukti ilmiah banyak digunakan, walaupun kesaksian saksi mata tetap menjadi bukti penting.
Petugas polisi yang melakukan investigasi sama bergunanya dengan seorang saksi mata
untuk mendeskripsikan tempat kejadian perkara dan kondisi korban saat pertama kali
ditemukan.
Dokter pemeriksa juga dapat menjadi saksi ahli yang tak kalah pentingnya. Selain itu, foto
foto yang juga dapat menjadi bukti yang penting dalam mendemonstrasikan luka dengan
efektif. Dokter sebaiknya diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan foto dari korban dan
memperkenalkannya sebagai barang bukti.
Ahli patologi dan ahli laboratorium penting diajukan sebagai saksi ahli karena kesaksian
mereka adalah yang paling teknis dan juri harus yakin kalau mereka berkompetensi untuk
memberikan kesaksian tersebut. Sebaiknya kesaksian tersebut dengan menggunakan kata kata
yang mudah dimengerti oleh juri.
Bagi juri korban adalah saksi yang paling penting karena juri mungkin akan mengabaikan
bukti bukti ilmiah.
Bagi korban mati, ahli patologi yang melakukan pemeriksaan forensik menggantikan korban
sebagai saksi dipengadilan. Deskripsinya tentang luka luka dan hasil dari analisis lab akan
menginformasikan bagaimana perkiraan kejahatan tersebut.

Contoh kesimpulan
Pada pemeriksaan terhadap wanita berusia dua puluh tiga tahun ini ditemukan
robekan baru pada selaput dara pada posisi jam tujuh sampai dasar karena kekerasan
tumpul yang menembus liang senggama (penetrasi). Selanjutnya pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya tanda-tanda persetubuhan. Selain itu pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya memar-memar pada badan dan anggota gerak
karena kekerasan tumpul yang menurut sifat dan polanya sesuai dengan luka tangkis.

5. LARANGAN MEMBUNUH DALAM ISLAM
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang
lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
Skenario 2 Medikolegal Page 60

keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
.
sungguh-
sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. al-Maaidah : 32)

HUKUMAN BAGI PEMBUNUH
Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu
dibunuh balik sebagai hukuman qishash ke atasnya. Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa
yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah: 178).

Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu
masa nanti, sesuai dengan firman-Nya: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. an-Nisa:
93)

Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman
qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta.
Jumhur ulama sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat
diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash
diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup umat manusia, sebagaimana firman
Allah: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah: 179).

Anda mungkin juga menyukai