Anda di halaman 1dari 8

1

Tsunami+10:
Komitmen,
Ketahanan dan
Pengetahuan
Penanggulangan Bencana 10 Tahun
setelah Kehancuran
Jakarta - Sebagai salah satu negara
paling rawan bencana di dunia,
Indonesia telah mengembangkan
keahlian, bersamaan dengan sejumlah
tantangan yang sangat kompleks, dalam
bidang penanggulangan bencana.
Letusan Gunung Sinabung baru-baru ini
dan kebakaran hutan tanpa henti di
Sumatra telah mengarahkan perhatian
media kepada bencana alam dan buatan
manusia di Indonesia - terutama dalam
hal dampak ekonomi dan kesehatan
masyarakat dan dampak ekonomi yang
ditimbulkan.
Kerugian ekonomi dari kebakaran hutan
Riau pada tahun 2014 saja telah meraup
Rp 30 triliun (sekitar 2.61 miliar USD) -
lebih besar dari tsunami Aceh, kata
Juru Bicara Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB),
Sutopo Purwo Nugroho, dalam diskusi
panel baru-baru ini yang
diselenggarakan oleh Jakarta Foreign
Correspondents Club (JFCC).
Sekitar 100 juta penduduk Indonesia
tinggal di daerah rawan bencana, seperti
letusan gunung berapi, gempa bumi,
dan banjir, menurut BNPB. Data lain dari
UNs International Strategy for Disaster
Risk Reduction (UN-ISDR) menunjukkan
bahwa Indonesia menempati urutan
pertama dari 265 negara dalam hal
penduduk yang terancam bahaya
tsunami, dan merupakan yang pertama
dari 162 negara yang penduduknya
terancam tanah longsor. Dengan 127
gunung berapi aktif yang terletak di
sepanjang wilayah Indonesia, banyak
peneliti memikirkan tentang tahap
kesiapsiagaan Indonesia apabila ada
bencana dalam skala besar terjadi lagi.
Diskusi ini menjadi signikan karena
peringatan 10 tahun tsunami Samudra
Hindia Desember 2004 akan segera
diadakan akhir tahun ini, sebuah acara
untuk menandai pencapaian signikan
dari pengalaman penanggulangan
bencana di Indonesia, bersama dengan
mitra internasionalnya, dan juga untuk
menekankan kebutuhan untuk
melanjutkan kesiapsiagaan.
Salah satu kesulitan yaitu banyak
pengalaman penanggulangan bencana
yang tidak dapat direplikasi. Kita
memiliki banyak pengalaman dalam
letusan gunung berapi, tetapi kita tidak
memiliki suatu model yang dapat
direpiklasi ke dalam skenario-skenario
berbeda, kata Pak Sutopo. Tidak ada
pendekatan textbook. Terlalu banyak
variabel dalam konteks Indonesia,ia
menambahkan.
Tantangan khusus untuk Indonesia,
katanya, saat ini termasuk terus
bergantinya para pengurus
penanggulangan bencana di tingkat
lokal, sebuah isu yang ingin ditangani
BNPB sebagai prioritas; degradasi
lingkungan yang terus menerus dalam
skala besar (termasuk hilangnya hutan);
konsentrasi populasi yang tinggi,
terutama di pulau Jawa; pembangunan
komersial di wilayah rawan bencana oleh
otoritas regional, dengan penegakan
hukum yang lemah, dan juga perubahan
iklim.
Tsunami 2004 merupakan peristiwa
kedua yang benar-benar membuka mata
dalam sejarah negeri ini, kata Sutopo,
mengacu pada peristiwa Sumpah
Pemuda tahun 1928 sebagai yang
pertama. Kepemimpinan menjadi kunci,
di bawah pemerintahan Presiden
Yudhoyono kita telah meningkatkan
anggaran penanggulangan bencana
hingga 3.000%, dan membangun sistem
penanggulangan bencana yang lengkap
melalui badan nasional, kata Sutopo.
Dalam upaya bantuan, Indonesia telah
bekerja cukup baik, kata United Nations
PBB DI INDONESIA
Bersambung ke halaman berikutnya
M
e
i

2
0
1
4
Januari 2, 2005
November 29, 2009
DULU
SEKARANG
Kombinasi gambar menunjukkan (di atas) seorang lelaki
(L) yang kehilangan tiga saudara perempuan, dan istrinya,
berdiri di atas puing-puing rumah mereka di Kathaluwa
yang hancur karena tsunami pada 2004, dan (bawah)
keluarga yang sedang berjalan melewati rumah-rumah
yang dibangun untuk korban tsunami di program
pembangunan Kathaluwa tahun 2009.
