Anda di halaman 1dari 14

.

Kondisi Kehidupan Politik, Ekonomi


Kehidupan Politik
Dengan diperkenalkannya sistem politik multipartai, tidak dengan sendirinya menciptakan tatanan
politik yang demokratis seperti yang diharapkan semula. Sebaliknya yang terjadi adalah meningkatnya
perebutan kepentingan golongan dalam partai-partai politik. Pembentukan partai-partai politik yang
mulanya dimaksudkan untuk menyalurkan aspirasi rakyat melalui partai politik malah dimanfaatkan oleh
politisi sebagai ajang perebutan kursi atau jabatan. Akibatnya adalah sering bergantinya kabinet-kabinet
dalam pemerintahan karena dijatuhkan oleh perlemen (KNIP). Selama kurun waktu 1945-1949, di
Indonesia tercatat pergantian kabinet ministeril sebanyak 7 kali dengan 4 perdana menteri yang
berbeda, yaitu Syahrir (kabinet 1,2, dan 3), Amir Syarifudin (kabinet 4 dan 5), dan Drs. Moh. Hatta
(kabinet 6 dan 7).
Kehidupan Ekonomi
Pada akhir masa kedudukan Jepang dan awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia mengalami
kelumpuhan karena beberapa faktor yang terjadi sebelumnya, diantaranya adalah :
a. Pengurasan berbagai kekayaan alam dan hasil bumi oleh pemerintah pendudukan Belanda dan
Jepang;
b. Tenaga kerja usia produktif dijadikan romusha oleh Jepang;
c. Lahan-lahan ditanami tanaman yang sesuai dengan kepentingan Jepang;
d. Banyak pertempuran melawan pemerintah pendudukan Jepang;
e. Hiper Inflasi akibat peredaran mata uang Jepang yang kosong;
f. Pajak-pajak dan bea masuk yang menjadi andalan turun drastis, sementara pengeluaran pemerintah
bertambah besar.
Belum lagi kedatangan belanda dengan NICA yang membuat keadaan bertambah rumit. Belanda
melakukan blokade laut arus keluar masuknya perdagangan RI, yang dimulai pada awal November 1945.
adapun alasan pemblokadean ekonomi Indonesia oleh Belanda adalah :
a. Barang-barang milik Republik yang dihasilkan dihancurkan dan dibumihanguskan dengantujuan
Indonesia mengalami inflasi yang tidak terkendali dan timbul kekacauan sehingga rakyat tidak percaya
pada pemerintah;
b. Agar rimbul keadaan sosial ekonomi Indonesia yang buruk dan kekurangan bahan-bahan impor yang
sangat dibutuhkan;
c. Menciptakan kekacauan dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak percaya lagi pada pemerintah
Indonesia;
d. Mencegah masuknya senjata dan perlengkapan militer dari luar negeri ke Indonesia
e. Mencegah dikeluarkan dan dijualnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya
kepada bangsa asing selain Belanda;
f. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan atau perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh bangsa
asing lain selain bangsa Belanda.
Selain itu, uang yang berlaku di Indonesia sebagai alat transaksi terdiri atas tiga jenis yaitu De Javasche
Bank, Uang pemerintah Belanda, dan Uang pemerintah pendudukan Jepang.
Untuk mengatasi masalah ini maka pemerintah melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki
perekonomian Indonesia pada waktu itu dengan :
a. Memberlakukan Oeang Republik Indonesia (ORI) untuk mengganti mata uang Jepang sejak Oktober
1946;
b. Dalam rangka mengawasi distribusi uang yang beredar, menstabilkan nilai tukar, dan hal-hal yang
berkaitan dengan bidang moneter, pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI '46) pada 1
November 1946;
c. Melakukan pinjaman lunak yang dilakukan oleh menteri keuangan Ir. Surachman atas persetujuan
Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) sebesar Rp.1.000.000.000,00;
d. Membuka perwakilan dagang resmi di Singapura sejak tahun 1947 yang diberi nama Indonesia Office
(Indoff);
e. Mengadakan hubungan dagang dengan para pengusaha AS yang dirintis oleh badan semi pemerintah
yang bernama Banking and Trading Corporation (BTC) dibawah pimpinan Dr. Soemitro Djojohadikusumo
Melihat situasi ekonomi nasional yang sulit, pemerintah kemudian menyelenggarakan konferensi
ekonomi pada Februari 1946 membahas cara-cara untuk memperbaiki keadaan perekonomian nasional.
Adapun pembahasan konferensi difokuskan kepada tiga hal, yaitu :
a. Peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan;
b.Pembahasan masalah sandang;
c. Penataan administrasi perkebunan milik asing.
Selain itu dibentuk Badan Pengawasan Makanan Rakyat (BMPR) yang kemudian menjadi Badan
Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (BPPBM) yang merupakan cikal bakal dari Badan Urusan
Logistik (BULOG) sekarang. Disamping itu juga dibentuk Badan Perencanaan Ekonomi dan Planning
Board.
Perencanaan ekonomi tersebut sesuai dengan program rekontruksi dan rasionalisasi (Rera) angkatan
perang 1948. maksudnya, untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi dan efisiensi
angkatan perang. Program ini tidaka terlaksana karena kondisi politik yang tidak stabil dan terjadinya
Agresi Militer Belanda II.
Kedatangan Sekutu ke Indonesia
Kekalahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu mengakibatkan Jepang kehilangan semua
jajahannya termasuk Indonesia. Jepang harus menyerahkannya kepada Sekutu. Tugas pengambilalihan
kekuasaan dari tangan Jepang dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command).
Pasukan ini dipimpin Laksamana Lord Louis Mountbatten. Untuk melaksanakan tugas itu, Mountbatten
membentuk komando khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). AFNEI
dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk dipulangkan ke Jepang.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintah sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut penjahat perang.
Pasukan Sekutu dan AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Kedatangan Sekutu
semula disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Namun setelah diketahui bahwa pasukan
Sekutu datang bersama orang-orang NICA, sikap Indonesia berubah menjadi curiga dan kemudian
bermusuhan. Situasi semakin memanas karena orang-orang NICA mempersenjatai bekas tentara KNIL
yang baru dibebaskan dari tahanan Jepang. Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya, dan
Bandung mulai memancing kerusuhan dengan cara melakukan provokasi. Di kota-kota yang didatangi
pasukan Sekutu sering terjadi insiden. Tentu saja kedatangan NICA di Indonesia tidak bisa diterima
karena Indonesia sudah merdeka. Kedatangan NICA adalah sebuah ancaman bagi kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu, timbul pertentangan antara pasukan Sekutu dan Belanda dengan rakyat
Indonesia. Rakyat Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih.
Perjuangan rakyat Indonesia itu dilakukan baik dengan perjuangan bersenjata maupun perjuangan
diplomasi.
Perjuangan Bangsa Indonesia Mempertahankan
Kemerdekaan
1. Pertempuran Surabaya
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara
Sekutu mendarat di Tanjung Perak,
Surabaya. Tentara Sekutu di bawah
pimpinan Brigadir Jendral Mallaby.
Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh
NICA. Mula-mula tentara NICA
melancarkan hasutan sehingga
menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal
tersebut menimbulkan bentrokan antara
rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu.
Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober
1945 terjadi pertempuran yang hebat.
Ketika terdesak, tentara Sekutu
mengusulkan perdamaian. Tentara Sekutu
mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan gencatan
senjata di Surabaya.
Tentara Sekutu tidak menghormati gencatan senjata. Dalam insiden antara
rakyat Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral
Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia
menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan
tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut,
Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya
menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat
tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila
ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota
Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara.
Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh
pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya.
Beliau bermusyawarah dengan pimpinan
TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin
perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah
tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum
dan siap melawan ancaman Sekutu.
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara
Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan
Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau
menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu
Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang
berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia.
Pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari
Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya
mencerminkan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih 2000
pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan
banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban
sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota
Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka
pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
3. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah
pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk
membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu
diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak
maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya
terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman gugur
sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel
Sudirman terjun langsung dalam
pertempuran tersebut dan pada tanggal 15
Desember 1945 tentara Indonesia berhasil
memukul mundur Sekutu sampai
Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal
18 Desember 1945 Kolonel Sudirman
diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan
berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap
tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari
Infantri.
4. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda dan
NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal
13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan
pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal ini menjadi
awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Pertempuran Medan Area.
5. Bandung Lautan Api
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu
meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu. Pada
tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung
dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum
tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946.
Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan
Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta mengintruksikan supaya Bandung
tidak dikosongkan. Akhirnya dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung.
Sebelum keluar Bandung pada tanggal 23 Maret 1946 para pejuang RI menyerang
markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan.
Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki mengabadikannya
dalam sebuah lagu yaitu Hallo-Hallo Bandung.


PERUNDINGAN INDONESIA DENGAN BELANDA
. Perundingan Renville
Perundingan dilaksanakan pada 8 Desember 1947 di atas kapal milik Amerika Serikat, yaitu kapal
USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri
Amir Syarifudin, sedangkan delegasi belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, seorang
Indonesia yang memihak Belanda.
Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948 yang isinya :
a. Persetujuan gencatan senjata yang terdiri atas 10 pasal.
b. Enam pokok prinsip tambahan untuk perundingan mempercepat penyelesaian politik yang isinya
sebagai berikut :
1) Belanda tetap memegang kedaulatanm atas seluruh wilayah Indonesia, sampai kedaulatan diserahkan
kepada RIS yang akan segera dibentuk.
2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat mengerahkan sebagian dari kekuasaannya pada suatu
pemerintahan federal sementara.
3) RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat sederajat dengan Kerajaan Belanda dalam Uni Indonesia-
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Kepala Uni.
4) RI merupakan bagian dari RIS
5) Akan diadakan plebisit di wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera untuk menentukan masuk RI atau RIS.
6) Dalam waktu 6 bulan-1 tahun diadakan pemilihan umum untuk membetuk Dewan Konstitusi RIS.
c. Dua belas pasal atau prinsip politik, termasuk tiga hal pokok hasil perjanjian Linggajati.
Hasil perjanjian Renville menimbulkan pro dan konra di kalangan politisi nasional maupun pejuang.
Partai politik besar pendukung Kabinet Amir Syarifudin, yaitu PNI dan Masyumi mengundurkan diri dari
Kabinet karena kecewa terhadap ditandatanganinya perjanjian Renville. Kerugian nyata yang diderita
pemerintahan RI adalah semakin sempitnya wilayah Indonesia, dan kedudukannya semakin terdesak.
Akibatnya Kabinet Amir Syarifudin tidak mendapat kepercayaan dan jatuh. Ia kemudian menyerhkan
mandatnya kepada Presiden Soekarno pada 29 Januari 1948.
. Persetujuan Roem-Royen
Sementara itu tanggal 23 Maret 1949 KTN yang diminta Dewan Keamanan PBB agar membantu
kedua belah pihak untuk melakukan perundingan berdasarkan resolusi tanggal 28 Januari 1949, telah
tiba di Jakarta. Dua hari kemudian delegasi Republik yang dipimpin Mr. Mohammad Roem bertemu
dengan delegasi Belanda dibawah Van Royen di Hotel Des Indes, Jakarta. Merle Cochran dari KTN
bertindak sebagai penengah.
Perundingan berjalan alot, sehingga memerlukan kehadiran Mohammad Hatta dari Bangka dan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Setelah hampir tiga minggu berunding, maka pada tanggal
7 Mei 1949 kedua delegasi sepakat untuk mengeluarkan pernyataan masing-masing pihak, yang
kemudian dikenal sebagai Pernyataan Roem-Royen (Roem-Royen Statement). Masalah terpenting dari
penyataan itu adalah kesediaan Belanda untuk mengembalikan Pemerintah Republik ke Yogyakarta.
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di
Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah kedua negara
pada 25 Maret 1947.
Latar Belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status
quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti
contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab
untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr,
diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe,
namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya
atas Jawa,Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas
Jawa dan Madura saja.
Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim
yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van
Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
1.
2. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
3. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
4. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
5. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Agresi Militer Belanda I
Belanda mengerahkan pasukan ke Jakarta dan Bandung pada 21 juli 1947 dengan tujuan untuk
menduduki Jawa Barat dan daerah-daerah strategis lainnya di Jawa seperti Surabaya dan Madura.
Dengan cara ini akhirnya Belanda menguasai semua pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa. Demikian
juga dengan daerah-daerah lainnya di Sumatera. Menghadapi situasi demikian, pasukan RI terus
bertahan dan sekali-kali melakukan penyerangan secara gerilya.
Serangan Belanda tersebut mendapat kecaman dari seluruh dunia. Pada 31 Juli 1947, Dewan Keamanan
PBB menerima resolusi dari India dan Australia yang meminta agar antara Pemerintah RI dan Belanda
segera mengadakan gencatan senjata dan perundingan.
Untuk mengawasi gencatan senjata tersebut, PBB membentuk komisi konsuler. Pada 25 Agustus 1947,
Dewan Keamanan PBB menerima putusan dari PBB yang berisi :
a. Para konsul asing di Jakarta supaya membuat laporan mengenai keadaan terakhir Indonesia.
b. Membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang bertugas memberikan masukan dan saran-saran dalam
menyelesaikan pertikaian Indonesia dan Belanda.
Hasil sidang kabinet pada 6 September 1948, memutuskan bahwa Australia telah ditunjuk sebagai
perwakilan Indonesia dalam Goodwill Commission, sedangkan Belanda memilih Belgia. Selanjutnya
Australia dan Belgia memilih Amerika Serikat sebagai negara ketiga. Delegasi Australia diwakili Richard
Kirby, Belgia oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika oleh Dr. Frank B. Graham.

Agresi Militer Belanda II
Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 mulai menemui jalan buntu.
Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa tidak mungkinlagi dicapai persetujuan
antara kedua belah pihak. Empat hari kemudian Wakil Presiden Mohammad Hatta minta KTN untuk
mengatur perundingan dengan Belanda, tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948,
pukul 23:00 malam, bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville. Lewat tengah malam
atau tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda diterjunkan di lapangan terbang Maguwo, yang
dikenal dengan istilah Aksi Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action). Reaksi internasional atas
serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal 19 Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia,
Timur Tengah dan Australia mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutu
lapangan terbang mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember 1948
Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada tentara Belanda dan
Republik. Atas usul India dan Birma, Konferensi Asia mengenai Indonesia diadakan di New Delhi pada
tanggal 20 Desember 1949. Amerika Serikat, Kuba, dan Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk
membuat resolusi yang mengharuskan dilanjutkannya perundingan.
Peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi Indonesia Pasca pengakuan kedaulatan


1. PROSES KEMBALINYA NKRI
Proses Kembalinya NKRI:
- Sejak penandatanganan KMB, Indonesia berbentuk RIS/Federal
- RIS berpedoman pada konstitusi RIS
- Sebagai kepala Negara RIS, Bung Karno mulai bertugas pada tanggal 28 Desember 1949 di Jakarta
- Sistem demokrasi yang digunakan adalah liberal
- Demokrasi liberal dan Negara federal tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
Di daerah muncul tuntutan pembubaran Negara bagian dan menyatakan bergabung dengan RI
Berdasarkan persetujuan Parlemen pada tanggal 8 Maret 1950 pemerintah RI mengeluarkan UU
Darurat No. 11 tahun 1950 yang berisi tentang Tata Cara Perubahan susunan Kenegaraan RIS
- Negara-negara bagian bergabung dengan RI, sampai dengan April 1950 tinggal 2 negara yang
belum bergabung yaitu Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur
- Pada tanggal 3 Mei 1950 kedua Negara tersebut bergabung dengan RI
- Tanggal 19 Mei 1950 dengan RI mengadakan perundingan dengan RIS yang berhasil merancang
Konstitusi NKRI
- 14 Agustus 1950 rancangan tersebut diterima oleh Senat dan KNIP
- 15 Agustus 1950 Sukarno menandatangani konstitusi tersebut
- Konstitusi tersebut diberi nama UUD Sementara 1950
- 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke NKRI

2. DEMOKRASI LIBERAL DENGAN SISEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER

Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia.
Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai demokrasi, ada dua aliran
penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang mengatasnamakan dirinya demokrasi
namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf
perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Pada
perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga
periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )

Masa Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut
pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab
pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah
partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet
terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur
). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet,
maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua
partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik
oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia
memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan
mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959)
ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-kabinet
pada masa Demokrasi Liberal system Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I ( 31 Juli 1953-12 Agust 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agust 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (12 Maret 1956-14 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan
kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat.

Dampak Persoalan Hubungan Pusat Daerah:
o Tidak harmonisnya hubungan pusat - daerah
o Persaingan Ideologi
o Pergolakan Sosial-Politik

Tidak Harmonisnya Hubungan Pusat-Daerah
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang
ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat, yakni sebagai berikut.
a. Pada tanggal 20 November 1956 di Padang, Sumatera Barat berdiri Dewan Banteng yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Achmad Husein.
b. Di Medan, Sumatera Utara berdiri Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon.
c. Di Sumatera Selatan berdiri Dewan Garuda yang dipimpin oleh Kolonel Barlian.
d. Di Manado, Sulawesi Utara berdiri Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual

Gangguan Keamanan pada masa Demokrasi Liberal dan Perjuangan Terhadap Ancaman Desintegrasi
Bangsa
a. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung
Gerakan teror Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung, Jawa Barat,
dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling yang menolak pembubaran Negara Pasundan. Latar
pemberontakan APRA adalah pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
b. Pemberontakan Andi Azis
Andi Aziz atau Andi Abdoel Aziz, ia terlahir dari pasangan Andi Djuanna Daeng Maliungan dan Becce
Pesse. Anak tertua dari 11 bersaudara. Ia menyandang gelar pemberontak akibat perjuangannya untuk
mempertahankan existensi Negara Indonesia Timur.
c. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan Perjuangan Rakyat Semesta
(PRRI/Permesta)
Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang diproklamasikan oleh Letnan Kolonel
Achmad Husein sebagai Ketua Dewan Perjuangan pada tanggal 15 Februari 1958 di Sumatera Barat dan
Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual
yang semula menjabat KSAD PRRI/Permesta.
d. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Hijrahnya pasukan Siliwangi dari wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju wilayah Jawa Tengah
yang dikuasai RI, telah menimbulkan adanya suatu kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat. Kondisi
inilah yang kemudian dijadikan sebuah kesempatan oleh apa yang dinamakan Gerakan DI/TII untuk
mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo ini memang
merupakan suatu gerakan yang menggunakan motif-motif ideology agama sebagai dasar penggeraknya,
yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia. Adapun daerah atau tempat Gerakan DI/TII yang pertama
dimulai di daerah pegunungan di Jawa Barat, yang membentang sekitar Bandung dan meluas sampai ke
sebelah timur perbatasan Jawa Tengah, yang kemudian menyebar ke bagian-bagian lain di Indonesia.

3. PEMILU I INDONESIA TAHUN 1955

Pada tanggal 29 Juli 1955, Moh. Hatta mengumumkan tiga orang formatur untuk membentuk kabinet
baru. Ketiga formatur itu terdiri dari Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI) dan Assaat (non-partai). Pada
waktu itu, Presiden sedang ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Kabinet baru itu bertugas untuk melaksanakan hal-hal berikut:
a. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan angkatan darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
b. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru.

Pemilihan Umum I berlangsung pada Masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilihan berlangsung II
tahap yaitu :
1. Tahap I untuk memilih Anggota Parlemen, diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955. Lebih
dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Hasil Pemilihan Umum I
dimenangkan 4 partai, yaitu : PNI, Masyumi, NU dan PKI. Partai-partai lain menerima suara lebih kecil
dari ke empat partai tersebut.
2. Tahap II untuk memilih Anggota Konstituante, tanggal 15 Desember 1955

4. DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1955 DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden:
- Anjuran kembali pada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dan konstituante
- Konstituante tidak lagi menyelesaikan tugasnya
- Kemelut dalam konstituante membahayakan persatuan

Isi Dekrit Presiden
- Pembubaran Konstituante
- Pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai UUD RI
- Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat

Akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1) Sisi Positif:
- Menyelamatkan Negara dari ancaman perpecahan dan krisis politik berkepanjangan
- Memberikan pedoman menggunakan UUD 1945 untuk hidup berbangsa dan bernegara
- Merintis pembentukan MPRS dan DPAS

2) Sisi Negatif:
- Memberikan kekuasaan yang besar kepada presiden, terhadap MPR maupun lembaga tinggi
Negara
lainnya
- Memberi peluang kalangan militer berpolitik

Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan di keluarkan nya Dekrit Presiden 5 juli 1959 berakhirlah system pemerintahan Demokrasi
Liberal dan diganti dengan system Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia
antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya
kekuasaan Sukarno.

Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada
kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan
masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan
karena :
Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan
presiden).

Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
Kebebasan partai dibatasi
Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front nasional

TUGAS SEJARAH
DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 3
ARINI NADYA ULFA
GUSTRA YUNI SAFITRI
KHAIRUN NISA
FERO PRIMA YUDA
RISKI NOFRENDRA
RIZKA FAHMI
JESICA TUSWARI

Anda mungkin juga menyukai