Anda di halaman 1dari 8

BANTAHAN TERHADAP SITUS DAN BLOG PENENTANG MANHAJ SALAFY

AHLUSSUNNAH

(BAGIAN X )

DAMPAK SERUAN ‘IMSAK’

Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala senantiasa


merahmati kita semua…
Di saat kaum muslimin sedang berupaya mendekatkan diri kepada Allah di
bulan Ramadlan dengan berbagai aktivitas ibadah, terdapat beberapa orang
yang berusaha menebarkan fitnah terhadap para Ulama’ Ahlussunnah yang
mereka sebut dengan istilah wahaby. Dalam suatu blog penentang dakwah
Ahlussunnah terdapat tulisan yang berjudul: ‘Fitnah dan Bid’ah Wahaby
(Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (2) : dalil Waktu sahur dan Imsyak’.
Tulisan tersebut berisi hasutan untuk membenci para Ulama’ Ahlussunnah
yang mereka istilahkan dengan wahaby dengan mengesankan bahwa para
Ulama tersebut ‘Mensyariatkan Makan Sahur sampai mendekati waktu
iqamat shalat subuh dengan dalih mengakhirkan sahur’.
Sungguh suatu kedustaan jika tuduhan itu dialamatkan pada para Ulama’
Ahlussunnah semisal Syaikh Muhammad Amien Asy-Syinqithy, Syaikh Bin
Baaz, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Syaikh Muhammad bin Sholih al-
Utsaimin, dan para ulama’ Ahlussunnah lainnya. Silakan disimak ceramah-
ceramah para Ulama tersebut, kaji kitab-kitab yang mereka tulis, niscaya
kita akan mendapati mereka berdakwah di atas ilmu dan berdasar manhaj
Nabi dan para Sahabatnya. Tidaklah mereka berdalil kecuali dengan
AlQur’an dan AsSunnah yang shahihah dengan pemahaman para Sahabat
Nabi.
Waktu berakhirnya makan sahur adalah dengan masuknya waktu Subuh,
yang berarti berakhirnya malam. Timbulnya fajar shadiq di ufuk timur yang
membentang secara horisontal menandai permulaan seorang harus
menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa (shoum).
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

َ ْ ‫ن ال‬ َ ِ ْ ‫خي‬ َ ُ ْ ‫خي‬


‫ر‬
ِ ‫ج‬
ْ ‫ف‬ َ ‫م‬ ْ ‫ط اْل‬
ِ ِ ‫سوَد‬ َ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ُ َ ‫ط اْلب ْي‬
ِ ‫ض‬ َ ْ ‫م ال‬
ُ ُ ‫ن ل َك‬
َ ّ ‫حّتى ي َت َب َي‬ ْ ‫وَك ُُلوا َوا‬
َ ‫شَرُبوا‬
“… makan dan minumlah sampai nampak jelas bagi kalian benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar “ (Q.S AlBaqoroh:187).

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya:

‫م إلى أن يتبين‬
ُ ‫ مع ما تقدم من إباحة الجماع في أيّ الليل شاء الصائ‬،‫أباح تعالى الكل والشرب‬
‫ وعبر عن ذلك بالخيط البيض من الخيط السود‬،‫ضياُء الصباح من سواد الليل‬

“Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum, dan yang telah disebutkan
sebelumnya dari pembolehan berhubungan suami-istri pada bagian
manapun di waktu malam bagi orang yang berpuasa sampai jelas cahaya
pagi dari gelapnya malam, hal itu diibaratkan sebagai benang putih dari
benang hitam” (Tafsir al-Qur’anil ‘Adzhim ).
Kekeliruan yang banyak terjadi saat ini adalah didengungkannya seruan
‘imsak’ sekitar 10 atau 15 menit sebelum masuknya waktu Subuh. Seruan
imsak itu bertujuan agar orang-orang yang berpuasa memulai menahan diri
dari hal-hal yang membatalkan puasa pada waktu-waktu tersebut,
mendahului waktu yang semestinya.
Banyak di antara saudara-saudara kita kaum muslimin yang menjadi
rancu dalam memahami kapan seharusnya mereka berhenti dan mulai
berpuasa. Hal itu diakibatkan seruan imsak tersebut.
Secara bahasa, makna ‘imsak’ adalah menahan diri. Tidak sedikit dari kaum
muslimin yang memahami bahwa kalau sudah tiba masa seruan imsak itu
dikumandangkan, maka pada saat itulah seharusnya mereka mulai menahan
diri. Minimal mereka berpandangan makruh, dan tidak sedikit yang sudah
menganggap bahwa haram bagi seseorang untuk makan, minum, dan
melakukan hal lain yang membatalkan puasa.
Demikianlah kenyataannya, wahai saudaraku kaum muslimin….
Ketika diada-adakan hal baru dalam suatu Dien ini, maka tercabutlah suatu
Sunnah Nabi, sehingga menjadi asing ketika diperkenalkan kembali.
Demikian semaraknya seruan imsak ini dikumandangkan hampir di seluruh
pelosok negeri kaum muslimin, sampai-sampai banyak orang yang
menganggap bahwa itulah Sunnah. Mereka mengira bahwa di masa Nabi
dulu, memang ada seruan imsak itu menjelang masuk waktu Subuh. Maka
akan terasa janggal dan aneh, jika seruan imsak itu ditiadakan.
Padahal, di masa Nabi tidak pernah ada seruan imsak dikumandangkan.
Justru yang ada adalah adzan dikumandangkan 2 kali, menjelang Subuh dan
saat masuknya Subuh. Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam
memiliki 2 muadzin: yaitu Bilal bin Rabah dan Ibnu Ummi Maktum dan. Nabi
Muhammad shollallaahu a’laihi wasallam bersabda:

ُ ‫ل واب‬
‫م‬
ّ ‫نأ‬ ُ ْ َ ٌ ‫ن ب َِل‬ِ ‫مؤ َذ َّنا‬
ُ ‫م‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ِ ‫سو‬ ُ ‫ن ل َِر‬َ ‫كا‬ َ ‫ل‬
َ ‫ما َقا‬ ُ ّ ‫ي الل‬
َ ُ‫ه ع َن ْه‬ َ ‫ض‬
ِ ‫مَر َر‬ َ ُ‫ن ع‬
ِ ْ ‫ن اب‬
ْ َ‫ع‬
ْ ‫ل فَك ُُلوا َوا‬ َ
‫حّتى‬ َ ‫شَرُبوا‬ ٍ ْ ‫ن ب ِل َي‬
ُ ّ ‫ن ب َِلًل ي ُؤ َذ‬ ّ ِ‫م إ‬َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬
ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ َ‫مى ف‬
َ ‫قا‬ َ ْ ‫مك ُْتوم ٍ اْلع‬ َ
َ ُ ‫يؤ َذ ّن اب‬
َ َ‫ذا وَي َْرَقى ه‬
‫ذا‬ َ َ‫ل ه‬َ ِ‫ن ي َن ْز‬ْ ‫ما إ ِّل أ‬ َ ُ‫ن ب َي ْن َه‬ ْ َ ‫ل وَل‬
ْ ُ ‫م ي َك‬ َ ‫مك ُْتوم ٍ َقا‬ َ ‫م‬ّ ‫نأ‬ ُ ْ َ ُ
Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridlai keduanya- beliau berkata: Rasulullah
shollallaahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi
Maktum yang buta. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah
sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. (Ia berkata) : tidaklah di antara keduanya
kecuali yang ini turun sedangkan yang satunya naik “ (H.R Muslim)

Al-Imam AnNawawy berkata:

‫م ي َْرُقب‬ ّ ُ ‫ ث‬، ‫حوه‬ ْ َ ‫عاِء وَن‬ َ َ ‫ وَي َت ََرّبص ب َْعد أ‬، ‫جر‬
َ ّ ‫ذانه ِللد‬ ْ ‫ف‬َ ْ ‫ن قَْبل ال‬ُ ّ ‫ن ي ُؤ َذ‬ َ ‫ن ب َِلًل‬
َ ‫كا‬
َ
ّ ‫معَْناه ُ أ‬ َ َ ‫ل ال ْعُل‬
َ : ‫ماء‬ َ ‫َقا‬
َ ‫مك ُْتوم ٍ ِبالط َّهاَرةِ وَغ َْير‬ ُ ‫خبر ا ِبن أ ُم مك ْتوم فَيتأ َهّب ا ِب‬ َ َ ‫ذا َقارب ط ُُلوعه نز‬
ّ ُ ‫ ث‬، ‫ها‬
‫م‬ َ ‫م‬ ّ ‫نأ‬ُ ْ ُ ََ ُ َ ّ ْ َ َ ْ ‫ل فَأ‬ ََ َ َ َ ِ ‫جر فَإ‬ ْ َ‫ال ْف‬
َ ّ ‫ وَالل‬. ‫فجر‬ َ َ َ ‫شَرع ِفي اْل‬
‫م‬ُ َ ‫ه أع ْل‬ُ َ ْ َ ْ ‫معَ أّول ط ُُلوع ال‬ َ ‫ذان‬ ْ َ ‫ي َْرَقى وَي‬

Para Ulama berkata: maknanya adalah bahwa sesungguhnya Bilal adzan


sebelum fajar, dan menunggu setelah masa adzannya dengan doa dan
semisalnya. Kemudian ia memperhatikan masa-masa keluarnya fajar. Jika
telah mendekati keluarnya fajar, ia memberitahukan pada Ibnu Ummi
Maktum sehingga Ibnu Ummi Maktum bersiap-siap dengan bersuci
(thaharah) dan semisalnya, kemudian dia naik dan mulai adzan pada
permulaan munculnya fajar” (Syarh Shohih Muslim linNawawy juz 4 halaman
69).
Dalam hadits lain, Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ن‬ُ ‫ذا‬َ َ‫م أ‬ ْ ُ ‫من ْك‬ِ ‫دا‬ ً ‫ح‬


َ َ ُ ‫ل َل يمنعن أ َحدك‬
َ ‫م أو ْ أ‬ ْ َ َ ّ ََ ْ َ َ ‫م َقا‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬
َ ‫ي‬
ّ ِ ‫ن الن ّب‬
ْ َ ‫سُعود ٍ ع‬
ْ ‫م‬ ِ ْ ‫ن ع َب ْد ِ الل ّهِ ب‬
َ ‫ن‬ ْ َ‫ع‬
َ ّ ‫بَلل من سحوره فَإنه يؤ َذ‬
ْ ُ ‫مك‬
‫م‬ َ ِ ‫ه َنائ‬َ ّ ‫م وَل ِي ُن َب‬ْ ُ ‫مك‬
َ ِ ‫جعَ َقائ‬ ٍ ْ ‫ن أوْ ي َُناِدي ب ِل َي‬
ِ ‫ل ل ِي َْر‬ ُ ُ ُ ِّ ِ ِ ُ َ ْ ِ ٍ ِ