Foto: REUTERS/Yves Herman/Andrew Caballero-
Reynolds
DALAM EDISI INI
Tsunami+10
Tanya Jawab dengan Titi
Moektijasih
Inovasi
Activate Talks
Tanya Jawab dengan Sally
Jackson, Pulse Lab Jakarta
Aplikasi Kalendar PBB
Disabilitas di Tempat Kerja
Peringatan Genosida Rwanda
Peringatan Perbudakan
2
Tanya Jawab dengan Titi
Moektijasih
Humanitarian Affairs
Analyst, UN OCHA

T: Ceritakan sedikit tentang Anda
dan bagaimana Anda bisa ada di
Aceh tahun 2004.
J: Saya lahir di Bogor, tapi asalnya
dari Jawa Tengah. Saya belajar di
Akademi Sekretaris Tarakanita di
Jakarta dan kemudian bekerja di
perusahaan Perancis. Saya lalu
bekerja di UNDP selama dua tahun
dan di UNICEF dari tahun
1991-2001. Setelah itu, saya
memulai S2 di manajemen UI, dan
menjadi seorang orist. Saya
memiliki toko bunga sendiri. Pada
saat itu saya melihat OCHA
mengiklankan lowongan di Aceh,
sebanyak tiga kali. Berpikir bahwa
OCHA sangat membutuhkan posisi
ini, saya melamar karena didorong
oleh rasa ingin tahu dan dalam satu
bulan saya mendapatkan pekerjaan
tersebut. Saya bekerja di OCHA
sejak tahun 2003 sebagai
Coordination Ofcer, memulai karir
di Aceh. Saya di Aceh sampai
tanggal 30 Desember 2004. sejak itu
nama pekerjaan ini berubah menjadi
Liaison and Coordination Ofcer lalu
Humanitarian Affairs Analyst tetapi
pekerjaanya tetap sama.
T: Apa peran Anda saat itu?
J: Peran saya adalah untuk
memfasilitasi koordinasi dari
organisasi-organisasi internasional,
memperbaharui laporan situasi,
guna mengetahui apa yang bisa
kami lakukan. Saya harus
menggabungkan informasi dan
melakukan advokasi mereka yang
dapat memberikan bantuan atau
dukungan. Pada saat itu, situasi
daerah operasi militer telah
diturunkan menjadi darurat sipil
yang mengijinkan organisasi non-
pemerintah tertentu untuk
melaksanakan proyek mikro-
ekonomi mata pencaharian mereka.
Development Programme Assistant
Country Manager, Kristanto Sinandang,
yang mengepalai Unit Pencegahan dan
Pemulihan Krisis UNDP, menambahkan
bahwa dalam pemulihan, kita ingin
memberikan perhatian lebih.
Komunitas internasional dan
pemerintah Indonesia lebih berfokus
pada pendekatan berbasis masyarakat
dalam menentukan apa yang dibutuhkan
untuk pemulihan, kata Kristanto,
menambahkan bahwa UNDP bekerja
dengan BNPB dalam pengawasan
pemulihan kembali sumber daya
manusia (SDM) yang melengkapi
pengawasan yang lebih kovensional
berfokus pada kebutuhan infrastruktur.
Indeks Pemulihan Bencana UNDP
merupakan contoh alat yang baik yang
memungkinkan badan Pemerintah
mengukur progres mereka dalam hal
pembangunan SDM, kata Kristanto,
dan Indonesia adalah negara pertama
yang membangun beberapa indikator
dan alat ini, ia menambahkan.
Kunci utama dari peringatan sepuluh
tahun Tsunami, dari perspektif
Pemerintah, adalah untuk dapat
menunjukkan ketahanan Indonesia
dalam menghadapi krisis, dan untuk
mempengaruhi momentum Indonesia
dalam penanggulangan risiko bencana.
Dalam pertemuan BNPB baru-baru ini,
cerita tentang pengalaman
penanggulangan bencana Indonesia
dapat dilihat sebagai perkembangan
yang terdiri dari tiga tahap:
Pertama, periode supermarket
bencana (2004-2009), dimana
komitmen terhadap penanggulangan
bencana dibangun melalui pembentukan
badan nasional dan juga undang-
undang dalam bidang penanggulangan
bencana dan Penataan Ruang (UU no.
24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan UU no. 26/2007 tentang
Perencanaan Wilayah) kita segera
bertindak untuk mengimplementasikan
Hyogo Framework of Action, kata Pak
Sutopo, mengacu pada rencana 10
tahun yang disahkan Majelis Umum PBB
pada tahun 2005 dalam rangka
membuat dunia lebih aman dari bencana
alam.
Kedua, fondasi penanggulangan
bencana periode (2010-2014) dimana
master plan tsunami telah
dikembangkan, Presiden Yudhoyono
diakui sebagai Juara UN Champion of
Disaster Risk Reduction dan Indonesia
berfungsi sebagai laboratorium riset
bencana. Konteks ASEAN, negara-
negara datang ke Indonesia untuk
belajar dari kami, kata Pak Sutopo,
menambahkan bahwa salah satu contoh
dari kontribusi Indonesia dalam transfer
pengetahuan adalah pendampingan
Indonesia pada Myanmar untuk
mengembangkan kerangka hukumnya
dalam bidang penanggulangan bencana.
