Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program pendidikan Profesi Dokter
Disusun Oleh : 1. Rini Herlina 1220221124 FK UPN 2. Anasthasia Nelyana 1220221133 FK UPN 3. Yudistira 1220221137 FK UPN
Dosen Penguji : dr. Gatot, SH, SpF,F, M.kes Dosen Pembimbing : dr. Bianti H. Machroes
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN NIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG PERIODE 1 JULI 27 JULI 2013
2
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dari dokter muda Fakutas Kedokteran UPN Veteran Jakarta dapat menyelesaikan referat dengan judul Informed Consent pada Gangguan Jiwa pada waktunya.
Referat ini dibuat oleh para dokter muda Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta demi memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Gatot Suharto, SH, Sp.F, M.Kes selaku dosen penguji dalam referat ini. 2. Dr. Bianti H. Machroes selaku residen pembimbing yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyusunan referat ini. 3. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Untuk penutup, kami berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tak ada gading yang tak retak karena kami yakin referat ini masih memiliki kekurangan. Maka dari itu kami meminta maaf sebesar-besarnya jika dalam penyusunan referat ini banyak terjadi kesalahan.
Semarang, Juli 2013
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN MUKA .............................................................................. 1 KATA PENGANTAR ........................................................................... 2 DAFTAR ISI ........................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 4 A. LATAR BELAKANG .................................................. 4 B. PERMASALAHAN ..................................................... 4 C. TUJUAN ....................................................................... 5 BAB II INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA .... A. INFORMED CONSENT ............................................... 6 1. Definisi ...................................................................... 7 2. Hak-Hak Pasien ....................................................... 8 3. Fungsi Informed Consent ...................................... 8 4. Bentuk Informed Consent....................................... 8 5. Tujuan Informed Consent................................... ... 10 6. Dasar Hukum Informed Consent ........................... 11 B. GANGGUAN JIWA ...................................................... 12 1. Definisi ...................................................................... 12 2. Faktor Penyebab ...................................................... 12 3. Proses Diagnosis Gangguan Jiwa .......................... 13 4. Klasifikasi ................................................................. 15 C. INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA 1. Alur Informed Consent ......................................... 19 2. Bentuk Form ............................................................ 21 BAB III KESIMPULAN ............................................................ 23 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 25
4
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Informed consent mengandung pengertian pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik atau terapeutik yang bersifat invasif, setelah mendapat penjelasan tentang tujuan, tata cara, risiko, alternatif tindakan medis yang akan dilakukan, perkiraan biaya serta informasi tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan. Dokter yang akan melakukan tindakan medis berkewajiban memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan, disesuaikan dengan latar belakang pendidikan, sosial-ekonomi pasien. Apabila seorang pasien membutuhkan suatu tindakan invasif untuk diagnostik maupun terapeutik, maka dokter wajib memberikan penjelasan tentang segala yang berkaitan dengan tindakan tersebut, temasuk risiko yang melekat padanya. Pasien atau keluarga terdekatnya mempunyai hak untuk bertanya dan meminta penjelasan kepada dokter tersebut. Apabila mereka telah memahami penjelasan dokter dan menyetujui tindakan tersebut, maka yang bersangkutan diminta menandatangani lembar inform consent (persetujuan tindakan medis). Banyaknya kasus dugaan malpraktik yang muncul di media, apabila ditelusuri berhubungan dengan praktik informed consent. Dokter merasa telah memberi penjelasan, pasien juga telah menandatangani lembar informed consent, namun manakala hasil terapi tidak sesuai harapan, pasien atau keluarganya menyatakan belum diberi penjelasan.
