Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Wilayah Sumber Brantas
Identifikasi wilayah mata air Sumber Brantas ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik fisik dasar dan karakteristik sosial-ekonomi masyarakat di sekitar
wilayah Arboretum Sumber Brantas.
2.1.1 Kondisi fisik dasar
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
sumber daya air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang terdapat pada, di
atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Sumber air permukaan biasanya berupa
mata air, empang, waduk dan telaga. Di dalam studi ini sumber air permukaan yang
menjadi fokus penelitian adalah sumber air yang berupa mata air Sumber Brantas.
Sumber Brantas merupakan mata air Sungai Brantas yang terletak di Dukuh
Sumber Brantas Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Mata air Sumber
Brantas wilayah Daerah Aliran Sungai Brantas. Sumber Brantas membentang di
Provinsi Jawa Timur yang melewati tujuh Kabupaten/Kota dan merupakan pemasok
air terbesar bagi kehidupan 56 % dari penduduk Jawa Timur .
Berdasarkan studi terdahulu, Sumber Brantas memiliki debit air 12 liter/detik
pada tahu 1997. Namun debit air yang dihasilkan Sumber Brantas terus mengalami
penurunan sampai saat ini hanya 2,5 liter/detik. Selain itu pada tahun 2007 pada 20
tahun yang lalu tumpahan air yang ada di Sumber Brantas mencapai 20 cm sementara
hari ini kurang dari 5 cm. Hal tersebut disebabkan oleh adanya tanah longsor di
sekitar mata air Sumber Brantas dan mengakibatkan hilangnya vegetasi pelindung.
Sebagai upaya konservasi Sumber Brantas telah dibuat sebuah taman
perlindungan yang berupa Arboretum di sekitar wilayah Sumber Brantas. Arboretum
Sumber Brantas berada 18 km sebelah utara Kota Batu tepatnya di sebelah timur kaki
Gunung Anjasmoro pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Letak
astronomis wilayah tersebut berada pada 07
0
45 798 LS dan 112
0
32 102 BT,
Luas wilayah Arboretum mencapai 12 Ha dengan suhu rata-rata 10,22
0
C. Curah
hujan rata-rata di wilayah ini 2.500 mm/tahun.
Tujuan didirikannya Arboretum Sumber Brantas selain untuk melestarikan
mata air Sumber Brantas juga bertujuan untuk:
1. Mengkoleksi berbagai jenis pepohonan dalam bentuk arboretum;
2. Menyediakan fasilitas penelitian dan pendidikan;
3. Menyelenggarakan rekreasi edukatif.
Wilayah Arboretum merupakan wilayah konservasi mata air Sumber Brantas
yang terdiri dari 3200 pohon dengan berbagai jenis, diantaranya adalah:
1. Kaju manis (Cinnanonum burmani)
2. Kayu Putih (Eucalyptussp)
3. Gagar (Fraxinus griffiti)
4. Cemara duri (Araucariasp)
5. Cemara gunung (Casuarinajunghuhniana)
6. Cemara pine trees
7. Kina ( Chinchona sp )
8. Cempaka/Locari (Michelia champaka)
9. Senaon (Albizziafalcata)
10. Pinus (Pinus merkusii)
Setiap vegetasi di atas dapat berkembang dengan baik karena iklim dan jenis
tanah yang sesuai. Jenis tanah di wilayah Arboretum Sumber Brantas adalah tanah
andosol dengan tekstur debu dan strukturnya remah, solum tebal yang bersifat agak
asam. Penggunaan lahan di Desa Tulungrejo didominasi oleh lahan pertanian.
Sedangkan guna lahan di wilayah Arboretum Sumber Brantas hanya berupa kawasan
lindung.