Kita mempunyai mekanisme koordinasi
yang kuat - semua harus dilakukan
melalui BNPB, dan untuk komunitas
internasional, harus melalui UN OCHA
(Ofce of Coordination of Humanitarian
Affairs) untuk memastikan bantuan
tersebut sesuai dengan kebutuhan di
lapangan, kata pak Sutopo.
Fase ketiga (2015-2019) adalah aspirasi
Indonesia untuk menjadi pusat
pengetahuan untuk penanggulangan
bencana, karena keberhasilan di Aceh
dan di tempat lain telah menjadi bagian
dari soft diplomacy negara ini.
Di antara aktivitas yang dibayangkan
untuk peringatan sepuluh tahun tsunami
yaitu memperkuat pusat pengetahuan
Pengurangan Risiko Bencana (DRR)
yang ada sekarang dan menyelesaikan
pameran di Museum Tsunami di Aceh.
Stakeholders: Berbagai pemangku
kepentingan yang terlibat dalam aktivitas
peringatan antara lain Badan
Penanggulangan Bencana Nasional
(BNPB), Platform Nasional Pengurangan
Risiko Bencana (Planas PRB),
Kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP), Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geosika
(BMKG), Kementerian Riset dan
Teknologi (Ristek), Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas),
Pemerintah Provinsi Aceh, Bidang
Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan, disamping
Intergovernmental Coordination Group
for the Pacic Tsunami Warning and
Mitigation System, badan-badan PBB
dan mitra komunitas internasional
lainnya. Mitra tambahan yang ada
sekarang termasuk Galeri Foto
Jurnalistik Antara di Jakarta, Tempo
Media Grup, dan Dompet Dhuafa.
Tsunami+10
Lanjutan dari halaman sebelumnya
Bersambung ke halaman berikutnya
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
3
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
T: Apa saja tantangan dalam
pekerjaan anda?
J: Membangun kepercayaan. Mereka
tahu saya bukan orang Aceh. Saya
harus melupakan identitas saya dan
menjadi orang Aceh.
T: Apa yang terjadi pada saat
Tsunami?
J: Saya tinggal sekitar empat
kilometer dari pantai. Setelah gempa
bumi pertama, saya keluar dan
berbicara dengan orang-orang.
Mereka berkata ada bangunan tidak
jauh dari tempat kami yang telah
runtuh. Saya kembali ke kamar saya
untuk mengepak tas dan berlari
dengan orang-orang. Pada saat itu
saya sadar bahwa dalam situasi
seperti itu bila anda ingin
menyelamatkan diri jangan
menggunakan transportasi karena
dapat membunuh orang. Saya mulai
melihat air datang ke arah kami dan
saya terdorong sampai ke tempat
yang lebih tinggi dan kemudian
berpegangan pada pagar. Ombak
yang lebih besar datang
menghantam dan membuat saya
tidak sadarkan diri. Saat saya sadar,
saya berada di atas sebuah papan
dan kaki saya terjepit di antara
pepohonan, saya berpikir saya sudah
tidak berada di dunia ini lagi. Tapi
saya sadari saya masih hidup saat
saya mendengar semua suara di
sekeliling saya: tangisan anak-anak
dan orang-orang meminta tolong.
Saya melihat bangunan tiga lantai
dan berhasil menuju ke sana untuk
membantu orang-orang yang terluka.
Keesokan harinya saya pergi ke
mesjid untuk mengambil makanan
dan melihat apakah mereka memiliki
toilet. ternyata tersumbat. Saya sadar
bahwa saat terjadi bencana hal
pertama yang harus diperhatikan
adalah air, sanitasi dan kebersihan.
Setiap hari ada gempa susulan yang
membuat kami terjaga dan selalu
bersiap untuk lari. Kebanyakan
supermarket dan toko di sekitar
masjid dijarah. Saya tidak memiliki
pakaian ganti sampai hari ketiga.
Saya meminjam telepon seluler dari
jurnalis untuk mengabari kolega di
Jakarta dan keluarga saya bahwa
saya selamat. Pada hari keempat,
saya bertemu kolega dari OCHA dan
bersama-sama kami menolong
seorang anak kecil yang paru-
parunya penuh air untuk dibawa ke
rumah sakit. Pada 30 Desember
saya kembali ke Jakarta.
Bersambung ke halaman berikutnya
Jakarta - Activate Talks adalah suatu rangkaian kegiatan yang
menampilkan para pembicara yang menginspirasi dan berbagai
inovasi untuk anak-anak, bagian dari inisiatif UNICEF pada tahun 2014
(Tahun Inovasi untuk Anak-Anak) sembari menyongsong peringatan 25
tahun Konvensi Hak-Hak Anak tahun ini.