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda: ‘Janganlah adzan Bilal mencegah kalian dari sahurnya, karena
sesungguhnya ia adzan di waktu malam untuk ‘mengembalikan’ orang-orang
yang qiyaamul lail dan membangunkan yang tidur (H.R al-Bukhari).
Sudah demikian jauhnya keadaan di masa kita dengan di masa Nabi. Di
masa beliau, dikumandangkan 2 kali adzan yang terkait dengan Subuh.
Namun di masa kita, di negara ini, sudah jarang hal itu dilakukan. Lebih
menyedihkan lagi, ketidakmampuan kita mendekati pelaksanaan Sunnah itu,
akankah lebih diperparah dengan mengada-adakan sesuatu yang tidak
pernah dicontohkan Nabi, tidak pula disunnahkan oleh para Khulafa’ur
Rasyidin.
Nabi memiliki 2 muadzin, tidak pernah beliau memerintahkan salah satu
dari keduanya untuk mengumandangkan ‘imsak’. Tidak pula para Khulafa’ur
Rasyidin.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal yang menunjukkan kelemahan
dan keburukan dikumandangkannya seruan ‘imsak’:
1. Hal itu adalah bid’ah dan menyebabkan umat semakin jauh dari Sunnah
Nabi yang sebenarnya.
ْ َ
ُ ّ ‫ن ب ِهِ الل‬
‫ه‬ ْ َ ‫ما ل‬
ْ َ ‫م ي َأذ‬ َ ‫ن‬
ِ ‫دي‬
ّ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ْ ُ‫عوا ل َه‬
ِ ‫م‬ ُ ‫شَر‬ َ ‫شَر‬
َ ‫كاُء‬ ْ ُ‫م ل َه‬
ُ ‫م‬ ْ ‫أ‬
“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan sesuatu dari
Dien ini yang tidak diidzinkan Allah?” (Q.S Asy-Syuuro:21).
Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ٌ َ ‫ضَلل‬ ُ
‫ة‬ ّ ُ ‫ة وَك‬
َ ٍ‫ل ب ِد ْع َة‬ ٌ َ ‫حد َث َةٍ ب ِد ْع‬
ْ ‫م‬ ّ ُ‫ن ك‬
ُ ‫ل‬ ُ ‫ت اْل‬
ّ ِ ‫مورِ فَإ‬ ِ ‫حد ََثا‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫وَإ ِّياك‬
ُ َ‫م و‬

“dan berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena setiap


perkara yang diada-adakan (dalam Dien/agama) adalah bid’ah d an setiap
bid’ah adalah sesat”(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah).
Sebenarnya, bagi seseorang yang memahami bahaya bid’ah dan begitu
tingginya kemulyaan dan keharusan berpegang dengan Sunnah Nabi,
cukuplah satu poin ini sebagai keburukan yang harus ditinggalkan.
(InsyaAllah pada tulisan lain akan dijelaskan secara lebih lengkap
penjelasan tentang bid’ah, syubhat tentang pendefinisian dan
pembagiannya, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkannya. Semoga Allah
Subhaanahu Wa Ta’ala memberikan taufiq dan kemudahan).

2. Menyebabkan seseorang meninggalkan Sunnah Sahur atau Sunnah


Mengakhirkan Waktu Sahur.
Jika seseorang terbangun beberapa menit menjelang Subuh, namun ia telah
mendengar seruan imsak, bisa jadi ia mengurungkan niat bersahur, jika ia
memang tidak tahu bahwa masih diperbolehkan baginya makan dan minum
sebelum masuknya waktu Subuh. Hal itu menyebabkan orang tersebut
terlewatkan dari Sunnah Nabi yang mengandung barokah (kebaikan yang
banyak). Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ً َ ‫حورِ ب ََرك‬
‫ة‬ ُ ‫س‬ ّ ِ ‫حُروا فَإ‬
ّ ‫ن ِفي ال‬ ّ ‫س‬
َ َ‫ت‬

“Bersahurlah, karena pada sahur itu ada barokah” (Muttafaqun ‘alaih).


Waktu antara kumandang imsak dan Subuh sebenarnya masih
memungkinkan untuk seseorang bersahur, meski dengan seteguk air.
Seseorang juga menjadi terhalangi untuk mengakhirkan waktu sahur,
padahal itu adalah Sunnah Nabi.

‫ماٍء‬
َ ‫ن‬
ْ ‫م‬ ُ ِ ‫حُرْوا وَل َوْ ب‬
ِ ٍ‫جْرع َة‬ ّ ‫س‬
َ َ‫ت‬
“Bersahurlah walaupun (hanya) dengan seteguk air” (H.R Ibnu Hibban,
Syaikh alAlbaany menyatakan hasan shahih dalam Shahih atTarghib
watTarhiib).

َ ّ ‫ة فينا رجَلن من أ َصحاب النبي صّلى الل ّه ع َل َيه وسل‬ َ ّ ‫ن أ َِبي ع َط ِي‬
‫ل‬ُ ‫ج‬ ّ َ‫ما ي ُع‬َ ُ‫حد ُه‬َ ‫مأ‬ َ َ َ ِ ْ ُ َ ّ ِّ ِ َ ْ ْ ِ ِ ُ َ َ ِ َ ‫ش‬ َ ِ ‫ت ل َِعائ‬ ُ ْ ‫ل قُل‬َ ‫ة َقا‬ ْ َ‫ع‬
َ ْ‫ل اْل ِف‬ َ
‫طاَر‬ ُ ‫ج‬ّ َ‫ذي ي ُع‬ ِ ّ ‫ما ال‬ َ ُ‫ت أي ّه‬ْ َ ‫حوَر َقال‬ ُ ‫س‬ّ ‫ل ال‬ُ ‫ج‬ّ َ‫طاَر وَي ُع‬َ ْ‫خُر اْل ِف‬ّ َ ‫خُر ي ُؤ‬َ ‫حوَر َواْل‬ ُ ‫س‬ ّ ‫خُر ال‬ ّ َ ‫طاَر وَي ُؤ‬ َ ْ‫اْل ِف‬
‫ع‬
ُ َ ‫صن‬ ْ َ‫م ي‬ َ ّ ‫سل‬َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ن َر‬ َ ‫ذا‬
َ ‫كا‬ َ َ ‫ت هَك‬ْ َ ‫سُعود ٍ َقال‬ ْ ‫م‬ َ ‫ن‬ ُ ْ ‫ت ع َب ْد ُ الل ّهِ ب‬ ُ ْ ‫حوَر قُل‬ ُ ‫س‬ ّ ‫خُر ال‬ ّ َ ‫وَي ُؤ‬
Dari Abu Athiyyah beliau berkata: Aku berkata kepada ‘Aisyah: di tengah-
tengah kami ada dua orang Sahabat Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam. Yang
satu menyegerakan ifthar (berbuka) dan mengakhirkan sahur, sedangkan
yang lain mengakhirkan berbuka dan mengawalkan sahur. Aisyah berkata:
Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur? Aku berkata:
Abdullah bin Mas’ud. Aisyah berkata: Demikianlah yang dilakukan Nabi
shollallaahu ‘alaihi wasallam (H.R anNasaa-i, dishahihkan Syaikh alAlbaany).

3. Memberikan kesempitan bagi kaum muslimin, pada saat mereka masih


diperbolehkan untuk makan dan minum justru dihalangi dengan seruan
imsak. Bisa dengan keyakinan makruh atau haram.
Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi untuk memberikan kemudahan
kepada kaum muslimin
ّ َ ‫شُروا وََل ت ُن‬
‫فُروا‬ ّ َ‫سُروا وََل ت ُع‬
ّ َ ‫سُروا وَب‬ ّ َ‫ي‬
“ Berikanlah kemudahan, janganlah mempersulit. Berikan kabar gembira,
jangan membuat lari” (H.R alBukhari).

4. Pada taraf tertentu, pensyariatan kumandang imsak akan mengarah


pada perasaan lebih baik dibandingkan yang dilakukan Nabi dan para
Sahabat
Dengan adanya kumandang imsak, kadang seseorang merasa hal itu lebih
baik dibandingkan jika tidak ada. Setelah dia tahu bahwa hal itu tidak pernah
dicontohkan Nabi dan para Khulafaur Rasyidin. Akan timbul anggapan bahwa
hal itu akan lebih baik, meski tidak pernah dilakukan Nabi. Biasanya timbul
ucapan:’Bukankah hal ini lebih baik dan merupakan bentuk kehati-hatian?’

Subhaanallaah! Apakah kita menyangka Nabi kurang memiliki semangat


untuk menjauhkan umatnya dari hal yang bisa menjerumuskannya pada
dosa? Beliau adalah yang paling bertaqwa dan paling bersemangat untuk
menyampaikan umatnya pada segenap kebaikan.
Jika alasannya adalah kehati-hatian, ketahuilah tidak semua upaya kehati-
hatian akan berujung pada kebaikan, bahkan ada yang bisa menjerumuskan
seseorang pada kemaksiatan. Sebagai contoh, seseorang yang berusaha
berhati-hati ketika berada pada hari yang meragukan, apakah sudah masuk
Ramadlan atau belum. Kemudian dia berpuasa (menahan diri tidak makan,
minum dan segala hal yang membatalkan puasa) sebagai bentuk kehati-
hatian, menurutnya. Dalam hal ini terkena padanya hadits :
‫ماٌر‬ َ ‫قا‬
ّ َ‫ل ع‬ َ َ‫قوْم ِ ف‬ َ ْ ‫ض ال‬
ُ ْ‫حى ب َع‬ّ َ ‫شاةٍ فَت َن‬ َ ِ ‫ك ِفيهِ فَأ ََتى ب‬ ّ ‫ش‬ َ ُ ‫ذي ي‬ ِ ّ ‫مارٍ ِفي ال ْي َوْم ِ ال‬ ِ ‫ل ك ُّنا‬
ّ َ ‫عن ْد َ ع‬ َ َ ‫صل‬
َ ‫ة َقا‬ ِ ‫ن‬
ْ َ‫ع‬
‫م‬َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ ‫سم‬ ِ ‫قا‬َ ْ ‫صى أ ََبا ال‬ َ َ ‫قد ْ ع‬َ َ‫م ف‬َ ْ‫ذا ال ْي َو‬َ َ‫م ه‬َ ‫صا‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ َ
Dari Shilah beliau berkata: Kami pernah berada di sisi Ammar pada suatu
hari yang meragukan, kemudian datang dengan membawa kambing,
sebagian kaum menyingkir (berpuasa), maka Ammar berkata: Barangsiapa
yang berpuasa pada hari ini maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Abul
Qoshim shollallaahu ‘alaihi wasallam” (H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah,
dishahihkan Syaikh al-Albaany).
Upaya kehati-hatian seharusnya dibimbing oleh Sunnah Nabi, bukan suatu
hal yang diada-adakan dan tidak pernah beliau contohkan.
Pada taraf tertentu yang lebih mengkhawatirkan lagi, jika seseorang
melakukan suatu kebid’ahan kemudian dia menganggap baik hal itu, maka
bisa jadi dia menganggap Nabi telah berkhianat dalam mengemban risalah.
Wal ‘iyaadzu billah. Ada anggapan bahwa hal yang dia lakukan itu baik,
sedangkan Nabi tidak mencontohkan dan melakukannya, padahal tidak ada
penghalang untuk melakukannya, berarti ada kebaikan yang tidak
disampaikan oleh Nabi.
Karena itu al-Imam Malik menyatakan:
‫ خان‬-‫ فقد زعم أن محمدا – صلى الله عليه وسلم‬، ‫من ابتدع في السلم بدعة يراها حسنة‬
‫الرسالة‬
“Barangsiapa yang berbuat kebid’ahan dalam Islam yang dia anggap baik,
maka sungguh ia telah menyangka bahwa Muhammad shollallaahu ‘alaihi
wasallam telah berkhianat terhadap risalah” (Lihat al-I’tishom (1/49)).

Anda mungkin juga menyukai