A. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronsons, (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun social siswa sangat diperlukan. Model pembelajaran Jigsaw ini diladasi oleh teori belajar humanistic, karena teori belajar humanistic menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Teknik mengajar Jigsaw sebagain metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam pengakaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik inimenggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperi ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan. B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut: 1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 6 orang 2. Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda. 3. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli. 4. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok. 5. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut. 6. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya. 7. Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi. 8. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan. 9. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik. C. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya. 2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat 3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan, menurut Roy Killen, 1996, adalah : 1. Prinsip utama pembelajaran ini adalah peer teaching, pembelajran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain. 2. Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman. 3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut. 4. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik. 5. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu : 1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. 2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. 3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. 4. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua. 5. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari. 6. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran. Diskusi dalam kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas. 2. Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugass mereka
Pembelajaran Koperatif Kerja dalam kumpulan adalah sesuai bagi murid yang mempunyai masalah pembelajaran seperti ini iaitu seperti tutor rakan sebaya dan pembelajaran koperatif. Ahli dalam kumpulan berkongsi maklumat dan bertanggungjawab dengan membantu satu sama lain (Meese, 2001;Rivera,1996). Pembelajaran koperatif memberi peluang kepada murid untuk mendekati sesuatu masalah dengan pelbagai cara (Effandi, 2003). Bagaimanapun, kerja kumpulan haruslah terancang dan guru perlu banyak membantu. Guru tidak boleh membiarkan murid begitu sahaja. Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan refomasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkumi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran. Asasnya ia menggalakkan pelajar belajar bersama-sama dengan berkesan melalui pembentukan kumpulan yang homogen seperti dalam pendidikan inklutif. Ianya boleh digunakan oleh pelbagai kumpulan umur dan dalam pelbagai mata pelajaran.Pembelajaran koperatif dilaksanakan secara kumpulan kecil supaya pelajar-pelajar dapat berkerjasama dalam kumpulan untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial. Secara dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif pembelajaran (Johnson & Johnson, 1991). Pembelajaran jenis ini juga merujuk kepada kaedah pengajaran yang memerlukan murid dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu matlamat yang sama (Slavin, 1982). Sasaran adalah tahap pembelajaran yang maksimum bukan sahaja untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rakan-rakan yang lain. Lima unsur asas dalam pembelajaran koperatif adalah (1) saling bergantung antara satu sama lain secara positif (2) saling berinteraksi secara bersemuka (3) akauntabiliti individu atas pembelajaran diri sendiri (4) kemahiran koperatif, dan (5)pemprosesan kumpulan. Terdapat beberapa kaedah pembelajaran koperatif seperti (1) Kaedah Jigsaw II, (2) Kaedah STAD, (3) TAI (Team Assisted Individualization). Untuk menyelesaikan masalah pembelajaran ini, ketiga-tiga kaedah ini boleh di gunakan.
4.2.1. Kaedah Jigsaw II Dalam kaedah ini, setiap ahli kumpulan menjadi juru dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing-masing memahami bahagian masing-masing, setiap juru mengajar pula kepada ahli kumpulan yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini membolehkan juru dan ahli sama-sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini meningkatkan pemahaman dan ingatan. Selain dari itu, kaedah ini juga memberi peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan mengajar mereka untuk menjadi juru dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik lebih baik daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka dalam subjek Matematik terutamanya dalam masalah penyelesaian masalah ini.
Pembelajarankoperatifialahsalah satu daripada strategi pengajaran dan pembelajaran yang dapat dipraktikkan oleh guru.JIGSAW merupakan salah satu teknik yang mengaplikasikan pembelajaran secara koperatif di dalam bilik darjah.JIGSAW digunakanuntukmembantumuridmengulangkajipelajaran, memperkenalkantopik-topikbarudanmembacateks-teks mudah. Teknik JIGSAW sesuai digunakan untuk pembelajaran kendiri murid di mana guru bertindak sebagai fasilitator atau mentor sahaja kepada murid.
Terdapat beberapa langkah untuk melaksanakan teknik JIGSAW ini.Langkah pertama, guru perlu membahagikan murid kepada kumpulan berempat dan namakan kumpulan-kumpulan tersebut. Contohnya, kumpulan A, kumpulan B dan seterusnya. Kumpulan-kumpulan ini dikenali sebagai kumpulan asas atau based group.Seterusnya, guru perlu membahagikan setiap ahli kumpulan asas kepada 4 kumpulan yang dinamakan kumpulan mahir atau expert group. Setiap kumpulan mahir akan diberikan satu tugasan atau soalan untuk dibincangkan dalam masa yang diperuntukkan guru seperti 10 minit. Kemudian, setiap murid harus kembali ke kumpulan asas untukberkongsiilmudanmaklumat yang telahmerekaperolehisemasasesiperbincangandalamkumpulanmahir. Guru boleh menggunakan penilaian formatif seperti pairs check dan kuiz pendek untuk menguji kefahaman murid berkenaan tajuk dan tugasan untuk sesi pada hari tersebut.
Pelaksanaan perbincangan menggunakan teknik JIGSAW.
Untuk mengaplikasikan teknik ini ke dalam bilik darjah sebenar, para guru pelatih telah mencuba terlebih dahulu kaedah ini dalam bilik darjah mereka. Selepas selesai membahagikan kumpulan asas dan kumpulan mahir, setiap kumpulan mahir diberikan soalan untuk dibincangkan iaitu:
1) Apakah yang dimaksudkan dengan standard nilai antarabangsa (world classvalues)?
2) Apakah ciri-ciri komunikasi berkesan?
3) Berikan kelebihan komunikasi berkesan.
4) Nyatakan jenis-jenis komunikasi.
Kemudian, para guru pelatih kembali ke kumpulan asas dan berkongsi maklumat yang telah didapati.
Kesimpulannya, maklumat dapat dikongsi dengan berkesan, melibatkan semua murid serta menjimatkan masa pengajaran. Malah, murid juga dapat dilatih ke arah pembelajaran kendiri.
Pembelajaran Kooperatif Yang Berkesan Apa dia pembelajaran kooperatif ? Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan refomasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkumi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran. Asasya ia menggalakkan pelajar belajar bersama-sama dengan berkesan melalui pembentukan kumpulan yang homogen seperti dalam pendidikan inklutif. Ianya boleh digunakan oleh pelbagai kumpulan umur dan dalam pelbagai mata pelajaran.Pembelajaran koopeatif dilaksanakan secara kumpulan kecil supaya pelajar-pelajar dapat berkerjasama dalam kumpulan untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial.Secara dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif pembelajaran (Johnson & Johnson, 1991). Selain dari itu, ciri-ciri umumnya ialah: Ciri- ciri pembelajaran kooperatif Pendekatan Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri tertentu, diantaranya ialah : 1. Matlamat kumpulan Matlamat kumpulan ialah kejayaan kumpulan dalam mencapai kecemerlangan dalam menguasai sesuatu konsep yang di ajar. Matlamat inidicapai melalui usaha bersama semua bersama ahli di dalam kumpulan. Dalam kumpulan ini setiap ahli kumpulan mempunyai peranan tertentu dan jelas dalam usaha kumpulan mencapai matlamat yang ditetapkan. 2. Interaksi sosial ditekankan. Setiap ahli kumpulan akan berinteraksi secara bersemuka dalam kumpulan. Interaksi yang serentak berlangsung pada masa yang sama untuk setiap kumpulan melalui perbincangan yang akan menyebabkan lebih ramai individu yang turut serta mengambil bahagian. Setiap ahli kumpulan perlu berhubung rapat, saling memenuhi dan bantu-menbantu. 3. Pelajar perlu saling bergantungan positif untuk mencapai objektif gerak kerja. Kejayaan kumpulan bergantung kepada pembelajaran individu yang ahli sesuatu kumpulan. Setiap ahli mempunyai tanggungjawab ke atas keberkesanan pembelajaran kumpulan. Prinsip ini dikenali sebagai saling bergantungan secara positif. Untuk mencapai kejayaan dalam prinsip ini, tugas perlu diagihkan kepada semua ahli kumpulan untuk menyumbang jawapan atau hasil dapatan. Tanggungjawab individu bermakna setiap pelajar mesti melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyumbang kepada sesuatu projek. Penyertaan pula bermaksud semua pelajar mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bahagian dan menyumbang secara bersama. Apakah kelebihan pembelajaran kooperatif ? Walaupun pembelajaran kooperatif menimbulkan keresahan kepada ibubapa yang khuatirkan kecairan pembelajaran apabila pelajar yang cerdas berada di dalam kumpulan yang kurang cerdas, tetapi mengikut Slavin ( 1991) ia akan memberi faedah kepada golongan yang berbeza kebolehan yang belajar dalam satu kumpulan. Kajian menunjukkan pembelajaran kooperatif boleh meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif pelajar. Jika dijalankan dengan sempurna, setiap pelajar mempunyai tanggungjawab untuk memahiri sesuatu subtopik serta berpeluang berkongsi pengetahuannya dengan ahli kumpulan yang lain. Untuk tujuan ini , pelajar perlu betul-betul memahami subtopik itu, bukan sekadar menghafal sesuatu topik. Ini mengakibatkan pemprosesan pada aras yang lebih tinggi,yang meningkatkan daya ingatan dan seterusnya membolehkan mereka menunjukkan pencapaian yang lebih baik. Kajian juga menunjukkan pembelajaran kognitif boleh memberbaiki kemahiran sosial pelajar. Ahli-ahli dalam kumpulan perlu bekerjasama untuk mencapai objektif pembelajaran. Secara tidak langsung, mereka perlu mempelajari atau memperbaiki kemahiran sosial mereka. Pelajar yang bersuara perlahan perlu meninggikan suara supaya didengari dan difahami oleh ahli kumpulan lain. Teguran sesama ahli perlu dilakukan dengan sewajarnya agar dinamik kumpulan tidak hancur dan gerak kerja berjalan lancar. Mengikut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawa banyak keberkesanan atau faedah seperti berikut : Membaiki hubungan sosial Meningkatkan pencapaian Meningkatkan kemahiran kepimpinan Meningkatkan kemahiran sosial Meningkatkan tahap kemahiran aras tinggi Meningkatkan kemahiran teknologi Meningkatkan keyakinan diri. Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif 1.Kaedah Jigsaw II Dalam kaedah ini, setiap ahli kumpulan menjadi juru dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing- masing memahami bahagian masing-masing, setiap juru mengajarnya pula kepada ahli kumpulan yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini membolehkan juru dan ahli sama- sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini meningkatkan pemahaman dan ingatan. Selain dari itu, kaedah ini juga memberi peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan mengajar mereka untukmenjadi juru dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik lebih baik daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka. 2.Kaedah STAD STAD merupakan akronim bagi Student Teams Achievement Divisions. Pembelajaran dalam kumpulan kecil dilakukan bagi sesuatu topik. Kaedah perbincangan ini boleh menggunakan kaedah Jigsaw II atau pendekatan lain. Selepas itu kuiz bertulis secara individu akan diberikan untuk menguji pemahaman pelajar. Setiap pelajar akan mendapat markah individu, peningkatan kemajuan yang ditunjukkan oleh setiap pelajar akan dikira dengan mengambil markah terbaru dan ditolak dengan purata markah pelajar itu sendiri. Perbezaan markah individu akan dikumpulkan untuk menjadi markah kumpulan. Di sebabkan markah kumpulan diperolehi berdasarkan peningkatan ahli kumpulan, ahli kumpulan akan saling bekerjasama supaya mendapat markah yang maksimum. TAI TAI( Team Assisted Individualization) dibentuk menggabungkan antara motivasi dan insentif kepada kumpulan. Program yang diberikan mestilah bersesuaian dengan kemahiran yang dipunyai oleh setiap pelajar. Pelajar dalam setiap kumpulan mestilah terdiri daripada pelajar yang mempunyai keupayaan yang berbeza-beza. Ahli kumpulan yang bekerja secara berpasangan akan bertukar-tukar helaian jawapan kerja yang telah dibuat. Ahli kumpulan bertanggungjawab memastikan rakan-rakan dalam kumpulan bersedia untuk menduduki ujian akhir setiap unit. Skor mingguan yang diperolehi oleh kumpulan akan dijumlahkan , kumpulan yang melebihi skor yang ditetapkan akan diberikan sijil. Beberapa strategi meningkatkan keberkesanan pembelajaran kooperatif Pembahagian kumpulan yang membolehkan ahli-ahli dalam kumpulan bekerja dengan berkesan bersama-sama.Faktor yang paling utama di sini ialah bilangan ahli dalam kumpulan. Kumpulan kecil mengandungi tiga atau empat ahli didapati paling efektif. Kumpulan yang terlalu besar kurang efektif kerana pembabitan ahli kumpulan cenderung menjadi tidak sama rata. Disamping itu, pembentukan kumpulan sebaiknya dilakukan oleh guru bagi mengelakkan pelajar berkumpul sesama klik mereka sahaja. Tugasan perlu distruktur sebegitu rupa supaya ahli kumpulan saling bergantung untuk mencapai objektif yang ditentukan. Elakkan memberi tugasan yang boleh diselesaikan tanpa perlu pembabitan setiap ahli kumpulan. Ini boleh menyebabkanada ahli kumpulan yang lepas tangan ataupun dipinggirkan oleh orang lain, dan bagi pelajar ini, pengalaman pembelajaran sepenuhnya tidak dapat dicapai. Jadikan tanggungjawab pencapaian terletak di kedua-dua tahap individu dan kumpulan. Satu cara ialah melalui pemberian markah. Setiap pelajar mendapat markah individu dan markah kumpulan bergantung kepada markah individu. Dengan cara itu setiap pelajar mempunyai motivasi untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan juga kumpulan. Berikan garis panduan tingkahlaku dan kemahiran berkomunikasi kepada pelajar. Guru perlu menjelaskan kepada pelajar apakah tingkahlaku yang wajar dan tidak wajar semasa pembelajaran kooperatif berlaku. Guru juga perlu meberikan asas kemahiran komunikasi misalnya bagaimana menyuarakan pendapat dan bagaimana menghadapi percanggahan pendapat. Pastikan jenis dan amaun interaksi antara pelajar berpatutan. Guru perlu mengawasi interaksi yang berlaku semasa pelajar menjalankan aktiviti kumpulan di dalam kelas. Perbincangan yang berlaku seharusnya yang berkaitan dengan tugasan . Interaksi juga harus berlaku di antara setiap ahli kumpulan dan tidak meminggirkan mana-mana ahli kumpulan. Perbincangan dan keputusan juga tidak dimonopoli oleh ahli kumpulan tertentu sahaja.
.0 STRATEGI PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PEMULIHAN MATEMATIK.
Guru-guru matematik sebagai golongan yang dipertanggungjawabkan untuk mengajar matematik sentiasa berhadapan dengan pelbagai masalah pengajaran matematik yang berbeza-beza mengikut tahap murid.Oleh itu, guru perlu mengetahuistrategi pengajaran dan pembelajaran matematik.Terdapat banyak kaedah- kaedah pengajaran matematik.Antaranya adalah kaedah Model Polya, Kaedah Newman, kaedah pembelajaran koperatif, konteksual, konstruktivisme, pembelajaran masteri. Menurut Noor Shah Saad (2005:182), Model Polya merupakan model penyelesaian masalah matematik yang dibina oleh George Polya. Beliau telah memperkenalkan satu model penyelesaian masalah dalam bukunnya How to Solve It yang memberi tumpuan kepada teknik penyelesaian masalah yang menarik dan juga prinsip pembelajaran matematik dapat dipindahkan sebaik yang mungkin. Model ini membabitkan empat fasa utama, iaitu memhami dan mentafsir sesuatu masalah, merancang strategi penyelesaian, melaksanakan strategi penyelesaian dan menyemak semula penyelesaian. Pada peringkat memahami dan mentafsir sesuatu masalah, murid perlu dibimbing untuk terlibat secara aktif berkaitan aktiviti seperti fokus kepada bahagian penting, memahami item-item yang terlibat dalam masalah sesuatu soalan dan mengenal pasti maklumat, entiti, nombor, bentuk perkaitan dan apa yang perlu dicari. Setelah murid memahami soalan , guru membimbing murid untuk merancang strategi penyelesaian yang sesuai dengan permasalahan yang diberi. Antara strategi penyelesaian mengikut Polya ialah membuat simulasi, melukis gambar rajah, membuat carta, mengenal pasti pola, cuba jaya dan menggunakan analogi. Pemberian pelbagai bentuk masalah matematik kepada murid akan membentuk keyakinan mereka dalam pengendalian masalah-masalah tersebut. Dalam merancang strategi, guru perlu mempertimbangkan beberapa heuristik/strategi/ algoritma dan membandingkan masalah yang hendak diselesaikan dengan masalah yang hampir sama. Pelaksanaan strategi untuk menyelesaikan maslah boleh dilakukan berdasarkan perancangan startegi penyelesaian masalah. Dalam hal ini, murd hendaklah menghuraikan langkah-langkah penyelesaiannya secara bersistematik untuk mendapat jawapan yang betul, iaitu dengan cara menterjemahkan maklumat yang diberi ke dalam bentuk matematik, menggunakan strategi yang dirancang, menjalankan semua proses dan pengiraan yang terlibat dan menyemak setiap langkah strategi yang digunakan. Langkah yang terakhir ialah murid boleh menyemak semula penyelesaian masalah untuk menentukan sama ada jawapannya munasabah atau tidak. Semasa menyemak semula, beberapa perkara perlu diberi perhatian supaya cara penyelesaian masalah yang dilaksanakan oleh murid adalah logik walaupun strategi yang digunakan berbeza-beza. Kaedah seterusnya ialah Kaedah Newman. Model berasaskan teori Newman (1977) mendefinisikan lima kemahiran membaca spesifik bagi penyelesaian masalah matematik iaitu membaca (decoding), pemahaman, transformasi, kemahiran proses dan encoding. Antara langkah pelaksanaan temuduga Newman ialah guru perlu bercakap kepada murid dengan mesra, ringkas bagi memberi keselesaan kepadanya.Jelaskan tujuan guru bercakap dengannya adalah untuk membantunya dalam matematik.Guru juga perlu memberitahu murid yang guru mahukannya untuk membuat bberapa maslah matematik terdahulu sekali lagi. Selain itu, sediakan murid dengan kertas soalan dan kertas jawapan yang baru dan minta murid menjawab semula soalan terdahulu yang pernah dibuatnya. Galakkan murid tunjuk cara menyelesaikan maslah. Guru diam sehingga murid selesai membuat latihan. Guru perlu tanya murid soalan-soalan Newman yang bersesuaian. Contoh soalan adalah seperti tolong bacakan soalan kepada cikgu, beritahu apa yang soalan itu mahu anda lakukan, apa kaedah yang awak gunakan untuk mendapatkan jawapan?, tunjukkan kepada cikgu bagaimana anda mendapat jawapan itu, sekarang tulis jawapan anda yang sebenar. Jangan bantu murid dalam apa-apa peringkat tetapi buat catatan ringkas tentang jawapan murid yang sangat revealing. Guru tentukan mengikut klasifikasi alat Newman iaitu guru dapat mencari di mana murid tidak bolah membuat latihan pada peringkat awal ujian. Semasa langkah 4, dengar dengan teliti apa yang murid cakap dan pastikan guru berfikir di peringkat mana murid mengalami kesilapan membuat latihan. Justeru, klasifikasikan kesilapan/ralat yang murid lakukan.
Seterusnya kita tengok kaedah pembelajaran koperatif. Pembelajaran koperatif merujuk kepada kaedah pengajaran yang memerlukan murid dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu matlamat yang sama (Slavin, 1982). Sasaran adalah tahap pembelajaran yang maksimum bukan sahaja untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rakan-rakan yang lain. Lima unsur asas dalam pembelajaran koperatif adalah saling bergantung antara satu sama lain secara positif, saling berinteraksi secara bersemuka, akauntabiliti individu atas pembelajaran diri sendiri, pemprosesan kumpulan. Ganjaran diberi kepada individu dan kumpulan dalam pelaksanaan kaedah ini.Individu dalam kumpulan dikehendaki menunjukkan kefahaman masing-masing dan memainkan peranan berbeza bergilir-gilir.Kemahiran sosial dan pemprosesan kumpulan digalakkan. Beberapa cara pembelajaran koperatif telah diperkembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan, misalnya Jigsaw, TGT (teams-games-tournaments), STAD (Students Teams- Achievement Division), Belajar Bersama (Learning together), Permainan Panggil Nombor (Numbered Heads), dan Meja Bulat (Round Table). Pengajaran sebaya memainkan peranan yang sangat penting menurut cara Jigsaw. Dalam cara ini, pembahagian tugas diagihkan di kalangan murid dalam kumpulan pelbagai kebolehan. Bahan pembelajaran dipecahkan kepada topik-topik kecil. Setiap murid diagihkan tugas untuk mempelajari satu topik kecil. Setelah menguasai topik kecil sendiri, murid akan mengajar rakan-rakan lain dalam kumpulannya sehingga semua ahli kumpulan menguasai semua topik kecil itu. Selepas itu satu aktiviti dijalankan untuk menguji sama semua ahli kumpulan berjaya memahami dan menyempurnakan tugasan yang diberi. Jigsaw merupakan cara pengajaran berpusatkan murid. Kemungkinan besar bahan baru dapat dikaitkan dengan pengetahuan sedia ada dan membantu penstrukturan semula idea.Pembelajaran koperatif menggalakkan murid berinteraksi secara aktif dan positif dalam kumpulan.Ini membolehkan perkongsian idea dan pemeriksaan idea sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Sekarang kita bincang pula tentang kaedah pembelajaran Kontekstual. Kaedah kontekstual iaitu kaedah yang dibentuk berasaskan maksud kontekstual itu sendiri, seharusnya mampu membawa pelajar ke matlamat pembelajaran isi dan konsep yang berkenaan atau relevan bagi mereka, dan juga memberi makna dalam kehidupan seharian mereka. Kebanyakan pelajar di sekolah tidak mampu membuat kaitan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan itu dapat dimanfaatkan. Ini berlaku oleh sebab cara mereka memproses maklumat dan perasaan motivasi untuk pelajar tidak tersentuh melalui kaedah pengajaran yang lazim digunakan (iaitu kaedah syarahan yang abstrak), namun mereka amat perlu memahami konsep itu untuk memudahkan mereka mengaitkannya dengan suasana dan juga dalam menempuh kehidupan masyarakat di mana tempat mereka menjalani kehidupan dan bekerja.
Secara lazimnya, pelajar dijangkakan mampu membuat kaitan ini dengan sendiri apabila berada di luar bilik darjah. Pendekatan kontekstual menyedari hakikat bahawa pembelajaran ialah satu proses pelbagai bentuk yang kompleks yang menjangkau melepasi kaedah-kaedah jenis latih tubi dan rangsangan dan tindak balas. Menurut teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran hanya berlaku apabila pelajar memproses maklumat atau ilmu pengetahuan baru dengan cara tertentu sehingga ia membawa maksud atau makna kepada mereka dalam kerangka rujukan mereka sendiri (dunia dalaman bagi memori, pengalaman dan tindak balas mereka sendiri).pendekatan pembelajaran dan pengajaran seperti ini mengandaikan minda akan mencari maksud dalam konteks dengan cara semula jadi, iaitu berkait dengan persekitaran semasa seseorang itu. Ini berlaku dengan cara pencarian hubungan yang diterima akal dan kelihatan bermakna.Dalam persekitaran sedemikian, pelajar menemui perhubungan yang bermakna antara idea abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks alam yang nyata. Kaedah seterusya adalah kaedah konstruktivisme.Konstruktivism bukan merupakan satu teori yang baru dalam bidang pendidikan.Pengaruh konstruktivism dalam era teknologi maklumat dan komunikasi ini semakin kuat. Teori ini bertitik tolak daripada pandangan behaviorism yang mengkaji perubahan tingkahlaku sehingga kepada kognitivism yang mengkaji tentang cara manusia belajar dan memperoleh pengetahuan yang menekankan perwakilan mental. Bruner (1960), telah menekankan bahawa pembelajaran merupakan satu proses di mana pelajar membina idea baru atau konsep berasaskan kepada pengetahuan semasa mereka. Pelajar memilih dan mengintepretasikan maklumat, membina hipotesis dan membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental (struktur kognitif seperti skema dan model mental) memberikan makna dan pembentukan pengalaman dan membolehkan individu melangkau melebihi maklumat yang diberikan (Beyond the information given).Hasil daripada pendekatan ini, beliau telah memperkenalkan pembelajaran penemuan (Discovery Learning).Briner (1999) berpendapat murid membina pengetahuan mereka dengan menguji idea dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sedia ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Brooks & Brooks (1993) menyatakan bahawa murid membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah fahami sebelum ini. Mereka membentuk peraturan melalui refleksi tentang interaksi mereka dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu dengan objek, idea atau perkaitan yang tidak bermakna kepada mereka, maka mereka akan sama ada mengintepretasikan apa yang mereka lihat supaya secocok dengan peraturan yang mereka telah bentuk atau mereka akan menyesuaikan peraturan mereka agar dapat menerangkan maklumat baru ini dengan lebih baik. Menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivism adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penyelidik berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang lain.
Akhir sekali adalah pembelajaran masteri.Pembelajaran masteri adalah Suatu pendekatan pengajaran dan pembelajaran bagi memastikan semua murid menguasai hasil pembelajaran yang dihasratkan dalam suatu unit pembelajaran sebelum berpindah ke unit pembelajaran seterusnya.Pendekatan ini memerlukan peruntukan masa yang mencukupi dan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualiti.Dalam kaedah ini hasil pembelajaran perlu ditentukan dan mengikut hierarki atau unit pembelajaran. Aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang dirancang perlulah bermakna, berkesan, menarik dan menyeronokkan. Penilaian dibuat berdasarkan Ujian Rujukan Kriteria dan hanya murid yang berjaya menguasai 80 peratus aras masteri akan berpindah mempelajari unit pembelajaran baru. Bagi murid yang gagal menguasai aras masteri akan diberi pemulihan dan yang berjaya akan melakukan aktiviti pengayaan. Penggunaan kaedah ini di dalam perancangan pengajaran perlu mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran masteri iaitu murid normal boleh mempelajari apa yang diajar oleh guru. Pembelajaran perlulah dipecahkan kepada unit kecil supaya mudah dikuasai.Di samping itu murid memerlukan masa yang mencukupi untuk menguasai sesuatu hasil pembelajaran yang telah ditentukan.Arahan guru juga perlu jelas bagi setiap unit pembelajaran. Posted by santhaana barath at 07:49 No comments: Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest MASALAH MURID PEMULIHAN DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIK DAN FAKTOR MASALAH TERSEBUT. 4.0 MASALAH MURID PEMULIHAN DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIK DAN FAKTOR MASALAH TERSEBUT.
Sebagai seorang guru pemulihan kita perlu mengambil tahu apakah masalah- masalah yang menghalang pengusaan kemahiran matematik dalam kalangan murid pemulihan.Terdapat banyak masalah yang dihadapi oleh murid pemulihan dalam mata pelajaran matematik.Antaranya adalah seperti Diskalkulia, Kebimbangan matematik (Mathophopia) dan masalah tidak menguasai kemahiran asas matematik.
Diskalkulia didefinisikan sebagai masalah pembelajaran spesifik yang mempengaruhi pemerolehan/pembelajaran kemahiran arimatik (Wikipedia,2008). Menurut Departmant for Education Skills 2001(DfES), Diskalkulia diterangkan sebagai sesuatu keadaan yang mempengaruhi keupayaan menguasai / memperolehi kemahiran aritmetik.Kanak-kanak diskalkulia menghadapi masalah dalam memahami konsep nombor yang mudah, kekurangan kefahaman intuisi terhadap nombor dan bermasalah dalam mempelajari fakta nombor dan prosedur-prosedur.Contohnya, mereka tahu 3+5=8, tetapi tidak dapat mentafsirkan bahawa 5+3=8.Walaupun mereka dapat menghasilkan jawapan yang betul, tetapi mereka melakukannya dengan tanpa keyakinan diri.
Seseorang yang menghadapi masalah Diskalkulia akan menghadapi kesukaran untuk mengenal nombor dan simbol-simbol dalam matematik seperti +, -, x dan . Murid juga tidak dapat membezakan nilai besar dan kecil.Contohnya, tidak dapat menentukan nilai terbesar antara 34 dan 43. Mereka akan mengira dalam bilangan 2 atau 5 sebaginya serta tertib menurun. Murid yang mempunyai masalah Diskalkulia tidak dapat membuat anggaran dan pengukuran, seperti saiz, nilai, wang, jarak atau cecair. Selain itu, mereka juga tidak dapat mengira wang atau melihat masa, membaca peta dan jadual, kerana kurang kesedaran tentang kedudukan, arah, orientasi dan organisasi ruang serta menggunakan peraturan dan prosedur, oleh itu mereka tidak dapat mengingati langkah- langkah untuk menyelesaikan pengiraan matematik dan dalam pengiraaan spontan.
Faktor-faktor berlakunya masalah Diskalkulia adalah factor genetik, pendedhan awal matematik yang terdesak dan faktor pengajaran di sekolah.Masalah Diskalkulia ini wujud sejak lahir atas faktor genetik. Kanak-kanak yang mengalami kecederaan pada otak sebelah kiri berdekatan dengan telinga akan menghadapi masalah ini kerana otak kiri berfungsi menterjemahkan angka-angka. Pendedahan sebelum kanak-kanak bersedia untuk menerima konsep matematik menyebabkan kanak-kanak berasa bimbang apabila berhadapan dengan soalan matematik dan menjadi fobia. Faktor pengajaran di sekolah pula adalah pelajar yang lemah tidak dapat menguasai sesuatu kemahiran dengan sepenuhnya kerana guru perlu menghabiskan sukatan pelajaran seperti yang ditetapkan.
Seterusya kita alih kepada masalah Kebimbangan Matematik (Anxiety) pula. Kebimbangan Matematik adalah suatu perasaan yang berkaitan dengan tekanan, kebimbangan dan kerisauan apabila ia berkaitan dengan manipulasi nombor dan sewaktu menyelesaikan masalah-masalah matematik di dalam kehidupan seharian dan juga di dalam situasi ilmiah dan akdemik. Kebimbangan matematik ini boleh menyebabkan seseorang berasa tiada keupayaan atau kemampuan untuk menyelesaikan apa jua masalah yang melibatkan pengiraan matematik. Ia juga menyebabkan seseorang itu merasa takut dan fobia dengan apa sahaja yang berkaitan dengan subjek tersebut. Menurut Lazarus (1974), seseorang pelajar itu boleh mempunyai halangan intelektual dan emosi apabila mempelajari matematik sepanjang mereka berada di alam persekolahan atas beberapa sebab. Beliau turut menyatakan bahawa Kebimbangan Matematik ini ialah ketakutan yang tidak rasional terhadap matematik.Ini seterusnya menyebabkan halangan kepada para pelajar untuk menunjukkan kemampuan sebenar atau melakukan sesuatu yang terbaik sewaktu menyelesaikan masalah matematik.
Kebimbangan Matematik berlaku apabila seseorang itu berhadapan dengan permasalahan yang melibatkan matematik. Apabila seseorang itu melihat nombor, simbol dan memerlukan pengiraan, maka ia akan mencetuskan Kebimbangan Matematik.Murid yang mempunyai masalah Kebimbangan Matematik ini tidak dapat mengasingkan kumpulan-kumpulan mengikut bentuk, saiz, warna dan jenis benda seperti empat segi sama dan tepat, warna merah dan jinggaKebimbangan Matematik boleh disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan. Antara faktor dominan yang menyebabkan berlakunya gejala ini adalah berpunca dari pengalaman negatif seseorang yang melibatkan matematik.Pengalaman negatif ini mungkin disebabkan oleh guru, ibu bapa atau rakan-rakan sebaya.Ibu bapa dan ahli keluarga merupakan antara sebab berlakunya Kebimbangan Matematik dalam kalangan murid pemulihan.Kekurangan sokongan yang betul dan sesuai serta perhatian yang diberikan oleh keluarga terhadap prestasi matematik mereka solah-olah telah banyak menyumbang kepada sikap negatif terhadap subjek matematik.Di samping itu, suasana persekitaran turut menyumbang kepada berlakunya masalah ini. Menurut Byrd (1982), persekitaran yang mendorong berlakunya kebimbangan matematik ini adalah faktor sosiologi seperti status sosio-ekonomi, faktor ibu bapa dan peranan sosioalisasi jantina. Akhir sekali ialah masalah tidak menguasai kemahiran asas matematik.Menguasai kemahiran asas matematik merupakan satu aspek yang sangat penting bagi seseorang murid.Hal ini kerana matematik merupakan sebahagian daripada kehidupan.Banyak masalah dalam kehidupan hari ini memerlukan kemahiran matematik untuk menyelesaikannya.Contohnya, menentukan masa/waktu untuk melakukan sesuatu menentukan bilangan barang yang ingin diguna, urusan jual beli di kedai dan kantin, tambang bas dan sebagainya.Oleh itu adalah sangat penting seseorang individu itu didedahkan dengan kemahiran-kemahiran asas ini agar mereka boleh menjalani kehidupan dengan lebih terancang dan selesa. Murid-murid pemulihan sering menghadapi kesukaran dalam menguasai kemahiran asas matematik. Antara masalah yang mereka hadapi ialah tidak dapat mengelaskan sesuatu benda konkrit dan semi konkrit mengikut ciri-ciri yang ada padanya seperti mengkelaskan mengikut saiz (besar/kecil, panjang/pendek, tinggi/rendah), warna, bentuk dan jenis. Selain itu, murid juga tidak dapat menguasai kemahiran mengatur objek-objek mengikut saiz kecil, besar, panjang, pendek, lebar, tebal, nipis dan mengikut bilangan. Konsep turutan ini akan membolehkan murid mencari pertalian antara satu objek dengan objek yang lain atau antara konsep matematik dengan yang lain. Di samping itu, ada segelintir murid keliru dengan konsep nombor ordinal dan kardinal. Murid tidak dapat membuat pertalian antara nombor ordinal dan nombor kardinal. Ada juga yang tidah boleh membuat operasi asas seperti tambah, tolah, darab dan bahagi.
Antara faktor murid mengalami masalah dalam menguasai kemahiran asas matematik ialah kerana sikap dan minat murid. Kebanyakkan murid tidak berminat dalam subjek matematik. Oleh itu, mereka akan tidak mengambil peduli dan tidak akan menunjukkan minat dalam subjek itu. Selain itu, masalah ini berlaku mungkin kerana ibu bapa tidak memberikan galakkan dan motivasi kepada anak-anak mereka. Ibu bapa tidak mendedahkan kemahiran matematik kepada anak-anak. Di samping itu, guru juga mungkin tidak menggunakan strategi yang sesuai untuk mengajar murid kemahiran asas matematik.
Bicangkan satu kaedah pengajaran matematik yang berkesan dan menyeronokkan. Pembelajaran Koperatif Pembelajaran koperatif merujuk kepada kaedah pengajaran yang memerlukan murid dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu matlamat yang sama (Slavin, 1982). Sasaran adalah tahap pembelajaran yang maksimum bukan sahaja untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rakan-rakan yang lain. Lima unsur asas dalam pembelajaran koperatif adalah: i. Saling bergantung antara satu sama lain secara positif. ii. Saling berinteraksi secara bersemuka. iii. Akauntabiliti individu atas pembelajaran diri sendiri. iv. Kemahiran koperatif. v. Pemprosesan kumpulan. Ganjaran diberi kepada individu dan kumpulan dalam pelaksanaan kaedah ini. Individu dalam kumpulan dikehendaki menunjukkan kefahaman masing-masing dan memainkan peranan berbeza bergilir-gilir. Kemahiran sosial dan pemprosesan kumpulan digalakkan. Beberapa cara pembelajaran koperatif telah diperkembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan, misalnya Jigsaw, TGT (teams-games- tournaments), STAD (Students Teams- Achievement Division), Belajar Bersama (Learning together), Permainan Panggil Nombor (Numbered Heads), dan Meja Bulat (Round Table). Pengajaran sebaya memainkan peranan yang sangat penting menurut cara Jigsaw. Dalam cara ini, pembahagian tuigas diagihkan di kalangan murid dalam kumpulan pelbagai kebolehan. Bahan pembelajaran dipecahkan kepada topik-topik kecil. Setiap murid diagihkan tugas untukmempelajari satu topik kecil. Setelah menguasai topik kecil sendiri, murid akan mengajar rakan-rakan lain dalam kumpulannya sehingga semua ahli kumpulan menguasai semua topik kecil itu. Selepas itu satu aktiviti dijalankan untuk menguji sama semua ahli kumpulan berjaya memahami dan menyempurnakan tugasan yang diberi. Jigsaw merupakan cara pengajaran berpusatkan murid. Kemungkinan besar bahan baru dapat dikaitkan dengan pengetahuan sedia ada dan membantu penstrukturan semula idea. Pembelajaran koperatif menggalakkan murid berinteraksi secara aktif dan positif dalam kumpulan. Ini membolehkan perkongsian idea dan pemeriksaan idea sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.