Di Indonesia, rangkaian acara dimulai dengan Achieving Equity:
Innovation for Indonesian Children, acara di Erasmus Huis di Jakarta
yang menampilkan Anies Baswedan, penggagas dan ketua Gerakan
Indonesia Mengajar, yang bekerja untuk mempermudah akses
pendidikan bagi anak-anak yang berada di daerah terpencil; Toshi
Nakamura salah satu pendiri organisasi Kopernik yang berusia 39
tahun, menyediakan teknologi bagi negara berkembang; Dr. Azis,
aktivis sosial terkemuka dan seorang dokter negara-negara medis
yang menghabiskan waktu bertahun-tahun skema untuk
meningkatkan taraf hidup anak-anak di Maluku Utara dengan
menghubungkan program pengawasan malaria dengan
pemberdayaan komunitas dan ekonomi; Mia Sutanto, pendiri gerakan
ibu menyusui yang meluncurkan grup pendukung pertama bagi para
ibu di Indonesia dengan tujuan pertukaran informasi dalam hal
menyusui; serta Tri Mumpuni, yang pekerjaannya
dalam bidang energi berkelanjutan untuk
masyarakat lokal telah menjadi benchmark
ukur bagi keberhasilan dalam
pembangunan.
MENCAPAI EKUITAS:
Inovasi untuk Anak Indonesia
Bosan dengan informasi hari libur yang sama sejak dulu di kalender?
Hari peringatan PBB mempromosikan kesadaran dan aksi dalam isu-
isu politik, sosial, budaya, kemanusiaan dan HAM yang penting.
Aplikasi kalender PBB memiliki komponen
tur interaktif tentang pencapaian PBB,
link ke video dan foto yang berkaitan,
dan opsi untuk menyebarkan informasi
melalui situs jejaring sosial. Aplikasi UN
Calendar of Observances: Making a
Difference tersedia untuk diunduh dari
iTunes dalam enam bahasa, enam
bahasa resmi PBB dan Bahasa
Indonesia. Versi android sedang dalam
pengembangan untuk segera dirilis.
Aplikasi Kalender PBB:
Sekarang Tersedia dalam Bahasa Indonesia!
Tanya Jawab dengan
Titi Moektijasih
Lanjutan dari halaman sebelumnya
4
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
T: Apa yang Anda lakukan saat
kembali ke Jakarta?
A: Saya mengurung diri selama satu
bulan karena saya tidak ingin
mendengar orang-orang bertanya
secara sepele dan bercanda soal
pengalaman saya saat tsunami
Aceh. Hal itu membuat saya marah,
saya benci orang-orang
menanyakan pertanyaan seperti itu
pada saya. Saya tidak merasa
bahwa saya mengalami trauma.
Saya datang ke kantor dengan tiket
ke Aceh di tangan. Saya senang
bekerja di Aceh, ada banyak hal
yang dapat saya lakukan di
lapangan dan saya ingin menolong
mereka secara langsung. Tapi
kepala kantor di Jakarta
memberitahu saya untuk bertemu
dengan stress counselor dan
setelah berbicara, saya diyakinkan
bahwa saya harus bekerja di
Jakarta.
T: Dapatkah Anda
mendeskripsikan apa yang paling
jelas anda ingat?
J: Saat saya tidak dapat lari dan
menyadari ini mungkin waktu bagi
saya untuk mati, saya berserah.
Semua pengalaman saya dalam
hidup lenyap dalam beberapa detik.
T: Apa nilainya - untuk Indonesia -
pengalaman PBB di bidang
koordinasi kemanusiaan?
J: Tugas utama kami adalah untuk
mengkoordinasi respons darurat.
Pemerintah ingin tahu siapa saja
aktor internasional yang terlibat.
Kami membantu mengumpulkan
informasi dan koordinasi
antarkelompok/cluster. Koordinasi
mudah untuk diucapkan tapi sulit
untuk dilakukan. ini adalah keahlian
yang di dapatkan. Di Indonesia,
pihak berwenang terbiasa
memberikan perintah, tapi
koordinasi mengenai bujukan. Jadi
kami membantu tercapainya
konsensus.
Wawancara ini adalah yang pertama
dari rangkaian dialog dengan staf
PBB di Indonesia untuk peringatan
Tanya Jawab dengan Sally Jackson
Monitoring and Evaluation Specialist
Pulse Lab Jakarta
T: Anda adalah ahli dalam Evaluasi &
Monitoring (M&E). Secara singkat,
mengapa M&E penting?
J: Monitoring mempermudah kami
dalam melakukan pengukuran dan
mendokumentasikan progres kami
secara terus menerus sehingga kami
tahu bila kami telah mencapai target
dari proyek kami. Idenya adalah
apabila kami melakukan ini dan melihat
proyek kami keluar jalur, maka kami
dapat melakukan tindakan koreksi
awal. Evaluasi dilakukan untuk
mengawasi apakah proyek kami telah
sesuai dengan tujuan diadakannya. Hal
ini penting untuk meningkatkan
kebijakan, praktek dan akuntabilitas.