Gambar 2. 1 Peta Jenis Penggunaan Lahan Desa Tulungrejo
2.1.2 Kondisi sosial-ekonomi
Sebagai wilayah pegunungan, Arboretum Sumber Brantas memiliki sumber
daya alam yang sangat potensial, seperti sumber daya air dan tanah yang didukung
oleh kondisi iklim serta keberadaan flora maupun fauna di sekitar wilayah Arboretum
Sumebr Brantas. Adanya potensi yang melimpah tersebut memeberikan peluang bagi
masyarakat di sekitar wilayah Arboretum Sumber Brantas untuk memanfaatkan
sumber daya guna memenuhi kebutuhan hidup.
Kegiatan sosial-ekonomi yang paling banyak dilakukan di sekitar wilayah
Arboretum Sumber Brantas adalah kegiatan pertanian buah dan sayur. Secara umum
tidak hanya masyarakat di sekitar Arboretum Sumber Brantas saja yang bermata
pencaharian di bidang pertanian tetapi juga masyarakat Kecamatan Bumiaji.
Tabel 2. 1 Jumlah Penduduk Kota Batu Tahun 2002
Kecamtan Jumlah Penduduk Prosentase (%)
Batu 74.878 45,83
Junrejo 37.633 3,14
Bumiaji 50.882 23,03
Jumlah 163.393 100
Sumber: Profil Kota Batu 2002
Tabel di atas menujukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Bumiaji
tergolong sedang atau sebesar 23,03% dari total penduduk Kota Batu. Berdasarkan
Profil Kota Batu tahun 2002, jumlah penduduk Kecamatan Bumiaji yang berprofesi
sebagai petani maupun buruh tani mencapai 23.195 jiwa.
Secara topografis Kecamatan Bumiaji merupakan bagian tertinggi dari wilayah
Kota Batu dengan luas lahan diatas 50 Ha, jumlah penduduk 1500 orang yang
sebagian besar bekerja di sektor pertanian (apel, sayur, bunga).

Gambar 2. 2 Distribusi Kegiatan Ekonomi Kota Batu 2001
Sumber: Profil Kota Batu tahun 2002

Daerah hulu Sungai Brantas merupakan wilayah yang kepadatan penduduknya
sangat tinggi. Rata-rata kepadatan agraris penduduk sekitar 800-1100 jiwa/km
2
.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun sekitar 1.06 % yang
didominasi oleh petani maupun buruh tani.
Banyaknya penduduk yang bekerja di bidang pertanian menyebabkan banyak
dilakukan pembukaan lahan menjadi lahan pertanian baik di Kecamatan Bumiaji
secara umum maupun di sekitar wilayah Arboretum Sumebr Brantas. Selain
memanfaatkan lahan di sekitar Arboretum Sumber Brantas sebagai lahan pertanian,
masyarakat juga mengambil air dari mata air Sumber Brantas untuk irigasi lahan.


Gambar 2. 3 Lahan Pertanian disekitar kawasan Arboretum Sumber Brantas

Lahan pertanian di sekitar kawasan Arboretum Sumber Brantas lebih banyak
terletak pada lereng bukit. Hal tersebut menyebabkan kawasan arboretum Sumber
Brantas sangat rawan mengalami tanah longsor.
Berdasarkan hasil survei primer diketahui bahwa pengambilan air untuk irigasi
dari mata air Sumber Brantas hanya dilakukan pada musim kemarau melalui pipa
yang dipompa menuju kolam penampungan dengan luas 40 m
2
. Sedangkan pada
musim hujan lahan pertanian akan mendapatkan air irigasi dari air hujan. Proses
pengambilan air dari mata air Sumber Brantas dilakukan dengan menggunakan mesin
pompa pada pagi dan sore hari.

Gambar 2. 4 Penggunaan Mesin Pompa untuk Pengambilan Air

Selain pemanfaatan sumber daya air dari kawasan Arboretum sumber Brantas,
masyarakat juga memanfaatkan sumebr daya lainnya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi seperti kayu bakar yang terdapat di kawasan arboretum Sumber Brantas.
2.2 Potensi dan Masalah
Sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia sebagai akibat pertambahan
penduduk, kebutuhan lahan untuk pertanian juga bertambah. Di lain pihak lahan yang
cocok untuk pertanian dapat dikatakan sudah semuanya digunakan. Akibatnya petani
membuka/menggunakan lahan yang kurang sesuai untuk pertanian, termasuk di
daerah hulu yang merupakan area hutan lindung. Kawasan daerah hulu sungai
Brantas merupakan kawasan lindung yang seharusnya bebas dari aktivitas manusia,
kini hanya berupa kawasan pertanian dan perkebunan. Kawasan daerah hulu sungai
Brantas saat ini berupa aktivitas ekonomi tidak hanya dibidang usaha tani berskala
kecil yang dilakukan oleh petani akan tetapi terdapat pula aktifitas pertanian berskala
besar maupun usaha lainnya seperti industri jamur.
Para petani yang mengusahakan tanaman, membuka lahan miring yang
sebelumnya merupakan kawasan hutan maupun lahan milik sendiri. Mereka tidak
melakukan pengelolaan lahan berdasarkan berdasarkan prinsip konservasi, seperti
bentuk teras yang tidak sesuai dengan kontur, guludan
1
yang searah dengan
kemiringan lahan dan tidak adanya penguat teras. Aktivitas pengelolaan DAS yang
diselenggarakan di daerah hulu yang tidak memperhatikan sistem konservasi,
sehingga menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan antara lain dalam
bentuk penurunan produktivitas tanah, dan longsor selain itu akan menimbulkan
dampak di daerah hilirnya dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi
karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu.

1
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong
lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 30 cm dengan lebar dasar sekitar 30 40 cm. Jarak
antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan.
Semakin curam lereng, semakin pendek jarak guludan; semakin peka tanah terhadap erosi semakin
pendek jarak lereng; dan semakin tinggi erosivitas hujan, semakin pendek jarak lereng.
Sungai Brantas ini merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah
Sungai Bengawan Solo. Sungai kebanggaan masyarakat Jawa Timur ini memiliki
luas area sekitar 12.000 km persegi dan panjang sungai mencapai 320 km.
Penduduk yang tinggal di Wilayah Kali Brantas mencapai 13,70 juta orang
(1994) atau 43,2 % dari penduduk Jawa Timur dan mempunyai kepadatan rata-rata
989 orang/km
2
atau 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jawa Timur (Anonim
1).
Dengan kepadatan yang tinggi tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa
daerah-daerah yang menjadi konservasi sungai dijarah untuk dijadikan permukiman
dan kegiatan lainnya. Pada daerah hulu, Dusun Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji,
sumber Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dinilai paling kritis di antara 29 DAS
lainnya yang kondisinya juga memprihatinkan di Jawa Timur. Penyebabnya tidak lain
adalah karena adanya alih guna lahan dari hutan menjadi lahan pertanian sayur-
sayuran. Sehingga, berdampak pada terjadi degradasi lahan dan menurunnya kualitas
serta kuantitas air.

Gambar 2. 5 Peta Sub DAS Brantas Hulu (Nurfatriani 2005)
Pembukaan lahan menjadi hal yang lazim bagi masyarakat pedesaan yang
berada di daerah hulu sungai Brantas. Hal ini dikarenakan terbatasnya alternatif
kesempatan kerja di luar sektor pertanian, sehingga pertambahan jumlah penduduk
pedesaan (dan kebutuhan hidupnya) akan diikuti oleh meningkatnya tekanan atas
sumberdaya lahan. Di lain pihak, Kali Brantas mempunyai peran yang cukup besar
dalam menunjang Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional yang memberi
kontribusi lebih besar 30% dari stok pangan nasional. Jika di daerah hulu terjadi
pengundulan hutan besar-besaran maka akan merugikan bagi daerah hilirnya dan
secara tidak langsung akan berpengaruh pada kontribusi stok pangan nasional karena
lahan-lahan pertanian di daerah hilir rusak akibat limpasan air yang tidak dapat
ditampung dan hal lainnya yang ikut membawa dampak negatif.
2.2.1 Potensi
Secara topografis Kecamatan Bumiaji merupakan bagian tertinggi dari
wilayah Kota Batu dengan luas lahan diatas 50 Ha, jumlah penduduk 1.500 orang
yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian (apel, sayur, dan bunga). Kecamatan
Bumiaji merupakan daerah hulu. Terdapat sekitar 111 sumber air, yang hari ini tersisa
sekitar 57 sumber dengan rincian 20 sumber berada di wilayah perhutani dan 37
sumber tersebar di lahan milik penduduk (Nurfatriani 2005).
Penduduk yang mengandalkan sektor pertanian tersebut dikarenakan daerah
sekitar sungai secara langsung maupun tidak langsung mendatangkan sumber
penghasilan bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Hal ini disebabkan karena
tanah disekitar daerah sungai subur dan lahan-lahan yang berada di sekitar sungai
(sempadan sungai) merupakan lahan kosong milik pemerintah yang sering di abaikan
sehingga dimanfaatkan oleh penduduk menengah ke bawah untuk lahan permukiman.
Pada awalnya daerah disekitar sungai digunakan untuk lahan pertanian maupun
perkebunan, lama kelamaan masyarakat membuka lahan untuk permukiman untuk
menjaga ladang dan lahan pertanian mereka. Bangunan rumah tersebut awalnya
hanya semi permanen namun kelamaan menjadi bangunan permanen dan bertambah
banyak jumlahnya.
Sungai juga menjadi ruang sosial yang cukup representative bagi masyarakat
karena bisa digunakan untuk mandi, mencuci serta bahkan mencari ikan untuk
kebutuhan rumah tangga dan sumber penghasilan dari material-material yang dibawa
oleh sungai.
Keadaan yang sama juga terjadi di Dusun Sumber Brantas (Daerah sekitar
Arboretum) Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Daerah sekitar Arboretum merupakan
daerah hulu dari sungai Brantas yang dijadikan masyarakat sebagai tempat untuk
menghasilkan uang dan memenuhi kebutuhan pokok mereka. Kebutuhan akan air
masyarakat juga bersumber dari mata air sumber Sungai Brantas. Debit yang ada
mencapai 100 500 l/dtk, namun rata-ratanya mencapai 2,5 l/dtk. Pada musim
kemarau masyarakat di sekitar mata air sumber Brantas memanfaatkan sumber mata
air tersebut untuk mengairi lahan pertanian dan perkebunan yang ada. Dengan
menggunakan pompa (dinamo) dan menyalurkan air melalui pipa-pipa yang sudah
disambung-sambungkan kemudian di tampung dalam wadah berukuran 5 X 8 meter.
Usaha ini diketuai oleh ketua dusun setempat (kamituo).


Gambar 2. 6 Masyarakat Memanfaatkan Sumber Mata Air Sungai Brantas Untuk di
Aliri Ke Lahan Pertanian dan Perkebunan

Manfaat lain dari sungai yang dimanfaatkan penduduk sekitar adalah batu-
batu yang ada disungai digunakan untuk mensuplai sebagian besar bahan bangunan
bagi rumah penduduk di sekitar daerah aliran sungai. Potensi lain dari keberadaan
sungai antara lain juga dapat dijadikan sebagai tempat pariwisata. Daerah sekitar
sumber Brantas khususnya daerah Arboretum
pada saat ini dijadikan sebagai tempat
pariwisata oleh Perum Jasa Tirta dan
Pemerintah Kota Batu, namun jumlah
pengunjung di tempat ini tidak sebanyak di
tempat wisata pemandian air panas di Dusun
Cangar, yang berjarak 5 kilometer dari
Arboretum.
Pengunjung yang datang ke tempat ini
kebanyakan adalah peneliti, mahasiswa dan
pelajar. Pengunjung yang hanya berasal dari
kalangan tertentu tersebut dikarenakan
aktivitas yang hanya dapat dilakukan di
tempat ini adalah observasi dan kegiatan
konservasi seperti menanam pohon. Hal ini
juga dikarenakan pembangunan Arboretum
2
ditujukan untuk melestarikan mata air
Sungai Brantas, mengoleksi berbagai jenis pepohonan, menyediakan fasilitas
penelitian dan pendidikan, serta menyelenggarakan rekreasi edukatif (Purnomo,
2009). Dengan adanya kegiatan tambahan (pariwisata) ini dapat mengikutsertakan
masyarakat sekitar untuk ikut dalam pelestarian kawasan sekitar dan pemerintah
terkait dapat mensosialiasikan bahaya longsor akibat pembukaan lahan yang dapat
menyebabkan bencana bagi masyarakat sekitar.


2
Arboretum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat berbagai pohon ditanam dan
dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan.
Gambar 2. 7 Keadaan di Dalam
Arboretum











Gambar 2. 8 Papan Informasi Menuju Ke Arboretum
Kegiatan pelestarian sebenarnya telah diupayakan oleh pemerintah sejak lama.
Hal ini dilakukan mengingat kondisi debit mata air yang semakin menurun drastis, 20
tahun yang lalu tumpahan air yang ada di Sumber Brantas mencapai 20 cm sementara
pada kondisi sekarang ini kurang dari 5 cm, maka jika dalam waktu 5 tahun
mendatang Kecamatan Bumiaji tidak diselamatkan dari pengundulan hutan maka
Jawa Timur akan kekeringan. Kondisi ini diperparah dengan 1997 sampai tahun
2001, telah terjadi deforestasi di DAS Sumber Brantas seluas 1.597 hektar yang
dialihgunakan sebawai kawasan pertanian tanaman semusim dari luas total DAS
Sumber Brantas yang luasnya 17.344 hektar atau 9,6 persen dan daerah ini merupaka
kawasan resapan sistem kali Brantas di Jawa Timur DAS. (Anonim 2). Hal ini
menunjukan bahwa, pembangunan perekonomian justru tidak memperhatikan
kepekaan terhadap keberlangsungan fungsi pepohonan sebagai penopang stabilitas
lingkungan dalam menyimpan kandungan air sekaligus penyangga tanah.
Degradasi lahan yang sangat signifikan tersebut, dikarekan masyarakat yang
berada di sekitar mata air Sungai Brantas yang umumnya masih berpendidikan SD
hingga SMA cenderung mengikuti kebiasaan yang sudah ada tanpa memperhatikan
kegiatan konservasi untuk daerah sungai yang notabenenya merupakan daerah tebing
rawan longsor. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi mengenai masalah ini dan
menyiapkan lahan-lahan baru yang lebih cocok dan aman untuk lahan pertanian
maupun perkebunan untuk meminimumkan dampak negatif eksternalnya.
2.2.2 Masalah
Bagitu banyak manfaat sungai sehingga kehidupan di sekitar daerah sungai
turut berkembang. Namun hal ini tentu membawa dampak negatif tidak hanya bagi
masyarakat yang bermukim di daerah sekitar sempadan sungai ataupun di daerah
konservasi wilayah sungai namun juga berdampak bagi masyarakat global yang
berada pada satuan wilayah sungai tersebut. Keadaan di sekitar daerah sumber
Brantas berdasarkan hasil survei Jasa Tirta I dan Badan Lingkungan Hidup Kota
Batu, setengah dari 111 mata air di kawasan hulu Brantas rusak dan sebagian mati.
Lalu, dari 751 hektare luas Dusun Sumber Brantas, seluas 541 hektare atau 72 persen
telah menjadi lahan permukiman dan pertanian. Dalam 10 tahun terakhir ini, kondisi
Sungai Brantas sangat memprihatinkan. Akibat tingginya pencemaran, penambangan
pasir, dan alih fungsi lahan di kawasan hulu, pada 2003, tingkat erosi Sungai Brantas
mencapai 2,2 ton per hektare per tahun atau naik 300 persen dibanding kondisi pada
1980-an (Anomim 3). Dampaknya dapat menimbulkan banjir bandang di musim
hujan dan kekeringan akut pada musim kemarau. Hal ini juga menyebabkan
peresapan air tanah pun menurun drastis.

Gambar 2. 9 Pemanfaan Lahan Oleh Masyarakat di Dusun Sumber Brantas

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penduduk di sekitar sumber air
Sungai Brantas bekerja di sektor pertanian karena terbatasnya kesempatan bekerja
dan rataan pertumbuhan penduduk setiap tahun sekitar 1.06 %. Penduduk yang rata-
rata telah mengantungkan hidup pada lahan sekitar sumber air Sungai Brantas juga
mempengaruhi kondisi kualitas air, berdasarkan hasil penelitian di beberapa titik
sejumlah parameter kualitas air telah mendekati ambang batas pencemaran
(Nurfatriani 2005). Penelitian lanjut juga menyebutkan bahwa proses degradasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup di DAS Brantas Hulu menunjukkan
kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini terlihat dari semakin tingginya laju
sedimentasi dan pencemaran air sungai, serta semakin besarnya fluktuasi debit sungai
yang memasuki Waduk Karang-kates. Sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk, maka semakin besar pula kebutuhan akan sumberdaya lahan dan air untuk
keperluan pertanian dan pemukiman (Nurfatriani 2005).
Dari segi pendidikan dan ketrampilan maupun pengetahuan masih bersifat
tradisional, hal ini ditandai bahwa kebanyakan petani-petani tersebut berpendidikan
SD atau bahkan belum sempat tamat SD. Begitu juga halnya dengan pengetahuan
tentang budidaya tanaman maupun pengolahan tanah masih tradisional, mengingat
tanaman yang dibudidayakan tidak menunjukkan pertumbuhan maupun hasil yang
baik. Dalam hal pengolahan lahannya petani sudah tampak mulai berupaya
menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah untuk mengendalikan proses erosi dan
limpasan permukaan.

Gambar 2. 10 Kondisi Permukiman di Dusun Sumber Brantas

Berikut ini adalah akar masalah dari penyebab degradasi lahan terus berlanjut.
Diagram dibawah ini merupakan lingkar sebab-akibat pengelolaan ekosistem lahan.
Ada enam komponen utama dalam pengelolaan ekosistem lahan. Keenam komponen
tersebut adalah pengelolaan, produktifitas, hasil tanaman, kesejahteraan petani,
sumber daya alam yang tersedia serta kesuburan dari lahan yang ada. Keenam
komponen utama ini saling berinteraksi secara dinamis, dimana keterlibatan manusia
di dalamnya akan sangat menetukan kelestarian dan perkembangan sistem. Secara
alamiah manusia dituntut untuk berupaya memenuhi kebutuhan biologisnya dengan
jalan memanfaatkan sumberdaya lahan yang tersedia. Intensitas pemanfaatan sumber
daya lahan ini sangat ditentukan oleh tingkat teknologi dan kebutuhan hidup manusia.
Selanjutnya intensitas pemanfaatan ini juga akan menentukan besarnya manfaat yang
diperoleh dan perubahan daya dukung atau kualitas sumberdaya lahan. Pada giliran
selanjutnya, manfaat-manfaat tersebut akan menentukan tingkat kesejahteraan
penduduk dan perubahan daya dukung akan mempengaruhi kelestarian sumber daya
lahan . Kedua kondisi ini secara bersama-sama akan ikut menentukan tingkat
investasi domestik dan eksternal. Peningkatan investasi ini pasti akan mendatangkan
dampak sosial ekonomi dan dampak lingkungan seperti erosi, sedimentasi,
pencemaran dan kemerosotan kualitas lahan. Peningkatan erosi dan sedimentasi yang
dapat berakibat pada berkurangnya tingkat kesuburan lahan serta potensi bencana
alam dan pencemaran dari air permukaan terhadap sungai.


