Metode pelarutan adalah suatu proses pencampuran raw material dengan raw material lainnya dengan menggunakan media pelarut dimana matriks polimer utama dapat melarut sempurna dalam kondisi pelarut mendidih. Adapun prosesnya adalah : i. Medesain formula dengan menggunakan literatur dan sesuai dengan peruntukanna. Jika diinginkan suatu material yang biodegradable, maka dilakukan penambahan serat alam pada matriks polimer sebagai filler. Jika yang diinginkan adalah suatu material yang hambat bakar, maka ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar seperti clay, dll. No Komposit Perbandingan Notasi 1 rPP/TKS 10:0 F1 2 rPP/TKS 9:1 F2 3 rPP/TKS 8:2 F3
ii. Menyiapkan raw material, misalnya LPP yang sudah dipotong kecil- kecil dengan tujuan agar luas permukaannya menjadi besar sehingga akan mempermudah terjadinya tumbukan, serat alam dalam bentuk serbuk yang sebelumnya sudah dilakukan delignifikasi (penghilangan lignin) dengan perendaman menggunakan NaOH 4%. Tujuan penghilangan lignin ini adalah karena lignin merupakan komponen serat yang dapat menyebabkan kekuatan dari serat menurun karena sifatnya yang rapuh. Clay yang digunakan dalam bentuk serbuk (misalnya ukuran 100 mesh atau 150 mesh) tujuannya adalah agar clay mudah untuk memperluas permukaan dari clay sehingga akan mempermudah terjadinya tumbukan saat bereaksi. Raw material yang dibutuhkan ditimbang sesuai formula. iii. Merangkai alat yang digunakan dalam proses pembuatan masterbatch, dimana alat yang digunakan adalah reaktor labu leher 3, kondensor, termometer, pengaduk mekanik, gas nitrogen, penangas dan hot plate. Karena reaktor labu leher 3 kurang praktis digunakan dimana setelah pelarutan reaktor ini harus dibelah untuk mengambil masterbacth yang ada didalamnya sehingga dibukanlah reaktor yang lebih praktis dengan menggunakan wadah stainlestell yang diatasnya dialiri gas nitrogen agar pada saat pelarutan oksigen terminimalisir melakukan kontak dengan sampel dan xylene tidak mudah menguap akibat terhalang oleh gas nitrogen. iv. Sampel dipanaskan diatas penangas yang berisi minyak goreng hingga pelarut mendidih (misalnya, xylene mendidih pada suhu 135 140 o C). Digunakan penangas yang berisi minyak goreng karena minyak goreng mampu berperan sebagai penstabil suhu. Kontrol suhu berupa setelan hotplate dan pemanasan minyak goreng yang stabil. Sedangkan, suhu minyak goreng dan suhu pelarut diukur secara berkala dengan menggunakan termometer. Jumlah gas nitrogen yang digunakan adalah 0.05 Barr selama satu jam untuk meminimalisir terjadinya penguapan xylene. Perlu diketahui bahwa, PP mampu larut 100% dalam xylene mendidih (suhu 135 140 o C). v. Setelah pelarut mendidih, masukkan raw material berupa LPP sampai LPP meleleh. Proses memasukkan LPP ke dalam xylene mendidih diikuti dengan menyalakan pengaduk mekanik dengan tujuan untuk membantu terjadinya pencampuran dengan raw material lainnya. Setelah LPP meleleh sempurna, masukkan bahan-bahan dan raw material lainnya seperti BPO untuk membentuk radikal pada PP, asam akrilat berfungsi sebagai senyawa penggandeng karena memiliki sisi polar yang akan berikatan dengan selulosa dan sisi non-polar yang akan berikatan dengan PP, DVB yang berfungsi sebagai croslinker kemudian serat alam dan clay. Pengadukan dengan pengaduk mekanik dalam tahap pencampuran ini berfungsi untuk mempercepat terjadinya tumbukan antar molekul raw material. Proses pengadukan dan pencampuran dilakukan selama 1 jam dengan mengalirkan gas nitrogen sekecil mungkin agar campuran tidak menggumpal (tekanan gas nitrogen 0.05 Barr). vi. Setelah 1 jam, campuran di tuangkan kedalam nampan yang terbuat dari stainless steel dan dilakukan proses penguapan pelarut dalam lemari asam. (Masterbatch) vii. Masterbatch kering yang telah bebas pelarut diambil beberapa gram (misal 12 gram) untuk dibuat spesimen dengan menggunakan mesin hotpress. viii. Suhu hotpress diatur pada atau diatas suhu titik leleh matriks polimer utama (misalkan PP memiliki titik leleh 165 o C), sehingga pada saat pemanasan suhu hotpress diatur pada 180 o C agar pelelehan PP sempurna. ix. Setelah suhu hotpress mencapai 180 o C, sejumlah gram masterbatch yang sudah diletakkan dalam template yang kemudian dilapisi dengan plat besi dimasukkan kedalam mesin hot press. Tekan tuas pompa hidrolik pada hotpress agar plat atas mesin hotpress menempel dengan plat besi bagian atas yang melapisi template berisi spesimen (tanpa penekanan) kurang lebih selama 5 menit hingga suhu plat atas dan bawah hotpress kembali mencapai 180 o C. Setelah suhu hotpress kembali mencapai 180 o C, tekan tuas pompa hidrolik dari alat hotpress hingga plat besi bagian atas dan plat besi bagian bawah saling menempel sempurna dengan template yang ditandai dengan tuas pompa hidrolik tidak bisa ditekan lagi (batas penekanan ditandai dengan stopper, sehingga ketika ketebalan sudah mencapai titik yang diharapkan (misal, 0.3 mm) tuas pompa hidrolik tidak bisa ditekan lagi). Biarkan selama 15 menit, agar pelelehan masterbatch sempurna dan memenuhi semua bagian template sesuai dengan ketebalan yang diharapkan. x. Setelah 15 menit, keluarkan plat besi beserta template berisi spesimen dari alat hotpress dan letakkan di tempat beralas datar (misal lantai) dengan memberi beban di atas plat besi untuk melakukan pendinginan hingga kedua plat besi dingin. xi. Setelah dingin, keluarkan spesimen tersebut dari template.
I. b. Pembuatan komposit dengan internal mixer merk HAAKE Pada proses pembuatan komposit dengan internal mixer merk HAAKE, proses dilakukan pada kondisi meleleh. Matriks polimer yang bersifat termoplastis, diantaranya adalah PP dilelehkan selama sekian menit kemudian ditambahkan raw material lainnya hingga saling bercampur. Adapun prosedurnya adalah: i. Siapkan bahan awal (raw material) yang akan digunakan untuk membuat komposit, misalnya adalah LPP, serat alam, lempung (clay) dan timbang semua raw material yang dibutuhkan sesuai formula. ii. Pada alat internal mixer merk HAAKE, dilakukan: a. Atur suhu yang akan digunakan yaitu suhu diatur pada atau di atas suhu titik leleh dari matriks polimer utama (misalkan PP mempunyai titik leleh 165 o C). Suhu yang digunakan dalam proses pencampuran yaitu 180 o C agar proses pencampuran maksimal. b. Atur waktu lamanya proses yang akan dilakukan; - Masukkan PP dan bahan-bahan lain seperti BPO, AA, DVB kedalam internal mixer pada 0. - Masukkan serat alam setelah 5. - Masukkan lempung setelah 7. - Diamkan selama 20. c. Atur putaran yang akan digunakan (rpm) iii. Buka tuas penutup pada internal mixer untuk mengambil hasil proses (masterbatch) kemudian bersihkan alat dengan menggunakan polistiren. Tutup tuas penutup pada interal mixer untuk proses selanjutnya.
Pembuatan spesimen dengan mesin hotpress merk GOTECH i. Ambil sejumlah gram masterbatch (disesuaikan dengan ketebalan template) dan diletakkan dalam template yang dilapisi plat besi. ii. Atur suhu hotpress sesuai dengan suhu pelelehan dari raw material utama (misalkan PP memiliki titik leleh 165 o C), sehingga pada saat pemanasan suhu hotpress diatur pada 180 o C agar pelelehan PP sempurna. iii. Masukkan template yang berisi masterbatch kedalam hotpress. iv. Dilakukan proses pra-heating selama 6 menit kemudian dilakukan pengepresan dengan tekanan 1300 psi selama 3 menit.. v. Keluarkan template dari bagian hotpress dan masukan kedalam pendingin dan dialukan pengepresan lagi. vi. Setelah dingin, keluarkan template yang berisi spesimen dari alat dan keluarkan spesimen dari template.
I. c. Tujuan proses pembuatan komposit adalah melakukan proses pengubahan raw material yang memiliki sifat kimia, fisika dan mekanik kurang baik menjadi komposit dengan sifat kimia, fisika dan mekanik yang lebih baik dan lebih bermanfaat dari sebelumnya. Sebagai contoh; polipropilena (PP) merupakan salah satu matriks polimer yang dapat digunkan dalam pembuatan komposit. Keberadaan limbah polipropilena melimpah. Kelemahannya adalah polipropilena memiliki sifat mekanik yang rendah, mudah terbakar, dan tidak biodegradable. Dengan penambahan serat alam pada PP menjadikan suatu material biokomposit yang memilki sifat mekanik yang lebih baik dibandingakan tanpa penambahan PP selain itu, material menjadi lebih biodegradable dikarenakan adanya selulosa dalam matrik polimer. Selain selulosa, dengan penambahan lempung pada PP akan menjadikan suatu material geokomposit yang memilki sifat ketahanan bakar lebih baik dibandingakn PP awal. Jadi, dengan penambahan serat alam dan lempung pada PP akan meningkatkan sifat mekanik, ketahanan bakar dan biodegradasi dari PP. Desain proses merupakan suatu rencana atau gambaran proses yang akan dilakukan dalam penelitian untuk membantu memahami apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi dalam proses. Data-data yang harus dibuat adalah: i. Persiapan raw material yang akan digunakan pada proses penelitian ii. Diagram alir Dalam mendesain diagram alir harus mengandung aliran informasi dalam penelitian. Pada pendesainan diagram alir proses diambil dari persiapan bahan awal (raw material) kemudian proses pembuatan raw material tersebut sampai menjadi hasil akhir dan pengujian atau karakterisasi yang dilakukan pada raw material, material semi produk dan produk. iii. Rencana penelitian seperti waktu penelitian, lama penelitian yang digunakan dari persiapan awal, sampai dengan karakterisasi produk yang telah dibuat. iv. Formulasi komposit v. Prosedur pengujian yang diperlukan
II. a. Analisa FTIR merupakan suatu metode untuk menentukan/ mengidentifikasi gugus fungsi material awal dengan material baru dengan berprinsip pada hk. Hooke. Adanya serapan gugus baru atau pergeseran serapan menunjukkan adanya interaksi baru antara raw material menjadi material baru. Contoh analisa: - Pada raw material, LPP menunjukkan serapan khas: -CH- mettin pada 2723 cm -1
-CH 2 - stretch pada 2890 cm -1
-CH 2 - bend pada 1425 cm -1
-CH 3 strect pada 2962 cm -1
- Pada raw material asam akrilat, menunjukkan serapan khas; C=O pada serapan 1720 cm -1
C=C vinil pada serapan 1635 cm -1
-OH pada 3448 cm -1
- Pada material baru, biokomposit antara LPP dan selulosa (serat alam) melalui agen penyambung AA. Gugus polar AA akan bereaksi dengan gugus polar selulosa membentuk gugus baru ester yang dapat diidentifikasi dengan adanya pergeseran serapan C=O pada 1728 cm -1
(karbonil asam) menjadi 1735 cm -1 (karbonil ester). Interaksi antara gugus non polar dari AA dan LPP dapat diidentifikasi dengan tidak ada lagi serapan gugus fungsi vinil dari AA pada 1635 cm -1 dan gugus metin LPP pada 2723 cm -1 , artinya LPP berinteraksi dengan AA secara radikal (gugus metin LPP berinteraksi dengan gugus vinil AA).
I. b. XRD merupakan suatu alat yang digunakan untuk menentukan fasa kristalin suatu material yang diperoleh dengan cara menentukan struktur kristal sesuai Hk. Bragg. Adanya pergeseran puncak difraksi menyatakan adanya korelasi dengan perubahan d basal spacing, artinya kemungkinan adanya interaksi antara polimer dan clay. Analisa data: 1. Dari data difraktogram yang diperoleh, didapat puncak khas difraksi 2 baik pada material awal dan baru. 2. Dari data 2 dapat berkolerasi dengan d basal spacing. Nilai d basal spacing dapat ditentukan dengan rumus Hk. Bragg. Pada material baru komposit muncul puncak khas difraksi dari raw material LPP tetapi ada juga perubahan nilai 2 pada puncak tertentu. Dengan diamatinya perubahan 2 kemungkinan adanya interaksi antara clay dan polimer 3. Dari data d basal spacing yang diperoleh digunakan untuk menentukan hkl (struktur kristal) material dengan cara dicocokkan dengan ICDD. Data yang diperoleh: 1. Sudut 2 puncak baru 2. D basal spacing diperoleh dari persamaan 2d sin = n. 3. Struktur kristal hkl dengan mencocokkan d basal spacing yang diperoleh dengan ICDD II. c. Distribusi interkalasi teramati dengan adanya pergeseran nilai 2 ke arah yang lebih kecil, artinya terjadi peningkatan d basal spacing. Distribusi secara eksfoliasi, tidak teramati puncak khas difraksi 2 pada difraktogram, artinya peningkatan d basal spacing lebih besar terjadi dan tidak dapat dideteksi oleh XRD. III. a. Melt Flow Index (MFI) atau indeks alir lelehan berdasarkan ASTM D 1238 merupakan metode yang digunakan untuk mengukur laju alir lelehan suatu material dengan menggunakan melt flow indexer di bawah kondisi standar seperti berat beban dan suhu pemanasan sesuai dengan matriks polimer yang diuji (berdasarkan ASTM D 1238 beban yang digunakan untuk PP dan PE seberat 2.16 kg dan temperatur 190 o C (PE) dan 230 o C (PP)) sehingga diketahui banyak gram laju alir leleh yang keluar tiap 10 menit yang berfungsi untuk menentukan besar kecilnya densitas molekul. Informasi yang diperoleh berupa banyaknya gram sampel yang keluar tiap 10 menit. Contoh, suatu sampel PP ketika diuji dengan menggunakan melt flow indexer memiliki nilai MFI sebesar 3.6 gram/10 menit
III. b. Bila PP diproses secara radikal bebas, maka sifat MFI lebih encer dibandingkan senyawa aslinya. Hal ini karena ketika PP diberi radikal bebas maka PP akan memiliki ikatan yang lebih pendek karena rantai panjang PP akan terinisiasi oleh radikal bebas sehingga nilai MFI menjadi lebih besar dan densitas menjadi lebih kecil dibanding senyawa asli. Contoh, besar nilai MFI PP murni yaitu 3.6 gram/10 menit, ketika diproses secara radikal, nilai MFI PP tersebut menjadi sebesar 5.2 gram/10 menit atau lebih besar 44.4 %.
III. c. Bila PP diproses dengan serat alam, maka akan terjadi interaksi antara PP dengan serat alam dengan bantuan senyawa penggandeng dimana terbentuk interaksi esterifikasi radikal antara PP dengan selulosa serat alam dimana selulosa terikat pada sisi polar senyawa penggandeng yang terikat juga dengan PP. Sehingga, keberadaan serat alam akan menurunkan MFI yang berarti bahwa nilai MFI kecil dan densitas lebih besar dibanding senyawa asli. Contoh, besar nilai MFI PP murni yaitu 3.6 gram/10 menit, ketika diproses dengan serat alam, nilai MFI PP tersebut menjadi sebesar 1.9 gram/10 menit atau lebih rendah 47.2 %.
IV. a. Water absorbtion adalah suatu metode pengujian yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak air yang mampu diserap oleh material sehingga material tersebut tidak dapat lagi menyerap air, dimana semua rongga yang telah terisi menyerap air secara maksimal pada perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk pengukuran water absorbtion digunakan sebagai panduan adalah ASTM D570-98. Cara pengukurannya adalah : Variable tetap = berat awal (gram) Ukuran sampel = diameter = 50.8 mm Tebal = 3.2 mm Variable bergerak = berat setelah proses perendaman (gram).
Prosesnya adalah sebagai berikut : 1. Persiapan sampel dengan mengeringkan specimen yang akan diuji dalam oven pada temperature 503 o C selama 24 jam, kemudian dikeringkan dalam desicator hingga diperoleh berat konstan. 2. Proses 24 jam pengujian: a. Specimen yang telah didinginkan lalu direndam pada container yang berisi akuades sampai seluruh permukaan atas dan bawah specimen terendam akuades. b. Perendaman dilakukan pada suhu 23 1 o C selama 24 jam. c. Setelah 24 jam, segera specimen diambil dari tempat perendaman dan dikeringkan dengan kain sampai tidak ada lagi air yang menetes dari specimen. d. Menimbang specimen dengan ketelitian 0.001 gram. Contoh : suatu sampel komposit diketahui berat awal sebelum direndam adalah 0.578 gram. Setelah proses perendaman diperoleh berat sampel menjadi 0.758 gram. Maka % kenaikan berat =
IV. b. Cara mengubah plastic menjadi bersifat hidrofil (dapat menyerap air) adalah dengan mencampur plastic dengan serat alam seperti selulosa yang bersifat hidrofil sehingga komposit yang baru terbentuk mampu menyerap air. Manfaat plastic bersifat hidrifil adalah plastic akan mampu menyerap air, sehingga plastic akan lebih mudah terurai dan lebih ramah lingkungan.
IV.c. Teknik pengujian biodegradasi secara buriel test prinsipnya adalah membusukkan komposit dengan cara penguburan, dimana proses dilakukan secara triplo. Tujuannya untuk menentukan pengurangan massa komposit. Prosedur : 1. Menyiapkan sempel uji untuk pengujian triplo. Untuk mempermudah pengujian sampel dibuat bentuk yang berbeda-beda namun bertanya sama. 2. Sampel kemudian dikubur dalam campuran kotoran sapid an tanah dengan perbandingan 50:50 sedalam 30 cm. 3. Setiap harinya tanah tersebut ditambah air sedikit demi sedikit untuk menjaga kelembapan, dengan harapan molekul air akan terserap oleh serat dari polimer dan semakin memudahkan bakteri selulolitik untuk menguraikan sampel. 4. Setiap 30 hari sampel diambil kemudian dicuci, dan dikeringkan menggunkan oven dengan suhu 40 o C lalu ditimbang hingga didapat massa polimer setelah penguburan. 5. Hal ini dilakukan hingga bulan keempat, kemudian dihitung % pengurangan massanya.
x 100%
Variable tetap = berat sampel awal (gram) Variable terikat = berat sampel sisa (gram) Contoh : suatu sampel komposit mempunyai berat awal 0.057 gram. Setelah penguburan berat sampel menjadi 0.018 gram maka % pengurangan massa :