T: Semua membicarakan inovasi
dalam konteks pembangunan.
Inovasi apa yang Anda lihat memiliki
potensi dalam M&E dalam
pembangunan dan kemanusiaan di
keadaan darurat?
A: Salah satu inovasinya adalah big
data. Data digital secara terus menerus
diproduksi sebagai hasil dari aktivitas
kita sehari-hari. Bila digabungkan
dengan metode M&E tradisional
(snapshot data seperti survei ke
rumah), sumber data tambahan ini
mempunyai potensi untuk
menyediakan perencana pembangunan
dengan gambaran situasi yang lebih
lengkap.
Inovasi lainnya seperti crowdsourcing,
yang telah digunakan untuk dampak
yang besar. Di Jakarta, proyek baru
yang disebut Peta Jakarta
menggunakan Tweets tentang banjir
untuk memetakan banjir dalam real-
time, dan menyediakan informasi untuk
para penduduk. Pemerintah Indonesia
menyediakan layanan Lapor! yang
memungkinkan masyarakat
memasukkan komplain tentang
layanan publik menggunakan SMS dan
aplikasi, dan website. Cara lain untuk
mendapatkan informasi adalah
menaruh sensor pada infrastruktur,
atau benda seperti tempat pencucian
tangan, untuk mengetahui bagaimana
mereka sebenarnya digunak.
T: Big data telah ditampilkan secara
menonjol saat membicarakan cara
baru terhadap pendekatan
pembangunan -- tetapi sekarang
beberapa mengatakan bahwa big
data tidak dapat memenuhi
ekspektasi tinggi yang telah tercipta.
Apa pendapat Anda mengenai hal
ini?
J: Ada banyak hype mengenai big
data. Saya baru-baru ini membaca
sebuah artikel di The Economist
tentang kerugian big data [SJ2].
Sekarang orang-orang bertanya-tanya
- mereka ingin tahu apa yang
sebenarnya dapat dilakukan big data?
Saat ini, sektor publik, baik pro
maupun kontra banyak membuat
argumen yang didukung oleh teori -
tapi ada banyak situasi dimana big
data sesungguhnya digunakan secara
efektif dalam sektor publik. Kita perlu
membangun badan praktik dalam
sektor publik sehingga kita dapat
menegetahui apa yang mungkin dan
tidak mungkin - dan itulah mengapa
kami memiliki lab di Jakarta. Christian
Bason dari MindLab menyebutkan
dengan baik saat mengatakan buatlah
masa depan konkret melalui
percobaan-percobaan [SJ3].
T: Dapatkah big data membantu
meningkatkan target pembangunan
M&E saat kita menuju agenda
pembangunan pasca-2015?
J: Dalam wawancara baru-baru ini
[SJ4] dengan Radio PBB, Deborah
Rugg, yang mengepalai grup
evaluasi dalam sistem PBB,
menyatakan bahwa ada kebutuhan
untuk informasi terus menerus untuk
perbaikan di tengah jalan, daripada
menemukan bahwa intervensi gagal
karena terlambat. Ia berkata Kami
tidak mau menunggu 10 tahun untuk
mengetahui bahwa kami belum
mencapai tujuan kami. Monitoring
jangka menengah menggunakan big
data adalah salah satu cara agar kita
dapat memperoleh informasi dengan
biaya rendah yang mendekati real-
time untuk agenda pasca-2015.
Bersambung ke halaman berikutnya
Tanya Jawab dengan
Titi Moektijasih
Lanjutan dari halaman sebelumnya
5
T: Di mana potensi terbesar
untuk yang menggunakan
M&E Inofatif dalam
mendukung prioritas
pembangunan Indonesia,
menurut Anda?
J: Bersama dengan mitra dan
badan pemerintah nasional,
kami telah mengidentikasi
beberapa area prioritas
tematik: pengawasan
pemberian layanan publik,
kematian ibu, dan deforestasi.
Kami sekarang ingin fokus
pada proyek khusus dan
menyerukan badan-badan
yang bekerja di banyak sektor
pembangunan berbeda untuk
terlibat dalam beberapa
proyek baru bersama kami.
T: Apa yanf menurut Anda
penting dalam pekerjaan
ini?
J: Untuk meningkatkan data
yang tersedia untuk
pembuatan kebijakan.
Air dan Energi
Jakarta - Pernahkah terpikir oleh kita untuk memperingati air sebagai kunci untuk mencapai Tujuan-Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs)? Peringatan Hari Air Sedunia di Jakarta tahun ini melakukan hal tersebut,
berfokus pada saling ketergantungan antara produksi energi dan manajemen air dalam sebuah kuliah online di
Universitas Atma Jaya.
Dari makanan hingga malaria, air adalah kuncinya, kata Hubert Gijzen, Direktur Biro Sains Regional UNESCO
untuk Asia Pasik.