B. PERMASALAHAN Dalam pengisisan informed consent kita terkendala apabila pasien adalah sesorang yang menderita gangguan jiwa. Permasalahan yang kami temui antara lain: 1. Apa yang dimaksud dengan informed consent pada gangguan jiwa ? 2. Fungsi informed consent pada gangguan jiwa ? 5
3. Bagaimana tata cara pembuatan informed consent pada pasien gangguan jiwa? 4. Dasar hukum ?
C. TUJUAN 1. Mengetahui informed consent pada gangguan jiwa 2. Mengetahui fungsi informed consent pada gangguan jiwa 3. Mengetahui tata cara pembuatan informed consent pada gangguan jiwa 4. Mengetahui dasar hukum informed consent
6
BAB II INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA
A. INFORMED CONSENT Hubungan pasien, dokter dan rumah sakit selain berbentuk sebagai ikatan atau hubungan medis, juga berbentuk sebagai ikatan atau hubungan hukum. Sebagai hubungan medis maka hubungan medis itu akan diatur oleh kaidah- kaidah medis, sedangkan sebagai hubungan hukum akan diatur oleh kaidah- kaidah hukum. Memasuki abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus (lex spesialis) salah satunya tentang kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan hak asasi manusia memperoleh kesehatan (the right to health care). Masing-masing pihak yaitu yang memberikan pelayanan (medical provider) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan demikianlah masalah persetujuan tindakan medis (informed consent) muncul, di satu sisi tim dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan medis, di lain pihak pasien atau keluarga pasien mempunyai hak mendapatkan penjelasan atau informasi tentang apa yang akan dilakukan dokter. Tak selalu apa yang harus dilakukan dokter sejalan dengan keinginan pasien atau keluarga, karena pertimbangan budaya, kepercayaan, psikis, keuangan, agama pertimbangan keluarga dll. Sebagai acuan hukum internasional untuk membuat hukum nasional diantaranya : Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Assosiation 1972) pada intinya menyatakan bahwa " pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum persetujuan atas tindakan medis " yang berkaitan dengan menentukan nasib sendiri (The Right to Self Determinalion). Akhirnya Indonesia telah mempunyai kaidah-kaidah yang perlu segera dipahami baik oleh providers ataupun receivers dalam membuat, merencanakan ataupun melaksanakan "Inforrmed Consent (IC)" sehingga tak perlu lagi ada tuntutan atau gugatan 7
malpraktik medis yaitu peraturan menteri kesehatan NO. 585/Menkes/Peratau/IX tentang persetujuan tindakan medis (PTM) atau Informed Consent (IC).
1. Definisi Informed consent Informed Consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed Consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara kedua belah pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Apabila seorang pasien membutuhkan suatu tindakan invasif untuk diagnostik maupun teraupetik, maka dokter wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut, termasuk resiko yang melekat padanya (inherent risk). Pasien atau keluarga terdekatnya mempunyai hak untuk bertanya dan meminta penjelasan kepada dokter tersebut. Apabila mereka telah memahami penjelasan dokter dan menyetujui tindakan tersebut, maka yang bersangkutan diminta menandatangani lembar Informed Consent (persetujuan tindakan medis).
2. Hak-Hak Pasien 1. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakit-penyakitnya dan tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya. 2. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya. 3. Hak untuk memperoleh alternatif lain (jika ada). 4. Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan
3. Fungsi Informed Consent Adapun fungsinya antara lain : 1. Promosi dari hak otonomi perorangan 2. Proteksi dari pasien dan subjek 3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan 8
4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri (Self Secrunity) 5. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional 6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai salah satu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio- medis)
4. Bentuk Informed Consent Informeci consent memiliki beberapa persyaratan atau elemen , yaitu : 1. Threshold elements Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah orang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan. Secara hukum seseorang dianggap kompeten adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak berada dibawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.
2. Information elements Elemen ini terdiri dari 2 bagian yaitu pengungkapan dan pemahaman. Pengertian berdasarkan pemahaman membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Undang-undang praktek kedokteran mengatur bahwa informasi yang harus disampaikan setidaknya meliputi : Diagnosis dan tatacara tindakan medis Tujuan tindakan medis yang dilakukan Alternatif tindakan lain dan risikonya 9
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi Prognosis terhadap tindakan
3. Consent elements Terdiri dari 2 bagian yaitu : kesukarelaan atau kebebasan dan persetujuan. Kesukarelaah mengharuskan tidak adanya tipuan, paksaan. pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.
Informed Consent terbagi dalam 1. Expressed Consent (bisa lisan atau tertulis bersifat khusus) Dalam bentuk ini sifat atau luas jangkauan pemberian pelayanan pengobatan sudah ditawarkan oleh sang dokter yang dilakukan secara nyata dan jelas, baik secara tertulis maupun secara lisan. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti dikemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan atau operasi, ataupun pengobatan serta tindakan invasif.
2. Implied Contract Dalam bentuk ini adanya kontrak disimpulkan dari tindakan-tindakan para pihak. Timbulnya bukan karena adanya persetujuan, tetapi dianggap ada oleh hukum berdasarkan akal sehat dan keadilan. Implied contract terbagi atas 2, yaitu : a. Implied constructive (keadaan biasa) Merupakan tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka. 10
b. Implied emergency Dinyatakan implied emergency dinyatakan bila pasien dalam kondisi gawat darurat sedangkan dokter perlu tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien, sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus syok anafilaktik sesak nafas, henti nafas, henti jantung.
5. Tujuan Informed Consent Adapun tujuannya adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medis, perlakuan medis tidak diketahui atau disadari pasien dan keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun merugikan serta membahayakan diri pasien. 2. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain.Tak selamanya tindakan dokter berhasil, terkadang justru malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP (Persetujuan atau penolakan tindakan medis yang harus dalam kebijakan dan prosedur). Peristiwa tersebut bisa "Risk of Treatment " ataupun " Error Judgement ".
6. Dasar Hukum Informed Consent Hubungan dokter-pasien berdasarkan atas kepercayaan.Hal ini mengandung arti bahwa yang diberi kepercayaan harus berlaku jujur dan tidak menyalah gunakannya. Ia pun berkewajiban untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Hak pasien untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri. Adanya hubungan kontrak teraupetik antara dokter dan pasien. Dengan demikian maka sudah logis bila pasien sebagai salah satu pihak juga harus mengetahui tindakan medis apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya. 1. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 56 : 11
a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. b. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku pada : Penderita yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri. Gangguan mental berat c. Ketentuan mengenai hak menerima dan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan per undang- undangan. 2. UU NO 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 ayat (1 - 6), Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 3. PP NO.18 tahun 1981 tentang bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia pada pasal 15 yang mengatur mengenai Donor Hidup. 4. Permenkes No.585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis, dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya sanksi administrative berupa pencabutan izin praktiknya. Bila tidak informed consent pasien dapat menuntut. 5. Fatwa Pengurus IDI No:319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Februari 1988 tentang informed consent. 6. UU NO 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit : a. Pasal 29, Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat b. Pasal 32, Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi tentang hak dan kewajiban pasien. 12
Memberikan persetejuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya. c. Pasal 37, Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit harus mendapat perstujuan pasien atau keluarganya.
B. GANGGUAN JIWA 1. Definisi Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari perhatian . Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan bagi keluarganya yang mengalami masalah, kalangan medik yang tidak cukup mudah menerima kasus gangguan jiwa pada praktiknya sehari-hari serta tidak cukup tersedia sarana dan wahana bagi para penyandang gangguan jiwa untuk pengobatan serta pemulihan. Di dunia, masalah gangguan jiwa secara umum mengenai 28%-30% dari total dari total jumlah penduduk. Masalah-masalah sekitar seperti gejala ekonomi, perang yang tak kunjung berhenti,ledakan jumlah penduduk, ketatnya persaingan hidup, meyebabkan pasien yang potensial menjadi betul-betul menjadi pasien yang mengalami gangguan kejiwaan yang butuh penanganan medis. Gangguan Jiwa adalah suatu kelompok gejala psikologik atau perilaku yang dapat ditemukan secara klinis, yang disertai dengan penderitaan (distress) pada kebanyakan kasus dan atau berkaitan dengan terganggunya fungsi (disfungsi) seseorang. Penyimpangan atau konflik sosial saja tanpa disfungsi seseorang tidak termasuk dalam gangguan jiwa yang didefinisikan di sini.
2. Faktor Penyebab : Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh 3 aspek antara lain 1. Organobiologi Contoh dari faktor organo biologi ini adalah, penyakit metabolic, endocrine, biochemical, anoxia, degenerative, inflammatory, infectious, 13
autoimmune, vascular, trauma epilepsy, neoplasm, toxic, hydrocephalus, hereditary. 2. Psiko-edukatif Gangguan jiwa disebabkan oleh krisis, konflik, frustrasi, tekanan, salah asuh merupakan gangguan jiwa yang disebabkan faktor psiko-edukatif. 3. Sosio-kultural Gangguan jiwa yang disebabkan oleh masalah sosio cultural antara lain" problem dengan kelompok, problem dengan lingkungan, problem pekerjaan, problem perumahan, problem pernikahan, problem ekonomi, problem legal.
3. Proses Diagnosis Gangguan Jiwa Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti proses klinis yang lazim diiakukan dalam praktik kedokteran klinis, yaitu meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Anamnesis a. Alasan berobat b. Riwayat gangguan sekarang c. Riwayat gangguan dahulu d. Riwayat perkembangan diri e. Latar belakang social, keluarga pendidikan, pekerjaan, perkawinan, lain- lain 2. Pemeriksaan a. Fisik-diagnostik b. Status mentalis c. Laboratorium d. Radiologi e. Evaluasi psikologik 3. Diagnosis multiaksial a. AksisI : Klinis b. Aksis II : Kepribadian 14
c. Aksis III : kondisi medik d. Aksis IV : Psiko-sosial e. Aksis V : Taraf fungsi 4. Terapi a. Farmakoterapi b. Psikoterapi c. Teraoi social d. Terapi ukupasional 5. Tindak lanjut a. Evaluasi terapi b. Evaluasi diagnostik Diagnosis yang di gunakan pada gangguan jiwa adalah diagnosis multiaksial yang terdiri dari 5 aksis. Tujuan dari diagnosis multiaksial ini adalah: 1. Mencakup informasi yang komperhensif (gangguan jiwa kondisi medik umum, masalah psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam: a. Perencanaan terapi b. Meramalkan outcome/prognosis 2. Format yang mudah dan sistematik sehingga dapat membantu dalam : a. Menata dan mengkonsusmsikan informasi klinis b. Menangkap kompleksitas situasi klinis c. Menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnose klinis yang sama 3. Memacu penggunaan model biopsikososial dalam klinis, pendidikan dan penelitian
Klasifikasi gangguan Jiwa Gangguan jiwa diklasifikasikan dalam : 1. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders: Clinical description and diagnostic guidelines, WHO, 1992 2. DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual for Mental and Behavioral Disorders). APA, 1994 15
3. PPDGJ-III (Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia), Depkes, 1993 4. S-PPDGJ-III (Suplemen PPDGJ-III), Depkes .95 Di Indonesia klasifikasi gangguan jiwa mengacu pada S-PPDGJ-III. Atas dasar ini gangguan Jiwa dapat di klasifikasikan menjadi :
Gangguan Mental Organik F-0 Gangguan Mental Organik dan Gangguan Mental Simptomatik F-1 Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoatif Gangguan mental Psikotik F-2 Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham F-3 Gangguan Suasan perasaan (Mood) Gangguan Neurotik dan Gangguan Kepribadian F-4 Gangguan neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan terkait stress F-5 gangguan perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisisologis dan faktor fisisk Gangguan masa kanan, remaja da perkembangan F-6 Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa F-7 Retardasis mental F-8 Gangguan pekembangan Psikologis F-9 Gangguan perilaku dan Emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Tabel 1. Klasifikasi gangguan jiwa
F.0 Gangguan Mental Organik Gangguan mentai organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit 16
atau gangguan sistemik atau otak yang didiagnosa tersendiri. Termasuk gangguan mental simptomatik dimana pengaruh terhadap akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak (ekstra cerebral). Gambaran utama: 1. Gangguan fungsi kognitif ; misalnya daya ingat, daya pikir, gaya belajar. 2. Gangguan sensorium ; misalnya gangguan kesadaran dan perhatian. 3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang ; persepsi, isi pikiran, suasana perasaan dan emosi. Gangguan mental organik menggunakan dua kode. Yaitu, sindrom psikopatologi, milasnya demensia dan gangguan yang mendasari misalnya penyakit Alzheimer.
F.1 Gangguan Mental dan Perilaku akibat zat Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa Komplikasi Dan penggunium yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan dimemensia, tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter. Identifikasi zat psikoaktif yang digunakan dapat ditakukan berdasarkan laporan individu, analisis objektif dari urin, darah dan sebagainya. Bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau laporan dari pihak ketiga).
F.2 Skizofrenia, Gangguan Skizopatial dan Gangguan Waham Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian Gangguan waham meliputi serangkaian ganguan dengan waham-waham yang berlangsung lama, sebagai satu-satunya 17
gejala klinis yang khas dan paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organik, skizofrenik atau gangguan afektif. Pentingnya faktor genetik, ciri-ciri kepribadian dan situasi kehidupan dalam pembentukan gangguan kelompok ini tidak pasti dan bervariasi.
F.3 Gangguan Suasana Perasaan Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana Perasaan (mood) atau afek. biasanya kearah depresi atau ke arah elasi. Perubahan afek ini biasanya disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan kebanyakan gejala lainya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Gangguan afektif di bedakan menurut: 1. Episode tunggal atau multipel 2. Tingkat keparahan gejala a. Mania dengan gej alapsikotik + mania tanpa gej ala psikotik + hipomania b. Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik ) berat dengan gejaia psikotik 3. Dengan atau tanpa gejala somatik
F.4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stress Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stress, di kelompokan menjadi satu dengan alasan bahwa dalam sejarahnya ada hubungan dengan perkembangan konsep neurosis dan berbagai kemungkinan penyebab psikologis.
F.5 Gangguan Perilaku Yang Bcrhubungan Dengan Gangguan tfisiologis dan Faktor Fisik Dalam golongan ini, tergabung gangguan makan, ganguan tidur non organik, gangguan seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik, gangguan mental dan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas, penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan dan sindroma 18
perilaku yang tertentu yang berhubungan dengan gangguan fisiologik dan faktor fisik F.6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa Blok ini mencakup berbagai kondisi klinis yang bermakna dan pola prilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan yang lainnya "didapat" pada masa kehidupan selanjutnya
F.7 Refardasi Mental Retardasi mental adalah suatu perkembangan jiwa yang tehenti atau tidak lengkap.Yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau tanpa gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan sosial terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia" hendaknya ini mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang RM ringan
F.8 Gangguan Perkembangan Psikologis Gangguan-gangguan yang termasuk dalam golongan ini urnumnya mempunyai gambaran sebagai berikut: 1. Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak 2. Adanya hendaya atau kelambatan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan syaraf pusat 3. Berlangsung secara terus menerus tanapa adanya remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa 19
Pada sebagian besar kasus fungsi-fungsi yang dipengaruhi termasuk basaha. keterampilan "visuo-spatial" dan atau koordinasi raotorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif (walaupun defisit yang lebih ringan sering menetap sampai masa dewasa).
F.9 Gangguan Perilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja Yang termasuk dalam golongan ini adalah gangguan hiperkinetik. Gangguan tingkah laku, gangguan camputar tingkah laku dan emosi , gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak kanak, gangguan sosial dengan onset khas pada masa kanak dan gangguan TIC Gangguan perilaku dan emosional lainnya dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja.
C. INFORMED CONSENT PADA GANGGUAN JIWA Informed consent pada gangguan jiwa memiliki pengertian yang sama pada informed Consent umumnya. Menurut PERMENKES RI tentang persetujuan tindakan medik bab IV pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orangtua/wali/kurator.
20
1. Bagan Informed Consent
PASIEN ORANG TUA WALI ATAU SAUDARA KANDUNG INFORMASI DOKTER SETUJU TANDA TANGAN SETUJU MENOLAK TANDA TANGAN MENOLAK KEPUTUSAN (INFOMED CONSENT) 21
RUMAH SAKIT ISLAM INDONESIA Jl . Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584 Telp (0274) 896448
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :________________________________________ Umur / Jenis Kelamin :_____________________/Laki-laki/Perempuan Alamat :________________________________________ Bukti diri/KTP :________________________________________ Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN Untuk dilakukan tindaka medik berupa_______________________________ Terhadap diri saya sendiri */anak*/Isteri*/Ayah*/Ibu*saya dengan Nama :________________________________________ Umur / Jenis Kelamin :____________/Laki-laki/Perempuan Alamat :________________________________________ Rawat di :________________________________________ Nomor Rekam medik :________________________________________ Yang tujuan, sifat dan perlunya tinakan medik tersebut diatas,serta risiko yang dapat ditimbulkannya dan upaya mengatasinya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Yogyakarta, Tgl___bln_____Tahun
Dokter Tanda Tangan
Nama Lengkap
Saksi Dari Rumah Sakit Tanda Tangan
Nama Lengkap Yang Membuat Pernyataan Tanda Tangan
Nama Lengkap
Saksi dari keluarga pasien Tanda tangan ___________________ Nama Lengkap
22
SURAT PENOLAKAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama.......................................................................................................................... ................................................................................................................................... Umur /jenis kelamin....................................................tahun, kali-laki/perempuan*)
Dengan ini menyatakan sesungguhnya : TELAH MENOLAK Untuk diteruskan : Rawat Nginap /ICU Untuk dikeluarkan : Operasi / Tindakan medic Terhadap : Diri sendiri Isteri Suami Anak Orak Tua Lainnya Nama;......................................................................................................................... ........................................................................................................... Umur /jenis kelamin................................................................... .tahun, laki-laki
Informed consent pada gangguan jiwa adalah suatu izin atau pemyataan setuju dari orang tua/wali yang sah/kurator yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah dimengerti oleh orang tua/wali yang sah. Informed consent adalah suatu media penjelasan dari dokter kepada pasien mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Pasien juga berhak menyetujui atau tidak tindakan medis tersebut. lnformed consent merupakan perlindungan hukum untuk pasien maupun dokter dalam melakukan tindakan medis sesuai dengan prosedur standar operasional. Informed consent juga merupakan pemacu bagi profesi medis untuk selalu memberikan penjelasan secara lengkap dan benar. Di sisi lain, informed consent dapat dijadikan alat pengawasan bagi masyarakat mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh profesi medis. Tata cara pelaksanaan informed consent: 1. Penjelasan informed consent diberikan oieh dokter yang akan melakukan tindakan medis kepada pasien itu sendiri, orang tua/wali yang sah. 2. Pasien harus dalam kondisi siap untuk diberikan penjelasan. 3. Pasien harus sadar dan bebas dari pengaruh obat atau tekanan pada saat diberikan penjelasan. 4. Dokter harus menjamin bahwa tindakan atau pengobatan sesuai dengan prosedur. 5. Pasien harus mendapatkan penjelasan sejelas mungkin. 6. Pasien diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban. Dasar hukum informed consent : 1. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 56 : a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. b. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku pada : 24
Penderita yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri. Gangguan mental berat c. Ketentuan mengenai hak menerima dan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan per undang- undangan. 2. UU NO 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 ayat (1 - 6), Setiap tindakan kedokteran atau kedoketeran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 3. PP NO.18 NO.1981 tentang bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia pada pasal 15 yang mengatur mengenai Donor Hidup. 4. Permenkes No.585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis, dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya sanksi administratif berupa pencabutan izin praktiknya. Bila tidak informed consent pasien dapat menuntut. 5. Fatwa Pengurus IDI No:319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Februari 1988 tentang informed consent. 6. UU NO 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit a. Pasal 29, Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat b. Pasal 32, Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi tentang hak dan kewajiban pasien. Memberikan perstejuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya. c. Pasal 37, Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit harus mendapat perstujuan pasien atau keluarganya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharto,G.Aspek Medisolegal Praktik Kedokteran.Semarang.Badan Penerbit Universitas Diponegoro.2008 hlm 8- 13 2. HS,Hartono, Suharto,G, Wijaya. Pemahaman Etik Medikolegal. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.2008. hlm 97- 1 05 3. Suwandi,J. Dokter,Pasien, dan Hukum.Jakarta.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.hhn 20 4. Guwandi,J. Informed Consent & Informed Refusal4fr edition. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006. hlrn 1,5, l0-1,14- 5,17-9,234,119- 25,129-30 5. Sinaga, BR. Skizofrenia dan Diagnosa Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. hlm 1-3 6. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Balai Penerbit FK-Unika Atmajaya. 2003 hlm 9-12,22,36, 46, 60. 72, 89. L02,120-2, 134-5, 7. Permenkes 585/1989 tentang persehrjuan tindakan medis 8. UU Kesehatan 9. UU Rumah sakit 10. UU Praktek Kedokteran 11. http ://hukumkesehatan.com/informedconsent.html