Anda di halaman 1dari 3

TUGAS UTS ASPEK HUKUM dan BISNIS:

Nama : Syaiful Huda


NIM : 100421401409


A. Penyelesaian Kasus
Dari kasus tersebut bisa dilihat bahwa para konglomerat memiliki niat yang
tidak baik karena jika mempertahankan skema MSAA, maka jelas-jelas sangat
merugikan negara. Apalagi tindakan para konglomerat yang niatnya tidak me-mark up
asetnya tetapi ternyata setelah ditinjau ulang terdapat mark up yang sangat tinggi
terhadap asetnya, misalnya GROUP SALIM yang mmenikmati dana BLBI sebesar
Rp. 52,62 triliun, menilai pengembalian 109 asetnya sebesar Rp. 52 triliun padahal
ditawar oleh perusahaan malaysia hanya sebesar Rp. 20 triliun. Hal ini sudah jelas
sangat merugikan negara dan terlihat jelas bahwa ada unsur yang tidak baik dari para
konglomerat ini. Apalagi isi klausul yang sangat menguntungkan pihak konglomerat.
Tindakan BPPN juga sangat tidak rasional yang menerima penandatangan MSAA
yang klausulnya merugikan negara. Semua kerugian ini tidak bisa hanya dibebankan
ke APBN, karena jumlahnya yang sangat besar dan mengorbankan kepentingan
rakyat.
Untuk menyelesaikan kasus ini, seharusnya para konglomerat mengembalikan
jumlah dana BLBI sesuai dengan yang diterimanya. Tidak bisa hanya mengembalikan
sepihak dimana negara yang dirugikan. Dalam perjanjian pun seharusnya ada
perubahan klausul yang berbunyi bila ternyata nilainya kurang dari itu, dia menjadi
tanggungan pemerintah dirubah menjadi bila ternyata nilainya kurang dari itu, maka
harus menambah kekurangan pengembalian aset tersebut kepada pemerintah
sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Cara lain yang bisa digunakan yaitu
perjanjian yang memiliki kepastian hukum yang kuat sehingga dana BLBI bisa
dikembalikan secara utuh.
Meskipun penandatangan telah dilakukan, pemerintah bisa menempuh jalur
hukum, dimana pe-mark up-an yang dilakukan para konglomerat dijadikan bukti
untuk menjerat mereka. Jadi tidak bisa hanya menerima kondisi tersebut, pemerintah
perlu melakukan tindakan tegas untuk menyelamatkan keuangan negara. Pemerintah
juga bisa membatalkan perjanjian ini untuk kepentingan rakyat.
BPPN seharusnya mengedepankan kepastian pengembalian dan BLBI bukan
hanya mementingkan penyelesaian kasus tanpa ada pengembalian yang jelas.
Memang terdapat perkara ambigu dalam kasus ini, yaitu meski dijerat hukum
dengan adanya pe-mark up-an tetapi isi klausul dapat memperkuat posisi konglomerat
dimana berbunyi bila ternyata nilainya kurang dari itu, dia menjadi tanggungan
pemerintah.


B. Implikasi Hukum
Kemungkinan besar BLBI yang diterima konglomerat tidak dikembalikan
sebesar yang diterimanya. Penyelesaian BLBI melalui perjanjian MSAA ini
merupakan pilihan kebijakan politik yang tidak mengedepankan kepastian hukum.
Jadi dampaknya adalah pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa jika dilakukan MSAA
untuk mengembalikan dana BLBI dari para konglomerat karena klausul MSAA itu
sah secara hukum. Maka dari itu, pada saat pengembalian aset harus ada proses
valuasi untuk menilai aset agar sesuai dengan dana BLBI yang diterima.
Permasalahan yang utama adalah menyangkut kepastian hukum dalam suatu
kontrak. Ada preseden, kontrak-kontrak yang dibuat pada zaman pemerintahan
Soeharto dan Habibie harus dibatalkan karena ada nuansa korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) dalam pembuatannya.
Meski begitu, pemerintah bisa menjerat secara hukum dengan bukti pe-mark
up-an aset yang dilakukan para konglomerat maupun unsur korupsi didalamnya.

C. Keberadaan BPPN
Jika dilihat dari peran yang dilakukan oleh BPPN dalam kasus ini, keberadaan
BPPN tidak efektif. Keputusan BPPN tidak rasional karena badan ini seharusnya
memahami bahwa penyelesaian melalui MSAA dapat merugikan negara dalam
jumlah besar. Ini bukan penyelesaian yang efektif, seharusnya BPPN memastikan
dana BLBI harus kembali utuh kepada pemerintah melalui kebijakan yang lebih baik.
BPPN terlalu mengutamakan kebijakan politik sehingga negara yang dirugikan.
BPPN seharusnya menyelesaikan kasus tersebut dengan kepastian hukum yang jelas
sehingga dana BLBI dikembalikan ke negara.

Anda mungkin juga menyukai