Air dan energi secara dekat saling terhubung dan interdependen. Air juga dibutuhkan untuk membangkitkan
dan memancarkan energi, sebagian untuk pembangkit listrik tenaga air, nuklir dan sumber energi panas.
Sebaliknya, sekitar 8 persen energi global digunakan untuk memompa, memproses dan membawa air kepada
berbagai konsumen. Tiga puluh tiga persen pencapaian MDG bergantung pada air, kata Gijzen.
Ari Setiadi Murwanto, Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum berkata
bahwa walaupun Indonesia memiliki 131 sungai, kita hanya menggunakan 6 persen dari sungai tersebut. Air,
makanan dan energi saling terkait satu sama lain, sehingga mereka harus diolah secara benar. Pemerintah
bertanggung jawab terhadap pengelolaan sungai dan, tentu saja membutuhkan dukungan dari publik, katanya.
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
Tanya Jawab dengan Sally Jackson
Lanjutan dari halaman sebelumnya
Laporan PBB Asia Pasik tentang Survei Opini Anak Muda
Apakah Anda berusia antara 15-29 tahun dan berasal dari wilayah Asia Pasik? Kami ingin tahu hal apa yang penting
untuk Anda!
Jawaban Anda akan membantu informasi bagi Laporan Pertama PBB Asia Pasik tentang
Anak Muda!
Melalui survei opini ini, kami ingin tahu:
Isu utama yang mempengaruhi Anda
Bagaimana Anda berpartisipasi dalam proses pembangunan lokal, nasional dan regional;
serta
Aspirasi Anda untuk masa depan.
Survei akan tersedia secara online hingga tanggal 15 Juni 2014 dan dapat diisi dalam Bahasa Indonesia, Bahasa
Burma, Bahasa Mandarin, Bahasa Inggris, Filipina, Khmer, Korea, Thailand, dan Vietnam.
Suarakan pendapat Anda dan bantu untuk membuat laporan ini oleh dan untuk anak muda!
6
Jakarta - Sebanyak satu dari tujuh orang di dunia
diperkirakan hidup dengan suatu bentuk disabilitas
dalam suatu waktu tertentu dalam hidup mereka,
menurut survei internasional yang diadakan oleh WHO
dan Bank Dunia. Di Indonesia, perkiraan terhadap orang
dengan disabilitas dapat sangat bervariasi. Lebih dari
11 juta orang Indonesia termasuk mengdami disabilitas
pada tahun 2010 menurut Kementerian Sosial (perkiraan
lainnya mengatakan ada sebanyak 10% dari populasi
Indonesia atau sebanyak 24 juta orang).
Hal yang pasti adalah ini: kebanyakan orang dengan
disabilitas berada pada usia kerja, dan ada undang-
undang di Indonesia (UU No. 4/1997) yang
mengharuskan negara dan perusahaan swasta untuk
mengediakan 1 lowongan pekerjaan untuk penyandang
disabilitas dari setiap 100 pekerja mereka.
Permasalahannya? Kebanyakan perusahaan bahkan
tidak tahu bahwa undang-undang ini ada.
Yudhi Hermawan, 19 tahun, adalah satu dari banyak
tuna netra yang kesulitan mencari pekerjaan. Dia pernah
menghadiri pameran kerja di Jakarta yang tidak ada
satu pun perusahaan, dari ribuan yang hadir di sana,
mau untuk mempertimbangkan lamarannya. Kesulitan
Hermawan dalam mencari pekerjaan baru-baru ini
ditampilkan dalam lm Job (un)fair, kerja antara
International Labour Organization(ILO) dengan Yayasan
Kampung Halaman(YKH) yang bertujuan meningkatkan
kesadaran tentang kesulitan yang dialami oleh para
penyandang disabilitas saat mencari pekerjaan.
Tuna netra dapat berbuat lebih dari sekudar menjadi
tukang pijat ataupun musisi, kata Aris, seorang tuna
netra berusia 28 tahun yang juga tampil dalam lm
dokumenter tersebut. Kami memiliki keahlian beragam,
kami dapat menjadi penulis, bahkan programer
komputer, dan beberapa di antara kami juga menjadi
dosen ternama di universitas-universitas terkenal, kata
Aris.
ILO dan YKH telah mengadakan pemutaran video Job
(un)fair di beberapa kota, termasuk Jakarta, Yogyakarta
dan Surabaya. ILO yak bahwa video partisipatif ini
akan menumbuhkan kesadaran lebih jauh tentang
disabilitas dan rasa tanggung jawab publik, khususnya
di antara para pembuat keputusan, kata Michiko
Miyamoto, Deputi Direktur ILO di Indonesia. Saat para
penyedia kesempatan kerja merrahami peraturan
tersebut, reaksi dari perusahaan-perusahaan telah
cukup positif, berakibat pada beberapa penyedia
kesempatan kerja yang dengan sukarela menaikkan
kuotanya menjadi 2% atau bahkan lebih.
Undang-undang tersebut memiliki potensi luar biasa
untuk menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang
dengan disabilitas, kata Peter van Rooij, Direktur ILO di
Indonesia. Ada 2 juta pekerjaan dalam industri garmen
di Indonesia. Jika semua penyedia kesempatan kerja
memberlakukan kuota 1% tersebut, hal itu akan
menciptakan kerja 20.000 lapangan pekerjaan baru
untuk para penyadang disabilitas, terutama untuk para
perempuan muda. kata van Rooij.
Indonesia meratikasi Konvensi PBB mengenai Hak-
Hak Penyadang Disabilitas pada tahun 2011. Di bawah
Konvensi tersebut, para Negara Anggota PBB sepakat
untuk mengambil tindakan untuk mencegah orang-
orang dengan disabilitas menjadi korban perlakuan
yang tidak manusiawi atay merendahkan, untuk
memastikan mobilitas personal mereka dan melarang
diskriminasi di dalam semua bentuk pekerjaan.
Disabilitas: Peraturan Satu Persen
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
7
Memperingati Genosida
Rwanda, di Indonesia
Jakarta - Memperingati kejadian tragis yang terjadi 20
tahun yang lalu, Hari untuk Mengenang Korban
Genosida Rwanda untuk pertama kali diadakan oleh
PBB di Indonesia dengan seminar yang diselenggarakan
UNIC Jakarta pada hari Selasa, 8 April 2014. Para
pembicara terdiri dari Artanti Wardhani, dosen
Hubungan Internasional Universitas Indonesia; Myrta
Kaulard, Direktur Badan Pangan Dunia (WFP) di
Indonesia, yang bekerja sebagai Junior Ofcer di
wilayah Great Lakes pada tahun 1994; dan Haris Azhar,
Koordinator Nasional Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan, biasa disebut KontraS.
Artanti Wardhani menyampaikan ringkasan sejarah yang
mengarah pada terjadinya peristiwa genosida di
Rwanda, serta berbagai tindakan yang dilakukan - serta
tidak dilakukan - pada saat dan setelah pembunuhan
massal tersebut terjadi. Rekonsiliasi yang berfokus pada
rekonstruksi identitas rakyat Rwanda, Ibu Wardhani
berkata, menyeimbangkan keadilan, kebenaran,
perdamaian dan keamanan untuk mengobati luka
genosida itu.
Myrta Kaulard bercerita bahwa pada tahun 1994 ia
merupakan seorang profesional muda dalam awal
karirnya di PBB, ditempatkan di Burundi yang
merupakan negara tetangga Rwanda. Pada saat
pembunuhan terjadi, seorang pastor Bosnia
menampung beberapa orang Tutsi di parokinya namun
kemudian kehabisan makanan. Ia datang ke WFP di
Burundi untuk meminta bantuan persediaan darurat,
yang dengan cepat dikirim, dengan Kaulard ditugaskan
dalam misi pengirimannya. Kaulard melihat apa yang ia
lukiskan sebagai gerombolan tidak manusiawi: dalam
pengaruh minuman dan obat-obatan, memakai topeng
dari pohon pisang, memegang busur dan anak panah,
dan sedang mencari mayat-mayat. Kaulard mengingat
dimana ia tidak dapat tidur pada malam hari karena
suara-suara seperti lolongan serigala atau anjing, yang
ternyata merupakan suara para militan Hutu saat
memulai perburuan suku Tutsi mereka di malam hari. Di
akhir ceritanya ia mengajak untuk selalu waspada
terhadap eksploitasi elemen-elemen brutal yang
terdapat dalam diri manusia.
Haris Azhar berbicara dalam hal implikasi pengalaman
Rwanda untuk Indonesia, menekankan perlunya
mencapai kata sepakat mengenai pembunuhan massal
1965-66 dan mengakhiri impunitas bagi hate crime.
Suatu kesimpulan yang dapat ditarik, ia berkata,
kerangka kerja nasional harus diperkuat untuk
menegakkan aturan hukum dan menjamin akses
masyarakat terhadap keadilan. Hak Asasi Manusia
tidak boleh terlaksana setelah genosida. Hak Asasi
harusnya digunakan sebagai mekanisme pencegahan,
kata Azhar, menekankan pada pentingnya edukasi
nasional tentang HAM untuk mencegah rasisme serta
diskriminasi dan untuk mencegah kekerasan.
Video singkat yang diproduksi UN Regional Information
Centre di Brussel sebagai bagian dari 7 Billion Others
Campaign menampilkan pelaku dan dua korban
selamat dari pembunuhan di Rwanda mengakhiri acara
tersebut.
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
Perbudakan: Apakah
Hanya dalam Sejara?
Bandung, Jawa Barat - Lebih dari 15 juta laki-laki,
perempuan dan anak-anak meninggal karena
menjadi korban perdagangan budak global selama
lebih dari 300 tahun, tapi sekarang, di seluruh
dunia, para korban itu dihormati, dan pencapaian
dari keturunan-keturunan mereka dihargai, semua
berkat resolusi Majelis Umum PBB tanggal 17
Desember 2007. Di Indonesia, pada tanggal 11
April 2014, untuk pertama kalinya Hari Peringatan
PBB untuk Korban Perbudakan dan Perdagangan
Budak Transatlantik diadakan, di dalam gedung
yang paling merepresentasikan solidaritas negara-
negara Asia dan Afrika -- Gedung Konferensi Asia-
Afrika, tempat terselenggaranya konferensi Asia-
Afrika pada tahun 1955 yang berkontribusi pada
lahirnya Gerakan Non-Blok.
United Nations Information Centre - Jakarta,
bekerja sama dengan Universitas Katolik
Parahyangan, dan United Nations agency for
Education, Science and Culture (UNESCO),
mengadakan pemutaran lm dan diskusi untuk
menandai peringatan tersebut.
8
P
B
B

D
I

I
N
D
O
N
E
S
I
A

M
e
i

2
0
1
4
KALENDER
PBB
Pandangan-pandangan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan resmi atau kebijakan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Informasi dalam dokumen ini dapat direproduksi secara bebas. PBB DI
INDONESIA diterbitkan secara elektronik oleh United Nations Information Centre, Jakarta.
e-mail: unic.jakarta@unic.org
Mei
1: Kursus Latihan Kemanusiaan Sipil-Militer [UNOCHA]
1-3: Sesi ke-16 Asosiasi Regional Organisasi Meteorologi Dunia (RAV-16) di Jakarta
3-6: Hari Kebebasan Pers Dunia [UNESCO]
4-5: Abu Dhabi Ascent
4-17: Pelatihan Pengawasan dan Koordinasi Bencana PBB-Asia Pasik [UNOCHA]
5: MDGs - Whats Next? Seminar di Universitas Udayana untuk Pertemuan Sela
Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia (PSNMHII) XXVI di Denpasar,
Bali
5: SELAMATKAN HIDUP: Cuci Tanganmu [WHO]
5-6: Forests Asia Summit di Jakarta
5-11: Pekan Aksi Global MY WORLD
7: Workshop tentang Membangun Bisnis untuk REDD+
7: Apresiasi Partner UNDP Bersama mengubah hidup
8: Pengarahan Media oleh UNHCR di Medan
17: Hari Masyarakat Telekomunikasi dan Informasi Sedunia [ITU]
18: Peluncuran gerakan #ENDviolence: Tahap 2
20-21: Peluncuran Integrated Vector Management (IVM) Online di Bogor [FAO]
20-21: Workshop tentang Penguatan Perlindugan Keanekaragaman Hayati dan
Habitat Penting Orangutan di Hutan Tropis Sumatra [UNESCO]
21: Seminar tentang Sinergi Keanekaragaman Ekologi [UNIDO]
22: Pembaharuan sela-2014 Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia
29: Hari Internasional Pasukan Penjaga Perdamaian PBB
31: Hari Anti-Tembakau Dunia [WHO]
Juni
3 & 5: Workshop to Finalize Procurement System of Reproductive Health (RH)
Supplies to Support Minimum Initial Service Package (MISP) Implementation di
Jakarta [UNFPA]
4-6: KTT Media tentang Perubahan Iklim, Teknologi Informasi dan Komunikasi serta
Penanggulangan Risiko Bencana [UNOCHA]
5: Hari Lingkungan Hidup Sedunia [UNEP]
6-8: Pertemuan Strategi Global Anak Muda Pasca 2015 di Bangkok, Thailand
9: Seminar Hari Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Universitas Bina Nusantara
[UNIC]
9-14: Pelatihan Pengambangan Kerjasama Strategis dengan Organisasi Berbasis
Kepercayaan & Pemimpin Muslim di Yogyakarta [UNFPA]
12: Hari Dunia Menentang Pekerja Anak [ILO]
14: Hari Donor Darah Sedunia: Safe Blood for Saving Mothers [WHO]
16-18: Pengurangan Bencana Berbasis Ekosistem dan Adaptasi Perubahan Iklim:
Mengarahkan Kebijakan Pembangunan di Abad ke-21 di Bogor
18: Peluncuran Rencana Aksi Nasional tentang Kesehatan Ibu 2016-2030 di Bogor
[WHO]
19: Workshop Advokasi MISP dan Workshop Sosialisasi untuk Militer dan BNPB di
Jakarta [UNFPA]
20: Hari Pengungsi Dunia [UNHCR]
23: Hari Pelayanan Publik PBB
26: Hari Internasional Melawan Penyalahgunaan Obat dan Perdagangan Gelap
26: Hari Internasional PBB untuk Mendukung Korban Penyiksaan
TAHUKAH
ANDA?
World Humanitarian Summit akan diadakan di Istanbul
pada tahun 2016. Pertemuan ini akan memfasilitasi
berbagai grup dan individu untuk mengenali ancaman
kemanusiaan di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai