Anda di halaman 1dari 5

Tradisi Minum Teh

Cha No Yu (Upacara Minum Teh)


Kepopuleran teh telah dikenal di seluruh dunia, namun
demikian sebagai sarana dalam pergaulan, secara nasional teh
paling dikenal di Jepang. Persiapan serta upacara minum teh
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hal estetika serta
telah berkembang menjadi suatu seni tersendiri.
Di Jepang, apabila orang diundang untuk minum teh, mereka
akan duduk di sebuah ruangan kecil sambil berbincang-bincang
akrab dengan tuan rumahnya, jauh dari dunia kehidupan sehari-
hari. Sang tuan rumah, sebelumnya membersihkan ruangan
tersebut, menggantung tulisan hias, menyiapkan perapian guna
merebus air untuk membuat teh, serta telah disiapkan pula kue
kering kecil. Semua itu dilakukan dengan harapan agar
pertemuan tersebut menjadi menyenangkan.

Oshogatsu, Tahun Baru

Di Jepang Tahun Baru dikenal dengan nama Oshogatsu. Jepang telah mengadopsi
kalender surya sejak 1873 dan perayaan Tahun Baru dimulai pada tanggal 1 Januari.
Berbeda dengan kota-kota besar dunia lainnya, Jepang bukanlah tempat ideal untuk
daerah tujuan wisata merayakan tahun baru, kalau yang dicari pesta kembang api,
sorak meriah old and new, panggung gembira atau suara bunyi terompet yang bersaut-
sautan. Tahun baru di Jepang adalah sebuah keheningan, suasana sepi, malam tahun
baru (omishoka), secara tradisi dirayakan dengan amat sangat hening dan dingin.
Suasana Oshogatsu di Jepang, biasanya berlangsung selama lima sampai enam hari.
Orang Jepang di hari ini tidak pergi untuk bekerja. Mereka beristirahat dan merayakan
liburan bersama keluarga. Sementara itu, ada juga warga Jepang yang menjelang
momentum Tahun Baru memilih pergi mengajak putra dan putri mereka merayakan
Tahun Baru dengan jalan-jalan ke negara lain. Umumnya kebiasaan ini dilakukan oleh
mereka yang sedikit banyak sudah terpengaruh budaya Barat karena sudah beberapa
kali melawat ke mancanegara.
Menyambut tahun baru pada sebagian kalangan masyarakat Jepang ada yang memilih
pergi ke kuil pada malam Tahun Baru agar bisa lebih khusyuk berdoa dan meraih
peruntungannya, tetapi sebagian lagi dari mereka pergi ke kuil untuk berdoa di pagi
hari. Kunjungan pertama ke kuil Shinto sebelum fajar di hari tahun baru ini disebut
Hatsu Mohde, yang berarti kunjungan pertama. Di kuil ini mereka minta berkah untuk
tahun yang baru sambil tidak lupa menarik undian berhadiah berupa kertas ramalan
alias omikuji.

Pada hari Tahun Baru, keluarga memulai dengan sarapan mochi atau kue dari beras ketan. Kue beras disajikan dalam sup yang disebut
Ozoni. Sebenarnya ada makanan khusus untuk tahun baru yang disiapkan pada saat Omishoka yaitu Osechi ryouri. Masakan ini merupakan makanan
campur-campur yang berwarna-warni dan rasanya manis terdiri atas udang, telur, rumput laut, rebung, ikan, mochi, dan lainnya. Osechi ryouri
ditempatkan di dalam juubako atau semacam boks bento bertingkat. Tradisi penyiapan masakan ini dimulai sejak masa Heian (7941185). Osechi ini
berupa satu set masakan dari beberapa menu yang masing-masing punya arti tertentu seperti kuromame (kacang hitam sama dengan lambang
kesehatan), kombu (seaweed atau rumput laut yang berarti kebahagiaan), ada yang kuning-kuning seperti telur atau chesnut (yang
berarti matahari/emas), ada juga udang (artinya hidup sehat sampe tua/bungkuk), ikan teri (artinya banyak keturunan), renkon (akar lotus yg
berlubang-lubang berarti lihat kedepan), dan seterusnya.
Masyarakat Jepang biasanya membuat osechi sekaligus banyak, bahkan bisa bertahan sampai habis itu kira-kira seminggu. Berikutnya setelah
seminggu makan osechi, mereka makan yang namanya Okayu no hi atau hari makan bubur yang tujuannya supaya perut kembali normal setelah
makan makanan yang sama terus selama seminggu. Tapi berhubung orang jaman sekarang sangat praktis, banyak yang akhirnya membeli di
Supermarket meskipun mahal. Untuk porsi sekeluarga cukup untuk satu hari saja, harganya bisa mencapai puluhan ribu yen (jutaan rupiah).
Selain masalah makanan tahun baru, di Jepang juga mempunyai tradisi seperti tradisi tahun baru di Asia, orang dewasa memberi uang atau angpou
kepada anak-anak pada Hari Tahun Baru yang dsebut Otoshi-dama atau harta karun tahun baru. Anak-anak menyambutnya dengan riang gembira,
kemudian bermain layang-layang atau bermain kartu tebak-tebakan yang variasinya banyak sekali dan menyenangkan berbagi bersama famili dan
kerabat. Pada hari ini juga setiap keluarga akan menerima kiriman segepok nengajo (kartu tahun baru) dari teman dan kerabat yang oleh pak pos
diberikan saat pagi di tahun baru. Mereka membacanya bersama seluruh keluarga sambil mengingat-ingat kebaikan orangnya.
Bagi yang tinggal di Tokyo, pada hari kedua tahun baru, tepatnya tanggal 2 Januari, bisa mengunjungi kediaman kaisar (Imperial Palace) yang
biasanya terbuka untuk umum pada hari tersebut. Di sana setiap jam tertentu Kaisar dan keluarga akan keluar ke balkon yang tertutup kaca sambil
melambai-lambaikan tangan dan mengucapkan beberapa patah kata ucapan selamat tahun baru untuk rakyatnya. Masyarakat lain juga bisa
menyaksikannya melalui siaran televisi. Demikianlah suasana Oshougatsu di Jepang yang berbeda dari negara kita. (Disusun oleh Upik Kesumawati
Hadi, Alumni Persada Bogor, IPB)

Origami
Origami (, dari ori yang berarti "lipat", dan kami yang berarti "kertas") merupakan seni tradisional melipat
kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula sejak kertas diperkenalkan pada abad
pertama di zaman Tiongkok kuno pada tahun 105 Masehi oleh Ts'ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas.
Contoh-contoh awal origami yang berasal dari Tiongkok adalah tongkang (jung) dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 pada
masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donch (Dokyo) yang
berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta.
Kemudian seni ini berkembang mula-mula pada zaman Muromachi (1333-1568) dan kemudian pada zaman Edo
(16031868). Karena harganya yang sangat mahal pada masa itu, penggunaannya terbatas hanya pada kegiatan-
kegiatan seremonial seperti untuk Noshi. Terpisah dari itu, berkembang pula kesenian melipat kertas di Eropa,
yang disebarkan dari Mesir dan Mesopotamia ke Spanyol pada abad ke-16 dan kemudian menyebar ke seluruh
Eropa barat.
Sebuah karya origami tradisional berbentuk bangau.
Untuk waktu yang lama, model-model yang dikenal hanya terbatas pada model-model tradisional seperti bangau
di Jepang dan pajarita di Spanyol. Akira Yoshizawa(19112005) membuat inovasi dengan menciptakan model-
model baru yang kemudian membawa perubahan besar dalam perkembangan origami. Beliau menciptakan
sebuah sistem penggambaran sistemastis (yang disebut diagram)) untuk menunjukkan langkah-langkah pelipatan
suatu model yang dapat disebarluaskan dan dipahami oleh banyak pihak. Sistem ini adalah dasar dari Sistem
Yoshizawa-Randlett yang sekarang lazim digunakan untuk instruksi lipat model origami.

Anda mungkin juga menyukai