Anda di halaman 1dari 13

KEPEMIMPINAN DALAM

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Berbasis Sekolah
Dosen Pembimbing : Drs. Kuswadi, M.Ag.






Disusun oleh
Nama : ATIEK ZULFAH LAILA
NIM : K7112039
Kelas : 4E



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

A. Pengertian Kepemimpinan
Arti kepemimpinan dapat diuraikan sebagai suatu kegiatan untuk
mempengaruhi orang-orang yang mengarah pada pencapaian tujuan dari suatu
organisasi. Menurut Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 107) kepemimpinan berarti
proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah
pencapaian tujuan dalam situasi tertentu.
Sedangkan menurut Soepardi (dalam Mulyasa, 2005: 107)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggerakkan,
mempengaruhi, mamotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing,
menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta
membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja
dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.
Dalam kepemimpinan, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu
adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi
kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
B. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi
antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi
menjadi amat penting kedudukannya.
Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin yang
khas pada saat mempengaruhi anak buahnya tentang apa yang dipilih oleh
pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak untuk mempengaruhi
anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan dapat dikaji melalui tiga pendekatan antara lain:
1. Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat
seseorang berhasil. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-
sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak
berhasil. Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 108) mengatakan bahwa dalam
pendekatan sifat terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan
yang esensial, pada kepemimpinan yang efektif.
Ada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat bawaan yang
membedakannya dari yang bukan pemimpin. Pendekatan ini menyarankan
beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu:
1. Kekuatan fisik dan susunan syaraf
2. Penghayatan terhadap arah dan tujuan
3. Antusiasme
4. Keramah-tamahan
5. Integritas
6. Keahlian teknis
7. Kemampuan mengambil keputusan
8. Inteligensi
9. Ketrampilan memimpin
10. Kepercayaan
2. Pendekatan Perilaku
Studi pendekatan perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku
yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain.
Pendekatan ini banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang
dijalankan oleh pemimpin.
Studi mengenai pendekatan ini antara lain:
a. Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Penelitian ini memperoleh gambaran dimensi utama dari perilaku
pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.
Dan dari kombinasi dua dimensi terrsebut, akan terdapat empat gaya
kepemimpinan:
1. Perhatian rendah, pembuatan inisiatif rendah
2. Perhtian rendah, pembuatan inisiatif tinggi
3. Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah
4. Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi
b. Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Menurut Hersey dan Blenchard studi ini mengidentifikasikan dua konsep
yang disebut dengan orientasi bawahan dan produksi. Pemimpin yang
menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan
sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat
memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja.
c. Jaringan Managemen
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu
perhatian pada produksi dan perhatian pada orang. Perhatian pada
produksi atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu
keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah
pegeluaran.
d. Sistem Kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi
tugas dan orientasi individu. Likert berhasil merancang empat system
kepemimpinan seperti yang dikutip Thoha (dalam Mulyasa, 2005: 111),
yaitu:
Sistem 1
Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan
kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, bersikap
paternalistik. Pada system ini, pemimpin memotivasi bawahannya
dengan memberi ketakutan dan hukuman. Tapi terkadang memberi
penghargaan secara kebetulan. Pemimpin hanya mau
memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya
membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
Sistem 2
Pemimpin otokratis yang baik hati. Pemimpin dalam system ini
mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan,
mau memotivasi dengan hadiah-hadiah, ketakutan, dan hukuman-
hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas,
mendengar pendapat dan ide-ide dari bawahan, dan
memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses
keputusan. Bawahan merasa tidak bebas membicarakan tentang
perkerjaan dengan atasan.

Sistem 3
Pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan.
Pemimpin mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan
hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan
partisipasi. Pemimpin suka menetapkan dua pola hubungan
komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dia membuat keputusan
dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tapi mengkhususkan
pada tingkat bawah. Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan
pekerjaan dengan atasan.
Sistem 4
Dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif. Dalam
hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahan. Atasan mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide-
ide dan pendapat-pendapat, dan menggunakan pedapat
bawahan secara konstruktif. Pemimpin memberikan penghargaan
yang bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi kelompok dan
keterlibatan pada setiap urusan. Pemimpin mau mendorong
bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan
melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab.
Bawahan merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan
atasannya.
3. Pendekatan Situasional
Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang
paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Berikut ini adalah beberapa studi
kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu, yaitu:
a. Teori Kepemimpinan Kontingensi
Teori ini dikembangkan Fiedler and Chemers. Dari hasil penelitian tahun
1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan hanya
karena faktor kepribadian saja, tetapi karena berbagai faktor situasi dan saling
hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada tiga factor yang perlu
dikembangkan, yaitu:
1) Hubungan antara pemimpin dan bawahan, didasarkan pada persepsi
pemimpin mengenai suasana kelompok;
2) Stuktur tugas, yaitu bila struktur tugas cukup jelas, maka prestasi akan
lebih mudah diawasi, dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti;
3) Kekuasaan yang berasal dari organisasi. Pemimpin yang menerima
kekuasaan yang jelas dari organisasi akan mendapatkan kepatuhan lebih
dari bawahan.
Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan berdasarkan tiga dimensi
diatas, yaitu:
1) Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas;
2) Gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.

b. Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin. Menurutnya ada tiga dimensi untuk
menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas,
perhatian pada orang, dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin
memiliki empat gaya dasar yaitu integrated, related, separated, dan dedicated.
Keempat gaya tesebut dapat menjadi efektif dan tidak efektif dan akan
menjadi tujuh gaya kepemimpinan, yaitu:
a. integrated, jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya
eksekutif;
b. integrated, jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi
gaya compromiser;
c. separated jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya
bureaucrat;
d. separated jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi
deserter;
e. dedicated jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya
benevolent autocrat;
f. related jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya
developer;
g. related jika diekspresikan dalam situasi tidak efektif akan menjadi gaya
missionary.

Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya
efektif dan tidak efektif sebagai berikut:
1) Gaya Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Exsecutif; gaya ini menunjukkan adanya perhatian
baik kepada tugas maupun kepada hubungan tugas
dalam kelompok. Pemimpin pada gaya ini berusaha
memotivasi oanggota dan menempatkan individu
sebagai manusia.
b) Developer; gaya ini memberikan perhatian yang
cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam
kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas
pekerjaan. Pemimpin pada gaya ini sangat
memperhatikan perkembangan anggota.
c) Benevolent Authocrat; gaya ini memberikan
perhatian yang tinggi terhadap tugas dan perhatian
yang rendah dalam hubungan kerja. Pamimpin
dengan gaya ini mengetahui strategi untuk
memperoleh apa yang ia inginkan.
d) Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang
rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan.
Pemimpin yang menganut gaya ini dapat menerima
setiap peraturan dan berusaha memelihara serata
melaksanakannya.
2) Gaya yang tidak Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Compromiser; gaya ini memberi perhatian yang
tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja.
Pemimpin yang menganut gaya ini sering membuat
keputusan yang tidak efektif dan sering menemui
hambatan.
b) Missionary; gaya ini memberi perhatian yang tinggi
pada hubungan kerja dan rendah pada tugas.
Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik
pada keharmonisan dan tidak bersedia mengintrol
hubungan yang baik.
c) Autocrat; gaya ini memberikan perhatian yang baik
terhadap tugas dan rendah pada hubungan.
Pemimpin yang menganut gaya ini selalu
mengambil keputusan dan kebujaksanaan sendiri.
d) Deserter; gaya ini memberi perhatian rendah pada
tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang
menganut gaya ini hanya memberi dukungan,
struktur, dan tanggung jawab pada saat dibutuhkan
saja.
c. Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini adalah pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang
didasarkan pada hubungan tiga faktor, yaitu perilaku tugas (Task behaviour),
perilaku hubungan (Relationship behavior) dan kematangan (Maturity). Gaya
kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan kematangan anak buah.
Gaya kepemimpinan tersebut antara lain adalah:
a. Gaya Mendikte (Telling), diterapkan jika anak buah dalam tingkat
kematangan rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan
yang jelas.
b. Gaya Menjual (Selling), diterapkan apabila kondisi anak buah
dalam taraf rendah sampai moderat. Maksudnya mereka telah
memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tapi belum didukung
oleh kemampuan yang memadai.
c. Gaya melibatkan diri (Participating), diterapkan apabila tingkat
kematangan anak buah berada pada taraf moderat sampai tinggi.
Mereka memiliki kemampuan, tapi kurang memiliki kemauan kerja
dan percaya diri.
C. Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja
1. Pembinaan Disiplin
Peningkatan kinerja pegawai dalam MBS perlu dimulai dengan sikap
demokratis. Oleh karena itu dalam membina disiplin perlu berpedoman
pada sikap tersebut.
Taylor dan User (dalam Mulyasa, 2005: 118) mengemukakan strategi
membina disiplin sebagai berikut:
a. Konsep diri; konsep diri merupakan faktor yang penting dari setiap
perilaku.
b. Keterampilan berkomunikasi; pemimpin harus menerima semua
perasaan pegawai dengan teknik komunikasi yang menimbulkan
kepatuhan dari dirinya.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; perilaku yang salah
terjadi karena pegawai telah mengembangkan kepercayaan yang
salah terhadap dirinya.
d. Klarifikasi nilai
e. Latihan keefektifan pemimpin
f. Terapi realitas
2. Pembangkitan Motivasi
a. Teori Moslow
Moslow membagi kebutuhan menjadi lima kategori, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebuthan kasih sayang,
kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan akan rasa
aktualisasi diri.
Dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja pegawai, teori ini
dapat dipergunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti
mengapa pegawai yang sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak
memiliki motivasi untuk bekerja; pegawai lebih suka bekerja
dengan suasana menyenangkan; pegawai yang merasa disenangi
oleh teman dan pemimpinnya memiliki minat untuk meningkatkan
kinerja dibandingkan pegawai yang diabaikan; keinginana pegawai
untuk memahami dan mengetahui sesuatu tidak selalu sama.
b. Teori Dua Faktor
Menurut Herzberg (dalam Mulyasa, 2005:123) ada dua faktor
penting, yaitu hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu
sendiri). Faktor yang dapat memotivator karyawan adalah
motivator.
c. Teori Alderfer
Alderfer (dalam Mulyasa, 2005: 123) membedakan tiga kelompok
kebutuhan yaitu kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan
berhubungan, dan keburuhan untuk bertumbuh.
d. Teori Prestasi McCelland
McCelland tiga kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan kekuasaan.
e. Teori X dan Teori Y
Gregor mengungkapkan bahwa teori X mengungkap sebagian
besar manusia lebih suka diperintah, tidak tertarik dengan rasa
tanggung jawab, masih bersifat anak-anak. Teori Y mengungkap
manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan
mempunyai kemampuan untuk berkreativitas.
Menurut Mitchell yang dikutip oleh Rahman, ada beberapa kriteria
kinerja yang terlihat dalam Area Performance yaitu
1. Kualitas kerja
2. Ketepatan
3. Inisiatif
4. Kemampuan
5. komunikasi
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pegangan dalam
manilai kinerja pegawai dalam MBS, antara lain:
a. Pemahaman tugas dan tanggung jawab
b. Kemampuan keterampilan
c. Semangat yang tinggi
d. Berinisiatif dan berkemauan tinggi.
3. Penghargaan
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan kegiatan yang produktif.
Dengan penghargaan, pegawai akan terangsang untuk meningkatkan
kinerja positif dan produktif. Penggunaan penghargaan perlu dilakukan
secara tepat, efektif, dan efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala sekolah merupakan faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah,
yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada
umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk
senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai
paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah
segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai kepala sekolah dalam
mengimplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS
dapat dilihat berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Mampu memperdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
b. Mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan dengan tepat waktu.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat
kedewasaan guru dan pegawai lainnya.
e. Bekerja dengan tim manajeman.
f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.


DAFTAR PUSTAKA


Mulyasa, E, 2007. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/10/kepemimpinan-dalam-sekolah-
323995.html.


Soal Kepemimpinan dalam MBS

Mata Kuliah : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dosen : Drs. Kuswadi, M. Ag
Waktu : 90 menit



1. Apakah pengertian dari kepemimpinan menurut beberapa ahli?
2. Jelaskanarti mengenai gaya kepemimpinan dan sebutkan apa saja gaya
kepemimpinan melali pendekatan perilaku!
3. Dari teori yang telah dikembangkan Fiedler and Chemers, disimpulkan bahwa
seseorang menjadi pemimpin bukan hanya karena faktor kepribadian saja,
tetapi karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin
dengan situasi. Apa sajakah ketiga factor tersebut?
4. Mengapa gaya kepemimpinan seorang kepala sekolah mempengaruhi kinerja
para guru dan karyawan di suatu sekolah?
5. Bagaimana kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam
manajemen berbasis sekolah?
6. Jelaskan mengenai Teori Dua Faktor?
7. Sebut dan jelaskan gaya kepemimpinan tiga dimensi dalam
Teori Kepemimpinan Situasional!
8. Menurut Mitchell yang dikutip oleh Rahman, ada beberapa kriteria kinerja
yang terlihat dalam Area Performance, sebutkan!
9. Bagaimana strategi pemimpin dalam membangkitkan motivasi para
pegawainya?
10. Kemampuan apa sajakah yang harus dimiliki kepala sekolah sebagai
pemimpin dalam pelaksanaan MBS?

Anda mungkin juga menyukai