Gambar 2. 11 Diagram Lingkar Sebab Akibat Pengelolaan Ekosistem Lahan
Dengan demikian perlu segera dilakukan pengelolaan DAS yang tepat dan
efektif yaitu dengan pengembangan arboretum yang dikembangkan sebagai fasilitas
pendidikan dan penelitian botani (plant sciences) sekaligus rekreasi alam (Botanical
Gardens & Natural Habitat), sehingga pengembangan arboretum tersebut memiliki
nilai tambah disamping fungsi utamanya adalah pelestarian lingkungan termasuk
tanah, air dan vegetasi aneka tanaman untuk mencegah terjadinya pengikisan erosi.
Pembangunan Arboretum ini merupakan salah satu langkah pelestarian daerah
sekitar sungai oleh pemerintah setempat dan Perum Jasa Tirta I. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi bahaya longsor akibat pembukaan lahan hutan menjadi pertanian
dan perkebunan. Dulu lokasi arboretum diperuntukkan sebagai lahan pertanian
sayur-sayuran oleh penduduk setempat. Kegiatan ini ternyata melongsorkan tanah
yang merusak mata air sehingga dilakukan rehabilitasi pada 1982. Pembebasan lahan
11 hektare dilakukan oleh Proyek Brantas pada 1983 dan pada 1995 ditambah
sehektar lagi oleh Jasa Tirta I.
Pelibatan masyarakat mungkin bisa dilakukan dengan pengembangan
kampung-kampung atau desa-desa ramah Sungai Brantas yang memiliki kepedulian
untuk menjaga kualitas air Sungai Brantas. Komunitas dalam kampung atau desa ini
harus berperan aktif mengurangi tingkat pencemaran domestik sekaligus mengontrol
buangan limbah industri.
Pengelolaan sumberdaya alam di daerah hulu sungai juga melibatkan banyak
pihak dengan kepentingannya masing-masing. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
pendekatan sistematik untuk mengevaluasi keadaan yang optimal dengan
mengorbankan sebagian kepentingan beberapa pihak lainnya. Dalam hal sumberdaya
air, permasalahan yang ada berpangkal pada besarnya fluktuasi debit sungai antara
musim hujan dan musim kemarau. Konflik kepentingan tampaknya terjadi antara
sektor pertanian, sektor domestik (penggunaan rumah tangga) dan sektor kepentingan
pembuangan limbah. Perkembangan sektor-sektor ini di DAS Brantas Hulu telah ikut
mempertajam konflik kepentingan dalam menggunakan sumberdaya air, dan pada
gilirannya akan menentukan ketersediaan kualitas air dan semakin menurunnya
kualitas air di sepanjang aliran sungai Brantas bagian hulu.
2.3 Kelembagaan Pengelolaan Arboretum Sumber Brantas
Mata air Sumber Brantas merupakan salah satu sumber air bersih utama bagi
masyarakat di Jawa Timur. Keberadaan Sumber Brantas perlu dilestarikan tidak
hanya melalui pembuatan taman Arboretum tetapi juga harus dikelola dengan baik
melalui suatu kelembagaan yang sinergis.
Saat ini pihak pengelola kawasan arboretum Sumber Brantas adalah PT Jasa
Tirta Jawa Timur. Sedangkan kawasan Arboretum Sumber Brantas merupakan
lingkungan perhutani sehingga seringkali bentuk pengelolaan kawasan tersebut tidak
sinergis dan tidak terintegerasi dengan baik. Padahal lingkungan sekitar arboretum
adalah otoritas pihak perhutani, salah satunya adalah Taman Hutan Rakyat (Tahura)
R. Soerjo yang berbatasan langsung dengan kawasan Arboretum Sumber Brantas.
Tahura R. Soerjo yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung milik
Perhutani mengalami ancaman dari okupasi lahan hutan lindung dan atau hutan
produksi milik perhutani menjadi lahan pertanian. Padahal wilayah hutan Perhutani
tersebut merupakan daerah penyangga yang merupakan faktor penentu dalam
mencapai keberhasilan pembangunan dan pengelolaan hutan. Jika masyarakat
berinteraksi dengan hutan dan hasil hutan baik langsung maupun tidak langsung dan
hubungan tersebut saling menguntungkan maka sangat menunjang keberhasilan,
namun apabila hubungan tersebut terjadi sebaliknya maka akan menjadi ancaman
bagi kelestarian hutan.

Gambar 2. 12 Keberadaan Tahura R.Soerjo di Perbatasan arboretum Sumber Brantas
Pada tahun 2009 pihak PT Jasa Tirta akan melakukan MoU dengan Pemerintah
Kota Batu dalam pengelolaan dan pelestarian Arboretum. Langkah tersebut
dilakukan agar penyelamatan Arboretum bisa dilaksanakan secara optimal. Namun
sampai saat ini pihak PT Jasa Tirta Jatim belum juga mengajukan MoU ke
Pemerintah Kota Batu. Sementara itu Pemerintah Kota Batu juga enggan terlibat
dalam upaya pelestarian kawasan arboretum Sumber Brantas.
Masalah lain yang muncul terkait dengan kelembagaan pengelola kawasan
arboretum Sumber Brantas adalah tidak adanya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kawasan arboretum Sumber Brantas. Hal tersebut menyebabkan
masyarakat tidak mengetahui pentingnya upaya pelestarian Sumber Brantas sehingga
terus terjadi alih fungsi lahan dan pemanfaatan sumber daya yang tidak berkelanjutan
oleh masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai