Anda di halaman 1dari 4

© Aluna Soenarto

Kenapa Kita, Para Wanita, Membutuhkan Pria?

Pertanyaan seperti itu tentu bukan berasal dari pikiranku karena jujur saja,
secara pribadi, aku mengagumi pria dan sedikit terobsesi pada mereka ☺ Tapi bukan
berarti semua wanita memiliki pikiran yang sama denganku. Katakanlah dia seorang
Sarah. Dia adalah wanita yang sangat luar biasa. Pada umurnya yang menginjak 27
tahun, dia sudah menjadi partner dari sebuah Kantor Akuntan Publik ternama dan
menjadi anggota the Big Five (you know, that’s the big five of accountant public office
in America such as Pricewater House Cooper, KPMG, etc.). Di carport rumah yang
baru dibelinya di daerah Laguna (which is just richest people can buy properties
there) ada sebuah blue jag yang selalu menemaninya kemana pun dia pergi. Ya, dia
benar-benar seorang wanita yang sangat sukses secara karier, financial, bahkan secara
sosialisasi. Dia cantik, dia selalu mengenakan pakaian berlabel seperti Versace, D&G,
etc, dan dia adalah wanita yang sangat cerdas. Intinya, dia luar biasa istimewa dan
berbakat.

Kemudian, suatu hari, setelah membaca beberapa artikel yang aku tulis
mengenai pria (entah mengapa, ada sebagian orang menyebutku Ahli Pria dan aku
berpikir…wait a minute…I’m not that expert with men), dia mengirimiku sebuah
email. Di dalamnya hanya ada satu baris kalimat, singkat, padat dan jelas:

Kenapa kita, para wanita, membutuhkan pria?

Sesaat aku terdiam, lama sekali, dan memikirkan alasan-alasan kenapa kita,
aku, kamu, kita, semua wanita di belahan bumi manapun, mungkin wanita yang
sedang jalan-jalan ke luar angkasa sekali pun, membutuhkan pria dalam hidup
mereka?

Well, dibalik takdir yang selalu mengatakan bahwa pria dan wanita pada
akhirnya akan selalu bersama karena mereka berdua bisa saling melengkapi.
Melengkapi dalam hal physical needs and soul needs, aku pikir semua itu terlalu
absurb. Maksudku, lihatlah, jaman sudah benar-benar berubah. Kalau jaman dahulu
kita membutuhkan pria sebagai pelindung dan tempat dimana kita bisa merasa aman,
sekarang, kita bisa menyewa jasa security untuk melakukannya, kita juga memiliki

-1-
© Aluna Soenarto

doorman jika tinggal di apartemen dan menjamin keamanan kita dan we totally
secured.

Kemudian, kalau jaman dahulu, kita membutuhkan pria sebagai teman hidup,
sekarang kita bisa berteman dengan siapapun. Kita bahkan bisa mengadopsi anjing
sebagai pengganti teman kalau kita benar-benar payah bersosialisasi. Lalu, ada
telepon, internet, dan semua kecanggihan teknologi, membuat kita bisa berbicara
dengan teman atau sahabat kapan pun dan dimana pun. Sehingga kita tidak butuh
seorang pria untuk mendengarkan keluh kesah kita dan sebagai catatan, terkadang
bercerita kepada sahabat atau teman lebih menyenangkan daripada jika harus bercerita
kepada pria karena pria adalah pendengar yang buruk! Percayalah padaku karena aku
sering mengalaminya!

Apa lagi? Mungkin….pria sebagai pasangan.

Ya, ya, ya….ini memang agak berat. Seorang wanita tanpa pria, datang ke
sebuah pesta. Rasanya seperti “nggak laku banget sih loe?”. Memang sih,
kedengaranya seperti cewek yang nggak laku atau berkualitas di bawah rata-rata,
gagal produk (wow, istilah yang sangat dalam ☺) tapi belakangan, itu sudah tidak
menjadi masalah. Bahkan dengan menunjukkan bahwa kita masih sendiri, padahal
kesuksesan sudah menggantung di pundak kita, terlihat sebagai sesuatu yang luar
biasa. Seorang wanita yang mandiri dan meraih kesuksesannya sendiri. Mungkin
malah dengan embel-embel tersebut, banyak pria yang akan mengejarmu.

Dan…pria sebagai partner seks. Okeeeee, seks lagi. Sebenarnya aku tidak
terlalu suka membahas hal ini. Bukannya karena aku yang tidak suka tapi karena ada
beberapa email yang masuk setelah membaca artikelku yang sebelumnya tentang
Cowok dan Seks, mereka memberikan kometar bahwa: aku hanyalah seorang anak
kecil yang berpikiran vulgar! Dan itu membuatku berpikir bahwa bangsa kita memang
masih udik. Karena menurutku seks itu bukan sesuatu yang vulgar. Semua orang
butuh seks! Dan aku sudah 23 tahun. I’m not a little girl anymore. Need a proof?

Anyway…back to the man as partner of sex. Sudahlah, berpikiran terbuka


saja. Apakah sekarang kita benar-benar membutuhkan pria sebagai sarana
pelampiasan seks? Aku pikir kita bisa memiliki “pria” kita sendiri, yang tidak
memiliki pikiran atau jiwa dan “pria” itu hanya hidup dari baterai (kalian orang
dewasa, kalian pasti tau apa yang aku maksud!). Walaupun aku tidak suka berpikir

-2-
© Aluna Soenarto

tentang hal itu, karena aku masih berpikir dan mengira bahwa akan lebih enak jika
dilakukan secara alami (karena aku sendiri juga tidak tau bagaimana rasanya. Totally,
I’m not that expert in sex things). Atau kalau tidak mau dengan “pria”, telepon saja
gigolo (sumpaaaaaaah, kenapa artikelku lama-lama jadi vulgar begini???). Dan asal
tau aja, kemarin, aku baru saja melakukan sesi wawancara dengan seorang gigolo.
Wow! Rasanya luar biasa! ☺ (Hasil wawancaranya akan aku tulis setelah artikel ini.
Don’t missed it!).

Lalu, kebutuhan kita akan pria yang teakhir adalah sebagai alat untuk
meneruskan keturunan. Yeah, kita memang butuh pria untuk bereproduksi. Karena
sampai sekarang nggak ada ceritanya seorang wanita bisa hamil tanpa pria kecuali
kejadian yang menimpa Nabi. Tapi, kembali lagi ke perubahan jaman dan
perkembangan teknologi. Sekarang sudah banyak donor sperma, bahkan kalau kita
menginginkan anak dari seorang Dani Pedrosa, kita bisa membeli spermanya
(hehehehe…mungkin kalau Dani sudah nggak laku di balap, dia bakalan jualan
sperma, dan aku adalah orang pertama yang bakalan ngantri. Just kidding!). Atau
mungkin kita bisa mengadopsi. Masih banyak lho bayi-bayi di luar sana yang
membutuhkan kasih sayang dan asuhan.

Dari poin-poin alasan kenapa kita membutuhkan pria di jaman dahulu, kita
bisa menilai bahwa kebutuhan pria di jaman sekarang bukanlah sesuatu yang
signifikan lagi. Jaman benar-benar sudah berubah. Dan mungkin para pria juga
berpikiran sama, menjadikan wanita sebagai not significant effect bagi mereka
(mungkin kalau bagi pria, kita, para wanita memang dari dulu bukanlah significant
effect bagi mereka).

Jadi buat Sarah, atau mungkin lebih tepat aku sebut dengan Mbak Sarah, kita
memang tidak begitu membutuhkan pria. Pria selalu membuat repot, susah diatur,
egoisnya sangat tinggi, dan sering kali mereka tidak menyertakan pendapat kita dalam
pengambilan keputusan mereka, tidak seperti kita yang selalu memikirkan pendapat
pria tersebut seperti “kalau aku begini, Erick bakal gimana ya?” atau “kalau aku
memilih ini, Erick merasa tertolak nggak ya?”, ya…aku pun mengakui…aku selalu
memikirkan perasaannya.

Jadi, (kok banyak jadinya sih?) akan lebih mudah hidup tanpa pria.

-3-
© Aluna Soenarto

Benar kan? Hidup jauh lebih mudah karena sepenuhnya kemudi ada di
tangan kita. Kita bebas melakukan apa saja, bahkan kalau mau melindas seorang pria
yang sedang menyeberang jalan pun, kita bisa melakukannya. Dengan mudah.

Tapi, pernah nggak sih, kita, para wanita, berpikir bahwa justru dengan
campur tangan para pria ini, hidup kita menjadi tidak monoton? Pria selalu membuat
perasaan kita naik turun seperti rollercoaster. Kita mungkin lebih sering menangis jika
berhubungan dengan pria daripada tersenyum bahagia. Kita juga merasakan yang
namanya cinta, rindu, cemas, dan putus asa. Dengan bantuan pria, kita menjadi
makhluk hidup, kita menjadi manusia seutuhnya. Karena….coba pikirin deh
bagaimana jadinya jika kita memilih hidup tanpa pria? Melakukan sesuatu yang sama
dari hari ke hari dan kita bisa mengatur semuanya sesuai dengan kehendak kita.
Apakah itu tidak beda jauh dengan fungsi robot? Dengan memutuskan hidup tanpa
pria, menjadikan kita tidak beda jauh seperti robot.

Mungkin inilah yang disebut hidup: tidak menentu dan kita tidak bisa
mengatur.

Hari ini mungkin kita bahagia, nanti sore bisa saja marah-marah, dan
malamnya kita menangis tersedu-sedu. Lalu, dia akan datang di depan pintu
apartemen anda dan menunjukkan wajah putus asa, memandang anda, dan berkata,
“Kumohon, katakanlah padaku apa yang kamu pikirkan. Aku tidak bisa membaca
pikiranmu. Tapi satu hal yang aku tau, aku tidak pernah bisa tahan jika melihatmu
menangis.”

Hanya dengan kalimat itu, hanya kalimat itu, kita benar-benar bisa
merasakan menjadi manusia seutuhnya. Yaaaa…walaupun akan jarang para pria
mengatakan kalimat yang begitu puitis tapi ketika melihatnya memohon pada anda,
memperlihatkan tatapan “tidak berdaya”nya…apakah anda masih berpikir bahwa
anda bisa hidup tanpa pria?

Kalau aku, aku tidak akan pernah bisa hidup tanpa mereka…. walaupun
mereka suka sekali kentut sembarangan ☺

-Aluna Soenarto-

-4-

Anda mungkin juga menyukai