Anda di halaman 1dari 5

Alternatif Neoliberal : World Social Forum sebagai Gerakan Sosial Global

Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta


Another world is possible[1]. Slogan ini bagi sebagian orang bisa menjadi sebuah harapan
atau bahkan hanya ide utopis dalam melihat perkembangan hubungan internasional dewasa ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa ide neoliberal telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari baik
disadari atau tidak. Flacks menyatakan bahwa model market driven menyebabkan manusia
terikat pada proses produksi hingga kehilangan waktu tidur.[2] Tatanan produksi global ini
didukung keberadaan perusahaan multinasional dan lembaga internasional seperti WTO, Bank
Dunia dan IMF yang menyebabkan manusia tidak bisa terlepas dari jerat kapitalisme. Beberapa
pertemuan tingkat dunia juga sering diadakan sebagai upaya melanggengkan jerat neoliberal
seperti World Economic Forum, pertemuan tahunan WTO dll. Kenyataan bahwa liberalisme
telah mengakar dalam kehidupan masyarakat banyak memberikan implikasi baik positif
maupun negatif. Dalam pandangan kaum liberal, proses liberalisasi ditujukan untuk
memberikan kemakmuran. Namun, pembangunan di negara ketiga dengan segala dimensinya
telah menyebabkan kesenjangan dan keterbelakangan.
Kritik dan resistensi baik yang terjadi dalam lingkup lokal dan internasional terhadap tatanan
dunia yang dimonopoli oleh ide liberal mendorong munculnya gerakan sosial global, sebut
saja World Social Forum(WSF). WSF dianggap sebagai sebuah gerakan sosial mengacu pada
pendapat Buechler, gerakan sosial diartikan, intentional, collective effort to transform sosial
order.[3] WSF dibentuk di Porto Alegre, Brazil pada tahun 2001 sebagai respon atas tumbuh
kembangnya gerakan sosial internasional dalam menentang globalisasi dan dampak
pembangunan ekonomi neoliberal diberbagai negara.[4] Ide pembentukan WSF berawal dari
tim aktivis dari Brazil dan Prancis yang memiliki jaringan dengan aktivis nasional yang ada di
Prancis dan Brazil, sepertihalnya kelompok internasional ATTAC ( The Assosiation pour la Taxe
Tobin pour lAide aux citoyen ). Inisiatif ini mendapatkan dukungan dari partai buruh yang ada
di Brazil.[5]
Pertemuan WSF yang pertama dilaksanakan di Porto Alegre pada 25-30 Januari 2001 untuk
menentang WEF di Davos. Brazil dipilih sebagai tempat pertemuan karena Brazil kaya akan
organisasi akar rumput sebagai sumber inspirasi dalam pengembangan WSF. Terdapat sekitar
20.000 orang dari 117 negara yang hadir dalam pertemuan itu.[6]
WSF mendapatkan simpati yang luar biasa dari para pendukung gerakan anti neoliberal
diseluruh dunia. Pada pertemuan kedua di Porto Alegre tahun 2002 hadir 55.000 orang dari 131
negara. Massa yang lebih besar hadir pada petemenuan ke tiga yaitu sebanyak 100.000 orang
berkumpul di Mumbai, India. Diikuti oleh kesuksesan berikutnya pada tahun 2005 dalam
pertemuan WSF di Porto Alegre yang dihadiri oleh 120.00 orang.[7] Pada tahun 2006, kegiatan
WSF tidak lagi berpusat di satu wilayah. Dewan Internasional mengusulkan desentralisasi
dalam proses WSF melalui pertemuan di beberapa wilayah didunia (polycentric WSF events)
walaupun itu merupakan forum global. Polycentric events ini diorganisir di Karakas, Venezuela
dan Bomako, Mali pada Januari 2006 dan di Karachi, Pakistan pada Maret 2006.
Munculnya WSF sebagai gerakan sosial global dianggap sebagai perjuangan demokratik baru
yaitu keseluruhan bentuk-bentuk perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan baru yang
muncul dalam masyarakat kapitalisme. Gerakan sosial sebagai bentuk perjuangan menentang
globalisasi atau biasa disebut gerakan anti globalisasi yang selanjutnya disebut deglobalisasi.
Penggunaan istilah deglobalisasi merujuk pada istilah yang digunakan oleh Walden Bello.
Walden Bello mengembangkan konsep deglobalisasi sebagai strategi alternatif menentang
globalisasi yang ditawarkan oleh neoliberal. Deglobalisasi bukanlah anti-globalisasi dan visinya
dalam tatanan dunia baru lebih identik dengan globalisasi demokratis. Menurut Bello,
deglobalisation celebrate global ties while seeking to expand the freedom and choice local
communities have about they will live.[8]
Lebih lanjut, Bello menjelaskan bahwa deglobalisasi terdiri dari usaha berkelanjutan untuk
mengkonstruksi kembali institusi yang telah ada yang mendukung neoliberal dalam rangka
menciptakan ruang membangun tatanan baru untuk mengorganisir kehidupan ekonomi dalam
prinsip menghargai keanekaragaman. Selama ini tradisi neoliberal memaksakan homogenitas
dan terpusat. Upaya membangun tatanan baru dalam menentang neoliberal dimungkinkan
melalui koordinasi global dengan jaringan globalisasi demokratis. Elemen kunci dalam
deglobalisasi adalah pemberdayaan kapasitas local, kemandirian dan partisipasi.
WSF sebagai forum lintas batas negara yang secara sadar mengartikulasikan dirinya untuk
membawa individu dari berbagai negara dan latar belakang yang berbeda untuk bersama-sama
mencari cara pandang baru mengenai bagaimana dunia sebaiknya diorganisasikan dan
mengambil sikap untuk mewujudkan visi tersebut. Pertemuan yang dilakukan memberikan arti
penting sebagai dasar bagi konstruksi tatanan demokratis global. Khususnya dalam rangka
mengembangakan identitas global, berbagai pengalaman dalam memahami fenomena global
dan solusi terbaik, serta membangun kapasitas kelompok masyarakat untuk menantang
kekuasaan jaringan global.[9] Peranan WSF dalam menciptakan ruang publik lintas batas
negara untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta berorganisasi dapat dilihat sebagai
salah satu bentuk perluasan partisipasi rakyat dalam konteks global.
Mekanisme yang berjalan dalam WSF memberikan kesetaraan bagi setiap pihak untuk
berpartisipasi dan lebih fleksibel. Sehingga aksi yang dijalankan oleh WSF cepat menyebar dan
mendapatkan dukungan yang luas. Bentuk yang digunakan dalam WSF seperti halnya
konferensi global yang diadakan oleh PBB pada tahun 1990an. Model ini pernah digunakan
oleh aktivis feminis di Amerika Latin yang berkumpul bersama dalam menciptakan ruang
kristis, mereka menyebutnya dengan encuentro. Model ini mendapatkan perhatian yang luas
ketika Zapatista mengadakan The First International encuentro for Humanity and Against
Neoliberalism pada tahun 1996 sebagai usaha memperluas perjuangan melawan kapitalisme
global.[10]
Encuentro dan konferensi masyarakat sipil yang sejajar dengan pertemuan PBB menjadi model
yang sangat popular dalam melakukan aksi. Aksi kolektif yang dijadwalkan oleh WSF dalam
menentang Forum Ekonomi Dunia di Davos merupakan salah satu bentuk harapan bagi
munculnya kebiasaan untuk melakukan aksi bersama. Munculnya harapan dan pemahaman
dalam melaksanakan aksi kolektif tidak terlepas dari faktor kesejarahan dari aktivitas gerakan
sosial. Secara khusus dapat dikatakan bahwa penyebaran WSF merupakan gaung dari gerakan
Zapatista. Bahwa WSF sendiri menghubungkan dengan dirinya dengan perjuangan Zapatista,
baik dalam hal pengorganisasian dan mengadopsi slogan Zapatista seperti another world is
possible dan against neoliberalism and for humanity.
Komitmen yang luas dalam WSF untuk menciptakan ruang publik bagi setiap aktivis berkumpul
dan berbagi pengalaman serta ide, baik dalam kelompok besar maupun kecil, mendukung
perjuangan satu sama lain, membangun aliansi transnasional serta mengkoordinasikan aksi dan
strategi mendorong WSF untuk berjuang menghindari konsensus. Dalam mencapai visi global
mereka menggunakan internet dalam menggalang kerjasama transnasional. Pengorganisasian
dalam WSF menolak peran perwakilan, tidak ada rekomendasi dan statemen formal. Demikian
halnya dalam menjalankan aksi mereka berupaya untuk melakukan aksi damai seperti yang
tercantum dalam piagam WSF.
Keragaman dalam proses WSF berimplikasi pada banyaknya kepentingan dalam WSF. Oleh
karena itu, proses WSF berupaya untuk mencegah hirarki dan pembagian ( major division ).
Walaupun banyak perdebatan dalam proses WSF, namun mereka memiliki satu suara bahwa
forum yang diciptakan merupakan upaya menciptakan alternatif neoliberal dalam berbagai
bentuk dan mereka mempromosikan aksi damai. Keragaman dalam WSF juga memunculkan
pertanyaan besar dalam upaya menciptakan demokrasi global melalui proses WSF mengenai
bagaimana komunitas ini dapat lebih responsif dan inklusif dalam mentransformasi hubungan
internasional global?.
WSF memiliki Dewan Internasional yang mengundang aktifis dari berbagai kelompok.
Pembentukan dewan ini ditujukan agar WSF mampu mengakomodasi setiap kepentingan dan
lebih responsif melalui perwakilannya. Pengorganisasian dalam WSF menolak pembentukan
badan (body). Dewan Internasional mengusulkan proses desentralisasi dalam proses WSF
untuk mendukung proses global disamping usaha untuk memperkuat usaha pengorganisasian
lokal dengan mendukung aktivis mengorganisasi forum regional.
Banyak pengamat yang menyatakan bahwa WSF merupakan inkubator atau laboratorium
dalam menciptakan demokrasi global. WSF berupaya menciptakan ruang untuk melakukan
diskusi terbuka. Dengan demikian, proses WSF mendorong individu untuk secara aktif dalam
bidang politik.
Para aktivis memiliki kesempatan untuk bertemu dan berbagi ide dengan aktivis dari dari
berbagai macam wilayah dan budaya, sehingga WSF tidak hanya menjadi model yang
mengelaborasi bentuk pemerintahan demokratis global namun juga membangun jaringan dan
komunitas global yang dibutuhkan dalam demokrasi global. Setiap demokrasi membutuhkan
semua anggota mengidentifikasi diri sebagi bagian dari satu komunitas dan setiap anggota
komunitas mengakui dan menghormati hak-hak satu sama lain dalam komunitas
tersebut.[11] Slogan dari Zapatista against neoliberal and for humanity menginspirasi
gerakan WSF. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anggota WSF dengan visi yang sama telah
mengintegrasikan dirinya tidak hanya sebagai warga negara namun sebagai bagian dari
masyarakat dunia yang secara bersama-sama bergerak menentang neoliberalisme dan berbicara
mengenai keadilan terhadap semua manusia merupakan identitas yang ingin dibangun dalam
WSF.
Dalam proses alamiahnya para aktivis WSF berupaya membangun kepercayaan dan solidaritas
organis. Sebagai komunitas yang menciptakan ruang bagi setiap orang berkumpul yang
mengidentifikasi dirinya sebagai aktivis daripada sebagai warga sebuah negara memberikan
kesempatan terbuka untuk mengidentifikasi kebersamaan dalam perjuangan dan memahami
permasalahan yang sedang dihadapi. Upaya WSF dalam mencari alternative neoliberal
diwujudkan melalui beberapa hal.
Pertama, penciptaan demokrasi ekonomi ( ekonomi kerakyatan ). Para aktivis berupaya untuk
membuat gerakan sosial menentang kapitalisme global. Kritik yang disampaikan untuk
menentang kapitalisme adalah bahwa dalam dunia yang demokratis sebenarnya rakyat telah
dijauhkan dari cara-cara demokratis. Aktivis yang berjuang untuk mendemokratiskan bidang
ekonomi karena demokrasi dibidang ekonomi kita tidak akan memiliki tatanan politik
demokratis. Hal itu disebabkan karena para elit politik lebih suka mendukung tatanan global
yang ada. Mendemokratiskan tatanan ekonomi berarti bahwa memberikan kekuasaan bagi
komunitas lokal untuk bisa menentukan bagaimana mereka mengatur kehidupannya. Dalam
cara-cara neoliberal, manusia dipaksa pada struktur produksi yang akhirnya mengeksploitasi
manusia itu sendiri.
Cara-cara yang ditempuh dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan adalah dengan
memperkuat kapasitas lokal. Sebagai contoh, tas yang didistribusikan kepada peserta dalam
pertemuan WSF diproduksi melalui kerjasama lokal dan pilihan diberikan kepada produsen
lokal untuk pembagian pameran dan pembuatan ruang dalam pertemuan temporer. Dengan
menunjukkan kemungkinan dari pengorganisasian jaringan ekonomi kepada pengusaha lokal
dalam cara yang seimbang dan berkelanjutan diharapkan agar para peserta WSF dapat
mengintegrasikan nilai dan norma politik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang
dilakukan dalam proses WSF memberi kontribusi pada para peserta untuk lebih sensitif dalam
memanfaatkan kapasitas lokal dalam menetang kapitalisme.
Kedua, menjadi penghambat korporasi transnasional. Jaringan globalisasi neoliberal telah
berhasil dalam mengorganisir para elit politik untuk mendukung para pengusaha dengan
mengadopsi kebijakan yang membatasi peran pemerintah dan memberikan kesempatan yang
luas kepada para korporasi transnasional, privatisassi sektor-sektor publik, dan
memaksimalkan peranan pasar kedalam lingkup nasional. Cara lain dalam gerakan yang
ditujukan untuk menetang neoliberal untuk demokrasi ekonomi adalah dengan bekerja untuk
menekan peran korporasi transnasional sebagai subjek regulasi dalam pemerintahan
demokratis.
Usaha yang ditempuh oleh WSF dalam hal ini melalui antisweatshop campaign. Dengan
memahami kerentanan komunitas lokal dalam menghadapi globalisasi produksi, para aktifis
menggunakan akses informasi dan teknologi langsung dengan perusahaan yang kegiatan
produksinya telah mengabaikan kesejahteraan umum berkaitan dengan buruh anak,
keselamatan pekerja, perlindungan lingkungan. Para aktifis membantu pemerintah dengan
memberikan kriteria dan mekanisme dalam mengatur pengusaha ketika mereka mengatur
kembali kebijakan regulasinya untuk mendukung investasi internasional dan perdagangan.
Usaha ini dapat dilihat sebagai upaya deglobalisasi.
World Social Forum muncul sebagai komunitas untuk menciptakan alternative neoliberal untuk
mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan dalam kehidupan. Penghargaan terhadap
perbedaan dan menyadari bahwa setiap manusia adalah berbeda namun pada hakikatnya
mereka bisa bersatu menjadi modal dasar bagi para aktivis untuk berkumpul dan bersatu
dalam rangka menciptakan alternatif neoliberal. Seperti yang dinyatakan oleh Subcomandante
Marcos,its necessary to build another world. A world in which there is room for many world.
A world capable containing all the worlds.[12] Dalam sejarahnya, gerakan sosial telah sepakat
untuk berusaha menciptakan alternatif dari tatanan sosial yang ada dan menciptakan ruang
bagi seseorang untuk hidup berbeda dari nilai dan norma yang berlaku seperti yang sedang
dijalankan oleh para aktivis yang tergabung dalam WSF.

[1] Slogan World Social Forum. Dalam http://www.wsfindia.org/ akses 13 Desember 2009
[2] Richard Flaks dalam Jackie Smith, Social Movements for Global Democarcy, Baltimore, The
Johns Hopkins University Press, 2008.
[3] Buechler, 2000 dalam Chamsy el. Ojeili & Patrick Hayden , Critical Theories of
Globalization, Basing Stoke, Palgrave, Mac Millan
[4] Penjelasan mengenai kegagalan negara dalam kapitalisme global dapat dilihat lebih lengkap
dalam Noreena Heertz, Global Kapitalism and The death of Democracy : The Silent Take Over,
New York, Harper Business, 2003. dan Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi.,
Yogyakarta, Media Presindo, 2007.
[5] Flaks dalam Jackie Smith, Social Movements for Global Democarcy, Baltimore : The Johns
Hopkins University Press, 2008.
[6] About WSF dalam http://www.wsfindia.org/ akses 13 Desember 2009
[7] Ibid.
[8] Flaks dalam Jackie Smith, Social Movements for Global Democarcy, Baltimore : The Johns
Hopkins University Press, 2008
[9] Jackie Smith, Social Movements for Global Democarcy, Baltimore : The Johns Hopkins
University Press, 2008.
[10] Alvares et al, 2003 dalam Ibid.
[11] Jackie Smith, Social Movements for Global Democarcy, Baltimore : The Johns Hopkins
University Press, 2008.
[12] Subcommandate Marcos, The Fourth World War Has Begun in Alex Callinicos, An Anti
Capitalist Manifest, Cambridge : Polity, 2003

Anda mungkin juga menyukai